Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM


(Al-Qur’an, hadits, ijma’ dan qiyas)

Dosen Pengampu : A Rahman M.Pd


Disusun Oleh :
1. Alifa Fika Irianti (202331500411)
2. Devita Dwi Agus Tiana (202331500414)
3. Muhammad Furqon Rahimullah (202331500426)

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI


Tahun Ajaran 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah tentang “Sumber-sumber Hukum Islam” ini dapat diselesaikan
dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Agama Islam. Kami ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung makalah ini. Dan kami juga menyadari
pentingnya akan sumber bacaan dan referensi yang telah membantu dalam memberikan
informasi yang akan menjadi bahan makalah.

Dalam hal ini kami selaku penyusun menyadari masih banyak kesulitan dan kendala
dalam membuat makalah ini, untuk itu kami meminta maaf atas segala keterbatasan
kemampuan kami dalam menyelesaikan makalah ini. Segala kritik dan saran yang membangun
senantiasa kami harapkan demi meningkatkan kualitas makalah ini.

Saya mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Jakarta, 24 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….. i

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………….. 1

1.1 latar belakang…...................................................... 1


1.2 rumusan masalah................................................... 1
1.3 tujuan..................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN............................................................. 2


A. Sumber Hukum Primer...................................... 2
1. al quran........................................................ 2
2. Al-hadits....................................................... 3

B. Sumber Hukum Sekunder.................................. 4


1. ijma.............................................................. 4

C. Qiyas.................................................................. 6
1. pengertian qiyas.......................................... 6

BAB III. PENUTUP.................................................................... 7


A. Kesimpulan.............................................................7
B. Saran..................................................................... 7
BAB IV. DAFTAR PUSTAKA..................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sumber hukum dalam agama Islam yang paling utama dan pokok dalam menetapkan
hukum dan memecah masalah dalam mencari suatu jawaban adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Sebagai sumber paling utama dalam Islam, Al-Qur`an merupakan sumber pokok dalam berbagai
hukum Islam. Al-Qur’an sebagai sumber hukum isinya merupakan susunan hukum yang sudah
lengkap. Selain itu juga al-Qur`an memberikan tuntunan bagi manusia mengenai apa-apa yang
seharusnya ia perbuat dan ia tinggalkan dalam kehidupan kesehariannya. Sedangkan Al-Hadis
merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an. Disamping sebagai sumber ajaran
Islam yang secara langsung terkait dengan keharusan mentaati Rasulullah Saw, juga karena
fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan al-Qur’an mujmal, mutlak, amm
dan sebagainya.
Al-Qur’an merupakan hidayah Allah yang melengkapi segala aspek kehidupan manusia.
Sumber paling utama dalam Islam adalah al-Qur’an, yang merupakan sumber pokok bagi
aqidah, ibadah, etika, dan hukum. al-Qur’an merupakan sumber primer karena tidak lepas dari
apa yang dikandung oleh alQur’an itu sendiri. Di dalam al-Qur’an sendiri di jelaskan segala
sesuatu yang berkenaan dengan segala kebutuhan manusia demi kelangsungan hidupnya.
Dalam al-Qur’an Allah Swt. berfirman, “… barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (Q.S. al-Ma’idah/5:44). Ayat tersebut
mendorong manusia, terutama orang-orang yang beriman agar menjadikan al-Qur’an sebagai
sumber hukum dalam memutuskan suatu perkara, sehingga siapa pun yang tidak
menjadikannya sebagai sumber hukum untuk memutuskan perkara, maka manusia dianggap
tidak beriman.

B. Rumusan Masalah
1. Membahas Sumber Hukum Primer
2. Membahas Sumber Hukum Sekunder

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai sarana pembelajaran untuk lebih memahami
sumber-sumber hukum islam. Melalui makalah ini diharapkan dapat menjadi penambah
wawasan agar lebih mengetahui apa saja sumber hukum islam itu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber Hukum Primer
1. Al-Qur’an
➢ Pengertian Al-Qur’an
Secara bahasa (etimologi) Al-qur’an merupakan bentuk masdar (kata benda) dari
kata kerja Qoro-a yang bermakna membaca atau bacaan. Ada yang berpendapat
bahwa qur’an adalah masdar yang bermakna isim maf’ul, karenanya ia berarti yang
dibaca atau maqru’. Menurut para ahli bahasa, kata yag berwazan fu’lan memiliki
arti kesempurnaan. Karena itu Al-qur’an adalah bacaan yang sempurna. Sedangkan
pengertian menurut istilah (terminologi) Al-qur’an adalah:” kitab Allah yang
diturunkan kepada utusan Allah, Muhammad SAW. Yang ter maktub dalam mushaf,
dan disampaikan kepada kita secara mutawatir, tanpa ada keraguan” .
Secara mutawatir, ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surah al-Fatihah dan
diakhiri dengan surah an-Nas. Membacanya berfungsi sebagai ibadah, sebagai
mukjizat Nabi Muhammad saw. dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat
manusia. Allah Swt. berfirman:

“Sungguh, al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan
memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa
mereka akan mendapat pahala yang besar.” (Q.S. al-Isra/17:9)

➢ Kedudukan Al-Qur’an
Sebagai sumber hukum Islam, al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi.
Al Qur’an merupakan sumber utama dan pertama sehingga semua persoalan harus
merujuk dan berpedoman kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt.
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya
(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika
kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah Swt.
(alQur’an) dan Rasul-Nya (sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S.
an-Nisa’/4:59).

➢ Kandungan Hukum dalam Al-Qur’an


Para ulama mengelompokkan hukum yang terdapat dalam al-Qur’an ke dalam
tiiga bagian, yaitu seperti berikut :

a. Akidah atau keimanan


Akidah atau keimanan adalahkeyakinan yang tertancap kuat di dalam hati, akidah terkait
dengan keimanan terhadap hal-hal yang gaib yang terangkum dalam rukun iman (arkanul
iman), yaitu iman kepada Allah Swt. Iman kepada malaikat, iman kepada kitab suci, iman
kepada para rasul, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada qada/qadar Allah Swt.

b. Syari’at atau ibadah


Hukum ini mengatur tentang tata cara ibadah baik yang berhubungan langsung dengan al-
Khaliq (Pencipta), yaitu Allah Swt. Yang disebut ibadah maḥḍah, maupun yang berhubungan
dengan sesama makhluknya yang disebut dengan ibadah gairu maḥḍah. Ilmu yang mempelajari
tata cara ibadah dinamakan ilmu fikih.

1). Hukum ibadah

Hukum ini mengatur bagaimana seharusnya melaksanakan ibadah yang sesuai dengan ajaran
Islam. Hukum ini mengandung perintah untuk mengerjakan salat, haji, zakat, puasa, dan lain
sebagainya.

2). Hukum muamalah


Hukum ini mengatur interaksi antara manusia dan sesamanya, seperti hukum tentang tata cara
jual beli dalam Islam, hukum pidana, hukum perdata, hukum warisan, pernikahan, politik, dan
lain sebagainya.

2. Al-Hadits
➢ Pengertian Hadist
Secara bahasa, hadis berarti perkataan atau ucapan. Sedangkan menurut istilah,
hadis adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan (takrir) yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad saw. Hadis juga dinamakan sunnah. Namun demikian, ulama
hadis membedakan hadis dengan sunnah. Hadis adalah ucapan atau perkataan
Rasulullah saw., sedangkan sunnah adalah segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah
saw. yang menjadi sumber hukum Islam.
Hadis dalam arti perkataan atau ucapan Rasulullah saw. terdiri atas beberapa
bagian yang saling terkait satu sama lain. Bagian-bagian hadis tersebut antara lain
sebagai berikut.
a. Sanad, yaitu sekelompok orang atau seseorang yang menyampaikan hadis
dari Rasulullah saw. sampai kepada kita sekarang ini.
b. Matan, yaitu isi atau materi hadis yang disampaikan Rasulullah saw.
c. Rawi, yaitu orang yang meriwayatkan hadis.
➢ Kedudukan Hadits
Sebagai sumber hukum Islam, hadis berada satu tingkat di bawah al-Qur’an.
Artinya, jika sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam al-Qur’an, yang
harus 5 dijadikan sandaran berikutnya adalah hadis tersebut. Hal ini sebagaimana
firman Allah Swt:
“… dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apaapa
yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (Q.S. al-Ḥasyr/59:7)

➢ Fungsi Hadits dalam Al-Qur’an


Rasulullah saw. sebagai pembawa risalah Allah Swt. bertugas menjelaskan ajaran
yang diturunkan Allah Swt. melalui al-Qur’an kepada umat manusia. Oleh karena itu,
hadis berfungsi untuk menjelaskan (bayan) serta menguatkan hukum-hukum yang
terdapat dalam al-Qur’an.
Fungsi hadis terhadap al-Qur’an dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu
sebagai berikut.

a. Memperkuat hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur'an


b. Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur'an
c. Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur'an disebutkan secara garis besar
d. Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur'an disebutkan secara umum
e. Menjelaskan ketarangan yang belum ada atau belum dijelaskan secara rinci di
dalam Al-Qur'an

B. Sumber Hukum Sekunder


1. Ijma’
➢ Pengertian Ijma’
Menurut Tajun Nashr dalam buku Ijma sebagai Dalil Syari Ketiga, secara bahasa
kata ijma memiliki dua arti. Pertama, ijma adalah niat dari seseorang untuk
melakukan sesuatu dan memutuskannya. Kedua, ijma adalah kesepakatan beberapa
orang untuk melakukan sesuatu.

Ijma’ adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad dalam memutuskan suatu
perkara atau hukum. Contoh ijma’ di masa sahabat adalah kesepakatan untuk
menghimpun wahyu Ilahi yang berbentuk lembaran-lembaran terpisah menjadi
sebuah mushaf al-Qur’an yang seperti kita saksikan sekarang ini.

Salah satu dalil mengenai ijma terdapat dalam firman Allah SWT surah An Nisa
ayat 59,

ٰ َ ُ ْ ُّ َ ْ َ ْ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ْ َ ْ ُ َ ٰ ‫ْٓي َا ُّي َها َّالذ ْي َن ٰا َم ُن ْْٓوا َاط ْي ُعوا‬


َّ ‫اّلل َو َا هط ْي ُعوا‬
‫الر ُس ْو َل َوا‬
‫شء ف ُرد ْوه اه ل ه‬
‫اّلل‬ ‫ي‬ ‫ول اْلمر همنكم فاه ن تنازعتم ه يف‬‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬
ً ْ َ ُ َ ْ َ َّ ‫َ َ ْ ر‬ ْ ْ َ ْ َ ٰ َ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ْ ْ ُ َّ َ
٥٩ ࣖ ‫اّلل واليو هم اْل هخر ذ هلك خي واحسن تأويل‬ ‫والرسو هل اه ن كنتم تؤ همنون هب ه‬

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nabi Muhammad) serta ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu
berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan
Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu
lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat)."

Selain itu, dalam hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi
yang artinya, "Umatku tidak akan bersepakat untuk melakukan kesalahan."

➢ Kedudukan Ijma’ Sebagai Sumber Hukum


Ijma adalah sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur'an dan hadits.
Sofiandi mengatakan dalam buku Ushul Fiqh Easy, para ulama sepakat menyatakan
bahwa ijma sah untuk dijadikan sebagai dalil hukum

➢ Macam-macam Ijma’
Ijma terdiri dari beberapa macam. Menurut Moch Firdy Adi S dalam buku Fiqih
untuk Pemula, macam-macam ijma dibedakan berdasarkan waktu dan cara
pengambilannya.

Berdasarkan caranya, ijma terdiri dari:


1. Ijma qouliah, yaitu kesepakatan para mujtahid pada suatu masa atas hukum suatu
peristiwa dengan menampilkan pendapat masing-masing secara jelas, baik melalui
lisan, perbuatan, atau tulisan dan menerangkan pendapatnya untuk mendapatkan
persetujuan.
2. Ijma sukuti, yaitu ijma yang dilakukan secara diam-diam. Artinya, sebagian para
mujtahid suatu masa menyampaikan pendapatnya secara jelas, sedangkan sebagian
lainnya tidak memberikan tanggapan terhadap pendapat tersebut mengenai
persetujuan atau perbedaannya.

Adapun, berdasarkan waktu dan tempatnya, ijma terdiri dari:


1. Ijma salaby, yaitu kesepakatan semua ulama sahabat terhadap suatu masalah
pada masa tertentu.
2. Ijma ulama Madinah, yaitu kesepakatan para ulama Madinah pada masa tertentu.
3. Ijma ulama Kuffah, yaitu kesepakatan para ulama Kuffah tentang suatu
permasalahan.
4. Ijma Khulafaur Rasyidin, yaitu kesepakatan di antara khalifah yang empat (Abu
Bakar, Umat, Utsman, dan Ali) pada suatu masalah.
5. Ijma Ahlu Bait, yaitu kesepakatan keluarga Nabi Muhammad dalam suatu
permasalahan.

