Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HADIS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM


DisusunUntuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadis

Oleh
1. Muh Alqab :1904020015
2. Muhamma Haerul :1904020016

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim.

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan


hidayah-Nya karena kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Adapun dalam penulisan makalah ini, materi yang akan dibahas adalah
“Pengertian Hadis Dan Sinonimnya”. Kami menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karena
itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan penulisan makalah ini. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini,
khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah yang bersangkutan.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat
menambah wawasan kita dalam mempelajari Ulumul Hadis serta dapat
digunakan sebagaimana mestinya.

Palopo, 17 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I..............................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................1
BAB II............................................................................................................2
PEMBAHASAN.............................................................................................2
A. Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam..................................2
B. Dasar Kehujjahan Hadis.........................................................................3
C. Fungsi Hadits sebagai Sumber Ajaran Islam.........................................8
BAB III.........................................................................................................12
PENUTUP....................................................................................................12
A. Kesimpulan..........................................................................................12
B. Saran.....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menurut bahasa (lughat), hadis dapat berarti baru,
dekat (qarib) dan cerita( khabar). Sedangkan menurut istilah ahli hadist
ialah “segala ucapan Nabi, segala perbuatan beliau dan segala keadaan
beliau”. Akan tetapi para ulama Ushul Hadits, membatasi pengertian
hadits hanya pada ”Segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir
Nabi Muhammad SAW, yang bersangkutan.
Beranjak dari pengertian-pengertian di atas, menarik dibicarakan
tentang kedudukan Hadis dalam Islam. Seperti yang kita ketahui, bahwa
Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama atau primer dalam Islam.
Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang sedikit
sekali Al-Qur’an membicarakanya, atau Al-Qur’an membicarakan secara
global saja atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali dalam Al-Qur’an.
Nah jalan keluar untuk memperjelas dan merinci keuniversalan Al-
Qur’an tersebut, maka diperlukan Hadis atau Sunnah. Di sinilah peran
dan kedudukan Hadis sebagai tabyin atau penjelas dari Al-Qur’an atau
bahkan menjadi sumber hukum sekunder atau kedua setelah Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan hadis sebagai sumber ajaran Islam?
2. Bagaimana dasar kehujjahan hadis?
3. Bagaimana fungsi-fungsi hadis terhadap Al-Qur’an?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui kedudukan hadis sebagai sumber ajaran islam.
2. Mengetahui dasar kehujjahan hadis.
3. Mengetahui fungsi-fungsi hadis terhadap Al-Qur’an.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam


 Hadis dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat urgen.
Dimana hadis merupakan salah satu sumber hukum kedua setelah Al-
Qur’an. Al-Qur’an akan sulit dipahami tanpa intervensi hadis. Memakai
Al-Qur’an tanpa mengambil hadis sebagai landasan hukum dan pedoman
hidup adalah hal yang tidak mungkin, karena Al- Qur’an akan sulit
dipahami tanpa menggunakan hadis. Kaitannya dengan kedudukan
hadis  di samping Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, maka Al-
Qur’an merupakan sumber pertama, sedangkan hadis merupakan sumber
kedua. Bahkan sulit dipisahkan antara  Al-Qur’an dan hadis karena
keduanya adalah wahyu, hanya saja Al-Qur’an merupakan wahyu matlu
(wahyu yang dibacakan oleh Allah SWT,baik reaksi maupun maknanya,
kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa arab) dan
hadits wahyu ghoiru matlu ( wahyu yang tidak dibacakan Allah
SWT  kepada Nabi Muhammad SAW secara langsung, melainkan
maknanya dari Allah dan lafalnya dari Nabi Muhammad SAW.
Ditinjau dari segi kekuatan di dalam penentuan hukum, otoritas Al-
Qur’an lebih tinggi satu tingkat dari pada otoritas Hadis, karena Al-
Qur’an mempunyai kualitas qath’i baik secara global maupun terperinci.
Sedangkan Hadis berkulitas qath’i secara global dan tidak secara
terperinci. Disisi lain karena Nabi Muhammad SAW, sebagai manusia
yang tunduk di bawah perintah dan hukum-hukum Al-Qur’an, Nabi
Muhammad SAW tidak lebih hanya penyampai Al-Qur’an kepada
manusia.
 Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan
perbuatannya menjadi pedoman bagi manusia. Karena itu beliau
ma’shum (senantiasa mendapat petunjuk Allah SWT). Dengan demikian
pada hakekatnya Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga berasal dari
Allah. Kalau Al Qur’an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-

2
kalimat jadi, yang isi maupun redaksinya langsung diwahyukan Allah,
maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari Allah yang di ilhamkan kepada
beliau, kemudian beliau menyampaikannya kepada umat dengan cara
beliau sendiri.
ِ ‫ُر بِ ْالبَيّنَا‬dِ ‫ِإلَ ْيكَ َوَأ ْن َز ْلنَا َوال ّزب‬  ‫الذ ْك َر‬
‫ت‬ ّ   َ‫اس لِتُبَيّن‬
ِ ّ‫يَتَفَ ّكرُونَ َولَ َعلّهُ ْم ِإلَ ْي ِه ْم َما نُ ّز َل لِلن‬ 

“kami telah menurunan peringatan (Al-Qur’an) kepada engkau


(Muhammad) supaya kamu menerangkan kepada segenap manusia
tentang apa-apa yang diturunkan kepada mereka” (QS. An-Nahl 44).

‫فَ ُخ ُذوهُ ل َّرسُو ُل آتَا ُك ُم َو َما‬ ‫فَا ْنتَهُوا َع ْنهُ نَهَا ُك ْم َو َما‬  ‫ َواتَّقُوا‬ 

“Apa-apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kamu, hendaklah kamu


ambil dan apa yang dilarang bagimu hendaklah kamu tinggalkan” (QS.
Al-Hasyr 7).

Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa sunnah/ hadis merupakan


penjelasan Al-Qur’an. Sunnah itu diperintahkan oleh Allah untuk
dijadikan sumber hukum dalam Islam. Dengan demikian, sunnah adalah
menjelaskan Al-Qur’an, membatasi kemutlakannya dan mentakwilkan
kesamarannya. Allah menetapkan bahwa seorang mukmin itu belum
dapat dikategorikan beriman kepada Allah sebelum mereka mengikuti
segala yang diputuskan oleh Rasulullah SAW dan dengan putusannya itu
mereka merasa senang. 

B. Dasar Kehujjahan Hadis


Yang dimaksud dengan kehujjahan Hadis (hujjiyah hadis) adalah
keadaan Hadis yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil al-
syar’i), sama dengan Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil syariah
yang menunjukkannya. Hadis adalah sumber hukum Islam (pedoman
hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang
telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka
secara otomatis harus percaya bahwa Hadis juga merupakan sumber
hukum Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran Hadis sebagai

3
sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa, tetapai juga murtad
hukumnya.
Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadis karena
selain memang di perintahkan oleh Al-Qur’an juga untuk memudahkan
dalam menentukan (menghukumi) suatu perkara yang tidak dibicarakan
secara rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al Qur’an
sebagai sumber hukum utama. Apabila hadis tidak berfungsi sebagai
sumber hukum, maka kaum Muslimin akan mendapatkan kesulitan-
kesulitan dalam berbagai hal, seperti tata cara shalat, kadar dan ketentuan
zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam
hal ini tersebut hanya berbicara secara global dan umum. Dan yang
menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasulullah. Selain itu juga
akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat
yang musytarak (multi makna), muhtamal (mengandung makna
alternatif) dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah
untuk menjelaskannya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya
didasarkan kepada pertimbangan rasio (logika) sudah barang tentu akan
melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subyektif dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
Imam-imam pembina mazhab semuanya mengharuskan kita umat
Islam kembali kepada As-Sunnah dalam menghadapi permasalahannya.
Asy-Syafi’i berkata :
“Apabila kamu menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlawanan
dengan sunnah Rasulullah Saw. Maka berkatalah menurut Sunnah
Rasulullah Saw, dan tinggalkan apa yang telah aku katakan.”
Perkataan imam Syafi’i ini memberikan pengertian bahwa segala
pendapat para ulama harus kita tinggalkan apabila dalam kenyataannya
berlawanan dengan hadis Nabi SAW. Dan apa yang dikategorikan
pengertian bahwa segala pendapat para ulama harus kita tinggalkan
apabila dalam Asy-Syafi’i ini juga dikatakan oleh para ulama yang
lainnya. Tetapi Tidak semua perbuatan Nabi Muhammad merupakan

4
sumber hukum yang harus diikuti oleh umatnya, seperti perbuatan dan
perkataannya pada masa sebelum kerasulannya.
Untuk mengetahui  sejauh mana kedudukan hadis sebagai sumber
hukum Islam, dapat dilihat dalam beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli
ataupun aqli :
1. Dalil Al-Qur’an 
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban
mempercayai dan menerima segala yang datang dari Rasulullah Saw
untuk dijadikan pedoman hidup. Diantaranya adalah :
Firman Allah Swt dalam surah Ali Imran ayat 179 yaitu:
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman
dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang
buruk (munafik) dari yang baik (mu'min). Dan Allah sekali-kali tidak
akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi
Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya.
Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu
beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.”(QS:Ali
Imran:179).
Dalam QS. Ali Imran di atas, Allah memisahkan antara orang-
orang mukmin dengan orang-orang yang munafiq, dan akan
memperbaiki keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat iman
mereka. Oleh karena itulah, orang mukmin dituntut agar tetap beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya..
Selain Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam agar percaya
kepada Rasulullah Saw. Allah juga memerintahkan agar mentaati segala
peraturan dan perundang-undangan yang dibawanya. Tuntutan taat
kepada Rasul itu sama halnya dengan tuntutan taat dan patuh kepada
perintah Allah Swt. Banyak ayat al-Qur’an yang mnyerukan seruan ini.
Perhatikan firman Allah SWT. Dalam surat Ali-Imran ayat 32 dibawah
ini:
ْ‫َأقُل‬ ‫ع‬dُ ‫فَِإ ْنلَو َوال َّرسُاللَّهَاو ِطي‬ ‫الَّوْ تَ َو‬ ‫فَِإ َّن‬ َ ‫ينَفِ ِر ْال َكيُ ِحبُّالهَّللا‬

5
Artinya:
“Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS:Ali
Imran : 32).
Masih banyak lagi ayat-ayat yang sejenis menjelaskan tentang
permasalahan ini. Dari beberapa ayat di atas telah jelas bahwa perintah
mentaati Allah selalu dibarengi dengan perintah taat terhadap Rasul-
Nya. Begitu juga sebaliknya dilarang kita durhaka kepada Allah dan
juga kepada Rasul-Nya.Dari sinilah jelas bahwa ungkapan kewajiban
taat kepada Rasulullah Saw dan larangan mendurhakainya, merupakan
suatu kesepakatan yang tidak dipersilihkan umat Islam. 
2. Dalil Hadis
Dalam salah satu pesan yang disampaikan baginda Rasul berkenaan
dengan kewajiban menjadikan hadis sebagai pedoman hidup
disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya, adalah sabdanya
yaitu:
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak
akan tersesat selam-lamanya, selama kalian berpegang teguh kepada
keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”(HR. Malik). 
Hadis diatas telah jelas menyebutkn bahwa hadis merupakan
pegangan hidup setelah Al-qur’an dalam menyelesaikan permasalahan
dan segalah hal yang berkaitan dengan kehidupan khususnya dalam
menentukan hukum.
3. Kesepakatan Ulama’ (Ijma’)
Umat Islam telah sepakat menjadikan hadits menjadi sumber
hukum kedua setelah Al-Qur’an. Kesepakatan umat muslimin dalam
mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang
terkandung di dalam hadits telah dilakukan sejak jaman Rasulullah,
sepeninggal beliau, masa khulafaurrosyidin hingga masa-masa
selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya.

6
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan
Hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain adalah peristiwa
dibawah ini :
a. Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “saya
tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh
Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan
perintahnya. 
b. Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “saya tahu
bahwa engkau     adalah batu. Seandainya saya tidak melihat
Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu.” 
c. Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan
sholat safar dalam Al-Qur’an. Ibnu Umar menjawab, “Allah SWT
telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita dan kita tidak
mengetahui sesuatu, maka sesugguhnya kami berbuat sebagaimana
kami melihat Rasulullah berbuat.”
 Masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan bahwa yang
diperintahkan, dilakukan, dan diserukan oleh Rasulullah SAW, selalu
diikuti oleh umatnya, dan apa yang dilarang selalu ditinggalkan oleh
umatnya.

4. Sesuai dengan Petunjuk Akal (Ijtihad).


Kerasulan Muhammad SAW, telah diakui dan dibenarkan oleh
umat Islam. Di dalam mengemban misinya itu kadangkala beliau
menyampaikan apa yang datang dari Allah SWT, baik isi maupun
formulasinya dan kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan
wahyu dari Tuhan. Namun juga tidak jarang beliau menawarkan hasil
ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak dibimbing
oleh wahyu.
Menurut Abdul Ghoni bin Abdul Kholiq dalam bukunya Hujjiyah
al-Sunnah, kehujjahan hadits paling tidak dapat dipahami dari 7
aspek, yaitu:
1. ‘Ishamah (Keterpeliharaan Nabi dari Kesalahan)

7
Tugas Rasul sebagai penyampai wahyu mengharuskan beliau untuk
selalu ekstra hati- hati dalam bertindak
2.  Sikap Sahabat terhadap sunnah
Sikap para sahabat yang selalu patuh dan tunduk dengan perintah
Rasulullah SAW memberikan satu indikasi akan kebenaran apa
yang dilakukan dan diucapkan oleh beliau, dan  sekaligus dapat
dijadikan hujjah.
3. Al-Qur’an
Banyak ayat yang memerintahkan untuk patuh, taat dan mengambil
apa yang dilakukan Nabi SAW.
4. Al-Sunnah
Selain Al-Quran, terdapat banyak pula hadits yang menjelaskan
kehujjahan al-Sunnah.
5.   Kebutuhan al- Qur’an terhadap al-Sunnah
Al-Qur’an tidak akan dapat dipahami secara sempurna tanpa ada
bantuan al-Sunnah
6.  Realitas-Sunnah sebagai wahyu
Wahyu yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi ada yang berupa
wahyu dhohir ( yang berstatus terjaga dan terpelihara dari segala
bentuk kesalahan)
7.   Ijma’
Kesepakatan untuk mengambil hadits sebagai hujjah dan landasan
hukum
    
C. Fungsi Hadits sebagai Sumber Ajaran Islam
Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan
ajaran dalam islam, antara satu dengan yang lainya tidak dapat
dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-qur’an sebagai
sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat
umum dan global.  Oleh karena itu kehadiran hadis, sebagai sumber
ajaran kedua tampil untuk menjelaskan keumuman isi al-Qur’an tersebut.

8
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :

ِ ‫الزب ُِر بِ ْالبَيِّنَا‬


‫ت‬ ُّ ‫يوَأ ْنزَ ْلنَا َو‬ ِ َّ‫لِلن‬ ‫ِإلَ ْي ِه ْم نُ ِّز َل َما‬ ‫ونَ يَتَفَ َّك ُر َولَ َعلَّهُ ْم‬
َ َ‫اس لِتُبَيِّنَ ال ِّذ ْك َرال ِّذ ْك َر ِإل‬

Artinya :
 Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan.
(QS. An-Nahl : 44)
Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadis berfungsi sebagai
penafsir, pensyarat dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an. Apabila
disimpulkan tentang fungsi hadis dalam hubungan dengan Al-Qur’an
adalah sebagai berikut:
a. Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan At -Tafsir adalah menjelaskan
maksud dari Al-Qur’an Fungsi hadist dalam hal ini adalah merinci
ayat secara global( bayan al mujmal), membatasi ayat yang mutlak
( taqyid al muthlaq), mengkhususkan ayat yang umum ( takhshish
al’am) dan menjelaskan ayat yang dirasa rumit ( taudhih al musykil).
Diantara contoh bayan At -Tafsir mujmal adalah seperti hadist
yang menerangkan kemujmalan ayat-ayat tentang perintah Allah SWT
untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan haji. Ayat-ayat Al-Qur’an
yang menjelaskan tentang beribadah tersebut masih bersifat global
atau secara garis besarnya saja. Contohnya kita diperintahkan shalat,
namun Al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana tata cara shalat, tidak
menerangkan rukun-rukunnya dan kapan waktu pelaksanaannya.
Semua ayat tentang kewajiban shalat tersebut dijelaskan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan sabdanya :
(d‫صلُّوْ )ىرلبخاهاور‬ َ ‫ُأ‬
َ ‫صلِّ ْي ي ِن اَ ْيتُ ُموْ َر َك َما‬
 “Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari).
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam
Al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang
memerintahkan shalat adalah :

9
 “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-
orang yang ruku'.” (QS. Al-Baqoroh[2]: 43).
b.  Bayan Taqrir
Bayan At-Taqrir atau sering juga disebut bayan ta’kid ( penegas
hukum) dan bayan al- itsbat adalah hadist yang berfungsi untuk
memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Dalam hal ini,
hadis hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an.
Suatu hadis yang diriwayatkan muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi
sebagai berikut :
(‫فََأ ْف ِط ُر َأيْـتُ ُموْ هُ َر َوِإ َذ ا ُموْ فَصُوْ ْال ِهالَ َل َأيْـتُ ُم َر فَِإ َذا )ممسل هاور‬  ْ‫او‬ 
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga
apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim).
Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini yang artinya :
“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan,
hendaklah ia berpuasa...” (QS. Al-Baqoroh [2]: 185).
c.  Bayan Tasyri’
Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri’ adalah menjelaskan hukum
yang tidak disinggung langsung dalam Al-Qur’an. Bayan ini juga
disebut dengan bayan zaid ‘ala Al-Kitab Al-Karim. Hadits merupakan
sebagai ketentuan hukum dalam berbagai persoalan yang tidak ada
dalam Al-Qur’an.
d. Bayan An-Nasakh
Secara bahasa an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah
(menghilangkan), at-tahwil (memindahkan) atau at-tagyar
(mengubah). Menurut Ulama’ mutaqaddimin, yang dimaksud dengan
bayan an-nasakh adalah adanya dalil syara’ yang datang kemudian.
Dan pengertian tersebut menurut ulama’ yang setuju adanya fungsi
bayan an nasakh, dapat dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan yang
datang berikutnya dapat menghapus ketentuan-ketentuan atau isi Al-
Qur’an yang datang kemudian. Menurut ulama mutaqoddimin
mengartikan bayan an-nasakh ini adalah dalil syara’ yang dapat
menghapuskan ketentuan yang telah ada, karena datangnya kemudian.
Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadits-hadits

10
muawatir dan masyhur saja. Sedangkan terhadap hadits ahad ia
menolaknya.
 Salah satu contoh hadits yang biasa diajukan oleh para ulama
adalah hadits : “Tidak ada wasiat bagi ahli waris”.
Hadits ini menurut mereka me-nasakh isi Al-Qur’an surat Al-
Baqarah ayat 180     yang artinya :
 “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,
berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”(QS:Al-
Baqarah:180).

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi umat Islam setelah
Al-Quran sebagai sumber utama, hadits juga sebagai pedoman hukum
serta ajaran- ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an. Hadits adalah
sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua
setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an
sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya
bahwa Hadits juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang
menolak kebenaran Hadits sebagai sumber hukum Islam, bukan saja
memperoleh dosa, tetapai juga murtad hukumnya.
Kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat
dalam beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli ataupun aqli : dalil Al-
Qur’an, dalil Hadits, Ijma’ dan Ijtihad. Kehujjahan hadits dapat dipahami
dari 7 aspek yaitu: Ishmah, sikap sahabat terhadap sunnah, Al-Qur’an,
Al- Sunnah, Kebutuhan Al-Qur’an terhadap al-sunnah, realitas – sunnah
sebagai wahyu dan Ijma’
Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an yaitu: bayan tafsir, bayan taqrir,
bayan tasyri’ dan bayan an-nasakh.

B. Saran
 Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan.
Harapan kami untuk mengembangkan potensi yang ada dengan harapan
dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran
sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari Bapak Dosen
yang telah membimbing kami dan para Mahasiswa demi kesempurnaan
makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1980. Sejara dan Pengantar Ilmu Gadis, Jakarta:


Bulan Bintang.
http://uinkediri.blogspot.co.id/2014/12/contoh-makalah-kedudukan-hadits-
sebagai.html
 http://syuekri.blogspot.co.id/2012/10/hadist-sebagai-ajaran-agama.html

Smeer, Zeid B. 2008, Ulumul Hadis: Pengantar Studi Hadis Praktis,


Malang: UIN Malang Press.

13

Anda mungkin juga menyukai