Dosen:
Inggrid Dirgahayu, S. Kp.,M.Kep
Disusun:
Kelompok 2, Kelas b
ii
KATA PENGANTAR
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan...............................................................................52
3.2 Saran.........................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................53
BAB I
PENDAHULUAN
1
6. Apa yang dimaksud Fokus Group Discussion?
7. Apa yang dimaksud Triangulasi?
8. Apa yang dimaksud Saturasi Data?
9. Bagaimana Penyusunan transkrip verbatim?
Keperawatan &
Aplikasi tenaga profesional
lainnya
pendekatan fenomenolog
Etnografi Grounded
A. Pendekatan Fenomenologi
Fenomenologi merupakan suatu pendekatan riset dan suatu filosofi eropa
yang diperkenalkan pertama kali pada awal abad ke-20 oleh Edmund Husserl
tepatnya pada tahun 1859-1938. Pendapat Husserl tentang perspektif
fenomenologi adalah memberikan deskripsi, refleksi, interpretasi, dan modus
riset yang menyampaikan intisari dari pengalaman kehidupan individu yang
diteliti. Fenomenologi berkontribusi mendalami pemahaman tentang berbagai
perilaku, tindakan, dan gagasan masing-masing individu terhadap dunia
kehidupannya melalui sudut pandangnya yang diketahui dan diterima secara
benar. Van Manen (2007) menjelaskan yang dimaksud pengalaman individu
berdasarkan pendekatan fenomenologi adalah berbagai persepsi individu tentang
keberadaannya di dunia, kepercayaan dan nilai- nilai yang dimilikinya tentang
sesuatu dari sudut pandangnya.
Para fenomenologis menyatakan bahwa pengalaman yang dimaksud
untuk dapat diteliti dengan pendekatan fenomenologi adalah pengalaman yang
bersifat universal yang dialami oleh seorang individu terhadap suatu fenomena
yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, pengalaman para
perempuan menjalani peran sebagai seorang ibu. Umumnya dari perempuan
tersebut memiliki pengalaman antara lain mengorbankan kesenangan pribadi,
waktu, dan tenaganya untuk merawat anaknya merupakan pengalaman universal
yang dialami setiap perempuan sebagai seorang ibu (Afiyanti, 2002).
Selanjutnya, peneliti mengumpulkan informasi atau data dari para perempuan
yang mengalami pengalaman tersebut. Hasil temuan merupakan penjelasan-
penjelasan tentang “apa” dan “bagaimana” para perempuan mengalami
pengalamannya tersebut.
Fokus pendekatan fenomenologi adalah memahami keunikan fenomena
dunia kehidupan individu, bahwa realitas dunia kehidupan masing-masing
individu itu berbeda, dalam hal ini adalah respons-respons yang unik dan spesifik
yang dialami tiap individu termasuk interaksinya dengan orang lain, untuk
selanjutnya mengeksplorasi makna atau arti dari fenomena tersebut.
Tujuan studi fenomenologi adalah mendeskripsikan, menginterpretasikan
dan menganalisis data secara mendalam, lengkap, dan terstruktur untuk
memperoleh intisari (essence) pengalaman hidup individu membentuk kesatuan
makna atau arti dari pengalaman hidup tersebut dalam bentuk cerita, narasi, dan
bahasa/perkataan masing-masing individu. Oleh karena itu, fenomenologi sering
dihubungkan dengan istilah hermeneutics (ilmu tentang interpretasi dan
eksplanasi).
Pendekatan fenomenologi menggunakan penjelasan-penjelasan secara
rinci sehingga menghasilkan deskripsi padat (thick description) dan analisis yang
rinci tentang berbagai pengalaman (seperti apa) yang dialami individu dalam
dunia kehidupannya dan suatu situasi atau peristiwa (bagaimana) yang dialami
seorang individu sehingga dapat memperoleh intisari (essence) dari pengalaman
tersebut dengan menambahkan berbagai persepsi (Sandelowski, 2004).
Interpretasi dan analisis hasil-hasil temuannya memungkinkan peneliti
mengungkapkan suatu deskripsi tentang intisari dari situasi atau fenomena yang
dialami masing-masing individu, sekagus melalui perspektif mereka bersama
sebagai pemahaman yang universal.
Khusus pendekatan fenomenologi deskripsi, peneliti wajib melakukan
“braketing” yaitu usaha yang dilakukan peneliti untuk menyimpan dan
mengurung asumsi, pengetahuan dan kepercayaannya tentang segala hal yang
diketahuinya tentang fenomena yang sedang diteliti selama melakukan riset
dengan tujuan agar memperdalam pemahaman peneliti tentang fenomena yang
sedang dipelajari (Straubert & Carpenter, 2012). Peran peneliti adalah memberi
penjelasan berupa deskripsi dan interpretasi fenomena tersebut berdasarkan sudut
pandang para partisipannya.
Pertanyaan mendasar pendekatan fenomenologi adalah apa atau seperti
apa arti/makna, struktur, dan intisari dari pengalaman yang dialami oleh seorang
individu atau sekelompok individu tentang realitas dunia kehidupannya. Sebagai
contoh studi fenomenologi yang dilakukan oleh Afiyanti (2002) tentang
pengalaman perempuan pertama kali menjadi ibu pada sekelompok perempuan
di daerah pedesaan di Indonesia, memiliki pertanyaan penelitian berikut
pengalaman seperti apa yang dialami para
perempuan yang pertama kali menjadi ibu? dan bagaimana para
perempuan tersebut menjalani peran mereka menjadi seorang ibu yang baik untuk
anak mereka?
1. Berbagai Jenis Pendekatan Fenomenologi
Semua ahli fenomenologi memiliki suatu keyakinan bahwa manusia
atau individu memiliki cara yang unik dalam menjalani kehidupan sosialnya
dan cara-cara menginterpretasikannya. Pendekatan fenomenologi memiliki
lebih dari satu bentuk pendekatan, namun, perdekatan tersebut memiliki
komponen yang sama. Van Manen (2011) mengklasifikasikan empat
pendekatan fenomenologi sebagai berikut:
a. Fenomenologi transenden: berfokus pada berbagai pengalaman individu
yang bersifat universal. Istilah transenden lebih dikenal dengan sebutan
fenomenologi deskriptif (Moustakas, 1994) yaitu filosofi fenomenologi
yang mengeksplorasi secara langsung, menganalisis, dan mendeskripsikan
fenomena yang diteliti melalui pengungkapan intuisi peneliti secara
maksimal (Polit & Beck, 2012) terhadap fenomena yang diteliti. Filosofi
fenomenologi ini mengharuskan peneliti melakukan proses bracketing
(peneliti mengurung asumsi dan pengetahuan tentang fenomena yang
dipelajari) untuk dapat memberikan gambaran secara utuh tentang seperti
apa dan bagaimana para partisipan mengalami situasi dan fenomena yang
dialaminya dalam realitas kehidupan sosialnya berdasarkan sudut pandang
para partisipan tersebut.
b. Fenomenologi linguistik: berfokus mempelajari suatu perspektif bahwa
bahasa dan wacana merupakan sarana untuk menyampaikan hubungan
antara suatu pemahaman, budaya, riwayat sejarah, identitas, dan kehidupan
manusia.
c. Fenomenologi eksistensial: pendekatan ini mengharuskan peneliti tidak
memisahkan diri dari dunia kehidupan partisipannya. Istilah “Being –in-the
–world” adalah realitas yang diterima. Hubungan resiprosikal antara peneliti
dengan partisipan atau fenomena yang diteliti meliputi semua pikiran,
keinginan, usaha, dan berbagai tindakan dalam kehidupan nyata adalah
situasi atau keadaan manusia itu sendiri.
d. Fenomenologi hermeneutik: pendekatan yang mengasumsikan temuan-
temuan risetnya tidak murni hasil deskripsi tapi lebih merupakan interpretasi
peneliti. Smith, et al. (2009) menyatakan bahwa saat ini hermaneutik
fenomenologi telah dikembangkan menjadi analisis fenomenologikal
interpretatif (Interpretative Phenomenological Analysis). Satu perbedaan
nyata antara fenomenologi transenden/deskriptif dan interpretatif adalah
bahwa pendekatan fenomenologi interpretatif tidak mengharuskan
penelitinya melakukan bracketing dengan alasan tidak dimungkinkan
seorang mensupresi keyakinan dan pengetahuannya tentang fenomena yang
sedang dipelajarinya (Heidegger, 1962 dalam Polit & Beck, 2012).
2. Peran Peneliti
Pendekatan fenomenologi merupakan metode yang menginformasikan
pengalaman hidup individu secara universal. Seorang fenomenologis wajib
berusaha memahami fenomena yang diteliti (intisari seperti apa dan bagaimana
individu berada pada kehidupan nyata) kemudian menuliskan pemahamannya
tersebut menjadi suatu gambaran fenomena yang diteliti. Peneliti memiliki
peran mentransformasi informasi-informasi pengalaman hidup tersebut ke
dalam bentuk tulisan. Untuk dapat mentransformasi informasi-informasi
tersebut ke dalam bentuk tulisan, beberapa kemampuan wajib dimiliki oleh
peneliti fenomenologi, di antaranya kemampuan menciptakan kesempatan
kepada para partisipan untuk dapat berbagi pengalaman tersebut kepada orang
lain. Selanjutnya, peneliti memiliki kemampuan berkomunikasi dengan jelas
dan membuat partisipannya nyaman saat menceritakan atau berbagi
pengalamannya. Selain itu, sebagai instrumen penelitiannya, peneliti
fenomenologi perlu memiliki peran yang efektif dalam memfasilitasi proses
pengumpulan data penelitiannya dengan memiliki peran mengenal masing-
masing karakter para partisipannya berdasarkan jender, usia, karakter bicara,
dan karakter-karakter lainnya dari para partisipannya.
3. Elemen Dasar Pendekatan Fenomenologi
Terdapat sejumlah karakteristik yang lazim atau bersifat umum dalam
pendekatan fenomenologi yang membedakan dengan riset kualitatif lainnya,
meliputi pengungkapan dasar filosofi, melakukan bracketing, berfokus pada
satu fenomena utama, tidak memerlukan banyak sampel agar lebih mendalami
dan memahami fenomena yang diteliti, analisis data dilakukan secara tematik.
Sampel purposif yaitu seleksi partisipan, situasi atau unit waktu harus
berorientasi pada tujuan penelitian atau berdasarkan kriteria (criterion- based-
sampling) sangat umum digunakan pada riset fenomenologi. Metode sampling
ini menyeleksi para calon partisipan berdasarkan kepemilikan kekayaan
informasi tentang pengalaman khusus/tertentu dari para calon partisipan
tersebut dengan tujuan saling berbagi pengalaman atau pengetahuan tentang
fenomena yang diteliti dengan cara menceritakan atau membagi pengalaman
dan pengetahuannya tersebut kepada orang lain/pembaca.
Metode fenomenologi memungkinkan peneliti menyeleksi karakteristik
partisipan yang heterogen untuk lebih memperdalam pemahaman terhadap
fenomena yang diteliti dengan besar sampel biasanya sekitar 3 sampai 15
partisipan. Peneliti, dalam memilih sampel harus menjawab dua pertanyaan
yaitu: apa yang dijadikan sampel dan bagaimana melakukan sampling. Calon
partisipan dipilih oleh peneliti atau mungkin terpilih dengan sendirinya.
Besaran sampel yang kecil atau sedikit digunakan pada pendekatan ini karena
peneliti wajib memfokuskan diri pada kedalaman dan kekayaan informasi atau
data dari para partisipannya atau fenomena yang diteliti, dan bukan pada isu-
isu superfisial yang memiliki cakupan yang luas. Ukuran sampel yang kecil
dimungkinkan karena peneliti mampu mengungkap berbagai cerita khusus dari
para partisipan dan berbagai penafsiran makna atau arti pengalaman dari para
partisipan tersebut. Kadangkala peneliti dapat dengan mudah mengidentifikasi
individu atau kelompok yang mempunyai pengetahuan tertentu sesuai topik
penelitian. Akan tetapi, bila topik itu sangat spesifik tentu tidak mudah,
misalnya partisipan yang merupakan perawat yang berpengalaman merawat
pasien kanker yang menghadapi kematian. Apalagi nantinya para partisipan ini
harus dibagi dalam beberapa karakteristik.
Karakteristik dari partisipan itu sendiri bisa juga menjadi penghambat,
misalnya beberapa dari mereka mempunyai jabatan atau status, di sisi lain ada
yang sangat naïf, putus asa, memusuhi atau pencari perhatian. Perlu
pendekatan khusus pada tiap karakter walaupun mereka ini tidak selalu
merupakan partisipan yang terbaik karena umumnya mereka mempunya
pendapat yang negatif. Morse (2012) mengidentifikasi partisipan yang baik:
“partisipan yang baik harus bersedia dan dapat menguji secara kritis
pengalaman dan respons mereka terhadap situasi harus bersedia untuk berbagi
pengalaman tersebut dengan pewawancara”.
Secara umum, beberapa kegiatan yang dilakukan peneliti dalam
menggunakan pendekatan fenomenologi (Polit & Beck, 2012) terdiri dari
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Melakukan bracketing, yaitu proses mensupresi, mengurung, atau
menyimpan berbagai asumsi, pengetahuan, dan keyakinan yang dimiliki
peneliti tentang fenomena yang diteliti. Tujuan dilakukannya bracketing agar
memperoleh data atau informasi yang benar-benar alamiah dan berasal dari
cerita atau ungkapan langsung dari para partisipan tentang berbagai
pengalaman yang dialaminya tanpa dipengaruhi oleh berbagai asumsi,
pengetahuan, dan keyakinan peneliti.
Melakukan intuisi, pada kegiatan ini, peneliti secara utuh mengenali
dan memahami fenomena yang diteliti. Langkah awal melakukan intuisi
dimulai ketika mengumpulkan data atau informasi dengan cara mengeksplorasi
pengalaman partisipan tentang fenomena yang diteliti melalui pengamatan
langsung, wawancara, penemuan dokumen-dokumen tertulis, dan menuliskan
berbagai catatan lapangan selama pengambilan data. Ketika melakukan intuisi,
peneliti tidak diperbolehkan memberikan kecaman, evaluasi, opini, atau segala
hal yang membuat peneliti kehilangan konsentasi terhadap data atau informasi
yang sedang diceritakan para partisipannya.
Melakukan analisis, peneliti mengidentifikasi dan menganalisis data
atau informasi yang ditemukan. Kegiatan analisis dibagi menjadi beberapa
tahapan, yaitu mengumpulkan dan melakukan analisis data atau informasi
tentang fenomena yang diteliti dengan langkah-langkah sebagai berikut:
membaca semua data atau fenomena yang telah dikumpulkan, membaca ulang
fenomena dan memilih kata kunci (proses koding), mengidentifikasi arti dari
beberapa kata kunci yang telah teridentifikasi (proses kategorisasi),
mengelompokkan beberapa arti yang teridentifikasi ke dalam bentuk tema-
tema (proses tematik), menuliskan pola hubungan antartema tersebut ke dalam
suatu narasi sementara, mengembalikan narasi tersebut untuk divalidasi dan
dikenali kepada para partisipan, dan mendeskripsikan data hasil validasi
tersebut dan menuliskannya ke dalam suatu narasi akhir (hasil penelitian) untuk
disampaikan pada laporan penelitian kepada pembaca atau peneliti lainnya.
Melakukan deskripsi dan interpretasi, merupakan kegiatan akhir dari
pengumpulan dan analisis data. Peneliti menuliskan deskripsi atau
interpretasinya dalam bentuk hasil-hasil temuan dan pembahasannya dari
fenomena yang diteliti untuk mengkomunikasikan hasil akhir
penelitiannya kepada pembaca dengan memberikan gambaran tertulis secara
utuh dari fenomena yang diteliti, kemudian membandingkannya dengan hasil-
hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya serta
memberikan kritisi berdasarkan pola hubungan tema yang terbentuk dari
fenomena yang diteliti.
Manfaat dari observasi ini aantara lain peneliti akan lebih mampu memahami
konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh
pandangan yang holistik atau menyeluruh, dengan observasi akan diperoleh
pengalaman langsung, sehingga memungkinkan peneliti menggunakan
pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan
sebelumnya. Pendekatan induktif ini membuka kemungkinan penemuan
atau discovery.
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk
dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat,
catatan harian, cenderamata, laporan, artefak, foto, dan sebagainya. Sifat
utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang
kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam.
Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu otobiografi,
surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial, klipping, dokumen
pemerintah atau swasta, data di server dan flashdisk, data tersimpan di
website, dan lain-lain.
a) Dokumen harian
Teknik triangulasi data dapat disebut juga triangulasi sumber. Cara ini
mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, ia berusaha
menggunakan berbagai sumber yang ada. Teknik triangulasi model ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
2) Triangulasi Peneliti
Triangulasi peneliti adalah hasil penelitian baik yang berupa data maupun
kesimpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya dapat diuji oleh
peneliti lain (Sutopo, 2006: 93). Triangulasi peneliti dapat dilakukan dengan
menyelenggarakan diskusi atau melibatkan beberapa peneliti yang memiliki
pengetahuan yang mencukupi.
3) Triangulasi Metodologis
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran