Anda di halaman 1dari 51

UPAYA PENGUATAN KARAKTER MELALUI INTERNALISASI

NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL PADA PEMBELAJARAN PAI

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai persyaratan Tugas Akhir Mata Kuliah Kawasan Penelitian PAI
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Oleh :
Ningrum Sulistyani

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYYAH DAN KEGURUAN
IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
TA 2021
DAFTAR PERIKSA DOKUMEN PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN SULTAN

HARI /TGL : …………………………………………………………………


NAMA : …………………………………………………………………
NIM : …………………………………………………………………
JUDUL : …………………………………………………………………
KEMAMPUAN BACA TULIS -AL-QURAN /HAFALAN LC
KCR TCR
JUZ 30 R
SKOR KELAYAKAN
KRITERIA PENILAIAN
1 2 3 4
A. PENDAHULUAN      
1. Pentingnya penelitian & tema relevan dengan Jurusan PAI        
2. Terdapat Das Sein dan Das Solen disertai dengan Data & Fakta
pendukung        
3. Permasalahannya menarik, unik dan mempunyai kebaruan        
4. Permasalahan di Identifikasi dengan Jelas        
5. Terdapat Rumusan /Fokus Masalah        
6. Usulan penelitian bermanfaat bagi ilmu pengetahuan &
masyarakat        
B. KAJIAN TEORI  
1. Kajian Teori membahas Fokus/ Variabel Penelitian        
2. Komprehensif serta Relevan        
3. Adanya kemutakhiran informasi        
4. Terdapat Kajian Penelitian sebelumnya (relevan)        
5. Terdapat Kerangka Berpikir usulan Penelitian        
C. METODE PENELITIAN  
1. Tempat dan Waktu jelas dan relevan dengan Penelitian        
2. Ketepatan metode yang dipilih        
3. Teknik Pengumpulan Data / Guide Question        
4. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data        

i
5. Teknik Pengolahan Data        
D. PENGGUNAAN BAHASA & APLIKASI  
1. Logika penyajian bahasa        
2. Teknik penulisan sesuai dengan EYD        
3. Menggunakan Aplikasi Kutipan Online (Mendeley/ dsb)        
4. Menggunakan Aplikasi Mind Map -Kerangka Pikir        
5. Terdapat Rujukan Al-Quran/Hadis/ Sirah yang relevan Topik
Penelitian        
E.DAFTAR PUSTAKA      
1. Referensi terbaru ( Min terbit 10 thn terakhir)        
2. Komposisi Referensi sesuai ketentuan        
3. Teknik Penulisan sesuai ketentuan        
4. Unsur Plagiat        
5. Terdapat Lampiran Instrumen Penelitian (Angket, Ped
Wawancara)        
6. Terdapat Outline Penelitian        
JUMLAH =  

Ket Skor : (1) Tidak Layak (2) Kurang Layak (3) Layak
Syarat. Ket : LCR = Lancar KCR = Kurang Lancar TCR= Tidak Lancar

ii
Hasil = Skor yang di peroleh / Skor Maksimal X 100 Passing grade = skor 70-

Setelah membaca dan mencermati usulan Proposal Layak / Tidak Layak


sebagai usulan Proposal Skripsi pada Jurusan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(PAI) , dengan catatan :

Gugus Pengendali Mutu Dosen Pengampuh MK

Kawasan Penelitian PAI

_________________________ Dr. Razak Umar, M. Pd

NIP. 19761105200710100

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL SKRIPSI

Proposal skripsi saudari Ningrum Sulistyani, NIM 191012055 Mahasiswa


fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo, setelah seksama
membaca, meneletiti, dan mengoreksi proposal skripsi yang bersangukat dengan
judul “UPAYA PENGUATAN KARAKTER MELALUI INTERNALISASI
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL PADA PEMBELAJARAN PAI”
memandang bahwa proposal skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat dan
telah disetujui untuk dilanjutkan ke penelitian skripsi. Demikian persetujuan ini
diberikan untuk dapat diproses selanjutnya.

Gorontalo, 30 November 2021

Menyetujui

Dosen Pengampuh Mk Kawasan Penelitian PAI

Dr. H. Razak Umar, M. Pd


NIP. 19761105200710100

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala Rahmat dan
Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan
judul “Upaya Penguatan Karakter Melalui Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal
Pada Pembelajaran PAI”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal
skripsi ini banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan proposal skripsi ini.
Demikian proposal skripsi ini disusun, penulis menyadari bahwa proposal
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap saran dan
kritik yang bersifat membangun. Semoga bantuan yang telah diberikan dapat
menjadi amal baik dan imbalan pahala dari Allah SWT dan semoga proposal
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Aamiin.

Gorontalo, Desember 2021

Penulis

Ningrum Sulistyani

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................................iv

KATA PENGANTAR........................................................................................................v

DAFTAR ISI.......................................................................................................................vi

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1


B. Fokus & Sub Fokus Masalah.......................................................................5
C. Rumusan Masalah........................................................................................6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.................................................................6

BAB II: KAJIAN TEORI

A. Nilai Karakter..............................................................................................8
B. Nilai-Nilai Kearifan Lokal...........................................................................13
C. Pembelajaran PAI........................................................................................16
D. Nilai-nilai Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Agama Islam......................21
E. Kajian Penelitian Relavan...........................................................................22
F. Kerangka Berpikir (Logical Frame Work)..................................................24

BAB III: METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian..................................................................27


B. Sumber Data.................................................................................................28
C. Subjek Dan Objek Penelitian.......................................................................29
D. Teknik Pengumpulan Data...........................................................................30
E. Teknik Analisis Data....................................................................................30
F. Tahap-Tahap Penelitian...............................................................................32

vi
DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Jurnal/Artikel.................................................................................35
B. Sumber Internet..........................................................................................37
C. Sumber Buku..............................................................................................38
OUTLINE SKRIPSI..........................................................................................................39
PEDOMAN WAWANCARA
PEDOMAN OBSERVASI

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah merupakan lembaga yang berperan penting terhadap pembentukan


karakter peserta didik (character building). Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (UU Sisdiknas 2003). Sejalan dengan itu, Ki Hajar Dewantara juga berpendapat
bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Komponen-komponen
tersebut tidak dapat dipisahkan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup anak. Hal ini
dapat dimaknai bahwa pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting
dalam pendidikan.1

Pembentukan karakter atau character building saat ini menjadi isu utama dalam
dunia pendidikan Di Indonesia. Selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak
anak bangsa, pendidikan karakter juga diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai budaya
bangsa yang mulai terkikis oleh era global. Hal ini sejalan dengan UU No 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.2

َ َّ‫َع ِظي ٍْم َل ُخلُقٍ َع ٰلى َواِن‬


‫ك‬
“artinya: Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. “ (Q.S Al-
qalam:4)

1
Muhammad Mujibur Rohman, Dewi Liesnoor Setyowati, and Info Artikel, “Pendidikan Karakter Di Pesantren
Darul Falah Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus,” Journal of Educational Social Studies 1, no. 2 (2012).
2
Anggi Fitri, “Pendidikan Karakter Prespektif Al-Quran Hadits,” TA’LIM : Jurnal Studi Pendidikan Islam Vol.1
No.2, no. 2 (2018): 38–67, https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.com/media/publications/264720-pendidikan-karakter-
prespektif-al-quran-4e0376cd.pdf&ved=2ahUKEwjz3-
6AssPsAhWCTX0KHWnjD4gQFjAIegQIBRAB&usg=AOvVaw1-0FAF0BwOItFVkD_Efpdh.

1
Tujuan pendidikan nasional diatas menunjukkan bahwa budi pekerti merupakan
sifat yang harus dimiliki untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Budi
pekerti lebih menitik beratkan pada watak, perangai, perilaku atau dengan kata lain tata
krama dan etika. Oleh karena itu, pendidikan karakter atau budi pekerti dapat diartikan
sebagai penanaman nilai-nilai etika, tata krama, dan bagaimana berperilaku baik terhadap
orang lain. Pada perkembangannya pendidikan karakter tidak hanya melibatkan relasi
sosial anak, akan tetapi juga melibatkan pengetahuan, perasaan dan perilaku anak yang
berada dalam ranah pendidikan karakter.3

Permasalahan yang memprihatinkan saat ini adalah kecenderungan negatif dalam


kehidupan remaja dewasa ini seperti seringnya terjadi perkelahian, tawuran anak SMA
rasa kepedulian terhadap orang lain yang mulai berkurang, serta sopan santun terhadap
guru dan orang tua yang semakin jarang ditemukan (Setyowati, 149). Sebagian kecil
perilaku menyimpang dikalangan remaja SMA ini dikarenakan kurangnya tata krama
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai akibat dari budaya luar yang negatif mudah terserap
karena tidak adanya filter yang cukup kuat. Gaya hidup modern yang konsumeristik yang
tidak sesuai dengan budi pekerti luhur bangsa Indonesia ini, akan cepat masuk dan mudah
ditiru oleh generasi muda.4 Menurut Setyowati (2009) perilaku negatif remaja seperti
tawuran, vandalisme, dan hedonisme disebabkan oleh kurang berjalannya pendidikan
karakter atau budi pekerti di sekolah-sekolah (Setyowati, 2009).

