Anda di halaman 1dari 19

Makalah

Sumber Ajaran Islam

Dosen:
Bapak Ahmad Muthi

Penyusun:
 Nabila Dwi Lestari
 Nur Rizky Putri R
 Laila Dzikriyah
 Rahmat Ramadhan

Politeknik STMI Jakarta


Jl. Letjen Suprapto No. 26 Cempaka Putih.
Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10510, Indonesia
E-Mail: humas@stmi.ac.id. Telp: (021) 42886064
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas
dari mata kuliah Agama Islam dengan judul “Sumber Ajaran Islam”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

1
Daftar Isi

Kata Pengantar……………………………………………1
Daftar Isi…………………………………………………...2
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang………………………………………….3
1.2 Rumusan Masalah………………………………………4
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………..4
1.4 Manfaat Penulisan………………………………………4
Bab 2 Pembahasan
2.1 Al-Quran dan Isinya…………………………………….5
2.2 Hadits/As Sunnah dan Fungsinya……………………….6
2.3 Ijtihad dan Ketentuannya………………………………..9
Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan ……………………………………………..15
3.2 Penutup…………………………………………………..17
Daftar Pustaka……………………………………………...19

2
Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Islam adalah agama yang sempurna yang tentunya sudah


memiliki aturan dan hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan
oleh seluruh umatnya. Setiap aturan dan hukum memiliki
sumber-sumbernya sendiri sebagai pedoman dan pelaksananya.
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW
diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang
lebih baik, sejahtera lahir dan batin.
Untuk itu kita sebagai umat Islam yang taat harus
mengetahui sumber-sumber ajaran Islam yang ada, serta
mengetahui isi kandunganya. Namun sumber-sumber tersebut
tidak hanya di jadikan sebagai pengetahuan saja, tetapi harus
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.[1]
Petunjuk-petunjuk agama yang mengenai berbagai
kehidupan manusia, sebagaimana terdapat dalam sumber
ajarannya, yaitu Al-Qur’an yang merupakan sumber ajaran
Islam pertama dan Hadist merupakan sumber yang kedua,
tampak ideal dan agung

3
1.2 Rumusan Masalah

A. Apa pengertian sumber ajaran islam itu ?


B. Apa saja isi yang terkandung dalam sumber ajaran Islam
primer ?
C. Apakah yang dimaksud dengan sumber ajaran Islam
sekunder (ijtihad) ?

1.3 Tujuan Penulisan

Agar pembaca maupun penulis mampu memahami pokok


pembahasan tentang sumber ajaran islam yaitu Al-Quran,
Hadist, dan Ijtihad.

1.4 Manfaat Penulisan

memahami pokok pembahasan tentang sumber ajaran islam


yaitu Al-Quran, Hadist, dan Ijtihad.

4
Bab 2 Pembahasan

Sumber Ajaran Islam

Sumber ajaran Islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau


menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat
mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang
tegas dan nyata. Dengan demikian sumber ajaran islam ialah
segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman
syariat islam.

Sumber ajaran islam ada tiga, yakni Al-Quran, Hadist (As-


sunnah), dan Ijtihad. Ajaran yang tidak bersumber dari
ketiganya bukan ajaran Islam. Al-Quran dan Hadist merupakan
ajaran Islam yang langsung dari Allah SWT dan Nabi
Muhammad SAW, sedang Ijtihad merupakan hasil pemikiran
umat Islam, yakni para ulama mujtahid dengan tetap mengacu
pada Al-Quran dan Hadist.

2.1 Al-quran dan isinya

Al-Qur’an adalah kitab suci yang isinya mengandung firman-


firman Allah SWT turun secara bertahap kepada Nabi
Muhammad melalui perantara malaikat jibril. Sunnah adalah
segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW baik
perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Islam
mengajarkan kehidupan yang damai, menghargai akal pikiran
mengenai berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan
5
material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian
sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis,
mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan,
menghormati antar agama, berakhlak mulia, dan bersikap positif
lainnya.

a. Adapun kandungan dalam al-Qur’an antara lain:


1) Tauhid, yaitu kepercayaan terhadap ke-Esaan Allah dan
semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya.
2) Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi
dari kepercayaan ajaran tauhid.
3) Janji dan ancaman (al wa’d wal wa’iid), yaitu janji pahala
bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi al-Qur’an
dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkarinya.
4) Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam
menyiarkan risalah Allah maupun kisah orang-orang shaleh
ataupun orang yang mengingkari kebenaran al-Qur’an agar
dapat dijadikan pembelajaran bagi umat setelahnya.
5) Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman
kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan akhirat.[5]
6) Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, yakni
informasi-informasi tentang manusia, binatang, tumbuh-
tumbuhan, langit, bumi, matahari dan lain sebagainya.[6]

2.2 As-Sunnah/Hadits dan fungsinya

Ditinjau dari segi bahasa terdapat perbedaan arti antara


kata “Sunnah” dengan “Hadis”. Sunnah berarti tata cara, tradisi,
atau perjalanan, sedangkan Hadis berarti, ucapan atau
pernyataan atau sesuatu yang baru. As-Sunnah juga berarti pula
6
jalan hidup yang dibiasakan, baik jalan hidup yang baik atau
buruk, terpuji atau tercela.[8] Jumhurul Ulama mengartikan Al-
Hadis, Al-Sunnah, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, tetapi ada
sebagian lainya yang membedakannya. Sunnah diartikan sebagai
sesuatu yang dibiasakan atau lebih banyak dikerjakan dari pada
ditinggalkan. Sebaliknya, Hadis adalah sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi, namun jarang dikerjakan. Selanjutnya
Khabar adalah ucapan, perbuatan, dan ketetapan yang berasal
dari sahabat, dan Atsar berasal dari tabi’in.

a. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua berfungsi :

1) Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh


Al-Qur’an, sehingga kedua-duanya (Al-Qur’an dan Al-Hadits)
menjadi sumber hukum. Seperti ayat Al-Qur’an yang berkaitan
dengan keimanan kemudian dikuatkan oleh sunnah Rasul.

2) Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al


Qur’an yang masih bersifat global. Misalnya ayat Al Qur’an
yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan menunaikan
haji, semuanya itu bersifat garis besar, Tetapi semua itu telah
dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam Haditsnya.

3) Mengkhususkan atau menberi pengecualian terhadap


pernyataan Al-Qur’an yang bersifat umum (takhsish al-‘amm).
Misalnya, Al-Qur’an mengharamkan bangkai dan darah
“diharamkan bagimu (memekan) bangkai, darah dan daging
babi...”[10], kemudian sunnah memberikan pengecualian
“dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua macam darah.
Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang, dan dua darah
adalah hati dan limpa.” (HR.Ahmad, Ibnu Majah, dan Baihaqi).
7
4) Menetapkan hukum atau aturan yang tidak didapati dalam
Al-Qur’an. Misalnya cara mensucikan bejana yang dijilat anjing,
dengan membasuh tujuh kali, salah satu dicampur dengan tanah,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Menyucikan bejanamu yang dijilat anjing, sebanyak tujuh kali,
salah satunya menyucikan dicampur dengan tanah.” (H.R.
Muslim Ahmad, Abu Daud dan Baihaqi).[11]

b. As-Sunnah dibagi menjadi empat macam, yakni:

1) Sunnah Qauliyah
Yang dimaksud dengan Sunnah Qauliyah adalah segala
yang disandarkan kepada Nabi SAW., yang berupa perkataan
atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa,
dan keadaan, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, ahlak
maupun yang lainnya. Contonya tentang do’a Rosul SAW dan
bacaan al-Fatihah dalam shalat.

2) Sunnah Fi’liyah
Yang dimaksudkan dengan Sunnah Fi’liyah adalah segala
yang disandarkan kepada Nabi SAW., berupa perbuatannya
sampai kepada kita. Seperti Hadis tentang Shalat dan Haji.

3) Sunnah Taqririyah
Yang dimaksud Sunnah Taqririyah adalah segala hadts
yang berupa ketetapan Nabi SAW. Membiarkan suatu perbuatan
yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa
syarat, baik mengenai pelakunya maupun perbuatannya.
Diantara contoh hadis Taqriri, ialah sikap Rosul SAW.
8
Membiarkan para sahabat membakar dan memakan daging
biawak.

4) Sunnah Hammiyah
Yang dimaksud dengan Sunnah Hammiyah adalah hadis
yang berupa hasrat Nabi SAW. Yang belum terealisasikan,
seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura. Dalam riwayat
Ibn Abbas, disebutkan sebagai berikut:
“Ketika Nabi SAW berpuasa pada hari ‘Asyura dan
memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata:
Ya Nabi! Hari ini adalah hari yang diagung-agungkan orang
Yahudi dan Nasrani .Nabi SAW. Bersabda: Tahun yang akan
datang insya’Allah aku akan berpuasa pada hari yang
kesembilan”. (HR.Muslim)
Nabi SAW belum sempat merealisasikan hasratnya ini, karena
wafat sebelum sampai bulan ‘Asyura. Menurut Imam Syafi’iy
dan para pengikutnya, bahwa menjalankan Hadits Hammi ini
disunnahkan, sebagaimana menjalankan sunnah-sunnah yang
lainnya.

2.3 Ijtihad dan ketentuannya

Pengertian Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata jahada. Artinya mencurahkan
segala kemampuan atau menanggung beban kesulitan. Menurut
bahasa, ijtihad adalah mencurahkan semua kemampuan dalam
segala perbuatan. Dalam ushul fiqh, para ulama ushul fiqih
mendefinisikan ijtihad secara berbeda-beda. Misalnya Imam as-

9
Syaukani mendefinisikan ijtihad adalah mencurahkan
kemampuan guna mendapatkan hukum syara’ yang bersifat
operasional dengan cara istinbat (mengambil kesimpulan
hukum. Sementara Imam al-Amidi mengatakan bahwa ijtihad
adalah mencurahkan semua kemampuan untuk mencari hukum
syara’ yang bersifat dhonni, sampai merasa dirinya tidak mampu
untuk mencari tambahan kemampuannya itu. Sedangkan imam
al-Ghazali menjadikan batasan tersebut sebagai bagian dari
definisi al-ijtihad attaam (ijtihad sempurna).

Syarat-syarat (Ketentuan) Ijtihad

a. Menguasai bahasa Arab


‫اَل ِع ِل ُم ِبا ْل َع َر ِبيَّ ِة‬
Ulama Ushul telah menyepakati bahwa mujtahid
disyaratkan harus menguasai bahasa Arab, karena al-Quran
diturunkan – sebagai sumber syari’at – dalam bahasa Arab.
Demikian juga dengan Sunnah yang berfungsi sebagai penjelas
dari al-Quran, juga tersusun dengan bahasa Arab.
Kriteria penguasaan bahasa Arab seorang mujtahid menurut
Imam Ghazali adalah : seorang mujtahid harus mampu
memahami ucapan orang Arab dan kebiasaan-kebiasaan yang
berlaku dalam pemakaian bahasa Arab di kalangan mereka.
Sehingga ia bisa membedakan antara ucapan yang sharih,
zhahir, dan mujmal; hakekat dan majaz; yang umum yang
khusus; muhkam dan mutasyabih; muthlaq dan muqayad, nash
serta mudah atau tidaknya dalam pemahaman.
Seorang mujtahid wajib mengetahui bahasa Arab dalam rangka
agar penguasaannya pada objek kajian lebih mendalam, teks

10
otoritatif Islam menggunakan bahasa Arab. Hal ini tidak lepas
dari bahwa teks otoritatif Islam itu diturunkan menggunakan
bahasa Arab.
b. Mengerti dan Memahami nasakh dan mansukh
ُ‫س ْو َخه‬ ُ ‫ا َ ْل ِع ْل ُم ِبا ْلقُ ْرا َ ِن نَاس ُخهُ َو َم ْن‬
Syarat ini telah disyaratkan oleh imam Syafi’i dalam
kitabnya ar-Risalah, sebagaimana ia mensyaratkan kemampuan
berbahasa Arab. Persyaratan ini didasarkan kepada kedudukan
dan nilai al-Quran sebagai pedoman dan sumber utama syari’at
yang bersifat abadi sampai hari qiamat. Karena ilmu yang
terkandung di dalamnya begitu luas, sampai-sampai Ibnu Umar
mengatakan bahwa :
‫َم ْن َج َمعَهُ فَقَ ْد َج َم َع النُّبُ َّوة‬

“Barangsiapa menguasai al-Quran, sesungguhnya ia telah


membawa misi kenabian(nubuwwah).
Para ulama berpendapat bahwa seorang mujtahid harus mengerti
secara mendalam ayat-ayat yang membahas tentang
hukum yang terdapat dalam al-Quran yang jumlahnya kira-kira
ada 500 ayat. pengetahuannya terhadap ayat-ayat tersebut harus
mendalam sampai pada yang khas dan ‘am serta takhshish yang
datang dari as-Sunah. Demikian juga harus mengerti ayat-ayat
yang dinasakh hukumnya berdasarkan teori bahwa pada ayat-
ayat al-Quran itu terdapat ayat yang menasakh dan yang
dinasakh. Dengan menguasai ayat-ayat hukum tersebut, seorang
mujtahid juga harus mengerti meskipun secara global isi ayat-
ayat yang lain merupakan suatu kesatuan yang utuh yang tidak
bisa dipisah-pisahkan satu bagian dengan bagian yang lain.
Sebagaimana Imam Asnawi mengatakan : Sesungguhnya untuk

11
mengetahui perbedaan antara ayat-ayat hukum dengan ayat
lainnya harus mengerti keseluruhannya.”
Mengetahui hadis yang nasikh dan mansukh ini dimaksudkan
agar seorang mujtahid jangan sampai berpegang pada suatu
hadis yang sudah jelas dihapus hukumnya dan tidak boleh
dipergunakan. Seperti hadis yang membolehkan nikah mut’ah di
mana hadis tersebut sudah dinasakh secara pasti oleh hadis-hadis
lain.
c. Mengerti Sunnah (Hadits)
ُّ ‫ا َ ْل ِع ْل ُم ِبال‬
‫سنَّ ِة‬
Syarat ini telah disepakati secara bulat oleh para ulama,
bahwa seorang mujtahid harus mengerti betul tentang sunnah,
baik qauliyah (perkataan), fi’liyah (perbuatan),
maupun taqririyah (ketetapan), minimal pada setiap pokok
masalah (bidang) menurut pendapat bahwa ijtihad itu bisa dibagi
pembidangannya. Menurut pendapat yang menolak adanya
pembidangan dalam ijtihad, maka seorang mujtahid harus
menguasai seluruh Sunnah yang mengandung
hukum taklifi, dengan memahami isinya serta menangkap
maksud hadits dan kondisi yang melatarbelakangi datangnya
suatu hadits. Mujtahid juga harus
mengetahui nasakh dan mansukh dalam
Sunnah, ‘am dan khasnya,muthlaq dan muqayadnya,
takhshish dan yang umum. Demikian juga harus mengerti alur
riwayat dan sanad hadits, kekuatan perawi Hadits, dalam arti
mengetahui sifat dan keadaan perawi Hadits yang
menyampaikan Hadits-hadits Rasulullah s.a.w.
Syarat mujtahid selanjutnya adalah ia harus mengetahui as-
Sunnah. Yang dimaksudkan as-Sunnah adalah ucapan,
perbuatan atau ketentuan yang diriwayatkan dari Nabi SAW.

12
d. Mengetahui letak ijma’ dan khilaf
ِ َ‫اض ِع ا ْل ِخال‬
‫ف‬ ِ ‫َم ْع ِرفَةُ َم َو‬
ِ ‫اض ِع ا ِالجْ َماعِ َو َم َو‬
Dengan mengetahui letak ijma’ yang telah disepakati para
ulama salaf, maka seorang mujtahid diharuskan juga mengetahui
ikhtilaf (perbedaan pendapat) yang terjadi di antara fuqaha,
misalnya perbedaan pendapat serta metode antara ulama Fiqh di
Madinah dan Ulama Fiqh di Irak. Dengan demikian, mujtahid
secara rasional akan mampu membeda-bedakan antara pendapat
yang shahih dengan yang tidak shahih,kaitan dekat atau jauhnya
dengan sumber al-Quran dan hadits. Imam Syafi’i mewajibkan
seorang mujtahid memiliki kemampuan demikian, sebagaimana
dijelaskan dalam kitabnya ar-Risalah.
Bagi seorang mujtahid, harus mengetahui hukum-hukum yang
telah disepakati oleh para ulama, sehingga tidak terjerumus
memberi fatwa yang bertentangan dengan hasil ijma’.
Sebagaimana ia harus mengetahui nash-nash dalil guna
menghindari fatwa yang berseberangan dengan nash tersebut.
Namun menurut hemat penulis, seorang mujtahid bisa
bertentangan dengan ijma’ para ulama selama hasil ijtihadnya
maslahat bagi manusia.
e. Mengetahui Qiyas
ِ ‫َم ْع ِرفَةُ ا ْل ِق َي‬
‫اس‬
Imam syafi’i mengatakan, bahwa ijtihad itu sesungguhnya
adalah mengetahui jalan-jalan qiyas. Bahkan, dia juga
mengatakan bahwa ijtihad itu adalah qiyas itu sendiri. Oleh
sebab itu, seorang mujtahid harus mengetahui perihal qiyas yang
benar. Untuk itu, dia harus mengatahui hukum-hukum asal yang
ditetapkan berdasar nash-nash sebagai sumber hukum tersebut,
yang memungkinkan seorang mujtahid memilih hukum asal
yang lebih dekat dengan obyek yang menjadi sasaran ijtihadnya.

13
Pengetahuan tentang qiyas demikian memerlukan mujtahid
mengetahui tiga hal, yaitu:
1. Mengetahui seluruh nash yang menjadi dasar hukum
asal beserta ‘illatnya untuk dapat menghubungkan dengan
hukum furu’ (Cabang).
2. Mengetahui aturan – aturan qiyas dan batas-batasnya,
seperti tidak boleh mengqiyaskan dengan sesuatu yang
tidak bisa meluas hukumnya, serta sifat-
sifat‘illatnya sebagai dasar qiyas dan faktor yang
menghubungkan dengan furu’.
3. Mengetahui metode yang dipakai oleh ulama
salafusshalih dalam mengetahui‘illat-‘illat hukum dan
sifat-sifat yang dipandang sebagai prinsip penetapan dan
penggalian hukum fiqh.
Sedangkan dalam Kitab Al-Bayan dijelaskan bahwa syarat
ijtihad yaitu :
1. Mengetahui dan memahami nash Al-Qur’an dan
Hadits.
2. Menguasai bahasa arab agar memungkinkan
melakukan penafsiran terhadap teks
3. Menguasai Ilmu Ushul Fiqh dan ilmu lainnya.
4. Mengetahui ilmu nasakh dan mansukh.

14
Bab 3 Penutup
3.1 KESIMPULAN

1. Sumber-sumber Islam merupakan hal yang penting bagi


kita, karena sumber Islam merupakan petunjuk kita untuk
menjalani hidup. Adapun yang di namakan dengan sumber
hukum Islam yaitu segala sesuatu yang melahirkan atau
menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat
mengikat yang apabila di langgar akan menimbulkan sanksi
yang tegas dan nyata.
2. Sumber ajaran Islam di rumuskan dengan jelas oleh
Rasuluallah SAW, yakni terdiri dari tiga sumber, yaitu
kitabuallah (Al-Qur’an), As-Sunnah (Hadits), dan Ra’yu atau
akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
3. Mengenai karakteristik masing-masing sumber ajaran
islam dapat di bagi menjadi 2, yaitu:
a. Sumber ajaran Islam primer yang terdiri dari Al-Qur’an
dan Hadits.
Al-Qur’an sendiri didalamnya terdapat pokok isi utama yaitu,
tauhid, ibadah, janji & ancaman, kisah umat terdahulu, berita
tentang zaman yang akan datang, dan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan. Di dalam Al-Qur’anpun terdapat komponen-
komponen sumber ajaran Islam yaitu, hukum I’tiqodiyah,
Amaliah, dan Khuluqiah. Sedangkan khusus hukum syara terdiri
dari hukum Ibadah dan Muamalat.
Adapun di dalam hadits terdapat beberapa komponen yaitu,
sunnah qauliyah, sunnah fi’liyah, sunnah taqririyah, dan sunnah
hammiyah. Fungsi hadits sendiri adalah: Memperkuat hukum,
memberikan rincian, memberi pengecualian, dan menetapkan
hukum yang tidak didapati dalam Al-Qur’an.[17]
15
b. Sumber ajaran islam sekunder di dalamnya terdapat
ijtihad, dan dilam ijtihad tersebut mengandung beberapa pokok
isi utama yaitu ijma’, qiyas, istihsan, maslahat mursalah,
syadudz dzariah, istishab dan ‘urf.

16
3.2 PENUTUP

Kajian tentang makalah Sumber Ajaran Islam ini akan


memberikan pengetahuan dan wawasan. Hal ini sangat penting
agar para pendidik dapat memahami dan pada giliranya kelak
terhadap dinamika pendidikan itu sendiri.
Demikianlah makalah kami ini kami susun, kami
menyadari makalah ini masih banyak kekuranganya, oleh
karenan itu, untuk menyempurnakan makalah ini, kami berharap
bagi para pembaca untuk tidak segan-segan memberikan saran
dan kritikan yang sifatnya membangun dan berguna, agar
makalah ini bisa mencapai kesempurnaan pada penyusunan
selanjutnya. Sebelum dan sesudahnya penyusun mengucapkan
terima kasih. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita
semua. Amin

17
DAFTAR PUSTAKA

Daud, Mohammad, 2005, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada.
http://dataukhti.blogspot.com/2012/12/sumber-sumber-ajaran-
islam.html 18 Oktober 2013 Pukul 08:06.
Mahfud, Rois, 2011, Al-Islam (Pendidikan Agama Islam),
Erlangga.
http://misterpanjoel.blogspot.com/2012/11/makalah-sumber-
hukum-dan-ajaran-islam_26.html 18 Oktober 2013 Pukul 15:38.
Yusuf, Anwar, Ali, 2003, Studi Agama Islam, Bandung: CV
Pustaka Setia.
http://ridha-anakkampus.blogspot.com/2012/06/makalah-
sumber-ajaran-islam.html 18 Oktober 2013 Pukul 10:30.
Al-Siba’i, Musthafa, 1991, Sunnah dan Peranannya Dalam
Penetapan Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus.
Suryaman, Khaer, 1982, Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta:
Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah.
Suparta, Munzier, 2002, Ilmu Hadis, Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada.
Qosim, Rizal, 2009, Pengalaman Fikih, Solo: PT Tiga
Serangkai Mandiri.
Alim, Muhammad, 2006, Pendidikan Agama Islam (Upaya
Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim), Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
2009, Mukadimah Al-Qur’an dan tafsirnya, Jakarta: LP Al-
Qur’an Departemen Agama.
http://blogmerko.blogspot.com/2013/02/makalah-agama-islam-
tentang-sumber.html kelip2 18 Oktober 2013 Pukul 07:20.

18

Anda mungkin juga menyukai