Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Al-Sunnah Sebagai Sumber Ajaran Islam


Di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Pengantar Studi Islam”
Dosen Pengampu:
YOGA SARI PRABOWO, M.Pd.I

Oleh:
1. GALUH YULAN NUGROHO : 20224711401
2. SUJIONO : 20224711436
3. WINDA ITSNA HAMIDAH :20224711437

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


STAI MUHAMMADIYYAH TULUNGAGUNG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah PENGANTAR STUDI ISAM yang
berjudul “AL-SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM” Ini dengan baik dan tepat
waktu.

Sholawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW dan para sahabatnya, yang telah memberikan tauladan baik sehingga
makalah ini dapat erselesaikan. Tak lupa kami sampaikan terimakasih yang setinggi-
tingginya kepada :

1. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah (STAIM) Tulungagung Bapak


Dr. Suripto, M.Pd.I.
2. Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini
Bapak YOGA SARI PRABOWO, M.Pd.I.
3. Teman-teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah.

Atas bimbingan, petunjuk, serta dorongan, sekaligus motivasi dalam penyusunan


makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Kami menyadari, makalah yang kami
buat jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.

Dengan segala kerendahan hati, kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang
bersifat membangun, agar kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi. Kami menyadari
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.

November 2022 19 ,

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertan Sunnah ...................................................................................... 2

B. Kehujjahan Sunnah .................................................................................... 2

C. Fungsi Sunnah Terhadap Al-Quran............................................................ 3

D. Pembagian Al-Hadits.................................................................................. 5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 7

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Sunnah atau Al-Hadits merupakan sumber ajaran Islam, yang kedua setelah
Al-Qur’an. Dilihat dari sudut periwayatannya, jelas antara Hadits dan Al-Qur’an
terdapat perbedaan. Untuk Al-Qur’an semua periwayatannya berlangsung secara
mutawatir. Sedangkan periwayatan Hadits sebagian berlangsung secara mutawatir dan
sebagian lagi berlangsung secara ahad. Sehingga mulai dari sinilah timbul berbagai
pendapat dalam menilai kualitas hadits. Sekaligus sumber perdebatan dalam kancah
ilmiah, atau bahkan dalam kancah-kancah non ilmiah. Akibatnya bukan kesepakatan
yang didapatkan, akan tetapi sebaliknya perpecahan yang terjadi.

Oleh karena itu timbul sebuah pertanyaan apakah hadits dapat dijadikan
sebuah hujjah atau tidak?. Maka dalam makalah ini penulis mencoba membahas
beberapa hal yang terkait dengan hadits.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian sunnah ?


2. Apa kehujjahan sunnah ?
3. Apa fungsi sunnah terhadap al-quran ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian sunnah
2. Untuk mengetahui khujjahan sunnah
3. Untuk mengetahui fungsi Sunnah terhadap al-quran

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sunnah
Secara bahasa sunnah adalah jalan atau perjalanan hidup yang sifatnya baik
maupun tercela. Sedangkan menurut istilah ulama’ hadits. Sunnah adalah apa-apa
yang disandarkan kepada nabi baik berupa ucapan, perbuatan, pendiaman dan sifat.

B. Kehujjahan Sunnah
Sunnah atau hadits kedudukannya sangat penting dalam islam. Sebagaimana yang
telah diketahui bahwasanya Al-Quran adalah sumber ajaran utama dan pertama dalam
islam. Maka hadits adalah sumber kedua ajaran islam.
Karena dalam ayat-ayat Al-Quran tidak semuanya bersifat rinci dan bisa ditangkap
maksudnya begitu saja. Perlu adanya penjelasan lebih lanjut atau penafsiran untuk
memahaminya.
Sedangkan nabi salallahu alaihi wassalam adalah hambanya yang menerima
wahyu. Maka beliaulah orang yang memahami akan maksud-maksud global ataupun
makna tersembunyi dari ayat-ayat Al-Qur’an.
Kehujjahan sunnah dijadikan sebagai sumber hukum dalam ajaran-ajaran Islam,
yaitu sebagai berikut.
ِ ‫ب الَّ ِذي َأ ْن َز َل ِم ْن قَ ْب ُل ۚ َو َم ْن يَ ْكفُرْ بِاهَّلل‬
ِ ‫ب الَّ ِذي نَ َّز َل َعلَ ٰى َرسُولِ ِه َو ْال ِكتَا‬
ِ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا آ ِمنُوا بِاهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه َو ْال ِكتَا‬
‫ضاَل اًل بَ ِعيدًا‬ َ ‫ض َّل‬ َ ‫َو َماَل ِئ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِه َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَقَ ْد‬
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya.”(An-Nisa ayat 136)
َ‫يل َك ْي اَل يَ ُكون‬ ِ ِ‫َما َأفَا َء هَّللا ُ َعلَ ٰى َرسُولِ ِه ِم ْن َأ ْه ِل ْالقُ َر ٰى فَلِلَّ ِه َولِل َّرسُو ِل َولِ ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َو ْاليَتَا َم ٰى َو ْال َم َسا ِكي ِن َوا ْب ِن ال َّسب‬
ِ ‫دُولَةً بَ ْينَ اَأْل ْغنِيَا ِء ِم ْن ُك ْم ۚ َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬
 “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
amat keras hukumannya”.(Al-Hasyr ayat 7)
Beberapa ayat di atas menunjukkan bahwa kita diperintah Allah untuk taat
kepada Allah dan mengikuti Rasulullah. Perintah patuh kepada Rasulullah berarti

2
perintah untuk mengikuti sunnah sebagai hujjah. Sedangkan hadits yang dijadikan
dalil kehujjahan sunnah juga banyak sekali, diantaranya sebagaimana sabda Nabi.
َ ‫َضلُّوْ ا ما تَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكت‬
‫َاب هللاِ َو ُسنَّتِي‬ ُ ‫تَ َر ْك‬                                      
ِ ‫ت فِ ْي ُك ْم أ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت‬
“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang
teguh kepada keduanya yaitu kitab Allah dan Sunnahku”. (HR. Al-Hakim dan Malik)
Selain itu nabi juga pernah bertanya ke sahabat Muaz bin Jabal sebelum
mengutusnya ke Yaman. "Bagaimana kamu memutuskan perkara jika diajukan
perkara kepadamu dalam urusan hukum? Muadz menjawab, saya akan putuskan
dengan kitab Allah," jawab Muadz. Nabi bertanya kembali, “Bagaimana jika tidak
engkau temukan dalam kitab Allah? “Saya akan putuskan dengan sunnah Rasulullah,
jawab Muadz. Rasulullah bertanya kembali, jika tidak engkau dapatkan dalam sunnah
Rasulullah dan tidak pula dalam Kitab Allah? Muadz menjawab, saya akan berijtihad
dengan pemikiran saya dan saya tidak akan berlebih-lebihan. Maka Rasulullah.
menepuk dadanya seraya bersabda, "Segala puji bagi Allah yang telah menyamakan
utusan dari utusan Allah sesuai dengan yang diridai Rasulullah.” (HR Abu Daud).
Ayat-ayat dan hadits di atas semakin menguatkan atas kehujjahan sunnah.
Sekaligus menunjukkan bahwa sunnah adalah sumber hukum kedua dalam ajaran-
ajaran islam setelah Al-Quran.

C. Fungsi Sunnah Terhadap Al-Quran


1. Bayan Taqrir (memperjelas isi Al Quran)
Fungsi Hadist sebagai bayan taqrir berarti memperkuat isi dari Alquran.
Sebagai contoh hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim terkait
perintah berwudhu, yakni:
“Rasulullah bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai
ia berwudhu” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)
Hadits diatas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
‫ق َوا ْم َسحُوْ ا بِ ُرءُوْ ِس ُك ْم‬ ِ ِ‫صلَو ِة فَا ْغ ِسلُوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم َوَأ ْي ِد يَ ُك ْم اِلَى ْال َم َراف‬
ّ ‫يَااَيُّهَاالَّ ِذ ْينَ اَ َمنُوْ ااِ َذاقُ ْمتُ ْم اِلَى ال‬
‫َواَرْ ُجلَ ُك ْم اِلَى ْال َك ْعبَ ْي ِن‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS. Al-
Maidah: 6).

3
2. Bayan Tafsir (menafsirkan isi Al Quran)
Fungsi hadist sebagai bayan tafsir berarti memberikan tafsiran
(perincian) terhadap isi al Alquran yang masih bersifat umum (mujmal) serta
memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat
mutlak (taqyid).
Contoh hadist sebagai bayan tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW
mengenai hukum pencurian.
ِّ‫ص ِل ْالكَف‬ ِ ‫َأتَى بِ َسا ِر‬
َ ‫ق فَقَطَ َع يَ َدهُ ِم ْن ِم ْف‬
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau
memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.”
Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:
ِ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوْ ااَ ْي ِد يَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكاالً ِمنَ هللا‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah” (QS. Al-Maidah: 38)
Dalam Alquran, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri
dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi
SAW memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.
3. Bayan Tasyri’ (memberi kepastian hukum islam yang tidak ada di Al Quran)
Hadist sebagai bayan tasyri’ ialah sebagai pemberi kepastian hukum
atau ajaran-ajaran islam yang tidak dijelaskan dalam Al-Quran. Biasanya Al
Quran hanya menerangkan pokok-pokoknya saja.
Contohnya hadist mengenai zakat fitrah:
‫صا‬ َ ْ‫صا عًا ِم ْن تَ َم ٍراَو‬ َ ‫اس‬ ِ َّ‫ضانَ َعلَى الن‬ َ ‫ط ِر ِم ْن َر َم‬ْ ِ‫ض زَ َكا ةَ الف‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َر‬
َ ِ‫اِ َّن َرسُوْ ُل هللا‬
َ‫عًا ِم ْن َش ِعي ٍْر َعلَى ُك ِّل حُرٍّ اَوْ َع ْب ٍد َذ َك ٍر َأوْ ُأ ْنثَى ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِم ْين‬
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan
Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka
atau hamba, laki-laki atau perempuan.” (HR. Muslim)
4. Bayan Nasakh (mengganti ketentuan terdahulu)
Secara etimologi, An-Nasakh memiliki banyak arti diantaranya at-
taqyir (mengubah), al-itbal (membatalkan), at-tahwil (memindahkan), atau
ijalah (menghilangkan). Para ulama mendefinisikan Bayan An-nasakh sebagai
ketentuan yang datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang

4
terdahulu, sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan
lingkungannya dan lebih luas. Salah satu contohnya yakni:
‫ث‬ ِ ‫صيَّةَ لِ َو‬
ٍ ‫ار‬ ِ ‫الَ َو‬
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris.”
Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah ayat 180:
‫ف َحقًّا َعلَى‬
ِ ْ‫صيَّةُ لِ ْل َوالِ َد ْي ِن َواَْأل ْق َربِ ْينَ بِ ْال َم ْعرُو‬ ُ ْ‫ض َر اَ َح َد ُك ْم ال َمو‬
َ ‫ت اِ ْن تَ َر‬
ِ ‫ك خَ ْي َرال َو‬ َ ‫ب َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َح‬
َ ِ‫ُكت‬
َ‫ال ُمتَّقِ ْين‬
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-
bapak dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-
orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 180)
Fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih terjadi perdebatan di
kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan
menasakh al-Qur’an dengan segala hadits walaupun hadits ahad. Kelompok
Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa harus
matawatir. Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat
hadist harus mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh
bukanlah fungsi hadist.
D. Pembagian Al-Hadits
Para ulama hadits membagi hadits menjadi tiga bagian dilihat dari segi
kualitasnya. Ketiga bagian tersebut adalah:
1.Shahih.
Hadits shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh
orang yang ‘adl lagi akurat dari rawi yang semisalnya hingga akhir sanad
tanpa ada kejanggalan dan cacat.
2.Hasan.
Menurut Ibnu Hajar hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang
yang ‘adl, keakuratan hafalannya dibawah hadits shahih, bersambung
sanadnya, tanpa ada kejanggalan dan cacat.
3.Dho'if
Hadits dho'if adalah hadits yang tidak terkumpul padanya sebagian atau
seluruh syarat dari sifat-sifat hadits yang diterima.
Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
1. Bersambung sanad

5
2. Rawinya ‘adl, yaitu rawi yang disifati muslim, baligh, berakal, bukan
orang yang fasiq, dan tidak tercela perilakunya.
3. Rawinya akurat, yaitu sempurna keakuratannya baik dari sisi hafalan
ataupun akurat dari sisi kitab.
4. Tidak janggal.
5. Terhindar dari cacat.

6
BAB lll

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara bahasa sunnah adalah jalan atau perjalanan hidup yang sifatnya baik
maupun tercela. Sedangkan menurut istilah ulama’ hadits. Sunnah adalah apa-apa
yang disandarkan kepada nabi baik berupa ucapan, perbuatan, pendiaman dan sifat.

Sunnah adalah sumber hukum kedua dalam ajaran-ajaran islam setelah al-
quran. nabi pernah bertanya ke sahabat Muaz bin Jabal sebelum mengutusnya ke
Yaman. "Bagaimana kamu memutuskan perkara jika diajukan perkara kepadamu
dalam urusan hukum? Muadz menjawab, saya akan putuskan dengan kitab Allah,"
jawab Muadz. Nabi bertanya kembali, “Bagaimana jika tidak engkau temukan dalam
kitab Allah? “Saya akan putuskan dengan sunnah Rasulullah, jawab Muadz.
Rasulullah bertanya kembali, jika tidak engkau dapatkan dalam sunnah Rasulullah
dan tidak pula dalam Kitab Allah? Muadz menjawab, saya akan berijtihad dengan
pemikiran saya dan saya tidak akan berlebih-lebihan. Maka Rasulullah. menepuk
dadanya seraya bersabda, "Segala puji bagi Allah yang telah menyamakan utusan dari
utusan Allah sesuai dengan yang diridai Rasulullah.” (HR Abu Daud).

Fungsi Sunnah terhadap al-quran ada 4. Sebagai bayan taqrir, bayan tafsir,
bayan tasyri’ dan sebagai bayan nasakh.

Sunnah atau hadits terbagi menjadi 3. Shahih, hasan dan dhoif.

7
DAFTAR PUSTAKA

Fathullah, Muhammad. 2005. As-Sunnah An-Nabawiyyah. Kairo: Dar An-Niil.

Shalih ‘Utsaimin, Muhammad. 1994. Mushtolah Al-Hadits. Kairo: Maktabah Al-‘Ilm.

Islampos.com. 4 Fungsi Hadis terhadap Alquran. Diakses pada 14 November 2022 dari
https://www.islampos.com/4-fungsi-hadis-terhadap-alquran-205769/

Anda mungkin juga menyukai