Mengingat pentingnya pendidikan karakter dalam membangun sumber daya


manusia yang kuat, maka penerapannya haruslah dilaksanakan dengan perencanaan yang
matang. Oleh karena itu, diperlukan kepedulian dari berbagai pihak dalam
mengembangkan pendidikan karakter. Kondisi ini dapat tercapai apabila semua pihak
terkait memiliki kesadaran bersama dalam membangun pendidikan karakter. Pendidikan
karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk juga dilembaga pendidikan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Hidayatullah (2010:23) yang menjelaskan bahwa
pendidikan karakter merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan,
oleh karena itu pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk di
lembaga pendidikan.

3
Mata Pelajaran and D I Sekolah, “Pendidikan Budi Pekerti Menjadi Mata Pelajaran Di Sekolah,” Lembaran
Ilmu Kependidikan 38, no. 2 (2009): 148–54.
4
Rohman, Setyowati, and Artikel, “Pendidikan Karakter Di Pesantren Darul Falah Kecamatan Jekulo Kabupaten
Kudus.”

2
Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan sebagai penguatan nilai karakter.
Salah satunya adalah dengan menanamkan kembali nilai-nilai budaya lokal kepada siswa
melalui proses pembelajaran. Siswa sudah sepatutnya dikenalkan dengan budaya yang
paling dekat dengan mereka. Tujuannya yaitu agar siswa kembali kepada jati diri mereka
sesuai nilai-nilai kearifan budaya lokal. kearifan lokal yang digali, dipoles, dikemas di
dalam proses pembelajaran dengan baik dapat berfungsi sebagai penguat karakter siswa
untuk menyaring nilai-nilai baru/asing agar tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa.

Menurut Ridwan, Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami
sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan
bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu.
Pengertian itu disusun secara etimologis, dimana wisdom dipahami sebagai kemampuan
seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai
hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah,
wisdom sering diartikan sebagai kearifan atau kebijaksanaan. Sementara itu, local secara
spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula
(Ridwan, 2007:2).5

I Ketut Gobyah mengatakan bahwa kearifan lokal adalah kebenaran yang telah
mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal itu merupakan perpaduan antara
nilai-nilai suci sabda Tuhan dan berbagai nilai yang ada di mana kearifan lokal itu
terbentuk seperti keunggulan budaya masyarakat setempat, maupun kondisi geografis.
(http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/9/17 /bd3.htm diakses pada tanggal
14 oktober 2021).6

kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu
daerah. Kearifan lokal itu merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci sabda Tuhan dan
berbagai nilai yang ada di mana kearifan lokal itu terbentuk seperti keunggulan budaya
masyarakat setempat, maupun kondisi geografis sumber daya alam setempat dalam artian
luas.7 Kearifan lokal biasanya terlihat dari kehidupan masyarakat sehari-hari.
Keberadaanyaa terlihat dalam nilai-nilai yang ada dalam masyarakat tertentu, Nilai-nilai
tersebut menjadi pegangan hidup bagi masyarakat kemudian menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari masyarakat tersebut. Kemudian, kearifan lokal akan muncul dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat. Kearifan lokal masyarakat dapat ditemukan melalui
5
Trisna Sukmayadi, “Pendidikan Karakter Berbasis Permainan Tradisional Siswa SD Di Sumenep Madura,”
Prosisding Seminar Nasional “Optimalisasi Active Learning Dan Character Building Dalam Meningkatkan Daya
Saing Bangsa Di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA),” 2016, 1–16.
6
http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/9/17 /bd3.htm
7
C, “Nilai Kearifan Lokal Dalam Batik Tradisional,” n.d.

3
sejarah lokal, tradisi lisan maupun semboyan-semboyan kedaerahan yang melekat erat
dalam perilaku sehari-hari masyarakat.

Kondisi nyata yang terjadi dilapangan justru menunjukkan, siswa-siswa SMA Negeri
1 Dunggalio mulai sedikit mengalami pergeseran nilai pada era Global sekarang ini.
Sebagian besar siswa mulai kehilangan sopan santun mereka terhadap orang lain.
Globalisasi juga turut menggeser nilai gotong royong yang menjadi pilar utama budaya
bangsa Indonesia. Kegotong royongan kini telah berubah menjadi sikap Individualistis.
Hal ini terbukti dari observasi awal yang dilakukan oleh peneliti. Ketika kegiatan
kebersihan kelas dan lingkungan sekolah, hanya beberapa siswa saja yang aktif melakukan
kegiatan sedangkan mayoritas siswa tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Hal
ini tentu saja tidak sesuai dengan tujuan kota Gorontalo yaitu bersih. Hal lain yang
ditemukan peneliti yaitu permasalahan kedisiplinan dalam beribadah. Ketika sholat jumat
berjamaah di masjid sekolah, para siswa di sana tidak menyegerakan untuk berwudhu dan
segera masuk masjid. Akan tetapi, banyak diantara mereka duduk dan berbicara di depan
masjid. Hal ini tentunya tidak diharapkan oleh pihak sekolah, karena bertentangan dengan
visi dan misi sekolah untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa.

Dilihat dari fenomena-fenomena di atas bisa disimpulkan bahwa siswa-siswa SMA


Negeri 1 Dunggalio mulai mengalami pergeseran karakter. Oleh sebab itu, pembelajaran
PAI di SMA N 1 Dunggalio sekarang ini seharusnya tidak hanya berorientasi pada
transfer of knowledge atau memindahkan pengetahuan saja melainkan juga harus
berorientasi pada penguatan karakter siswa. Penguatan karakter siswa mutlak harus
dilaksanakan sebagai upaya menghadapi ancaman era global. Salah satu upaya penguatan
karakter bangsa dapat dilakukan melalui pendidikan PAI yang terintegrasi dengan nilai-
nilai kearifan lokal serta keagamaan. Hal ini dikarenakan, PAI memberikan wawasan yang
berkenaan dengan hukum-hukum islam sehingga dapat membantu dalam upaya
pembentukan sikap dan perilaku siswa yang berakhlak mulia.

Pembelajaran PAI yang terintegrasi dengan kearifan lokal sangat tepat digunakan
sebagai media untuk menguatkan karakter peserta didik di SMA N 1 Dunggalio. Guru
harus mampu memasukkan nilai-nilai kearifan lokal kedalam proses pembelajaran PAI.
Pembelajaran sejarah berbasis kearifan lokal tentu akan berhasil apabila guru PAI
memahami wawasan kearifan lokal itu sendiri. Guru PAI yang kurang memahami makna
kearifan lokal, cenderung kurang sensitif terhadap kearifan budaya setempat.
Bahwasannya PAI adalah mata pelajaran yang tujuannya sebagai pendidikan nilai dan
moral pada akhirnya akan bermuara pada pengembangan watak atau karakter peserta didik

4
sesuai dengan nilai-nilai, moral, karakter Pancasila, serta sesuai dengan kaidah-kaidah
islam (hukum islam).

Hal ini berarti, pelajaran PAI semestinya dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi
sekarang ini. kesinambungan antara peristiwa masa lampau dan kondisi saat ini harus
selalu dijaga karena tidak ada peristiwa atau kejadian saat ini yang tidak ada kaitannya
dengan dengan peristiwa dimasa lal. Akan tetapi, pembelajaran PAI yang terjadi di
lapangan belum berjalan sesuai dengan harapan. Pembelajaran PAI lebih ditujukan untuk
mengetahui fakta sejarah umat muslim daripada nilai-nilai dan hukum yang terkandung
dalam peristiwa tersebut. Siswa mengetahui tentang peristiwa, tokoh-tokoh, waktu dan
tempat terjadinya, akan tetapi tidak semua tahu alasan dan nilai yang melatar belakangi
hukum islam yang seharusnya menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat muslim.

Ketika penerapan nilai-nilai kearifan lokal yang sesuai dengan nilai agama islam
pada pada setiap kegiatan ekstrakurikuler maupun didalam pembelajaran maka secara
tidak langsung siswa akan semakin memhami ajaran agama islam serta menerapkan nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan seiring berjalannya waktu, perkembangan
kecerdasan spiritual siswa akan semakin bertambah baik, karena disertai kesadaran dan
kemauan dalam menerapkan setiap nilai tersebut.

Pembelajaran PAI di kelas mengajarkan materi yang jauh dari realitas kehidupan
peserta didik. Peserta didik hanya dihadapkan pada serentetan hukum islam yang berkaitan
dengan budaya lokal. Materi PAI diajarkan layaknya sebuah cerita/pendakwaan yang
memaksa siswa untuk memahami hadist serta hukum islam. Hal ini menyebabkan
pembelajaran PAI terkesan kurang menarik dimata siswa. Hal ini terjadi dikarenakan
materi terlalu tertumpu pada uraian yang disampaikan oleh buku teks yang dipakai oleh
guru. Akibatnya pembelajaran PAI menjadi kurang bermakna. Padahal semestinya
pembelajaran PAI mempunyai misi sebagai pendidikan nilai dan moral yang bermuara
pada pendidikan karakter yang berkaitan dengan akhlak siswa.

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan


penelitian dengan judul “Upaya Penguatan Karakter Melalui Internalisasi Nilai-Nilai
Kearifan Lokal Pada Pembelajaran PAI”. Dengan melalui analisis pada buku mata
pelajaran PAI di SMA 1 Dunggalio.

B. Fokus Masalah
Berdasarkan Latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan diamati
adalah sebagai berikut:

5
1. Bagaimana prosedur program pengembangan karakter melalui internalisasi nilai-
nilai kearifan lokal pada pembelajaran PAI?
2. Faktor-faktor yang dapat mendukung pengembangan karakter?
3. Mengapa perlu adanya pengembangan karakter?

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka pokok


permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Apa saja nilai-nilai karakter yang ditanamkan pada pendidikan karakter ? .


2. Bagaimana internalisasi nilai-nilai kearifan lokal pada pembelajaran PAI ?
3. Mengapa penguatan nilai karakter melalui kearifan lokal pada pembelajaran
PAI perlu diterapkan?

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

a. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan yang
hendak dicapai sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui nilai-nilai karakter yang ditanamkan pada


pendidikan karakter.
2. Untuk mengetahui bagaimana internalisasi nilai-nilai kearifan lokal
pada pembelajaran PAI.
3. Untuk mengetahui bagaimana penguatan nilai karakter melalui
kearifan lokal.
b. Kegunaan
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan gambaran
mengenai upaya penguatan nilai karakter dengan internalisasi nilai kearifan
lokal melalui pembelajaran PAI serta hasilnya dapat digunakan sebagai
sumber referensi untuk pelaksanaan pendidikan yang berorientasi pada
pengembangan karakter.

6
2. Kegunaan Praktis
a. Siswa
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan penguatan karakter pada
siswa sebagai generasi penerus bangsa yang harus mengetahui nilai-nilai
kearifan lokal.

b. Guru dan Sekolah


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada guru
tentang pendidikan yang menekankan pada proses penanaman nilai-nilai.
Sedangkan bagi sekolah seharusnya bisa menjadi batu loncatan untuk
mencapai visi dan misi sekolah yaitu menciptakan manusia yang berbudi
pekerti luhur. serta sebagai referensi sekolah lain agar dapat berfungsi
efektif dalam pelaksanaan pendidikan yang berorientasi pada
pengembangan karakter.
c. Penulis lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi
bagi penelitian sejenis dan menjadi rangsangan bagi penulis maupun
peneliti lainnya.

7
BAB II

KAJIAN TEORI & KERANGKA BERPIKIR

A. Nilai Karakter
1. Paradigma Pendidikan Karakter
Hidayatullah (2010:23) yang menjelaskan bahwa pendidikan karakter
merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, oleh karena itu
pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk di lembaga
pendidikan. Idealnya penerapan pendidikan karakter dilembaga pendidikan
diintegrasikan dengan mata pelajaran yang memiliki muatan kearifan lokal sebagai
bagian dari pembentukan karakter bangsa. Salah satu mata pelajaran yang memiliki
kearifan lokal adalah sejarah.8
Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat
membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari
keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdaarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, adat istiadat, dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak (Samani dan
Hariyanto, 2011:41).9
Scerenko (1997) dalam Samani dan Hariyanto menyebutkan bahwa
pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan
cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan
melalui keteladanan, kajian (sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta
praktik emulasi.10 Emulasi merupakan usaha yang maksimal untuk mewujudkan
8
Nurratri Kurnia Sari and Linda Dian Puspita, “Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar,” Jurnal
Dikdas Bantara 2, no. 1 (2019), https://doi.org/10.32585/jdb.v2i1.182.
9
Syukrul Hamdi, “Membangun Karakter Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui CTL Berbasis
Kecerdasan Majemuk,” Prosiding Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika UNY, 2011.
10
Raja Jeldi Santoso et al., “Hubungan Program Dididikan Subuh Dalam Pengembangan Karakter Kemandirian
Beribadah Anak,” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9 (2019): 1689–99,
file:///C:/Users/User/Downloads/fvm939e.pdf.

8
hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari (Samani dan Hariyanto, 2011:45).11
Sementara itu, Hidayatullah (2010:23) menjelaskan bahwa pendidikan karakter
merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, oleh karena itu
pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk di lembaga
pendidikan. Idealnya penerapan pendidikan karakter dilembaga pendidikan
diintegrasikan dengan mata pelajaran yang memiliki muatan kearifan lokal sebagai
bagian dari pembentukan karakter bangsa. Salah satu mata pelajaran yang memiliki
kearifan lokal adalah sejarah.12
Mengacu pada pendapat tersebut diatas, maka karakter dapat dimaknai sebagai
nilai dasar yang membentuk kepribadian seseorang yang terbentuk dari interaksinya
dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan. Karakter tersebut akan diwujudkan
dalam sikap dan pola perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

2. Konsep Pendidikan Karakter


Masyarakat indonesia yang bersifat multi-pluralis tentu akan sedikit repot
jika seluruh adat dan budaya di Indonesia dimasukkan. Oleh karena itu, disini akan
menggunakan adat dan budaya jawa sebagai pokok pembahasannya pembahasannya.
Banyak nilai karakter jawa yang sepatutnya dianut dan dikembangkan oleh
masyarakat jawa. Salah satunya adalah seperti yang dikembangkan dalam Taman
Siswa (Samani dan Hariyanto, 2011:65).13
Ki Tasno Sudarto, ketua umum Majelis Hukum Taman Siswa (2007)
seperti dikutip oleh Ekowarni dalam Samani dan Hariyanto (2011:65) yang
menyatakan dasar filosofis karakter adalah Tri Rahayu (tiga kesejahteraan) yang
merupakan nilai-nilai luhur (supreme values) dan merupakan pedoman hidup
(guiding principles) meliputi: Mamayu hayuning salira (bagaimana hidup untuk
meningkatkan kualitas pribadi), Mamayu hayuning bangsa (bagaimana hidup untuk
negara dan bangsa.

Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi


dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional,
logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung
jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya,
jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut,

11
Elastisitas Penyerapan Tenaga Kerja, “済無 No Title No Title No Title,” Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952. 13, no. April (1967): 15–38.
12
Sari and Puspita, “Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar.”
13
I Wayan Rasna, “Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Bali Yang Relevan,” I. Rasna, 2016.

9
setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin,
antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien,
menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah,
cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki
kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu
bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi
perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan
perilaku). Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan
mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran,
emosi dan motivasinya (perasaannya).14

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter


kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school
life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu
perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus
berkarakter.

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber


dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga
disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang
pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli
psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan
ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun,
kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang
menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta

14
Sukmayadi, “Pendidikan Karakter Berbasis Permainan Tradisional Siswa SD Di Sumenep Madura.”

10
damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar
manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur,
tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner,
adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus
berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan
menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut
atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu
sendiri.15

3. Tujuan Pendidikan Karakter


Pusat Pengembangan Kurikulum dan Perbukuan (PUSKURBUK) telah
mengembangkan konsep pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dalam dokumen
tersebut, 16
telah dirumuskan tujuan pendidikan karakter bangsa yang sebagaimana
berikut:
a. Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang
memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan
nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius17
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai penerus
bangsa.
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif,
berwawasan kebangsaan.
e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang
aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang
tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

4. Nilai-Nilai Karakter

15
“Integrasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa Pada Kegiatan Pembelajaran,” Icc, 2007, 13–24.
16
Hamam Burhanuddin, “Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Al Qur’an,” Al-Aufa: Jurnal Pendidikan Dan
Kajian Keislaman 1, no. 1 (2019): 1–9, https://doi.org/10.36840/alaufa.v1i1.217.
17
Burhanuddin.

11
Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional (2011) dalam kaitannya
dengan pengembangan budaya sekolah yang dilaksanakan dalam kaitan pengembangan
karakter, menyarankan empat hal yang meliputi:

a. Kegiatan rutin
Merupakan kegiatan yang dilaksanakan peserta didik secara
terus-menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya upacara bendera
setiap hari senin, salam dan salim didepan pintu gerbang sekolah,
piket kelas, salat berjamaah, berdoa sebelum dan sesudah jam
pelajaran berakhir, berbaris saat masuk kelas dan sebagainya.18
b. Kegiatan spontan
Bersifat spontan, saat itu juga, pada waktu terjadi keadaan
tertentu, misalnya mengumpulkan sumbangan bagi korban bencana
alam, mengunjungi teman yang sakit atau sedang tertimpa musibah,
dan lain-lain.
c. Keteladanan
Timbulnya sikap dan perilaku peserta didik karena meniru
perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan disekolah, bahkan
perilaku seluruh warga sekolah yang dewasa lainnya sebagai model,
termasuk misalnya petugas kantin, satpam sekolah, penjaga sekolah,
dan sebagainya. Dalam hal ini akan dicontoh oleh siswa misalnya
kerapian baju para pengajar, guru BK dan kepala sekolah, kebiasaan
para warga sekolah untuk disiplin, tidak merokok didepan siswa,
tertib dan teratur, tidak terlambat masuk sekolah, saling peduli dan
kasih sayang, perilaku yang sopan santun, jujur, dan biasa bekerja
keras.
d. Pengondisian
Penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan
pendidikan karakter, misalnya kondisi meja guru dan kepala sekolah
yang rapi, kondisi toilet yang bersih, tersedianya tempat sampah yang
cukup beragam, halaman sekolah yang hijau penuh pepohonan, tidak
ada puntung rokok di sekolah.

18
Ulfah Fajarini, “Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter,” Elihami, E., & Syahid, A. (2018).
PENERAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER PRIBADI YANG
ISLAMI. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 2(1), 79-96. Https://Doi.Org/10.33487/Edumaspul.V2i1.17 1, no. 2
(2014), https://doi.org/10.15408/sd.v1i2.1225.

12
berdasarkan berbagai tinjauan pustaka tersebut diatas dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa pendidikan karakter atau pendidikan budi pekerti dapat
dimaknai sebagai upaya membentuk sikap dan perilaku peserta didik atau siswa
agar sesuai dengan nilai-nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia, sikap dan
perilaku itu tercermin dalam nilai-nilai yang terkandung dalam agama, pancasila,
adat istiadat maupun kearifan lokal dan sejarah bangsa.19

Ada berbagai nilai karakter yang ditanamkan dalam pendidikan karakter.


Diantaranya adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangatkebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,
peduli sosial, dan tanggung jawab.

Berdasarkan kajian Teori diatas tersebut, maka yang dimaksud dengan Nilai
Karakter dalam penelitian ini adalah merupakan suatu sifat atau sesuatu hal yang
dianggap penting dan berguna dalam kehidupan manusia, utamanya pada peserta
didik. Nilai karakter juga dapat dijadikan petunjuk atau pedoman dalam
berperilaku.

B. Nilai-nilai Kearifan lokal

1. Pengertian Kearifan Lokal

Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha
manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap
terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian
di atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan
seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai
hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah
istilah wisdom sering diartikan sebagai ‘kearifan/kebijaksanaan’. Local secara
spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas
pula. Sebagai ruang interaksi yang sudah didesain sedemikian rupa yang di dalamnya
melibatkan suatu pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia
dengan lingkungan fisiknya. Pola interaksi yang sudah terdesain tersebut disebut
settting. Setting adalah sebuah ruang interaksi tempat seseorang dapat menyusun
hubungan-hubungan face to face dalam lingkungannya. Sebuah setting kehidupan
yang sudah terbentuk secara langsung akan memproduksi nilai-nilai. Nilai-nilai

19
Fajarini.

13
tersebut yang akan menjadi landasan hubungan mereka atau menjadi acuan tingkah-
laku mereka (http://ibda.files.wordpress.com/2008/04/2-landasan-keilmuan-kearifan-
lokal.pdf 20diakses pada tanggal 13 November 2021).

I Ketut Gobyah dalam “Berpijak pada Kearifan Lokal” mengatakan bahwa


kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam
suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman
Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan
budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal
merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan
pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya
dianggap sangat universal. Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan
sikap hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut
kepercayaan yang berbeda, sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup diantara
sesama umat beragama dan tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaannya
kepada orang lain

(http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/9/17/bd3.htm diakses pada


tanggal 13 November 2021).21

Kearifan lokal (local genius/local wisdom) merupakan pengetahuan lokal yang


tercipta dari hasil adaptasi suatu komunitas yang berasal dari pengalaman hidup yang
dikomunikasikan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal dengan demikian
merupakan pengetahuan lokal yang digunakan oleh masyarakat lokal untuk bertahan
hidup dalam suatu lingkungannya yang menyatu dengan sistem kepercayaan, norma,
budaya dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu
yang lama. Proses regenerasi kearifan lokal dilakukan melalui tradisi lisan (cerita

rakyat) dan karya-karya sastra, seperti babad, suluk, tembang, hikayat, lontarak dan
lain sebagainya (Restu Gunawan, 2008).22

Sementara itu, Nurma Ali Ridwan menjelaskan kearifan lokal sebagai nilai-
nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai yang diyakini kebenarannya
dan menjadi acuan dalam bertingkah-laku sehari-hari masyarakat setempat. Oleh
karena itu, sangat beralasan jika Greertz mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan
entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya.

20
http://ibda.files.wordpress.com/2008/04/2-landasan-keilmuan-kearifan-lokal.pdf
21
http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/9/17/bd3.htm
22
Rasna, “Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Bali Yang Relevan.”

14
Hal itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan kreativitas dan
pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya adalah yang menentukan dalam
pembangunan peradaban masyarakatnya (Ridwan, 2007:2).23

2. Sumber Nilai-Nilai Kearifan Lokal

Nilai nilai kearifan lokal dapat dipetik dari berbagai hasil kebudayaan
yang menjadi warisan masyarakat, diantaranya: upacara adat, cagar budaya,
pariwisata alam, transportasi tradisional, permainan tradisional, prasarana budaya,
pakaian adat, warisan budaya, museum, lembaga buadaya, kesenian, desa budaya,
kesenian dan kerajinan, cerita rakyat, dolanan anak, wayang. Sumber kearifan lokal
yang lain dapat berupa lingkaran hidup orang jawa yang meliputi tradisi-tradisi seperti
tingkeban, upacarakelahiran, sunatan, perkawinan dan kematian (Wagiran, 2012:4).24

Suardiman dalam Wagiran (2012) lingkup nilai-nilai kearifan lokal dapat


dibagi menjadi delapan: (a) norma-norma lokal yang dikembangkan, seperti laku
jawa, pantangan dan kewajiban, (b) ritual dan tradisi masyarakat serta nilai yang
terkandung didalamnya, (c) lagu-lagu rakyat, legenda, mitos, dan cerita cerita
rakyat yang biasanya mengandung pelajaran atau pesan-pesan tertentu yang
biasanya hanya bisa dipahami oleh komunitas lokal, (d) informasi data dan
pengetahuan yang terhimpun pada diri sesepuh masyarakat, tetua adat atau
pemimpin spiritual, (e) manuskrip atau kitab-kitab suci yang diyakini kebenarannya
oleh masyarakat, (f) cara-cara komunitas lokal dalam menjalani kehidupannya
sehari-hari, (g) alat dan bahan yang digunakan untuk kebutuhan tertentu, (h)
kondisi sumber daya alam/lingkungan yang bisa dimanfaatkan dalam penghidupan
masyarakat sehari-hari (wagiran, 2012:4).25

Kajian beberapa pustaka yang diambil peneliti diatas, dapat disimpulkan


bahwa kearifan lokal adalah nilai-nilai yang lahir dari suatu masyarakat yang
merupakan hasil interaksi masyarakat dengan Tuhan, Masyarakat lain, dan alam
sekitar. Kearifan lokal ada yang berwujud pada benda-benda dan ada yang tidak
terwujud melainkan menjadi suatu sistem sosial atau tradisi. Sumber-sumber nilai-
nilai kearifan lokal ada beragam. Akan tetapi peneliti akan membatasi pada sumber
berupa cerita rakyat maupun sejarah lokal dan tentunya berkaitan dengan hukum

23
Fajarini, “Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter.”
24
http://repository.upy.ac.id/id/eprint/1242
25
http://repository.upy.ac.id/id/eprint/1242

15
islam. Hal ini karena, peneliti ingin membatasi ruang lingkup kajian agar terfokus
pada hal-hal yang berkaitan dengan PAI.

Beradasarkan kajian teori tersebut, maka yang dimaksud dengan Nilai-Nilai


Kearifan Lokal dalam penelitian ini adalah sebuah mata pelajaran muatan lokal
yaitu muatan untuk mengembangkan potensi budaya daerah sebagai sebagian dari
upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

C. Pembelajaran PAI ( Pendidikan Agama Islam)


1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pengertian pembelajaran berbeda dengan istilah pengajaran, perbedaannya
terletak pada orientasi subjek yang difokuskan, dalam istilah pengajaran guru
merupakan subjek yang lebih berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar,
sedangkan pembelajaran memfokuskan pada peserta didik.26
Untuk memahami hakikat pembelajaran dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari
segi bahasa (etimologis) dan istilah (terminologis). Secara bahasa, kata pembelajaran
merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, instruction yang bermakna sederhana
“upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang, melalui berbagai upaya
(effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang
telah direncanakan”.27
Secara terminologis, Assocation for educational Communication and
Technology (AECT) mengemukakan bahwa pembelajaran (instructional)
merupakan suatu sistem yang didalamnya terdiri dari komponen-komponen sistem
instruksional, yaitu komponen pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar atau
lingkungan. Dapat dipahami bahwa pembelajaran merupakan sebuah sistem, yaitu
suatu totalitas yang melibatkan berbagai komponen yang saling berinteraksi. Untuk
mencapai interaksi pembelajaran, sudah tentu perlu adanya komunikasi yang jelas
antara guru dan siswa, sehingga akan terpadu dua kegiatan, yaitu tindakan
penyampaian ilmu pengetahuan melalui kegiatan mengajar (usaha guru) dan
tindakan perubahan tingkah laku melalui kegiatan belajar (usaha siswa) yang
berguna untuk mencapai tujuan pembelajaran.

26
Elihami, E., & Syahid, A. (2018). PENERAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MEMBENTUK KARAKTER PRIBADI YANG ISLAMI. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 2(1), 79-96.
https://doi.org/10.33487/edumaspul.v2i1.17.
27
Abdul Majid, “Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”, (Bandung: Rosdakarya,
2012), 270.

16
Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan guru
secara terpadu dalam desain instruksional (instructional design) untuk membuat
siswa atau peserta didik belajar secara aktif (student active learning), yang
menekankan pada penyediaan pada sumber belajar.

2. Fungsi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah tidak terlepas
dari fungsi pendidikan agama Islam sebagai proses transformasi ilmu dan
pengalaman. Abdul Majid mengemukakan tujuh fungsi pendidikan Agama Islam di
sekolah atau madrasah, di antaranya;
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada
Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan
b. pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh
setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuhkembangkan
lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar
keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
tingkat perkembangannya.28
c. Penanaman nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.
d. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya
sesuai dengan ajaran Agama Islam.
e. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-
kekurangan, dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,
pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari. Pencegahan,
yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain
yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju
manusia Indonesia seutuhnya.
f. Pengajaran, tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, sistem dan
fungsionalnya.

28
Fathul Amin, “Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam,” Tadris : Jurnal Penelitian Dan
Pemikiran Pendidikan Islam 12, no. 2 (2019): 33–45, https://doi.org/10.51675/jt.v12i2.22.

17
g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di
bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal
sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.29

Ketujuh fungsi pendidikan agama Islam yang dikemukakan oleh Abdul


Majid menggambarkan bahwa peran pendidikan agama Islam sangat penting guna
membentuk karakter peserta didik untuk menjadi pribadi muslim yang sempurna
lewat pengajaran dan kegiatan yang diadakan di sekolah.

3. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Segala macam pencapaian tidaklah luput dari adanya tujuan yang
menafasi seluruh rangkaian kegiatan, karena tujuan merupakan harapan akhir yang
hendak dicapai setelah melakukan usaha. Dalam pendidikan, tujuan merupakan
salah satu komponen yang bersifat pokok. Tujuan pendidikan dapat
diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yaitu:30
1) Tujuan Pendidikan Nasional, adalah tujuan yang bersifat paling umum dan
merupakan sasaran yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan.
Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku yang ideal
sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh
pemerintah dalam bentuk undang-undang. Secara jelas tujuan pendidikan nasional
yang bersumber dari sistem nilai pancasila dirumuskan dalam UU No. 20 Tahun
2003 Pasal 3, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
2) Tujuan Institusional, adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga
pendidikan. Tujuan institusional merupakan tujuan antara tujuan khusus dengan
tujuan umum untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk
kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, misalnya standar kompetensi
pendidikan dasar, menengah, kejuruan, dan jenjang pendidikan tinggi.

29
Majid, “Belajar dan pembelajaran” op.cit., 15-16.
30
Lias Hasibun, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada, 2010), 37.

18
3) Tujuan Kurikuler, adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau
mata pelajaran. Tujuan kurikuler juga pada dasarnya merupakan tujuan antara
untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan
kurikuler harus dapat mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan
institusional.31
Tujuan pembelajaran dapat disebut juga dengan istilah tujuan kurikuler. Tujuan
kurikuler dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak
didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu
dalam satu kali pertemuan. Tujuan ini dapat dispesifikasikan ke dalam tujuan
pembelajaran umum dan khusus. Tujuan pembelajaran umum yaitu berupa tujuan
yang dicapai untuk satu semester, sedangkan tujuan pembelajaran khusus adalah
yang menjadi target pada setiap kali tatap muka. Karena hanya guru yang
memahami kondisi lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang akan
melakukan pembelajaran disuatu sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajaran
merupakan hak guru.32

Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak akan terlepas dari


tujuan akhir pendidikan Islam yang terletak pada terlaksananya pengabdian penuh
kepada Allah, baik pada tingkat perseorangan, kelompok maupun kemanusiaan
dalam arti yang seluas-luasnya.33

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam


Mata pelajaran pendidikan agama tidak hanya dilihat dari aspek materi atau
substansi pelajaran yang hanya mencakup aspek kognitif (pengetahuan), tetapi lebih
luas yaitu mencakup aspek afektif dan psikomotorik. Ruang lingkup mata pelajaran
PAI meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara: hubungan manusia
dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia
dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya. [1]
Adapun ruang lingkup bahan pelajaran pendidikan agama Islam untuk SMA/SMK
meliputi lima aspek, yaitu: 34

 Al-Quran/Hadis; menekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan


meneijemahkan dengan baik dan benar;

31
Sisdiknas (UU RI No. 20 Th. 2003), Cet. V (Jakarta:Sinar Grafika, 2013),
32
Lias Hasibun, Kurikulum. loc.cit
33
Abudin Nata, “Ilmu Pendidikan Islam”, Cet. II, (Jakarta: Kencana, 2010),
34
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 23.

19
 Keimanan; menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan
keyakinan, serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai asma’ul husna sesuai
dengan kemampuan peserta didik;
 Akhlak; menekankan pada pengamalan sikap terpuji dan menghindari akhlak tercela;
 Fiqih/Ibadah; menekankan pada cara melakukan ibadah dan mu’amalah yang baik dan
benar; dan
 Tarikh dan Kebudayaan Islam; menekankan pada kemampuan mengambil pelajaran
(ibrah) dari peristiwa- peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh muslim
yang berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena-fenomena sosial, untuk
melestarikan dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia
dengan sesama manusia, dan ketiga hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta
hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.Ruang lingkup
Pendidikan Agama Islam juga identik dengan aspek-aspek Pendidikan Agama Islam
karena materi yang terkandung didalamnya merupakan perpaduan yang saling
melengkapi satu dengan yang lainnya.
Cakupan tersebut setidaknya menggambarkan bahwa ruang lingkup
Pendidikan Agama Islam diharapkan dapat mewujudkan keserasian, keselarasan dan
keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia,
makhluk lainnya maupun lingkungannnya.
Apabila dilihat dari segi pembahasannya maka ruang lingkup Pendidikan
Agama Islam yang umum dilaksanakan di sekolah adalah Ilmu Tauhid / Aqidah, Ilmu
Fiqih, Al-Qur‟an, Al-Hadist, Akhlak dan Tarikh Islam35[9]. Masing masing mata
pelajaran tersebut saling terkait dan saling melengkapi, Al Qur’an merupakan sumber
utama ajaran Islam dalam arti ia merupakan sumber akhlaq, syari’ah/fikih (ibadah,
muamalah). sehingga kajiannya berada di setiap unsur tersebut. Akidah (usuluddin)
atau keimanan merupakan akar atau pokok agama. Syariah/fikih (ibadah, muamalah)
dan akhlakbertitik tolak dari akidah, yakni sebagai manifestasi dan konsekuensi dari
akidah (keimanan dan keyakinan hidup). Syari’ah/fikih merupakan sistem norma
(aturan) yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia dan dengan
makhluk lainnya. Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup
manusia, dalam arti bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah (ibadah dalam arti khas) dan hubungan manusia dengan manusia dan

35

20
lainnya (muamalah) itu menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia dalam
menjalankan sistem kehidupannya (politik, ekonomi, sosial, pendidikan,
kekeluargaan, kebudayaan/seni, iptek, olahraga/kesehatan, dan lain-lain) yang
dilandasi oleh akidah yang kokoh. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan
perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke masa dalam usaha
beribadah, bermuamalah, dan berakhlak serta dalam mengembangkan sistem kehidu-
pannya yang dilandasi oleh akidah.36

D. Nilai-nilai Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Agama Islam


1. Pendidikan sebagai Proses Pewarisan Budaya
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam
mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha
masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi
keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan.
Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya yang telah dimiliki
masyarakat dan bangsa. Budaya memiliki nilai-nilai yang senantiasa diwariskan,
ditafsirkan, dan dilaksanakan seiring dengan proses perubahan sosial
kemasyarakatan (Daniah, 2016).
Oleh karena itu, dalam proses pendidikan budaya, secara aktif peserta didik
haruslah mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan
penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat,
mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta
mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat. Atas dasar pemikiran itu,
pengembangan pendidikan budaya sangat strategis
bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang.
Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan
yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Hal tersebut
37

dikarenakan, pendidikan merupakan satu-satunya jalan untuk menyebarluaskan


keutamaan, mengangkat harkat dan martabat manusia, dan menanamkan nilai-nilai
kemanusiaan (Muflihin & Madrah, 2019).
2. Nilai-Nilai Kearifan Lokal pada Kurikulum PAI
pendidikan budaya merupakan hal yang penting untuk diajarkan kepada
peserta didik. Kemudian apabila pendidikan budaya tersebut diintegrasikan
36
https://andybudicahyono.blogspot.com/2018/06/makalah-ruang-lingkup-dan-karakteristik.html
37
Ahmad Muflihin, “Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama
Islam,” Al-Fikri: Jurnal Studi Dan Penelitian Pendidikan Islam 3, no. 2 (2020): 21,
https://doi.org/10.30659/jspi.v3i2.15532.

21
kedalam kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI). Nilai yang perlu ditanamkan,
yakni sebagai pemeluk agama yang rahmatan lil alamin, maka sudah sepantasnya
berbuat kasih sayang ke sesama manusia dengan tidak suku, ras, warna kulit, dan
golongan. Keragaman yang ada di Indonesia dapat diambil sebagai studi kasus
dengan mengambil prinsip yang telah diajarkan oleh Rasulullah bahwa manusia itu
layaknya barisan sisir-sisir yang memiliki kedudukan yang sama, dan tidak ada
yang membedakannya kecuali ketakwaannya, sedangkan takwa itu sendiri, hanya
Allah Swt yang berhak menilainya.

Kemudian sebagai manusia yang berasal dari nenek moyang yang


sama,yakni Adam dan Hawa, maka sudah sepatutnya rasa persaudaraan antar
sesama harus dijunjung tinggi. Seorang guru dapat dengan mudah
mencontohkannya apabila di dalam kelasnya ada anak yang memiliki keyakinan
yang berbeda, dan bagaimana siswa lain yang beragama muslim seharusnya
bersikap. Atau kalaupun tidak ada anak yang berbeda keyakinan, dapat
dicontohkan dengan memberikan ilustrasi.

Dalam proses pendidikan budaya, secara aktif peserta didik


mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan
nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat,
mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta engembangkan
kehidupan bangsa yang bermartabat.38

E. Penelitian Relavan
Dalam penulisan proposal ini, sebelumnya penulis menelaah beberapa hasil proposal
yang berkaitan dengan apa yang penulisa akan paparkan dalam proposal penelitian ini
nantinya. Adapun proposal yang telah ada sebelumnya memberikan gambaran umum
tentang sasaran yang akan penulis sajikan dalam proposal ini dengan melihat posisi
proposal yang telah aada yang nantinya dapat menghadirkan kesamaan dari proposal yang
telah ada sebelumnya. Sehubungan dengan ini, ada beberapa proposal yang secara tidak
langsung berkaitan dengan pembahasan proposal penelitian ini, diantaranya:
Pertama, Nasehudin. 2017. Dengan judul penelitian Implementasi Nilai-Nilai
Kearifan Lokal Masyarakat Cigugur Kuningan Sebagai Sumber Pembelajaran IPS.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Studi Kasus melalui
pendekatan Kualitatif dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut, implementasi

38
Muflihin.

22
nilai-nilai kearifan lokal pada masyarakat Cigugur Kuningan sudah dilaksanakan
dengan semaksimal mungkin, dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan juga
pengawasan, hal ini dapat di lihat dari adat kebiasaan mereka dari yang kurang baik
menjadi baik, seperti adanya ritual sesajean yang diubah menjadi doa syukuran yang
berkedok islami. Perbedaan mendasar dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian
ini membahas kearifan lokal atau adat istiadat pada masyarakat Cigugur Kuningan
sedangkan pada usulan penelitian ini akan mencakup Nilai-nilai kearifan lokal pada
pembelajaran PAI, lokasi penelitian juga menjadi bagian pembeda penelitian ini.
Sebab pada usulan penelitian ini hanya menggunakan kajian pustaka.

Kedua, Winda Luthfia Putri. 2017. Dengan judul penelitian Peran Guru
Dalam Pelaksanaan Pendidikan Karakter Di SMA Negeri 5 Kota Tegal. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Studi Kasus melalui pendekatan
Kualitatif dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut, peran guru dalam
pelaksanaa pendidikan karakter sudah dilaksanakan dengan semaksimal mungkin, dari
tahap perencanaan, pelaksanaan dan juga pengawasan, hal ini dapat dilihat dari
perubahan sikap dari karakter siswa dari yang kurang baik ke yang baik, seperti
adanya sikap kebiasaan datang tepat waktu, saling sapa dan senyum baik sesama
teman maupun guru, hormat kepada guru, mematuhi tata tertib, berdoa sebelum
memulai pembelajaran, dan shalat tidak perlu di perintah guru lagi. Perbedaan
mendasar dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini membahas peran guru
dalam pelaksanaan pendidikan karakter sedangkan pada usulan penelitian ini akan
mencakup upaya penguatan karakter, lokasi penelitian juga menjadi bagian pembeda
penelitian ini. Sebab pada usulan penelitian ini hanya menggunakan kajian pustaka.

Ketiga, Andi Eka Rezkianah, 2020. Dengan judul penelitian Implementasi


Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal (Bugis) Di SDN 283 Lautang
Kecamatan Belawa Kabupaten Bajo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Metode Studi Kasus melalui pendekatan Kualitatif dengan hasil penelitian
adalah sebagai berikut, Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal
(Bugis) Di SDN 283 sudah dilaksanakan dengan semaksimal mungkin, dari tahap
perencanaan, pelaksanaan dan juga pengawasan, hal ini dapat di lihat dari
meningkatnya karakter pada peserta didik, seperti yang malas sholat menjadi rajin
sholat tanpa diperintah oleh guru. Perbedaan mendasar dengan penelitian ini adalah
bahwa penelitian ini membahas pendidikan karakter berbasis kearifan lokal (Bugis) di
SDN 283 283 Lautang Kecamatan Belawa Kabupaten Bajo. Sedangkan pada usulan

23
penelitian ini akan mencakup upaya penguatan karakter, lokasi penelitian juga
menjadi bagian pembeda penelitian ini. Sebab pada usulan penelitian ini hanya
menggunakan kajian pustaka.

Keempat, Muhammad Farih Ramdlani, 2020. Dengan judul penelitian


Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Pembiasaan Di SDN
5 Ampelgading Malang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode
Studi Kasus melalui pendekatan Kualitatif dengan hasil penelitian adalah sebagai
berikut, Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Pembiasaan
Di SDN 5 Ampelgading Malang sudah dilaksanakan dengan semaksimal mungkin,
dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan juga pengawasan, hal ini dapat di lihat dari
meningkatnya karakter pada peserta didik, seperti yang malas sholat menjadi rajin
sholat tanpa diperintah oleh guru serta kegiatan kegamaan lebih sering dilaksanakan.
Perbedaan mendasar dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini membahas
Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Pembiasaan Di SDN 5
Ampelgading Malang. Sedangkan pada usulan penelitian ini akan mencakup upaya
penguatan karakter, lokasi penelitian juga menjadi bagian pembeda penelitian ini.
Sebab pada usulan penelitian ini hanya menggunakan kajian pustaka.

Kelima, Nur Khamalah, 2019. Dengan judul penelitian Manajemen Penguatan


Pendidikan Karakter Di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Brebes. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Studi Kasus melalui pendekatan
Kualitatif dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut, Penguatan Pendidikan
Karakter Di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Brebes sudah dilaksanakan dengan
semaksimal mungkin, dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan juga pengawasan, hal
ini dapat di lihat dari meningkatnya karakter pada peserta didik, seperti yang dari tidak
baik menjadi baik, kemudian menjadi lebih sopan santun serta menghargai guru dan
teman. Perbedaan mendasar dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini
membahas Manajemen Penguatan Pendidikan Karakter Di Madrasah Tsanawiyah
Negeri 2 Brebes. . Sedangkan pada usulan penelitian ini akan mencakup upaya
penguatan karakter, lokasi penelitian juga menjadi bagian pembeda penelitian ini.
Sebab pada usulan penelitian ini hanya menggunakan kajian pustaka.

F. Kerangka Berpikir

24
Sub Fokus: Pendidikan Karakter
Cara berpikir dan berperilaku peserta didik khususnya pada aspek: Relegius, jujur,
sopan santun, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Sub Fokus: Nilai-nilai Kearifan Lokal


Sikap dan perilaku terahadap budaya yang dianutnya dengan tetap memperhatikan
ajaran agama khusunya pada (a) Komitmen terhadap perintah dan larangan agama,
(b). Bersemangat mengkaji agama, (c). Aktif dalam kegiatan keagamaan, (d).
Menghargai simbol keagamaan, (e). Akrab dengan kitab suci dan (f). Ajaran agama
dijadikan sebagai sumber pengembangan ide.

Gambar..
Kerangka Berpikir (Logical Frame) Penelitian

25
26
Penguatan Pendidikan Karakter cukup kompleks. Amanah Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanahkan
tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan beertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, berakal sehat, berilmu, cakap, kreatif, serta bertanggung jawab.
Pencapaian Tujuan ini sejalan dengan ajaran agama Islam yang merupakan salah
satu sumber penguatan karakter bagi peserta didik di sekolah. Pengembangan
karakter dapat di integrasikan melalui penguatan mata pelajaran, pada pendidikan
agama Islam serta program pengembangan keagamaan melalui kegiatan kajian
yang dapat dilakukan melalui kegiatan intra dan ekstrakurikuler sekolah.

27
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian


Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, artinya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian,
misalnya tingkah laku, cara pandang, motivasi dan sebagainya secara
menyeluruh dan dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu kejadian-
kejadian khusus yang alamiah. Artinya pendekatan dalam penelitian ini
tidak menggunakan angka-angka. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
mengumpulkan informasi aktual secara rinci, dan melukiskan realita yang
ada.
Diawali dengan adanya minat untuk mengkaji secara mendalam
terhadap munculnya suatu fenomena tertentu, dengan didukung oleh
konseptualisasi yang kuat atas fenomena tersebut. Maka penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah
pendekatan yang di mulai dengan mendefinisikan konsep-konsep yang
sangat umum.39
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui
serangkaian proses yang panjang. Metode penelitian adalah prosedur yang
dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan data ataupun informasi
untuk memperoleh jawaban atas permasalahan penelitian. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian deskriptif.

39
Katrin Pelzer et al., “No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に
関する共分散構造分析 Title,” Solid State Ionics 2, no. 1 (2017): 1–10,
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0167273817305726%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s
41467-017-01772-
1%0Ahttp://www.ing.unitn.it/~luttero/laboratoriomateriali/RietveldRefinements.pdf
%0Ahttp://www.intechopen.com/books/spectroscopic-analyses-developme.

28
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
atau memberikan gambaran secermat mungkin, mengenai Upaya
Penguatan Karakter Melalui Internalisasi Nilai-Nilai kearifan Lokal Pada
Pembelajaran PAI. Adapun beberapa alasan peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif, antara lain :
1. Dalam penelitian ini, peneliti ingin memfokuskan pada bagaimana nilai-
nilai karakter yang ditanamkan pada pendidikan karakter.
2. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat internalisasi nilai-nilai
kearifan lokal pada pembelajaran PAI.

Maka pendekatan penelitian yang paling sesuai adalah dengan


menggunakan penelitian kualitatif. Sehingga seluruh bagian yang menjadi kajian
penelitian dapat teramati secara tuntas. Peneliti melakukan kajian pustaka
untuk mendapatkan data yang diinginkan, agar data tersebut terasa lebih obyektif.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, pemalsuan data lebih dapat
dihindari.

B. Sumber Data

Data merupakan sumber informasi yang didapatkan oleh penulis melalui


penelitian yang dilakukan.40 Data yang diperoleh nantinya akan diolah sehingga
menjadi informasi baru yang dapat dimanfaatkan oleh pembacanya. Dalam
penelitian ini, data diperoleh melalui dua sumber yaitu data primer dan data
sekunder. Berikut adalah penjabaran sumber data yang digunakan penulis dalam
penelitian ini:

1. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh penulis untuk mendukung
data primer. Data sekunder ini seperti buku-buku mengenai teori-teori
perpustakaan, teori psikologi pendidikan, dan buku-buku lain sejenis yang
40
I Wayan Suwendra, Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu Sosial, Pendidikan,
Kebudayaan, Dan Keagamaan, NilaCakra Publishing House, Bandung, 2018,
yusuf.staff.ub.ac.id/files/2012/11/Jurnal-Penelitian-Kualitatif.pdf.

29
berhubungan dengan kenyamanan membaca pemustaka. Oleh karena itu
peneliti menggunakan data sekunder dengan mengunakan referensi
mendeley online dan buku-buku mengenai pendidikan karakter serta
kearifan lokal.41

C. Subjek Dan Objek Penelitian


1. Subyek Penelitian
Yang dimaksud subyek penelitian, adalah orang, tempat, atau
benda yang diamati dalam rangka pembumbutan sebagai sasaran
( Kamus Bahasa Indonesia, 1989: 862). Adapun subyek penelitian dalam
tulisan ini, yaitu hanya dalam bentuk kajian pustaka yang mengunakan
referensi dalam buku maupun referensi online.
2. Objek Penelitian
Yang dimaksud obyek penelitian, adalah hal yang menjadi
sasaran penelitian ( Kamus Bahasa Indonersia; 1989: 622). Menurut
(Supranto 2000:
obyek penelitian adalah himpunan elemen yang dapat berupa orang,
organisasi atau barang yang akan diteliti. Kemudian dipertegas (Anto
Dayan 1986: 21), obyek penelitian, adalah pokok persoalan yang
hendak diteliti untuk mendapatkan data secara lebih terarah. Adapun
Obyek penelitian dalam tulisan ini meliputi: (1) upaya penguatan
pendidikan karakter (2) nilai-nilai kearifan lokal, dan (3) internalisasi
nilai-nilai kearifan lokal pada pembelajaran PAI.

D. Teknik Pengumpulan Data

41
Oster Suriani Simarmata et al., “Determinan Kejadian Komplikasi Persalinan Di Indonesia:
Analisis Data Sekunder Riset Kesehatan Dasar 2010,” Jurnal Kesehatan Reproduksi 5, no. 3 (2015),
https://doi.org/10.22435/kespro.v5i3.3894.165-174.

30
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data.”(Sugiyono,2005:62). Teknik pengumpulan data
sangat diperlukan dalam suatu penelitian karena hal tersebut
digunakan penulis untuk mendapatkan data yang akan diolah sehingga
bisa ditarik kesimpulan. Terdapat bermacam teknik pengumpulan data
yang biasa dipakai dalam melakukan penelitian. Berikut adalah teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Studi Pustaka Teknik Simak


Studi pustaka teknik simak dapat dibagi menjadi beberapa
taktik, antara lain teknik catat. Teknik catat merupakan teknik
pengumpulan data dengan cara menggunakan buku-buku, literatur
ataupun bahan pustaka, kemudian mencatat atau mengutip
pendapat para ahli yang ada di dalam buku tersebut untuk
memperkuat landasan teori dalam penelitian. Teknik simak catat
ini menggunakan buku-buku, literatur, dan bahan pustaka yang
relavan dengan penelitian yang dilakukan, biasanya dapat
ditemukan di perpustakaan maupun referensi online.42

E. Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan langkah yang terpenting dalam suatu
penelitian. Data yang telah diperoleh akan dianalisis pada tahap ini
sehingga dapat ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini menggunakan
teknik analisis model Miles and Huberman. Menurut (Miles and
Huberman dalam Sugiyono, 2005:91) “mengemukakan bahwa aktivitas
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

42
Yogie Aditya, Andhika Pratama, and Alfian Nurlifa, “Studi Pustaka Untuk Steganografi Dengan
Beberapa Metode,” Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2010 (SNATI 2010) 2010, no.
Snati (2010): 32–35.

31
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.”
Aktivitas analisis data yaitu data reduction, data display, dan
conclusion drawing/verification.43
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Data yang
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Dalam penelitian ini,
data diperoleh melalui kajian pustaka kemudian data tersebut
dirangkum sehingga akan memberikan gambaran yang relavan.
2. Data Display (Penyajian Data)
Langkah selanjutnya setelah data direduksi adalah data
display atau menyajikan data. Dalam penulisan kualitatif,
penyajian data bisa dilakukan dengan bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya, tetapi yang paling
sering digunakan adalah teks yang bersifat naratif.
Penyajian data dilakukan dengan mengelompokkan data
sesuai dengan sub bab-nya masing-masing. Data yang telah
didapatkan dari hasil sumber tulisan maupun dari sumber pustaka
dikelompokkan.
3. Conclusion Drawing/Verification (Simpulan/Verifikasi)
Langkah yang terakhir dilakukan dalam analisis data
kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Simpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah apabila tidak ditemukan bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya. Simpulan dalam
penulisan kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya

43
Ahmad Rijali, “Analisis Data Kualitatif,” Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah 17, no. 33 (2019): 81,
https://doi.org/10.18592/alhadharah.v17i33.2374.

32
belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu obyek yang sebelumnya kurang jelas sehingga menjadi
jelas setelah diteliti.

F. Tahap-Tahap Penelitian
1. Tahap-Tahap Penelitian Kepustakaan
Adapun tahap-tahap yang harus ditempuh penulis dalam
penelitian kepustakaan adalah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan bahan-bahan penelitian. Karena dalam
penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka bahan yang
dikumpulkan adalah berupa informasi atau data empirik yang
bersumber dari buku-buku, jurnal, hasil laporan penelitian resmi
maupun ilmiah dan literatur lain yang mendukung tema
penelitian ini.
b. Membaca bahan kepustakaan. Kegiatan membaca untuk tujuan
penelitian bukanlah pekerjaan yang pasif. Pembaca diminta
untuk menyerap begitu saja semua informasi “pengetahuan”
dalam bahan bacaan melainkan sebuah kegiatan ‘perburuan’
yang menuntut keterlibatan pembaca secara aktif dan kritis agar
bisa memperoleh hasil maksimal.Dalam membaca bahan
penelitian, pembaca harus menggali secara mendalam bahan
bacaan yang memungkinkan akan menemukan ide-ide baru yang
terkait dengan judul penelitian.
c. Membuat catatan penelitian. Kegiatan mencatat bahan penelitian
boleh dikatakan tahap yang paling penting dan barang kali juga
merupakan puncak yang paling berat dari keseluruhan rangkaian
penlitian kepustakaan. Kerena pada akhirnya seluruh bahan yang
telah dibaca harus ditarik sebuah kesimpulan dalam bentuk
laporan.

33
d. Mengolah catatan penelitian. Semua bahan yang telah dibaca
kemudian diolah atau dianalisis untuk mendapatkan suatu
kesimpulan yang disusun dalam bentuk laporan penelitian.

Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian pustaka (library


research) karena dalam penelitian ini, peneliti menelaah tentang
konsep pendidikan berbasis pengalaman yang terdapat dalam
Jurnal pendidikan karakter islami karya Dr. Hamdani Hamid,
M.A.44 dan buku berbasis islam dan kearifan lokal karya Fadlullah,
S.Ag., MSI.45
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sebab sumber
data maupun hasil penelitian dalam penelitian kepustakaan (library
research) berupa deskripsi kata-kata. Moleong mengungkapkan sebelas
karakteristik penelitian kualitatif, yaitu: berlatar alamiah, manusia sebagai
alat (instrumen), menggunakan metode kualitatif, analisa data secara
induktif, teori dari dasar/grounded theory (menuju pada arah penyusunan
teori berdasarkan data), data bersifat deskriptif (data yang dikumpulkan
berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka), lebih mementingkan
proses dari pada hasil, adanya batas yang ditentukan oleh fokus, adanya
kriteria khusus untuk keabsahan data, dan desain yang bersifat sementara
(desain penelitian terus berkembang sesuai dengan kenyataan lapangan),
hasil penelitiaan dirundingkan dan disepakati bersama (hasil penelitian
dirundingkan dan disepakati bersama antar peneliti dengan sumber data).
Dari kutipan ini dapat dipahami bahwa penulis menekankan akan
pentingnya proses dalam penelitian dibandingkan hasilnya. Secara umum
pendekatan penelitian kualitatif pada studi kepustakaan sama dengan

44
Yuyun Yunita and Abdul Mujib, Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam, Jurnal TAUJIH, vol.
14, 2021, https://doi.org/10.53649/jutau.v14i01.309.
45
Fadlullah, S.Ag., MSI “islam dan kearifan lokal”

34
penelitian kualitatif yang lain. Yang menjadi perbedaan hanyalah sumber
data atau informasi yang dijadikan sebagai bahan penelitian.
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang
mendalam, suatu data yang mengandung makna. Penulis dalam penelitian
ini akan menggali makna dari informasi atau data empirik yang didapat
dari buku-buku, hasil laporan penelitian ilmiah atau pun resmi maupun
dari literatur yang lain.46

DAFTAR PUSTAKA
46
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009,
hlm. 8-13.

35
A. Sumber Jurnal

Aditya, Yogie, Andhika Pratama, and Alfian Nurlifa. “Studi Pustaka Untuk
Steganografi Dengan Beberapa Metode.” Seminar Nasional Aplikasi
Teknologi Informasi 2010 (SNATI 2010) 2010, no. Snati (2010): 32–35.

Burhanuddin, Hamam. “Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Al Qur’an.” Al-


Aufa: Jurnal Pendidikan Dan Kajian Keislaman 1, no. 1 (2019): 1–9.
https://doi.org/10.36840/alaufa.v1i1.217.

C. “Nilai Kearifan Lokal Dalam Batik Tradisional,” n.d.

Fajarini, Ulfah. “Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter.” Elihami,


E., & Syahid, A. (2018). PENERAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER PRIBADI YANG
ISLAMI. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 2(1), 79-96.
Https://Doi.Org/10.33487/Edumaspul.V2i1.17 1, no. 2 (2014).
https://doi.org/10.15408/sd.v1i2.1225.

Fathul Amin. “Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam.”


Tadris : Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan Islam 12, no. 2 (2019):
33–45. https://doi.org/10.51675/jt.v12i2.22.

Fitri, Anggi. “Pendidikan Karakter Prespektif Al-Quran Hadits.” TA’LIM : Jurnal


Studi Pendidikan Islam Vol.1 No.2, no. 2 (2018): 38–67.
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.com/media/publications/2
64720-pendidikan-karakter-prespektif-al-quran-
4e0376cd.pdf&ved=2ahUKEwjz3-
6AssPsAhWCTX0KHWnjD4gQFjAIegQIBRAB&usg=AOvVaw1-
0FAF0BwOItFVkD_Efpdh.

36
Hamdi, Syukrul. “Membangun Karakter Siswa Dalam Pembelajaran Matematika
Melalui CTL Berbasis Kecerdasan Majemuk.” Prosiding Seminar Nasional
Matematika Dan Pendidikan Matematika UNY, 2011.

“Integrasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa Pada Kegiatan Pembelajaran.” Icc, 2007,


13–24.

Kerja, Elastisitas Penyerapan Tenaga. “済無 No Title No Title No Title.”


Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952. 13, no. April
(1967): 15–38.

Pelajaran, Mata, and D I Sekolah. “Pendidikan Budi Pekerti Menjadi Mata


Pelajaran Di Sekolah.” Lembaran Ilmu Kependidikan 38, no. 2 (2009): 148–
54.

Pelzer, Katrin, Jonathan F Stebbins, F B Prinz, Alexey S. Borisov, Paul


Hazendonk, Paul G. Hayes, Matthias Abele, et al. “No 主観的健康感を中心
とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析
Title.” Solid State Ionics 2, no. 1 (2017): 1–10.
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0167273817305726%0Ahttp://dx
.doi.org/10.1038/s41467-017-01772-
1%0Ahttp://www.ing.unitn.it/~luttero/laboratoriomateriali/RietveldRefineme
nts.pdf%0Ahttp://www.intechopen.com/books/spectroscopic-analyses-
developme.

Rasna, I Wayan. “Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Bali Yang Relevan.” I.
Rasna, 2016.

Rijali, Ahmad. “Analisis Data Kualitatif.” Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah 17,
no. 33 (2019): 81. https://doi.org/10.18592/alhadharah.v17i33.2374.

Rohman, Muhammad Mujibur, Dewi Liesnoor Setyowati, and Info Artikel.


“Pendidikan Karakter Di Pesantren Darul Falah Kecamatan Jekulo

37
Kabupaten Kudus.” Journal of Educational Social Studies 1, no. 2 (2012).

Santoso, Raja Jeldi, ‫عذرا ربانی‬, Paul Strathern, Ö Äüôú, Paul Strathern, Maria
Helena Geordane, Francisco De Assis Mendonça, et al. “Hubungan Program
Dididikan Subuh Dalam Pengembangan Karakter Kemandirian Beribadah
Anak.” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9 (2019):
1689–99. file:///C:/Users/User/Downloads/fvm939e.pdf.

Sari, Nurratri Kurnia, and Linda Dian Puspita. “Implementasi Pendidikan


Karakter Di Sekolah Dasar.” Jurnal Dikdas Bantara 2, no. 1 (2019).
https://doi.org/10.32585/jdb.v2i1.182.

Simarmata, Oster Suriani, Sudikno Sudikno, Kristina Kristina, and Dina Bisara.
“Determinan Kejadian Komplikasi Persalinan Di Indonesia: Analisis Data
Sekunder Riset Kesehatan Dasar 2010.” Jurnal Kesehatan Reproduksi 5, no.
3 (2015). https://doi.org/10.22435/kespro.v5i3.3894.165-174.

Sukmayadi, Trisna. “Pendidikan Karakter Berbasis Permainan Tradisional Siswa


SD Di Sumenep Madura.” Prosisding Seminar Nasional “Optimalisasi
Active Learning Dan Character Building Dalam Meningkatkan Daya Saing
Bangsa Di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA),” 2016, 1–16.

Suwendra, I Wayan. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu Sosial,


Pendidikan, Kebudayaan, Dan Keagamaan. NilaCakra Publishing House,
Bandung, 2018. yusuf.staff.ub.ac.id/files/2012/11/Jurnal-Penelitian-
Kualitatif.pdf.

Yunita, Yuyun, and Abdul Mujib. Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam.
Jurnal TAUJIH. Vol. 14, 2021. https://doi.org/10.53649/jutau.v14i01.309.

B. Sumber Internet

http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/9/17 /bd3.htm
http://ibda.files.wordpress.com/2008/04/2-landasan-keilmuan-kearifan-lokal.pdf

38
http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/9/17/bd3.htm

http://repository.upy.ac.id/id/eprint/1242

https://andybudicahyono.blogspot.com/2018/06/makalah-ruang-lingkup-dan-
karakteristik.html

C. Sumber Buku

Elihami, E., & Syahid, A. (2018). PENERAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN


AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER PRIBADI YANG ISLAMI. Edumaspul:
Jurnal Pendidikan, 2(1), 79-96.

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005),


hlm. 23.

Fadlullah, S.Ag., MSI “islam dan kearifan lokal”

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,


2009, hlm. 8-13.

39
OUTLINE SKRIPSI

Rencana penelitian skripsi ini akan terdiri dari lima (5) Bab terdiri dari
Pendahuluan, Kajian Teori, Metodologi Penelitian, Hasil Penelitian dan Penutup.
Berikut uraiannya :
BAB I : PENDAHULUAN, terdiri dari : (A) Latar Belakang Masalah, (B)
Fokus dan Sub Fokus Penelitian, (C) Rumusan Masalah dan (D) Tujuan dan
Kegunaan Penelitian.
BAB II : LANDASAN TEORI, akan membahas tentang : (A) Nilai
Karakter (B) Nilai-Nilai Kearifan Lokal (C) Pembelajaran PAI (D) Nilai-nilai
Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Agama Islam (E) Kajian Penelitian Relavan
(F) Kerangka Berfikir (Logical Frame Work).
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN, meliputi : Jenis dan
Pendekatan Penelitian, Sumber Data, Subjek dan Objek Penelitian, Teknik
Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data dan Tahap-tahap Penelitian.
BAB IV : HASIL PENELITIAN, akan membahas mengenai : (A)
Gambaran Umun pengkajian pustaka : membahasa mengenai upaya seorang
pengajar untuk meningkatkan karakter terhadap peserta didik melalui internalisasi
nilai-nilai kearifan lokal pada pembelajaran PAI. (B) Pelaksanaan pendidikan
karakter yang di terapkan di setiap sekolah. (C) Nilai-Nilai Pendidikan Agama
Islam dan kearifan lokal dalam dalam meningkatkan mutu karakter yang baik bagi
peserta didik.
BAB V : PENUTUP, terdiri dari : Kesimpulan dan Saran. Penelitian ini juga
dilengkapi dengan DAFTAR PUSTAKA, PEDOMAN WAWANCARA dan
DAFTAR LAMPIRAN OBSERVASI.

40
PEDOMAN WAWANCARA

(Panduan ini bersifat fleksibel dan Dinamis, Perrtanyaan dapat berkembang


sesuai Tujuan Penelitian) Assalamu Alaikum Wr. Wb
a. Umum
Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui Upaya Penguatan Karakter
Melalui Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Pembelajaran PAI.
Pertanyaan yang ada bersifat umum dan dapat berkembangan secara fleksibel
sesuai tujuan penelitian.
b. Identitas Informan
1. Nama :
2. NIP / NIS :
3. Jenis Kelamin :
4. Usia :
5. Alamat :
6. (*) : Coret yang tidak perlu

Kami sangat menghargai waktu yang anda gunakan untuk menjadi Informan
penelitian ini. Jawaban Bapak/Ibu/Saudara akan kami jaga kerahasiannya serta
identitas akan kami jaga sesuai dengan etika penelitian.
Berikut pedoman wawancara :
1. Apakah yang dimaksud dengan kearifan lokal ?
2. Mengapa perlu adanya upaya penguatan karakter?
3. Apa saja metode dalam menerapkan pendidikan karakter?
4. Siapa saja yang melaksanakan upaya penguatan karakter pada
pembelajaran PAI tersebut ?
5. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran PAI ?
6. Mengapa harus dilaksanakan pendidikan karakter ?
7. Pada tahun berapakah program penerapan pendidikan karakter ini
diterapkan?

41
8. Apa makna dari pendidikan karakter?
9. Apa nilai pendidikan agama Islam yang terdapat dalam nilai-nilai
kearifan lokal pada pembelajaran PAI?
10. Apa nilai kearifan lokal sudah mengacu pada hukum islam?

42
PEDOMAN OBSERVASI

1. Tahap-tahap pengembangan pendidikan karakter


2. Metode yang digunakan
3. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan pendidikan karakter
melalui internalisasi nilai-nilai kearifan lokal pada pembelajaran PAI
4. Lainnya yang relevan.

43

Anda mungkin juga menyukai