➢ Syarat-syarat Ijma’
Ulama yang melakukan ijma harus mencapai derajat mujtahid. Disebutkan dalam
Al Wajiz Fii Ushulil Fiqhi karya Wahbah az-Zuhaili, berikut beberapa syarat ijma:
a. Harus ada mujtahid lebih dari satu.
b. Harus ada kesepakatan terhadap sebuah hukum syar'I
c. Adanya kesepakatan di antara semua mujtahid yang menjadi peserta ijma.
d. Kesepakatan muncul dari para ulama mujtahid yang adil (baik agamanya) dan
tidak ahli bid'ah.
e. Ijma atau kesepakatan para mujtahid harus merujuk pada sumber hukum
lain, baik berupa ayat Al-Qur'an atau hadits maupun qiyas.

2. Qiyas
➢ Pengertian Qiyas
Qiyas menempati posisi keempat, setelah Al-Qur’an, Hadits, dan ijma. Qiyas
adalah mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang tidak terdapat dalam
al-Qur’an atau hadis dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam al-Qur’an dan
hadis karena kesamaan sifat atau karakternya. Contoh qiyas adalah mengharamkan
hukum minuman keras selain khamar seperti Brandy, Wisky, Topi Miring, Vodka, dan
narkoba karena memiliki kesamaan sifat dan karakter dengan khamar, yaitu
memabukkan. Khamar dalam al-Qur’an diharamkan, sebagaimana firman Allah Swt:
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah
perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatanperbuatan)
itu agar kamu beruntung.” (Q.S. al-Maidah/5:90)

➢ Rukun Qiyas
Dikutip dari buku Ushul Fiqih oleh Amrullah Hayatudin, qiyas terdiri dari empat
rukun dan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Antara lain sebagai berikut:
1. Ashl : Dalam arti sederhana, ashl adalah kasus yang akan digunakan sebagai
ukuran atau pembanding.
2. Far’u : Far'u adalah kasus yang akan dicari hukumnya atau disamakan dengan
kasus yang sudah ada hukumnya.
3. Hukum Ashl : Hukum ashl adalah hukum syara yang ditetapkan oleh nash dan
dikehendaki untuk menetapkan hukum terhadap far'u.
4. Illat : Secara bahasa, illat dapat diartikan sebagai hujjah atau alasan. Dalam
pengertian lain, illat disebut juga dengan kemaslahatan yang diperhatikan
syara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Qur’an adalah sumber hukum utama selain sebagai kitab suci. Oleh karena itu, semua
ketentuan hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan hukum-hukum yang terdapat
dalam al-Qur’an.
Hadis atau sunnah adalah segala ucapan atau perkataan, perbuatan, serta ketetapan
(takrir) Nabi Muhammad saw. yang terlepas dari hawa nafsu dan perkara-perkara tercela. Hadis
merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Dengan demikian, hadis memiliki fungsi
yang sangat penting dalam hukum Islam. Di antara fungsi hadis, yaitu untuk menegaskan
ketentuan yang telah ada dalam al-Qur’an, menjelaskan ayat al-Qur’an (bayan tafsir), dan
menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat umum (bayan takhsis).
Ijma dan Qiyas adalah dasar hukum islam selain Al-Qur’an dan Hadits. Ijma adalah
kesepakatan bulat mujtahid muslim dari suatu masalah hukum isalm. Qiyas adalah menetapkan
hukum terhadap suatu perbuatan yang belum ada ketentuannya.
Ijam adalah suatu proses mengumpulkan perkara dan memberi hukum atasnya serta
meyakininya, sedangkan adalah suatu proses mengukurkan suatu atas lainnya dan
mempersamakannya.

B. Saran
Merealisasikan dan menerapkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan akan membawa
manfaat besar bagi manusia. Semua aturan atau hukum yang bersumber dari Allah Swt. dan
Rasul-Nya merupakan suatu aturan yang dapat membawa kemaslahatan hidup di dunia dan
akhirat.
DAFTAR PUSTAKA

As Suyuthi, jalaludin, 2008. Sebab Turunnya Al Quran. Jakarta: Gema Insani press
Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur'an dan Tafsirnya. Jakarta: Kementerian Agama RI. Kementerian
Agama RI. 2011. Islam Rahmatan Lil'alamin. Jakarta: Kementerian Agama RI. Kementerian Agama RI. 2012.
Tafsir al-Qur'an Tematik. Jakarta: Kementerian Agama RI Mu'thi, Fadlolan Musyaffa. 2008. Potret Islam
Universal. Tuban: Syauqi Press. Sarwat, Ahmad. 2011. Seri Fiqih dan Kehidupan (2): Thaharah. Jakarta: DU
Publishing. Shihab, Quraisy. 1998. Wawasan Al-Qur'an. Bandung: Mizan. Syaltut, Mahmud. 1990. Tafsir
Al-Qur'anul Karim. Bandung: Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai