oleh
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama”.
1. Ibu Mariaty Podungge M.Pd selaku dosen pembina matakuliah Studi Hadits.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk,
1. Mengetahui kedudukan Hadits dalam agama Islam.
2. Mengetahui fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an.
3. Mengetahui definisi dan sejarah perkembangan ingkar as-sunnah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi Islam setelah Al-Qur’an. Al-
Qur’an merupakan undang-undang yang memuat pokok-pokok dan kaidah-
kaidah mendasar bagi Islam, yang mencakup bidang aqidah, ibadah, akhlaq,
muamalah, dan adab sopan santun. Hadits merupakan penjelasan teoritis dan
praktik aplikatif bagi Al-Qur’an2. Semua ini berdasarkan perintah Al-Qur’an,
berdasarkan perintah sunnah, ijma’ umat, dan akal serta pandangan manusia.
a. Dalil Al-Qur’an
Al-Qur’an, selain mewajibkan umat Islam taat kepada-Nya, juga
mewajibkan taat kepada rasul-Nya3. Allah berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul, dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan rasul, jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
1
Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Qur’an dan As-Sunnah Referensi Tertinggi Ummat Islam. hal: 15
2
Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Qur’an dan As-Sunnah Referensi Tertinggi Ummat Islam. hal: 62-63
3
Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 70
3
demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.” (Q. S An-Nisa[4]:
59).
Selain itu, Allah juga menyamakan antara taat kepada Nabi sebagai bentuk
taat kepada Allah, yakni dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 80, An-Nur ayat 54,
Al-A’raf ayat 158.
Artinya: “Barangsiapa menaati rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati
Lebih dari itu, ketaatan pada rasul merupakan salah satu indikasi kecintaan dan
ampunan Allah SWT, hal ini ada dalam Al-Qur’an surat Ali imran: 31, Al-Hsyr:
7, Al-Anfal: 24, An-Nur: 634, serta ayat-ayat Al-Qur’an lain yang mendukung
adanya Hadits.
b. Dalil Hadits
Ada banyak hadits yang mewajibkan kita taat kepada rasul. Sebagai contoh
adalah hadits riwayat Abu Hurairah berikut ini5;
Rasulullah bersabda;
4
Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 71-75
5
Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 76
4
كل أميت يدخلون اجلنة اال من أىب من أطاعين دخل اجلنة ومن عصا ين فقد أىب
Artinya: “Semua umatku akan masuk surga, kecuali orang yang tidak mau.
Dikatakan kepada beliau, “siapakah mereka itu, wahai rasulullah?”
Rasul menjawab, “siapa yang taat kepadaku, ia akan masuk surga, dan
orang yang tidak taat kepadaku adalah orang yang tidak mau masuk
surga.” (H. R. Al-Bukhari)
Ada juga Hadits yang yang dikatakan Nabi ketika sedang haji wada’, yakni
riwayat Ibn Abbas yang dinilai sahih oleh Hakim serta disepakati Adz-Dzahabi6,
6
Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 77
7
Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Qur’an dan As-Sunnah Referensi Tertinggi Ummat Islam. hal: 68
5
sesungguhnya kita melakukanya, dan meng-qashar shalat di dalam perjalanan
sebagai satu sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah saw.”8
Pada zaman kekhalifahan Abu Bakar, ada seorang nenek tua datang
kepadanya setelah kematian cucunya, meminta bagian warisan dari cucunya.
Maka Abu Bakar berkata, “Aku tidak menemukan sedikit bagian pun untukmu di
dalam Kitabullah. Dan aku juga tidak pernah mendengarkan Rasulullah saw
menyebutkan suatu bagian untukmu.” Kemudian Abu Bakar bertanya kepada
orang-orang yang hadir di situ. Maka berdirilah al-Mughirah bin Syu’bah dan
berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw memberinya bagiansebanyak
seperenam.” Abu Bakar bertanya kepadanya, “Apakah ada seorang saksi bersama
dirimu?” Kemudian Muhammad bin Maslamah bersaksi untuk masalah itu, lalu
Aabu Bakar melaksanakannya.9
Tindakan yang sama diteruskan oleh para sahabat, tabiin, para fuqaha ditiap
kota-kota besar, para imam madzhab yang diikuti oleh pengikut dan murid-murid
mereka. Hingga pada akhirnya sunnah/hadits menjadi sumber hukum yang sangat
kaya bagi semua kalangan, dalam berbagai bidang fiqih.10
8
Disebutkan oleh as-Suyuth di dalam ad-Durr al-Mantsur
9
Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Qur’an dan As-Sunnah Referensi Tertinggi Ummat Islam. hal: 68-69
10
Yusuf Qardhawi. 1997. Al-Qur’an dan As-Sunnah Referensi Tertinggi Ummat Islam. hal: 70
11
Yususf Al-Qardhawi. 1991. Pengantar Studi Hadits. Hal: 107
6
(persyaratan) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mutlaq, dan memberikan
taksis (penentuan khusus) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih umum.12
Di antara contoh bayan at-tafsir mujmal adalah seperti hadits yang
menerangkan ke-mujmal-an ayat-ayat tentang perintah Allah SWT untuk
mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan haji. Ayat-ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan masalah ibadah tersebut masih bersifat global atau secara garis besar
saja. Contohnya, kita diperintahkan shalat, namun Al-Qur’an tidak menjelaskan
bagaimana tata cara shalat, tidak menerangkan rukun-rukunnya dan kapan waktu
pelaksanaannya13. Semua ayat tentang kewajiban shalat tersebut dijelaskan oleh
Nabi saw, dengan sabdanya,
b. Bayan al-Tasyri’
Yang dimaksud dengan bayan at tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum
atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Qur’an. Bayan ini disebut juga
bayan zaid ‘ala Al-Kitab Al-Karim. Hadis Rasulullah SAW. dalam segala
bentuknya (baik yang qauli, fi’il maupun taqriri) berusaha menunjukkan suatu
kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang tidak terdapat dalam Al-
Qur’an. Beliau berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan memberikan bimbingan dan
menjelaskan persoalannya.
c. Bayan al-Taqrir
Bayan at-taqrir disebut juga bayan at-ta’kid dan bayan al-isbat. Yang
dimaksud dengan bayan ialah menetapkan dan meperkuat apa yang telah
diterangkan dalam Al-Qur’an. Fungsi Al-hadis dalam hal ini hanya memperkokoh
isi kandungan Al-Qur’an14. Contoh bayan at-taqrir adalah hadits Nabi saw yang
memperkuat firman Allah Q. S. Al-Baqarah[2]: 185 yaitu,
12
Nuruudin ‘Itr. 2012. Ulumul Hadits. Hal: 79
13
Nuruudin ‘Itr. 2012. Ulumul Hadits. Hal: 79
14
Nuruudin ‘Itr. 2012. Ulumul Hadits. Hal: 82-83
7
Artinya: “...Karena itu, barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu
bulan, hendaklah berpuasa...”
Ayat di atas di taqrir oleh hadits Nabi SAW, yaitu:
اذرأيتموهفصومواواذارأيتموه فأفطروا
Artinya : “...Apabila kalian melihat (ru’yat) bulan, berpuasalah, begitu
pula apabila melihat (ru’yat) bulan itu, berbukalah...” (H.R.
Muslim dari Ibnu Umar)
d. Bayan an-Nasakh
Kata an-nasakh dari segi bahasa memiliki bermacam-macam arti, yaitu al-
itbat (membatalkan) atau al-ijalah (menghilangkan), atau taqyir (mengubah). Para
ulama mengartikan bayan an-nasakh ini melalui pendekatan bahasa, sehingga di
antara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam mentaqrifkannya. Hal ini pun
terjadi pada kalangan ulama mutaakhirin dengan ulama mutaqadimin. Menurut
ulama mutaqqadimin, yang disebut bayan an-nasakh ialah adanya dalil syara’
(yang dapat menghapus ketentuan yang telah ada), karena datangnya kemudian.
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa ketentuan yang datang kemudian
dapat menghapuskan ketentuan yang datang terdahulu. Hadis sebagai ketentuan
yang datang kemudian dari Al-Qur’an, dalam hal ini, dapat menghapus ketentuan
dan isi kandungan Al-Qur’an. Demikianlah menurut ulama yang menganggap
adanya fungsi bayan an-nasakh. Imam Hanafi memebatasi fungsi bayan ini
terhadap hadis-hadis yang mutawatir dan masyur, sedangkan terhadap hadis ahad,
ia menolaknya.
8
dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik
sebagian maupun keseluruhan.
Penyebutan Ingkar as- sunnah tidak semata- mata berarti penolakan total
terhadap sunnah. Penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk dalam
kategori ingkar as- sunnah, termasuk di dalam penolakan yang berawal dari
sebuah konsep berpikir yang janggal atau metodologi khusus yang diciptakan
sendiri oleh segolongan orang baik masa lalu maupun sekarang sedangkan konsep
tersebut tidak dikenal dan diakui oleh ulama hadis dan fiqh.
Ada 3 jenis kelompok ingkar as- sunnah. Pertama, kelompok yang
menolak hadis hadis Rasulullah SAW secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang
menolak hadis hadis yang tak disebutkan dalam Al- Quran secara tersurat maupun
tersirat. Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadis-hadis mutawatir
( diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang periodenya, tak mungkin mreka
berdusta) dan menolak hadis-hadis Ahad ( tidak mencapai derajat mutawatir)
walaupun sahih. Mereka beralasan dengan ayat ,
Artinya: “dan mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti dugaan, dan sesungguhnya dugaan itu tidak
berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.”( Q. S. Surat An Najm
[53]: 28)
Mereka berhujjah dengan ayat itu, tentu saja menurut penafsiran model
mereka sendiri.
9
orang setelah Nabi. Dengan kata lain hadist-hadist tersebut adalah buatan
manusia.
Setidaknya ada sembilan alasan mengapa mereka menolak hadist-hadist
Nabi, yaitu:
1. Yang dijamin Allah hanya Al-Qur’an, bukan Sunnah
2. Nabi sendiri melarang penulisan hadist
3. Hadist baru dibukukan pada abad kedua hijriyah
4. Banyak pertentangan antara hadist satu dengan hadist yang lain
5. Hadist adalah buatan manusia
6. Hadist bertentangan de ngan Al-Qur’an
7. Hadist merupakan sandaran dari umat lain
8. Hadist membuat umat terpecah-belah
9. Hadist membuat umat islam mundur dan terbelakang15
Selain itu yang melatarbelakangi penolakan mereka terhadap sunnah
adalahadalah ketidak fahaman mereka sendiri tentang ilmu hadits baik pada masa
lalu maupun sekarang. Termasuk didalamnya adalah kelompok Inkar al-
Sunnah yang ada di Indonesia dan Malasyia. Selain itu ketidaktahuan mereka atas
makna al-Qur’an, ilmu tafsir dan bahasa Arab juga mendorong munculnya
kelompok inkar al-sunnah tersebut.16
Sejarah inkar perkembangan inkar al-sunnah hanya terjadi dua masa, yaitu
masa klasik dan masa modern. Menurut Prof. Dr. M. Musthafa Al-Azmi, sejarah
inkar al-sunnah klasik terjadi pada masa Asy-Syafi’ie (w.204 H) abad ke-2 H/7M,
kemudian hilang dari peredarannya selama lebih kurang 11 abad. 17 Kemudian
pada abad modern inkar al-sunnah timbul kembali di India dan Mesir dari abad 19
M/13 H sampai pada masa sekarang. Sedang pada masa pertengahan, inkar al-
sunnah tidak muncul kembali, kecuali Barat mulai meluaskan kolonialismenya ke
Negara-negara islam dengan menaburkan fitnah dan mencoreng citra agama
islam.
15
http://muhammadrizalhsb.blogspot.com/2012/03/sejarah-pemikiran-inkarussunnah.html
16
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1995, hlm 87
17
Al-A’zhami, Dirosat fi Al-Hadist An-Nabawi… jilid 1,hlm.26
10
c. Argumentasi Ingkar As-Sunnah
Sebagai suatu paham atau aliran, inkar al-sunnah baik yang klasik maupun
yang modern memiliki argumen-argumen yang dijadikan pegangan oleh mereka.
tanpa argumen-argumen itu, barangkali pemikiran itu tidak mempunyai pengaruh
apa-apa. Berkut ini akan dijelaskan argumen-argumen mereka dan sanggahan para
ulama ahli hadist terhadap mereka.
1. Agama bersifat konkret dan pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada suatu hal yang
pasti. Apabila kita mengambil dan memakai sunnah, berarti landasan agama itu
tidak pasti. Al-Qur’an yang kita jadikan landasan agama itu bersifat pasti, seperti
dituturkan dalam ayat berikut:
)31: (فاطر ص ِّدقًا لِ َما َبنْي َ يَ َديِْه ِ ِ ِ َ والَّ ِذي أَوحْينَا إِلَْي
َ ك م َن الْكتَاب ُه َو احلَ ُّق ُم َْ َ
Artinya: “Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Kitab
(Al-Qur’an) itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab
sebelumnya.” (QS. Al-Faathir (35):31)
Sementara apabila agama islam itu bersumber dari hadist, ia tidak akan
memiliki kepastian sebab keberadaan hadist, khususnya
hadist ahad- bersifatdhanni (dugaan yang kuat), dan tidak sampai pada peringkat
pasti. Karena itu, apabila agama Islam berlandaskan hadist disamping Al-Qur’an,
Islam akan bersifat ketidak pastian. Dan ini dikecam oleh Allah dalam firmannya,
)28: َوإِ َّن الظَّ َّن اَل يُ ْغيِن ِم َن احْلَ ِّق َشْيئًا (النجم
11
Artinya: “Sedangkan sesungguhnya persangkaan itu tiadalah berfaedah
sedikit pun terhadap kebenaran.” (QS. An-Najm (53): 28)
Demikianlah, argumen pertama inkar al-sunnah, baik yang klasik maupun
yang modern, seperti diungkapkan oleh Taufiq Sidqi (Mesir) dan Jam’iyah Ahl
Al-Qur’an (Pakistan)[46]
12
gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl
(16):89)
ِ ِ
)114:
َ ََو ُه َو الَّذي أَْنَز َل إِلَْي ُك ُم الْكت
اب ُم َفصَّاًل (األنعام
Artinya: “Dan Dialah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an)
kepadamu dengan teperinci.” (QS. Al-An’am: 114)
Ayat-ayat ini dipakai dalil oleh para pengingkar Sunnah, baik dulu maupun
kini. Mereka menganggap Al-Qur’an sudah cukup karena memberikn penjelasan
terhadap segala masalah. Mereka adalah orang-orang yang menolak hadist secara
keseluruhan, seperti Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.
Selain tiga argument yang telah disebutkan diatas, terdapat beberapa
argument lain yang dipakai oleh para pengingkar sunnah diantaranya yaitu:
Al-Qur’an diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat
jibril dalam bahsa arab. Orang-orang yang memiliki pengetahuan bahsa arab
mampu memahami Al-Qur’an secara langsung tanpa bantuan penjelasan dari
hadis Nabi. Dengan demikian hadis Nabi tidak diperlukan untuk memahami
petunjuk Al- Qur’an.
Dalam sejarah, umat islam telah mengalami berbagai kemunduran disegala
bidang. Umat islam mundur karena mereka terpecah belah menjadi berbagai
golongan dan firqoh-firqoh yang beraneka macam ragamnya. Perpecahan itu
terjadi karena umat islam berpegang pada hadis nabi. Jadi menurut
pengingkar As-Sunnah hadist Nabi merupakan sumber kemunduran umat
islam. Agar umat islam maju, maka umat islam harus meninggalkan hadist
Nabi.
Asal mula hadis Nabi yang dihimpun dalam kitab-kitab hadis adalah
dongeng-dongeng semata. Dinyatakan demikian karena hadis nabi lahir
setelah lama wafat Nabi. Dalam sejarah sebagian hadis baru muncul pada
zaman tabi’in dan atba’ at tabi’in yakni pada tahun sekitar 40 atau lima
puluh tahun sesudah Nabi wafat. Kitab-kitab hadis yang terkenal misalnya,
shahih al-bukhori dan shahih muslim, adalah kitab-kitab yang menghimpun
13
berbagai hadis palsu. Disamping itu banyak matan hadist yang termuat
dalam berbagai kitab hadist, isinya bertentangan dengan Al-Qur’an ataupun
logika.
Menurut dokter Taufik Sidqi tiada satupun hadis nabi yang dicatat pada
zaman Nabi. Pencatatn hadis terjadi setelah Nabi wafat. Dalam masa tidak
tertulisnya hadis itu, manusia berpeluang untuk mempermaiankan an
merusak hadis sebagaimana yang telah terjadi.
Menurut para pengingkar as sunnah, kritik sanad yang terkenal dalam ilmu
hadis sangat lemah untuk menentukan kesahihan hadis dengan alasan
Dasar kritik sanad itu, yang dalam ilmu hadis dikenal dengan istilah ilmu
jarh wa at ta’dil (ilmu yang membahas ketercelaan dan keterpujian para
periwayat hadis) baru muncul setelah satu setengah abad Nabi wafat.
Dengan demikian para periwayat generasi sahabat Nabi, al tabi’in dan atba’
at tabi’in tidak dapat ditemui dan diperiksa lagi[48].
)36: َو َما َيتَّبِ ُع أَ ْكَث ُر ُه ْم إِاَّل ظَنًّاً إِ َّن الظَّ َّن اَل يُ ْغيِن ِم َن احْلَ ِّق َشْيئًا (يونس
14
Artinya: “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti, kecuali persangkaan
saja. Sesungguhnya persangkaan itu sedikitpun tidak berguna
untuk mencapai kebenaran. (Q.S. Yunus:36)
Yang dimaksud dengan ‘kebenaran’ (al-haq) disini adalah masalah yang
sudah tetap dan pasti. Jadi, maksud ayat ini selengkapnya adalah,
bahwa dhanni tidak dapat melawan kebenaran yang sudah tetap dengan pasti,
sedangkan dalam hal menerima hadis, masalahnya tidak demikian.
Untuk membantah orang-orang yang menolak hadis ahad, Abu Al-Husain
Al-Bashri Al-Mu’tazili mengatakan, “Dalam menerima hadis-hadis ahad,
sebenarnya kita memakai dalil-dalil yang pasti yang mengharuskan untuk
menerima hadis-hadis itu”. Jadi, sebenarnya kita tidak memakai dhann yang
bertentangan dengan haq, tetapi kita mengikuti atau memakai dhann yang
memang diperintahkan Allah.
Para ingkar Sunnah juga mengkritik Imam Syafi’i yang menetapkan hukum
dengan hadis ahad yang bersifat dhann. Mereka bertanya, “Apakah ada dalil
yang bersifat dhann yang dapat menghalalkan suatu masalah yang sudah
diharamkan dengan dalil qath’i (pasti dan yakin)?” Imam Syafi’i menjawab, “Ya,
ada”. Mereka bertanya lagi, “apakah itu?” Imam Syafi’i menjawab dengan
melontarkan pertanyaan, “Bagaimana pendapatmu tentang orang membawa harta
yang ada disebelah saya ini, apakah orang itu haram dibunuh dan hartanya haram
dirampas?” mereka menjawab, “Ya demikian, haram dibunuh dan hartanya haram
dirampas.” Imam Syafi’I bertanya lagi, “Apabila ternyata ada dua saksi yang
mengatakan bahwa orang tersebut baru membunuh orang lain dan merampok
hartanya, bagaiman pendapatmu?” mereka menjawab, “Ia mesti di qisas dan
hartanya harus dikembalikan kepada ahli waris yang terbunuh.” Imam Syafi’i
bertanya lagi, “Apakah tidak mungkin dua orang saksi tersebut bohong atau
keliru?” mereka menjawab, “Ya, mungkin” “Kalau begitu, kata Imam Syafi’I
selanjutnya,”Kamu telah membolehkan membunuh (mengqisas) dan merampas
harta dengan dalil yang dhanni,padahal dua masalah itu sudah diharamkan dengan
dalil yang pasti.” “Ya”, komentar mereka lagi, “Karena kita diperintahkan untuk
menerima kesaksian”.18
18
Al-Hakim. Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain. Beriut: Dar Al-Ma’rifat. t.t Juz I. hlm 109-110; Al-Khatib Al-
Baghdadi. Al-Kifayah fi’lm Ar-Riwayah. t.tp.: Al-Maktabah Al’Ilmiyah. 1358 H. hlm. 11; lihat Azami. Studies In
15
2. Bantahan terhadap Argumen kedua dan ketiga
Kelompok pengingkar Sunnah, baik pada masa lalu maupum belakangan,
umumnya kekurangan waktu dalam mempelajari Al-Qur’an. Hal itu karena
mereka kebanyakan hanya memakai dalil ayat 89 surat An-Nahl, yaitu,
Early Hadith Literature. Terj. Ali Mustafa Yaqub. Jakarta: pustaka Firdaus.2000. hlm. 57-58
16
)85: َو َما اهللُ بِغَافِ ٍل َع َّما َت ْع َملُ ْو َن (البقرة,اب
ِ َش ِّد الْع َذ ِ ِ
َ َ َو َي ْو َم الْقيَ َامة يَُر َّد ْو َن إِىَل أ
Hal itu tidak pada tempatnya sebab Allah juga menyuruh kita untuk
memakai apa yang disampaikan oleh Nabi SAW, seperti dalam firman-Nya,
)7: الر ُس ْو ُل فَ ُخ ُذ ْوهُ َو َما هَن ُك ْم َعْنهُ فَاْ َنت ُهوا (احلشر
َّ َو َما ات ُك ُم
Artinya: “Dan apa yang diberikan Rosul kepadamu maka terimalah, dan
apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” (Q.S. Al-
Hasyr: 7)
17
menetapkan suatu ketetapan mereka mempunyai pilihan lain
tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah
dan Rosul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat yang
nyata.” (Q.S. Al-Ahzab)
Berdasarkan teks Al-Qur’an Rasulullah SAW sajalah yang memberi tugas
untuk menjelaskan kandungan Al-Qur’an, sedangkan kita diwajibkan untuk
menerima dan mematuhi penjelasan-penjelasan beliau, baik berupa perintah
maupun larangan. Semua ini bersumber dari Al-Qur’an. Kita tidak memasukan
unsur lain ke dalam Al-Qur’an sehingga masih dianggap memiliki kekurangan.
Hal ini tak ubahnya seperti seorang yang diberi istana yang megah yang lengkap
dengan segala fasilitasnya. Akan tetapi, ia tidak mau memakai lampu sehingga
pada malam hari, istana itu gelap. Sebab, menurut dia sudah paling lengkap dan
tidak perlu ha-hal lain. Apabila istana itu dipasang lampu-lampu dan yang lain-
lain, berarti dia masih memerlukan masalah lain sebab kabel-kabel lampu mesti
disambung dengan pembangkit tenaga listrik di luar. Akhirnya, ia menganggap
bahwa gelap yang terdapat dalam istana itu sudah merupakan cahaya.19
19
Al-Hakim. Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain. Beriut: Dar Al-Ma’rifat. t.t Juz I. hlm 109-110; Al-Khatib Al-
Baghdadi. Al-Kifayah fi’lm Ar-Riwayah. t.tp.: Al-Maktabah Al’Ilmiyah. 1358 H. hlm. 11; lihat Azami. Studies In
Early Hadith Literature. Terj. Ali Mustafa Yaqub. Jakarta: pustaka Firdaus.2000. hlm.59-62
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi Islam setelah Al-Qur’an.
Adapun simpulan dari materi dalam makalah ini adalah sebagai berikut,
a. Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi Islam setelah Al-Qur’an,
kedudukannya dibuktikan dengan adanya dalil al-Qur’an, dalil sunnah, dan
ijma’ para sahabat dan umat setelahnya.
b. Sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an, hadits berfungsi sebagai
bayyan (penjelas), diantara jenis bayyan tersebut adalah bayyan at-tafsir,
bayyan aat-taqrir, bayyan an-nasakh
c. Dalam beberapa literature, ada sebagian kelompok masyarakat yang
mengingkari Sunnah (hadist) sebagai sumber kedua ajaran agama islam
setelah Al-Qur’an. Kelompok ini disebut sebagai kelompok Inkar Al-
Sunnah.
d. Dalam mengingkari Sunnah kelompok ini tentunya mempunyai beberapa
argument untuk menguatkan pendapat mereka. Pada intinya argumen mereka
menolak ajaran sunnah yang dibawa Rasulullah dan hanya menerima A-
Qur’an saja secara terpotong-potong.
3.2 Saran
Sumber literatur dalam pembuatan makalah ini masih terbatas, sehingga
akan lebih baik apabila makalah ini diperbaiki dengan literatur yang lebihbanyak
dari pada yang dipakai oleh penulis saat ini.
19
Daftar Pustaka
http://muhammadrizalhsb.blogspot.com/2012/03/sejarah-pemikiran-
inkarussunnah.html
20