PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai persyaratan Tugas Akhir Mata Kuliah Kawasan Penelitian PAI
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo
Oleh :
Ningrum Sulistyani
i
5. Teknik Pengolahan Data
D. PENGGUNAAN BAHASA & APLIKASI
1. Logika penyajian bahasa
2. Teknik penulisan sesuai dengan EYD
3. Menggunakan Aplikasi Kutipan Online (Mendeley/ dsb)
4. Menggunakan Aplikasi Mind Map -Kerangka Pikir
5. Terdapat Rujukan Al-Quran/Hadis/ Sirah yang relevan Topik
Penelitian
E.DAFTAR PUSTAKA
1. Referensi terbaru ( Min terbit 10 thn terakhir)
2. Komposisi Referensi sesuai ketentuan
3. Teknik Penulisan sesuai ketentuan
4. Unsur Plagiat
5. Terdapat Lampiran Instrumen Penelitian (Angket, Ped
Wawancara)
6. Terdapat Outline Penelitian
JUMLAH =
Ket Skor : (1) Tidak Layak (2) Kurang Layak (3) Layak
Syarat. Ket : LCR = Lancar KCR = Kurang Lancar TCR= Tidak Lancar
ii
Hasil = Skor yang di peroleh / Skor Maksimal X 100 Passing grade = skor 70-
NIP. 19761105200710100
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
PROPOSAL SKRIPSI
Menyetujui
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala Rahmat dan
Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan
judul “Upaya Penguatan Karakter Melalui Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal
Pada Pembelajaran PAI”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal
skripsi ini banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan proposal skripsi ini.
Demikian proposal skripsi ini disusun, penulis menyadari bahwa proposal
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap saran dan
kritik yang bersifat membangun. Semoga bantuan yang telah diberikan dapat
menjadi amal baik dan imbalan pahala dari Allah SWT dan semoga proposal
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Aamiin.
Penulis
Ningrum Sulistyani
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................................iv
KATA PENGANTAR........................................................................................................v
DAFTAR ISI.......................................................................................................................vi
BAB I: PENDAHULUAN
A. Nilai Karakter..............................................................................................8
B. Nilai-Nilai Kearifan Lokal...........................................................................13
C. Pembelajaran PAI........................................................................................16
D. Nilai-nilai Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Agama Islam......................21
E. Kajian Penelitian Relavan...........................................................................22
F. Kerangka Berpikir (Logical Frame Work)..................................................24
vi
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Jurnal/Artikel.................................................................................35
B. Sumber Internet..........................................................................................37
C. Sumber Buku..............................................................................................38
OUTLINE SKRIPSI..........................................................................................................39
PEDOMAN WAWANCARA
PEDOMAN OBSERVASI
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Pembentukan karakter atau character building saat ini menjadi isu utama dalam
dunia pendidikan Di Indonesia. Selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak
anak bangsa, pendidikan karakter juga diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai budaya
bangsa yang mulai terkikis oleh era global. Hal ini sejalan dengan UU No 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.2
1
Muhammad Mujibur Rohman, Dewi Liesnoor Setyowati, and Info Artikel, “Pendidikan Karakter Di Pesantren
Darul Falah Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus,” Journal of Educational Social Studies 1, no. 2 (2012).
2
Anggi Fitri, “Pendidikan Karakter Prespektif Al-Quran Hadits,” TA’LIM : Jurnal Studi Pendidikan Islam Vol.1
No.2, no. 2 (2018): 38–67, https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.com/media/publications/264720-pendidikan-karakter-
prespektif-al-quran-4e0376cd.pdf&ved=2ahUKEwjz3-
6AssPsAhWCTX0KHWnjD4gQFjAIegQIBRAB&usg=AOvVaw1-0FAF0BwOItFVkD_Efpdh.
1
Tujuan pendidikan nasional diatas menunjukkan bahwa budi pekerti merupakan
sifat yang harus dimiliki untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Budi
pekerti lebih menitik beratkan pada watak, perangai, perilaku atau dengan kata lain tata
krama dan etika. Oleh karena itu, pendidikan karakter atau budi pekerti dapat diartikan
sebagai penanaman nilai-nilai etika, tata krama, dan bagaimana berperilaku baik terhadap
orang lain. Pada perkembangannya pendidikan karakter tidak hanya melibatkan relasi
sosial anak, akan tetapi juga melibatkan pengetahuan, perasaan dan perilaku anak yang
berada dalam ranah pendidikan karakter.3
3
Mata Pelajaran and D I Sekolah, “Pendidikan Budi Pekerti Menjadi Mata Pelajaran Di Sekolah,” Lembaran
Ilmu Kependidikan 38, no. 2 (2009): 148–54.
4
Rohman, Setyowati, and Artikel, “Pendidikan Karakter Di Pesantren Darul Falah Kecamatan Jekulo Kabupaten
Kudus.”
2
Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan sebagai penguatan nilai karakter.
Salah satunya adalah dengan menanamkan kembali nilai-nilai budaya lokal kepada siswa
melalui proses pembelajaran. Siswa sudah sepatutnya dikenalkan dengan budaya yang
paling dekat dengan mereka. Tujuannya yaitu agar siswa kembali kepada jati diri mereka
sesuai nilai-nilai kearifan budaya lokal. kearifan lokal yang digali, dipoles, dikemas di
dalam proses pembelajaran dengan baik dapat berfungsi sebagai penguat karakter siswa
untuk menyaring nilai-nilai baru/asing agar tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa.
Menurut Ridwan, Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami
sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan
bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu.
Pengertian itu disusun secara etimologis, dimana wisdom dipahami sebagai kemampuan
seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai
hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah,
wisdom sering diartikan sebagai kearifan atau kebijaksanaan. Sementara itu, local secara
spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula
(Ridwan, 2007:2).5
I Ketut Gobyah mengatakan bahwa kearifan lokal adalah kebenaran yang telah
mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal itu merupakan perpaduan antara
nilai-nilai suci sabda Tuhan dan berbagai nilai yang ada di mana kearifan lokal itu
terbentuk seperti keunggulan budaya masyarakat setempat, maupun kondisi geografis.
(http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/9/17 /bd3.htm diakses pada tanggal
14 oktober 2021).6
kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu
daerah. Kearifan lokal itu merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci sabda Tuhan dan
berbagai nilai yang ada di mana kearifan lokal itu terbentuk seperti keunggulan budaya
masyarakat setempat, maupun kondisi geografis sumber daya alam setempat dalam artian
luas.7 Kearifan lokal biasanya terlihat dari kehidupan masyarakat sehari-hari.
Keberadaanyaa terlihat dalam nilai-nilai yang ada dalam masyarakat tertentu, Nilai-nilai
tersebut menjadi pegangan hidup bagi masyarakat kemudian menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari masyarakat tersebut. Kemudian, kearifan lokal akan muncul dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat. Kearifan lokal masyarakat dapat ditemukan melalui
5
Trisna Sukmayadi, “Pendidikan Karakter Berbasis Permainan Tradisional Siswa SD Di Sumenep Madura,”
Prosisding Seminar Nasional “Optimalisasi Active Learning Dan Character Building Dalam Meningkatkan Daya
Saing Bangsa Di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA),” 2016, 1–16.
6
http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/9/17 /bd3.htm
7
C, “Nilai Kearifan Lokal Dalam Batik Tradisional,” n.d.
3
sejarah lokal, tradisi lisan maupun semboyan-semboyan kedaerahan yang melekat erat
dalam perilaku sehari-hari masyarakat.
Kondisi nyata yang terjadi dilapangan justru menunjukkan, siswa-siswa SMA Negeri
1 Dunggalio mulai sedikit mengalami pergeseran nilai pada era Global sekarang ini.
Sebagian besar siswa mulai kehilangan sopan santun mereka terhadap orang lain.
Globalisasi juga turut menggeser nilai gotong royong yang menjadi pilar utama budaya
bangsa Indonesia. Kegotong royongan kini telah berubah menjadi sikap Individualistis.
Hal ini terbukti dari observasi awal yang dilakukan oleh peneliti. Ketika kegiatan
kebersihan kelas dan lingkungan sekolah, hanya beberapa siswa saja yang aktif melakukan
kegiatan sedangkan mayoritas siswa tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Hal
ini tentu saja tidak sesuai dengan tujuan kota Gorontalo yaitu bersih. Hal lain yang
ditemukan peneliti yaitu permasalahan kedisiplinan dalam beribadah. Ketika sholat jumat
berjamaah di masjid sekolah, para siswa di sana tidak menyegerakan untuk berwudhu dan
segera masuk masjid. Akan tetapi, banyak diantara mereka duduk dan berbicara di depan
masjid. Hal ini tentunya tidak diharapkan oleh pihak sekolah, karena bertentangan dengan
visi dan misi sekolah untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa.
Pembelajaran PAI yang terintegrasi dengan kearifan lokal sangat tepat digunakan
sebagai media untuk menguatkan karakter peserta didik di SMA N 1 Dunggalio. Guru
harus mampu memasukkan nilai-nilai kearifan lokal kedalam proses pembelajaran PAI.
Pembelajaran sejarah berbasis kearifan lokal tentu akan berhasil apabila guru PAI
memahami wawasan kearifan lokal itu sendiri. Guru PAI yang kurang memahami makna
kearifan lokal, cenderung kurang sensitif terhadap kearifan budaya setempat.
Bahwasannya PAI adalah mata pelajaran yang tujuannya sebagai pendidikan nilai dan
moral pada akhirnya akan bermuara pada pengembangan watak atau karakter peserta didik
4
sesuai dengan nilai-nilai, moral, karakter Pancasila, serta sesuai dengan kaidah-kaidah
islam (hukum islam).
Hal ini berarti, pelajaran PAI semestinya dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi
sekarang ini. kesinambungan antara peristiwa masa lampau dan kondisi saat ini harus
selalu dijaga karena tidak ada peristiwa atau kejadian saat ini yang tidak ada kaitannya
dengan dengan peristiwa dimasa lal. Akan tetapi, pembelajaran PAI yang terjadi di
lapangan belum berjalan sesuai dengan harapan. Pembelajaran PAI lebih ditujukan untuk
mengetahui fakta sejarah umat muslim daripada nilai-nilai dan hukum yang terkandung
dalam peristiwa tersebut. Siswa mengetahui tentang peristiwa, tokoh-tokoh, waktu dan
tempat terjadinya, akan tetapi tidak semua tahu alasan dan nilai yang melatar belakangi
hukum islam yang seharusnya menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat muslim.
Ketika penerapan nilai-nilai kearifan lokal yang sesuai dengan nilai agama islam
pada pada setiap kegiatan ekstrakurikuler maupun didalam pembelajaran maka secara
tidak langsung siswa akan semakin memhami ajaran agama islam serta menerapkan nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan seiring berjalannya waktu, perkembangan
kecerdasan spiritual siswa akan semakin bertambah baik, karena disertai kesadaran dan
kemauan dalam menerapkan setiap nilai tersebut.
Pembelajaran PAI di kelas mengajarkan materi yang jauh dari realitas kehidupan
peserta didik. Peserta didik hanya dihadapkan pada serentetan hukum islam yang berkaitan
dengan budaya lokal. Materi PAI diajarkan layaknya sebuah cerita/pendakwaan yang
memaksa siswa untuk memahami hadist serta hukum islam. Hal ini menyebabkan
pembelajaran PAI terkesan kurang menarik dimata siswa. Hal ini terjadi dikarenakan
materi terlalu tertumpu pada uraian yang disampaikan oleh buku teks yang dipakai oleh
guru. Akibatnya pembelajaran PAI menjadi kurang bermakna. Padahal semestinya
pembelajaran PAI mempunyai misi sebagai pendidikan nilai dan moral yang bermuara
pada pendidikan karakter yang berkaitan dengan akhlak siswa.
B. Fokus Masalah
Berdasarkan Latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan diamati
adalah sebagai berikut:
5
1. Bagaimana prosedur program pengembangan karakter melalui internalisasi nilai-
nilai kearifan lokal pada pembelajaran PAI?
2. Faktor-faktor yang dapat mendukung pengembangan karakter?
3. Mengapa perlu adanya pengembangan karakter?
C. Rumusan Masalah
a. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan yang
hendak dicapai sebagai berikut :
6
2. Kegunaan Praktis
a. Siswa
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan penguatan karakter pada
siswa sebagai generasi penerus bangsa yang harus mengetahui nilai-nilai
kearifan lokal.
7
BAB II
A. Nilai Karakter
1. Paradigma Pendidikan Karakter
Hidayatullah (2010:23) yang menjelaskan bahwa pendidikan karakter
merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, oleh karena itu
pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk di lembaga
pendidikan. Idealnya penerapan pendidikan karakter dilembaga pendidikan
diintegrasikan dengan mata pelajaran yang memiliki muatan kearifan lokal sebagai
bagian dari pembentukan karakter bangsa. Salah satu mata pelajaran yang memiliki
kearifan lokal adalah sejarah.8
Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat
membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari
keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdaarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, adat istiadat, dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak (Samani dan
Hariyanto, 2011:41).9
Scerenko (1997) dalam Samani dan Hariyanto menyebutkan bahwa
pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan
cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan
melalui keteladanan, kajian (sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta
praktik emulasi.10 Emulasi merupakan usaha yang maksimal untuk mewujudkan
8
Nurratri Kurnia Sari and Linda Dian Puspita, “Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar,” Jurnal
Dikdas Bantara 2, no. 1 (2019), https://doi.org/10.32585/jdb.v2i1.182.
9
Syukrul Hamdi, “Membangun Karakter Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui CTL Berbasis
Kecerdasan Majemuk,” Prosiding Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika UNY, 2011.
10
Raja Jeldi Santoso et al., “Hubungan Program Dididikan Subuh Dalam Pengembangan Karakter Kemandirian
Beribadah Anak,” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9 (2019): 1689–99,
file:///C:/Users/User/Downloads/fvm939e.pdf.
8
hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari (Samani dan Hariyanto, 2011:45).11
Sementara itu, Hidayatullah (2010:23) menjelaskan bahwa pendidikan karakter
merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, oleh karena itu
pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk di lembaga
pendidikan. Idealnya penerapan pendidikan karakter dilembaga pendidikan
diintegrasikan dengan mata pelajaran yang memiliki muatan kearifan lokal sebagai
bagian dari pembentukan karakter bangsa. Salah satu mata pelajaran yang memiliki
kearifan lokal adalah sejarah.12
Mengacu pada pendapat tersebut diatas, maka karakter dapat dimaknai sebagai
nilai dasar yang membentuk kepribadian seseorang yang terbentuk dari interaksinya
dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan. Karakter tersebut akan diwujudkan
dalam sikap dan pola perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
11
Elastisitas Penyerapan Tenaga Kerja, “済無 No Title No Title No Title,” Angewandte Chemie International
Edition, 6(11), 951–952. 13, no. April (1967): 15–38.
12
Sari and Puspita, “Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar.”
13
I Wayan Rasna, “Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Bali Yang Relevan,” I. Rasna, 2016.
9
setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin,
antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien,
menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah,
cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki
kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu
bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi
perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan
perilaku). Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan
mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran,
emosi dan motivasinya (perasaannya).14
14
Sukmayadi, “Pendidikan Karakter Berbasis Permainan Tradisional Siswa SD Di Sumenep Madura.”
10
damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar
manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur,
tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner,
adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus
berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan
menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut
atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu
sendiri.15
4. Nilai-Nilai Karakter
15
“Integrasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa Pada Kegiatan Pembelajaran,” Icc, 2007, 13–24.
16
Hamam Burhanuddin, “Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Al Qur’an,” Al-Aufa: Jurnal Pendidikan Dan
Kajian Keislaman 1, no. 1 (2019): 1–9, https://doi.org/10.36840/alaufa.v1i1.217.
17
Burhanuddin.
11
Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional (2011) dalam kaitannya
dengan pengembangan budaya sekolah yang dilaksanakan dalam kaitan pengembangan
karakter, menyarankan empat hal yang meliputi:
a. Kegiatan rutin
Merupakan kegiatan yang dilaksanakan peserta didik secara
terus-menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya upacara bendera
setiap hari senin, salam dan salim didepan pintu gerbang sekolah,
piket kelas, salat berjamaah, berdoa sebelum dan sesudah jam
pelajaran berakhir, berbaris saat masuk kelas dan sebagainya.18
b. Kegiatan spontan
Bersifat spontan, saat itu juga, pada waktu terjadi keadaan
tertentu, misalnya mengumpulkan sumbangan bagi korban bencana
alam, mengunjungi teman yang sakit atau sedang tertimpa musibah,
dan lain-lain.
c. Keteladanan
Timbulnya sikap dan perilaku peserta didik karena meniru
perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan disekolah, bahkan
perilaku seluruh warga sekolah yang dewasa lainnya sebagai model,
termasuk misalnya petugas kantin, satpam sekolah, penjaga sekolah,
dan sebagainya. Dalam hal ini akan dicontoh oleh siswa misalnya
kerapian baju para pengajar, guru BK dan kepala sekolah, kebiasaan
para warga sekolah untuk disiplin, tidak merokok didepan siswa,
tertib dan teratur, tidak terlambat masuk sekolah, saling peduli dan
kasih sayang, perilaku yang sopan santun, jujur, dan biasa bekerja
keras.
d. Pengondisian
Penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan
pendidikan karakter, misalnya kondisi meja guru dan kepala sekolah
yang rapi, kondisi toilet yang bersih, tersedianya tempat sampah yang
cukup beragam, halaman sekolah yang hijau penuh pepohonan, tidak
ada puntung rokok di sekolah.
18
Ulfah Fajarini, “Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter,” Elihami, E., & Syahid, A. (2018).
PENERAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER PRIBADI YANG
ISLAMI. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 2(1), 79-96. Https://Doi.Org/10.33487/Edumaspul.V2i1.17 1, no. 2
(2014), https://doi.org/10.15408/sd.v1i2.1225.
12
berdasarkan berbagai tinjauan pustaka tersebut diatas dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa pendidikan karakter atau pendidikan budi pekerti dapat
dimaknai sebagai upaya membentuk sikap dan perilaku peserta didik atau siswa
agar sesuai dengan nilai-nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia, sikap dan
perilaku itu tercermin dalam nilai-nilai yang terkandung dalam agama, pancasila,
adat istiadat maupun kearifan lokal dan sejarah bangsa.19
Berdasarkan kajian Teori diatas tersebut, maka yang dimaksud dengan Nilai
Karakter dalam penelitian ini adalah merupakan suatu sifat atau sesuatu hal yang
dianggap penting dan berguna dalam kehidupan manusia, utamanya pada peserta
didik. Nilai karakter juga dapat dijadikan petunjuk atau pedoman dalam
berperilaku.
Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha
manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap
terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian
di atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan
seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai
hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah
istilah wisdom sering diartikan sebagai ‘kearifan/kebijaksanaan’. Local secara
spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas
pula. Sebagai ruang interaksi yang sudah didesain sedemikian rupa yang di dalamnya
melibatkan suatu pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia
dengan lingkungan fisiknya. Pola interaksi yang sudah terdesain tersebut disebut
settting. Setting adalah sebuah ruang interaksi tempat seseorang dapat menyusun
hubungan-hubungan face to face dalam lingkungannya. Sebuah setting kehidupan
yang sudah terbentuk secara langsung akan memproduksi nilai-nilai. Nilai-nilai
19
Fajarini.
13
tersebut yang akan menjadi landasan hubungan mereka atau menjadi acuan tingkah-
laku mereka (http://ibda.files.wordpress.com/2008/04/2-landasan-keilmuan-kearifan-
lokal.pdf 20diakses pada tanggal 13 November 2021).
rakyat) dan karya-karya sastra, seperti babad, suluk, tembang, hikayat, lontarak dan
lain sebagainya (Restu Gunawan, 2008).22
Sementara itu, Nurma Ali Ridwan menjelaskan kearifan lokal sebagai nilai-
nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai yang diyakini kebenarannya
dan menjadi acuan dalam bertingkah-laku sehari-hari masyarakat setempat. Oleh
karena itu, sangat beralasan jika Greertz mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan
entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya.
20
http://ibda.files.wordpress.com/2008/04/2-landasan-keilmuan-kearifan-lokal.pdf
21
http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/9/17/bd3.htm
22
Rasna, “Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Bali Yang Relevan.”
14
Hal itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan kreativitas dan
pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya adalah yang menentukan dalam
pembangunan peradaban masyarakatnya (Ridwan, 2007:2).23
Nilai nilai kearifan lokal dapat dipetik dari berbagai hasil kebudayaan
yang menjadi warisan masyarakat, diantaranya: upacara adat, cagar budaya,
pariwisata alam, transportasi tradisional, permainan tradisional, prasarana budaya,
pakaian adat, warisan budaya, museum, lembaga buadaya, kesenian, desa budaya,
kesenian dan kerajinan, cerita rakyat, dolanan anak, wayang. Sumber kearifan lokal
yang lain dapat berupa lingkaran hidup orang jawa yang meliputi tradisi-tradisi seperti
tingkeban, upacarakelahiran, sunatan, perkawinan dan kematian (Wagiran, 2012:4).24
23
Fajarini, “Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter.”
24
http://repository.upy.ac.id/id/eprint/1242
25
http://repository.upy.ac.id/id/eprint/1242
15
islam. Hal ini karena, peneliti ingin membatasi ruang lingkup kajian agar terfokus
pada hal-hal yang berkaitan dengan PAI.
26
Elihami, E., & Syahid, A. (2018). PENERAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MEMBENTUK KARAKTER PRIBADI YANG ISLAMI. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 2(1), 79-96.
https://doi.org/10.33487/edumaspul.v2i1.17.
27
Abdul Majid, “Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”, (Bandung: Rosdakarya,
2012), 270.
16
Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan guru
secara terpadu dalam desain instruksional (instructional design) untuk membuat
siswa atau peserta didik belajar secara aktif (student active learning), yang
menekankan pada penyediaan pada sumber belajar.
28
Fathul Amin, “Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam,” Tadris : Jurnal Penelitian Dan
Pemikiran Pendidikan Islam 12, no. 2 (2019): 33–45, https://doi.org/10.51675/jt.v12i2.22.
17
g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di
bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal
sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.29
29
Majid, “Belajar dan pembelajaran” op.cit., 15-16.
30
Lias Hasibun, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada, 2010), 37.
18
3) Tujuan Kurikuler, adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau
mata pelajaran. Tujuan kurikuler juga pada dasarnya merupakan tujuan antara
untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan
kurikuler harus dapat mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan
institusional.31
Tujuan pembelajaran dapat disebut juga dengan istilah tujuan kurikuler. Tujuan
kurikuler dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak
didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu
dalam satu kali pertemuan. Tujuan ini dapat dispesifikasikan ke dalam tujuan
pembelajaran umum dan khusus. Tujuan pembelajaran umum yaitu berupa tujuan
yang dicapai untuk satu semester, sedangkan tujuan pembelajaran khusus adalah
yang menjadi target pada setiap kali tatap muka. Karena hanya guru yang
memahami kondisi lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang akan
melakukan pembelajaran disuatu sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajaran
merupakan hak guru.32
31
Sisdiknas (UU RI No. 20 Th. 2003), Cet. V (Jakarta:Sinar Grafika, 2013),
32
Lias Hasibun, Kurikulum. loc.cit
33
Abudin Nata, “Ilmu Pendidikan Islam”, Cet. II, (Jakarta: Kencana, 2010),
34
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 23.
19
Keimanan; menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan
keyakinan, serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai asma’ul husna sesuai
dengan kemampuan peserta didik;
Akhlak; menekankan pada pengamalan sikap terpuji dan menghindari akhlak tercela;
Fiqih/Ibadah; menekankan pada cara melakukan ibadah dan mu’amalah yang baik dan
benar; dan
Tarikh dan Kebudayaan Islam; menekankan pada kemampuan mengambil pelajaran
(ibrah) dari peristiwa- peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh muslim
yang berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena-fenomena sosial, untuk
melestarikan dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia
dengan sesama manusia, dan ketiga hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta
hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.Ruang lingkup
Pendidikan Agama Islam juga identik dengan aspek-aspek Pendidikan Agama Islam
karena materi yang terkandung didalamnya merupakan perpaduan yang saling
melengkapi satu dengan yang lainnya.
Cakupan tersebut setidaknya menggambarkan bahwa ruang lingkup
Pendidikan Agama Islam diharapkan dapat mewujudkan keserasian, keselarasan dan
keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia,
makhluk lainnya maupun lingkungannnya.
Apabila dilihat dari segi pembahasannya maka ruang lingkup Pendidikan
Agama Islam yang umum dilaksanakan di sekolah adalah Ilmu Tauhid / Aqidah, Ilmu
Fiqih, Al-Qur‟an, Al-Hadist, Akhlak dan Tarikh Islam35[9]. Masing masing mata
pelajaran tersebut saling terkait dan saling melengkapi, Al Qur’an merupakan sumber
utama ajaran Islam dalam arti ia merupakan sumber akhlaq, syari’ah/fikih (ibadah,
muamalah). sehingga kajiannya berada di setiap unsur tersebut. Akidah (usuluddin)
atau keimanan merupakan akar atau pokok agama. Syariah/fikih (ibadah, muamalah)
dan akhlakbertitik tolak dari akidah, yakni sebagai manifestasi dan konsekuensi dari
akidah (keimanan dan keyakinan hidup). Syari’ah/fikih merupakan sistem norma
(aturan) yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia dan dengan
makhluk lainnya. Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup
manusia, dalam arti bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah (ibadah dalam arti khas) dan hubungan manusia dengan manusia dan
35
20
lainnya (muamalah) itu menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia dalam
menjalankan sistem kehidupannya (politik, ekonomi, sosial, pendidikan,
kekeluargaan, kebudayaan/seni, iptek, olahraga/kesehatan, dan lain-lain) yang
dilandasi oleh akidah yang kokoh. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan
perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke masa dalam usaha
beribadah, bermuamalah, dan berakhlak serta dalam mengembangkan sistem kehidu-
pannya yang dilandasi oleh akidah.36
21
kedalam kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI). Nilai yang perlu ditanamkan,
yakni sebagai pemeluk agama yang rahmatan lil alamin, maka sudah sepantasnya
berbuat kasih sayang ke sesama manusia dengan tidak suku, ras, warna kulit, dan
golongan. Keragaman yang ada di Indonesia dapat diambil sebagai studi kasus
dengan mengambil prinsip yang telah diajarkan oleh Rasulullah bahwa manusia itu
layaknya barisan sisir-sisir yang memiliki kedudukan yang sama, dan tidak ada
yang membedakannya kecuali ketakwaannya, sedangkan takwa itu sendiri, hanya
Allah Swt yang berhak menilainya.
E. Penelitian Relavan
Dalam penulisan proposal ini, sebelumnya penulis menelaah beberapa hasil proposal
yang berkaitan dengan apa yang penulisa akan paparkan dalam proposal penelitian ini
nantinya. Adapun proposal yang telah ada sebelumnya memberikan gambaran umum
tentang sasaran yang akan penulis sajikan dalam proposal ini dengan melihat posisi
proposal yang telah aada yang nantinya dapat menghadirkan kesamaan dari proposal yang
telah ada sebelumnya. Sehubungan dengan ini, ada beberapa proposal yang secara tidak
langsung berkaitan dengan pembahasan proposal penelitian ini, diantaranya:
Pertama, Nasehudin. 2017. Dengan judul penelitian Implementasi Nilai-Nilai
Kearifan Lokal Masyarakat Cigugur Kuningan Sebagai Sumber Pembelajaran IPS.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Studi Kasus melalui
pendekatan Kualitatif dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut, implementasi
38
Muflihin.
22
nilai-nilai kearifan lokal pada masyarakat Cigugur Kuningan sudah dilaksanakan
dengan semaksimal mungkin, dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan juga
pengawasan, hal ini dapat di lihat dari adat kebiasaan mereka dari yang kurang baik
menjadi baik, seperti adanya ritual sesajean yang diubah menjadi doa syukuran yang
berkedok islami. Perbedaan mendasar dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian
ini membahas kearifan lokal atau adat istiadat pada masyarakat Cigugur Kuningan
sedangkan pada usulan penelitian ini akan mencakup Nilai-nilai kearifan lokal pada
pembelajaran PAI, lokasi penelitian juga menjadi bagian pembeda penelitian ini.
Sebab pada usulan penelitian ini hanya menggunakan kajian pustaka.
Kedua, Winda Luthfia Putri. 2017. Dengan judul penelitian Peran Guru
Dalam Pelaksanaan Pendidikan Karakter Di SMA Negeri 5 Kota Tegal. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Studi Kasus melalui pendekatan
Kualitatif dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut, peran guru dalam
pelaksanaa pendidikan karakter sudah dilaksanakan dengan semaksimal mungkin, dari
tahap perencanaan, pelaksanaan dan juga pengawasan, hal ini dapat dilihat dari
perubahan sikap dari karakter siswa dari yang kurang baik ke yang baik, seperti
adanya sikap kebiasaan datang tepat waktu, saling sapa dan senyum baik sesama
teman maupun guru, hormat kepada guru, mematuhi tata tertib, berdoa sebelum
memulai pembelajaran, dan shalat tidak perlu di perintah guru lagi. Perbedaan
mendasar dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini membahas peran guru
dalam pelaksanaan pendidikan karakter sedangkan pada usulan penelitian ini akan
mencakup upaya penguatan karakter, lokasi penelitian juga menjadi bagian pembeda
penelitian ini. Sebab pada usulan penelitian ini hanya menggunakan kajian pustaka.
23
penelitian ini akan mencakup upaya penguatan karakter, lokasi penelitian juga
menjadi bagian pembeda penelitian ini. Sebab pada usulan penelitian ini hanya
menggunakan kajian pustaka.
F. Kerangka Berpikir
24
Sub Fokus: Pendidikan Karakter
Cara berpikir dan berperilaku peserta didik khususnya pada aspek: Relegius, jujur,
sopan santun, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Gambar..
Kerangka Berpikir (Logical Frame) Penelitian
25
26
Penguatan Pendidikan Karakter cukup kompleks. Amanah Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanahkan
tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan beertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, berakal sehat, berilmu, cakap, kreatif, serta bertanggung jawab.
Pencapaian Tujuan ini sejalan dengan ajaran agama Islam yang merupakan salah
satu sumber penguatan karakter bagi peserta didik di sekolah. Pengembangan
karakter dapat di integrasikan melalui penguatan mata pelajaran, pada pendidikan
agama Islam serta program pengembangan keagamaan melalui kegiatan kajian
yang dapat dilakukan melalui kegiatan intra dan ekstrakurikuler sekolah.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
39
Katrin Pelzer et al., “No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に
関する共分散構造分析 Title,” Solid State Ionics 2, no. 1 (2017): 1–10,
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0167273817305726%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/s
41467-017-01772-
1%0Ahttp://www.ing.unitn.it/~luttero/laboratoriomateriali/RietveldRefinements.pdf
%0Ahttp://www.intechopen.com/books/spectroscopic-analyses-developme.
28
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
atau memberikan gambaran secermat mungkin, mengenai Upaya
Penguatan Karakter Melalui Internalisasi Nilai-Nilai kearifan Lokal Pada
Pembelajaran PAI. Adapun beberapa alasan peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif, antara lain :
1. Dalam penelitian ini, peneliti ingin memfokuskan pada bagaimana nilai-
nilai karakter yang ditanamkan pada pendidikan karakter.
2. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat internalisasi nilai-nilai
kearifan lokal pada pembelajaran PAI.
B. Sumber Data
1. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh penulis untuk mendukung
data primer. Data sekunder ini seperti buku-buku mengenai teori-teori
perpustakaan, teori psikologi pendidikan, dan buku-buku lain sejenis yang
40
I Wayan Suwendra, Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu Sosial, Pendidikan,
Kebudayaan, Dan Keagamaan, NilaCakra Publishing House, Bandung, 2018,
yusuf.staff.ub.ac.id/files/2012/11/Jurnal-Penelitian-Kualitatif.pdf.
29
berhubungan dengan kenyamanan membaca pemustaka. Oleh karena itu
peneliti menggunakan data sekunder dengan mengunakan referensi
mendeley online dan buku-buku mengenai pendidikan karakter serta
kearifan lokal.41
41
Oster Suriani Simarmata et al., “Determinan Kejadian Komplikasi Persalinan Di Indonesia:
Analisis Data Sekunder Riset Kesehatan Dasar 2010,” Jurnal Kesehatan Reproduksi 5, no. 3 (2015),
https://doi.org/10.22435/kespro.v5i3.3894.165-174.
30
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data.”(Sugiyono,2005:62). Teknik pengumpulan data
sangat diperlukan dalam suatu penelitian karena hal tersebut
digunakan penulis untuk mendapatkan data yang akan diolah sehingga
bisa ditarik kesimpulan. Terdapat bermacam teknik pengumpulan data
yang biasa dipakai dalam melakukan penelitian. Berikut adalah teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini:
42
Yogie Aditya, Andhika Pratama, and Alfian Nurlifa, “Studi Pustaka Untuk Steganografi Dengan
Beberapa Metode,” Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2010 (SNATI 2010) 2010, no.
Snati (2010): 32–35.
31
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.”
Aktivitas analisis data yaitu data reduction, data display, dan
conclusion drawing/verification.43
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Data yang
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Dalam penelitian ini,
data diperoleh melalui kajian pustaka kemudian data tersebut
dirangkum sehingga akan memberikan gambaran yang relavan.
2. Data Display (Penyajian Data)
Langkah selanjutnya setelah data direduksi adalah data
display atau menyajikan data. Dalam penulisan kualitatif,
penyajian data bisa dilakukan dengan bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya, tetapi yang paling
sering digunakan adalah teks yang bersifat naratif.
Penyajian data dilakukan dengan mengelompokkan data
sesuai dengan sub bab-nya masing-masing. Data yang telah
didapatkan dari hasil sumber tulisan maupun dari sumber pustaka
dikelompokkan.
3. Conclusion Drawing/Verification (Simpulan/Verifikasi)
Langkah yang terakhir dilakukan dalam analisis data
kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Simpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah apabila tidak ditemukan bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya. Simpulan dalam
penulisan kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya
43
Ahmad Rijali, “Analisis Data Kualitatif,” Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah 17, no. 33 (2019): 81,
https://doi.org/10.18592/alhadharah.v17i33.2374.
32
belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu obyek yang sebelumnya kurang jelas sehingga menjadi
jelas setelah diteliti.
F. Tahap-Tahap Penelitian
1. Tahap-Tahap Penelitian Kepustakaan
Adapun tahap-tahap yang harus ditempuh penulis dalam
penelitian kepustakaan adalah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan bahan-bahan penelitian. Karena dalam
penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka bahan yang
dikumpulkan adalah berupa informasi atau data empirik yang
bersumber dari buku-buku, jurnal, hasil laporan penelitian resmi
maupun ilmiah dan literatur lain yang mendukung tema
penelitian ini.
b. Membaca bahan kepustakaan. Kegiatan membaca untuk tujuan
penelitian bukanlah pekerjaan yang pasif. Pembaca diminta
untuk menyerap begitu saja semua informasi “pengetahuan”
dalam bahan bacaan melainkan sebuah kegiatan ‘perburuan’
yang menuntut keterlibatan pembaca secara aktif dan kritis agar
bisa memperoleh hasil maksimal.Dalam membaca bahan
penelitian, pembaca harus menggali secara mendalam bahan
bacaan yang memungkinkan akan menemukan ide-ide baru yang
terkait dengan judul penelitian.
c. Membuat catatan penelitian. Kegiatan mencatat bahan penelitian
boleh dikatakan tahap yang paling penting dan barang kali juga
merupakan puncak yang paling berat dari keseluruhan rangkaian
penlitian kepustakaan. Kerena pada akhirnya seluruh bahan yang
telah dibaca harus ditarik sebuah kesimpulan dalam bentuk
laporan.
33
d. Mengolah catatan penelitian. Semua bahan yang telah dibaca
kemudian diolah atau dianalisis untuk mendapatkan suatu
kesimpulan yang disusun dalam bentuk laporan penelitian.
44
Yuyun Yunita and Abdul Mujib, Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam, Jurnal TAUJIH, vol.
14, 2021, https://doi.org/10.53649/jutau.v14i01.309.
45
Fadlullah, S.Ag., MSI “islam dan kearifan lokal”
34
penelitian kualitatif yang lain. Yang menjadi perbedaan hanyalah sumber
data atau informasi yang dijadikan sebagai bahan penelitian.
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang
mendalam, suatu data yang mengandung makna. Penulis dalam penelitian
ini akan menggali makna dari informasi atau data empirik yang didapat
dari buku-buku, hasil laporan penelitian ilmiah atau pun resmi maupun
dari literatur yang lain.46
DAFTAR PUSTAKA
46
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009,
hlm. 8-13.
35
A. Sumber Jurnal
Aditya, Yogie, Andhika Pratama, and Alfian Nurlifa. “Studi Pustaka Untuk
Steganografi Dengan Beberapa Metode.” Seminar Nasional Aplikasi
Teknologi Informasi 2010 (SNATI 2010) 2010, no. Snati (2010): 32–35.
36
Hamdi, Syukrul. “Membangun Karakter Siswa Dalam Pembelajaran Matematika
Melalui CTL Berbasis Kecerdasan Majemuk.” Prosiding Seminar Nasional
Matematika Dan Pendidikan Matematika UNY, 2011.
Rasna, I Wayan. “Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Bali Yang Relevan.” I.
Rasna, 2016.
Rijali, Ahmad. “Analisis Data Kualitatif.” Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah 17,
no. 33 (2019): 81. https://doi.org/10.18592/alhadharah.v17i33.2374.
37
Kabupaten Kudus.” Journal of Educational Social Studies 1, no. 2 (2012).
Santoso, Raja Jeldi, عذرا ربانی, Paul Strathern, Ö Äüôú, Paul Strathern, Maria
Helena Geordane, Francisco De Assis Mendonça, et al. “Hubungan Program
Dididikan Subuh Dalam Pengembangan Karakter Kemandirian Beribadah
Anak.” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9 (2019):
1689–99. file:///C:/Users/User/Downloads/fvm939e.pdf.
Simarmata, Oster Suriani, Sudikno Sudikno, Kristina Kristina, and Dina Bisara.
“Determinan Kejadian Komplikasi Persalinan Di Indonesia: Analisis Data
Sekunder Riset Kesehatan Dasar 2010.” Jurnal Kesehatan Reproduksi 5, no.
3 (2015). https://doi.org/10.22435/kespro.v5i3.3894.165-174.
Yunita, Yuyun, and Abdul Mujib. Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam.
Jurnal TAUJIH. Vol. 14, 2021. https://doi.org/10.53649/jutau.v14i01.309.
B. Sumber Internet
http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/9/17 /bd3.htm
http://ibda.files.wordpress.com/2008/04/2-landasan-keilmuan-kearifan-lokal.pdf
38
http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/9/17/bd3.htm
http://repository.upy.ac.id/id/eprint/1242
https://andybudicahyono.blogspot.com/2018/06/makalah-ruang-lingkup-dan-
karakteristik.html
C. Sumber Buku
39
OUTLINE SKRIPSI
Rencana penelitian skripsi ini akan terdiri dari lima (5) Bab terdiri dari
Pendahuluan, Kajian Teori, Metodologi Penelitian, Hasil Penelitian dan Penutup.
Berikut uraiannya :
BAB I : PENDAHULUAN, terdiri dari : (A) Latar Belakang Masalah, (B)
Fokus dan Sub Fokus Penelitian, (C) Rumusan Masalah dan (D) Tujuan dan
Kegunaan Penelitian.
BAB II : LANDASAN TEORI, akan membahas tentang : (A) Nilai
Karakter (B) Nilai-Nilai Kearifan Lokal (C) Pembelajaran PAI (D) Nilai-nilai
Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Agama Islam (E) Kajian Penelitian Relavan
(F) Kerangka Berfikir (Logical Frame Work).
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN, meliputi : Jenis dan
Pendekatan Penelitian, Sumber Data, Subjek dan Objek Penelitian, Teknik
Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data dan Tahap-tahap Penelitian.
BAB IV : HASIL PENELITIAN, akan membahas mengenai : (A)
Gambaran Umun pengkajian pustaka : membahasa mengenai upaya seorang
pengajar untuk meningkatkan karakter terhadap peserta didik melalui internalisasi
nilai-nilai kearifan lokal pada pembelajaran PAI. (B) Pelaksanaan pendidikan
karakter yang di terapkan di setiap sekolah. (C) Nilai-Nilai Pendidikan Agama
Islam dan kearifan lokal dalam dalam meningkatkan mutu karakter yang baik bagi
peserta didik.
BAB V : PENUTUP, terdiri dari : Kesimpulan dan Saran. Penelitian ini juga
dilengkapi dengan DAFTAR PUSTAKA, PEDOMAN WAWANCARA dan
DAFTAR LAMPIRAN OBSERVASI.
40
PEDOMAN WAWANCARA
Kami sangat menghargai waktu yang anda gunakan untuk menjadi Informan
penelitian ini. Jawaban Bapak/Ibu/Saudara akan kami jaga kerahasiannya serta
identitas akan kami jaga sesuai dengan etika penelitian.
Berikut pedoman wawancara :
1. Apakah yang dimaksud dengan kearifan lokal ?
2. Mengapa perlu adanya upaya penguatan karakter?
3. Apa saja metode dalam menerapkan pendidikan karakter?
4. Siapa saja yang melaksanakan upaya penguatan karakter pada
pembelajaran PAI tersebut ?
5. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran PAI ?
6. Mengapa harus dilaksanakan pendidikan karakter ?
7. Pada tahun berapakah program penerapan pendidikan karakter ini
diterapkan?
41
8. Apa makna dari pendidikan karakter?
9. Apa nilai pendidikan agama Islam yang terdapat dalam nilai-nilai
kearifan lokal pada pembelajaran PAI?
10. Apa nilai kearifan lokal sudah mengacu pada hukum islam?
42
PEDOMAN OBSERVASI
43