Anda di halaman 1dari 18

HADITS SEBAGAI SUMBER

AJARAN ISLAM
DISUSUN OLEH:

WILDA MUHAJIR

NIM:140603162

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY


KATA PENGANTAR

         
          Puji syukur Kehadhirat Allah SWT atas segala perkenaannya sehingga
penyusunan Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an dan Hadis.
Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam
memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan kepada
junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya
serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.
          Penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca, baik dikalangan Mahasiswa maupun dikalangan masyarakat nantinya
yang diajukan sebagai bahan diskusi pada tatap muka perkuliahan.         
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan Makalah ini masih
banyak terdapat kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak khususnya kepada Dosen pembimbing guna untuk
menyempurnakan Makalah ini dan pada akhirnya bisa bermanfaat bagi semua
pembaca.

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

a. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1


b. Rumusan Makalah.............................................................................. 1
c. Tujuan Masalah.................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 2

a. Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam............................. 2


b. Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits............................................................. 5
c. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an..................................................... 9

BAB III PENUTUP..................................................................................... 14

Kesimpulan............................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

Ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia
untuk memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia
dunia dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam,
petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Alloh sebagai
pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan
Hadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut)
seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.
Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al Qur’an.
Hadis memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam fungsi
tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang tidak ada penjelasan yang
dapat dimengerti di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis
terhadap Al Qur’an dan dalil - dalil kehujahan hadis.

B. RUMUSAN MASALAH
a. bagaigamana kedudukan hadits dalam sumber hukum islam?
b.. Apa saja dalil- dalil kehujahan hadis ?
c. Bagaimana fungsi hadis terhadap Al-Qur’an ?
C. TUJUAN
a.mengetahui sumber hadits dalam keedudukan hukum
b. mengetahui apa saja dalil dalil yang berkaitan dengan kehujahan hadis
c. mengetahui fungsi hadis terhadap Al Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN

1. KEDUDUKAN HADIST SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin)


yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-
Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa
Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak
kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa,
tetapi juga murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri telah cukup menjadi
alasan yang pasti tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai sumber hukum Islam.1

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadist sebagai sumber hukum Islam,
dapat dilihat dalam beberapa dalil seperti dibawah ini :

 AL – QUR’AN

Banyak ayat Al – Qur’an yang menerangkan mempercayai dan menerima


segala sesuatu yang disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya untuk
dijadikan pedoman hidup.2 Diantaranya adalah : Ali Imran yang artinya “Allah
sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang mukmin seperti keadaan kamu
sekarang ini, sehingga Dia memisahkan yang buruk (munafik) dari yang baik
(mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal
yang gaib, akan tetapi, Allah akan memilih siapa yang dikehendaki-Nya diantara

1 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Semarang: Rasail Media Group, 2007),


hal. 30
2 Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT  RajaGrafindo Persada, 2008), hal.65
Rasul-Rasulnya. Karena itu, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya dan
jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar.”

Dalam surat An-Nisa ayat 136 Allah SWT Berfirman, yang artinya
sebagai berikut “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta
Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah,
Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasulnya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya
orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”.

Dalam surat Ali Imran diatas, Allah memisahkan antara orang-orang


mukmin dengan orang-orang yang munafik. Dia juga akan memperbaiki keadaan
orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Oleh karena itu, orang
mukmin dituntut agar tetap beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Pada surat An-Nisa ayat 136, sebagaimana halnya pada surat Ali Imran
ayat 179, Allah menyeru kaum muslimin agar beriman kepada Allah, Rasul-Nya
(Muhammad SAW), Alqur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian
pada akhir ayat, Allah SWT Mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-
Nya.3

Selain memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasulullah SAW,


Allah juga menyerukan agar umat-Nya menaati segala bentuk perundang-
undangan dan peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan,
Tuntutan taat dan patuh kepada Rasulullah SAW.

 DALIL AL-HADIST

3 Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,


2008), hal. 30
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW Berkenaan dengan kewajiban
menjadikan hadist sebagai pedoman hidup di samping Al- Qur’an sebagai
pedoman utamanya, adalah dalam sabdanya :

Artinya :

“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat
selama-lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu
kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya.” (H.R Hakim)

Hadist tersebut diatas, menunjukan kepada kita bahwa berpegang teguh


kepada hadist atau menjadikan hadist, sebagai pegangan dan pedoman hidup
adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.4

 KESEPAKATAN ULAMA (IJMA’)

Umat Islam telah sepakat menjadikan Hadist sebagai salah satu dasar
hukum dalam amal perbuatan karena sesuai dengan yang dikehendakinya oleh
Allah. Penerimaan hadist sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an,
karena keduanya sama-sama merupakan sumber hukum Islam.

Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan


mengamalkan segala ketentuan yang terkandung didalam hadist telah dilakukan
sejak masa Rasulullah, sepeninggal beliau, masa Khulafaur Ar-Rasyidin hingga
masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya. Banyak di antara
mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandunganya, tetapi
menyebarluaskanya kepada generasi-generasi selanjutnya.

2. DALIL-DALIL KEHUJJAHAN HADITS

4 Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi..........hal. 36


Sunnah atau Hadis Nabi Saw merupakan salah satu sumber ajaran agama
Islam sekaligus merupakan wahyu dari Allah seperti Al-Qur’an, hanya saja
perbedaan antara keduanya terletak pada sisi lafaz dan makna. dimana lafaz dan
makna al-Qur’an berasal dari Allah Swt semetara Hadis maknanya dari Allah Swt
dan lafaznya dari Rasulullah Saw, kedudukannya dalam ajaran agama sebagai
sumber kedua setelah Al-Qur’an, keduanya saling melengkapi antara satu dengan
yang lain, dan mentaatinya wajib bagi kaum muslimin sebagaimana wajibnya
mentaati Al-Qur’an. 5
 Adapun dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan sunnah antara lain:

 Al-Qur’an
Banyak ayat al-Qur’an yang menunjukkan akan kehujjahan Sunnah
diantaranya adalah ayat-ayat yang memerintahkan kepada kaum muslim untuk
taat kepada Rasulullah saw. firman Allah Swt :

‫ُأ‬
ِ Q‫و َل َو ولِي اَأْل ْم‬Q‫َّس‬
ِ ‫ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا‬Qَ‫ ْي ٍء ف‬Q‫ا َز ْعتُ ْم فِي َش‬QQَ‫ِإ ْن تَن‬Qَ‫ر ِم ْن ُك ْم ف‬Q ُ ‫وا الر‬QQ‫وا هَّللا َ َوَأ ِطي ُع‬QQ‫وا َأ ِطي ُع‬QQُ‫ا الَّ ِذينَ َآ َمن‬QQَ‫ا َأيُّه‬QQَ‫ي‬
)59( ‫ك خَ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل‬ َ ِ‫َوال َّرسُو ِل ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اَآْل ِخ ِر َذل‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman,


taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (QS An-Nisa : 59)6
Kembali kepada Allah maksudnya kembali kepada Al-Qur’an, dan
kembali kepada Rasul maksudnya kembali kepada Sunnah atau Hadis beliau Saw.

Perintah untuk mengikuti segala apa yang diperintahkan oleh Rasulullah


Saw dan menjauhi segala apa yang dilaranagnnya, Allah Swt berfirman:

5 Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadith, (Ponorogo: STAIN Press, 2010), hal. 29


6
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu...............hal. 40
‫َو َما َآتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا‬
Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr :7)
Allah Swt telah memperingatkan kita untuk tidak menyelisihi segala apa
yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw, Allah berfirman:

‫صيبَهُ ْم َع َذابٌ َألِيم‬


ِ ُ‫صيبَهُ ْم فِ ْتنَةٌ َأوْ ي‬
ِ ُ‫فَ ْليَحْ َذ ِر الَّ ِذينَ يُخَالِفُونَ ع َْن َأ ْم ِر ِه َأ ْن ت‬
Artinya : “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya
takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS An-Nu>r : 63)
Pada Banyak ayat, Allah Swt menyandingkan kata Kitab yang berarti al-
Qur’an dengan kata Hikmah yang berarti hadis atau sunnah diantara ayat-ayat
tersebut adalah firman Allah Swt:

‫َظي ًما‬ َ ‫َاب َو ْال ِح ْك َمةَ َوعَلَّ َم‬


َ ‫ك َما لَ ْم تَ ُك ْن تَ ْعلَ ُم َو َكانَ فَضْ ُل هَّللا ِ َعلَ ْي‬
ِ ‫كع‬ َ ‫ك ْال ِكت‬
َ ‫َوَأ ْن َز َل هَّللا ُ َعلَ ْي‬
Artinya : “Dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan Hikmah
kepadamu (Muhammad), dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum
kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu”. (QS. An-Nisa> :
113)\
Imam al-Syafi’I berkomentar perihal ayat yang terakhir ini dengan mengatakan:
“Allah swt menyebutkan al-Kitab yaitu al-Qur’an dan juga Sunnah (Hadis). Aku
teelah mendengar ahli ilmu al-Qur’an mengatakan; Hikmah adalah Sunnah
Rasulullah saw. Karena al-Qur’an disebutkan dan dibarengi dengan kata
Hikmah. Allah swt. Menyebutkan anudrah-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya
dengan mengajari mereka al-Kitab dan Hikmah, maka tidak boleh –Wallahu
a’lam- ditafsiri maksud Hikmah disini kecuali Sunnah Rasulullah saw”.

 Hadits Nabi
Terdapat banyak hadis-hadis Rasulullah saw. yang  menunjukkan
kewajiban untuk mengikuti Sunnah Nabawiyah  dan menegaskan bahwa Sunnah
itu memliki kedudukan yang sama seperti al-Qur’an dari segi keadaannya sebagai
sumber untuk menetapkan hukum-hukum. Diantara hadis-hadis tersebut:
 Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dengan sanadnya dari
sahabat Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:

َ ‫ُول هَّللا ِ َو َم ْن يَْأبَى قَا َل َم ْن َأطَا َعنِي َد َخ َل ْال َجنَّةَ َو َم ْن َع‬


‫صانِي فَقَ ْد‬ َ ‫ُكلُّ ُأ َّمتِي يَ ْد ُخلُونَ ْال َجنَّةَ ِإاَّل َم ْن َأبَى قَالُوا يَا َرس‬
‫َأبَى‬
Artinya : “Setiap umatku akan masuk surga, kecuali mereka yang enggan dan
tidak mau”. Para Sahabat kemudian bertanya (keheranan); ‘Siapakah yang tidak
mau memasukinya itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “orang yang
mentaatiku akan masuk surga dan orang yang mendurhakaiku (melangkar
ketentuanku) berarti dia enggan dan tidak mau”.6

 Hadis yang menjelaskan bahwa dengan berpegangteguh kepada Al-


Qur’an dan Sunnah, maka tidak akan tersesat untuk selamnya
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Malik bin Anas bahwasanya
Rasulullah saw bersabda:

‫َاب هَّللا ِ َو ُسنَّةَ نَبِيِّ ِه‬ ِ َ‫ت فِي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت‬


َ ‫ضلُّوا َما تَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكت‬ ُ ‫تَ َر ْك‬
Artinya : “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian
tidak akan sesat untuk (selamanya) selama kalian berpegangteguh kepada
keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”
 Hadis yang memerintahkan untuk senantiasa ber-
tamassuk (berpegangteguh) Sunnah Rasulullah saw dan para sahabat
beliau saw dan larangan melakukan kebid’ahan. Sebagaimana sabda
Rasulullah saw:

‫ور‬Q ‫ َدثَا ِ ُأْل‬Q ْ‫ ِذ َوِإيَّا ُك ْم َو ُمح‬Q‫ا بِالنَّ َوا ِج‬QQَ‫َعلَ ْي ُك ْم بِ ُسنَّتِي َو ُسنَّ ِة ْال ُخلَفَا ِء ْال َم ْه ِديِّينَ الرَّا ِش ِدينَ تَ َم َّس ُكوا بِهَا َوعَضُّ وا َعلَ ْيه‬
ِ Q‫ت ا ُم‬
ٌ‫ضاَل لَة‬
َ ‫فَِإ َّن ُك َّل ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬
6 Faisal Saleh, Mutiara Ilmu Atsar, (Jakarta: Akbar Media, 2008), hal. 109
Artinya : “Hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan Sunnah
para khalifah ra>syidah yang telah mendapatkan hidayah,
berpegangteguhlah kepadanya, dan gigitlah (Sunnah tersebut) dengan
gigi grahammu, dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru,
krena segala bentuk yang bersifat baru adalah bid’ah dan semua bentuk
bid’ah adalah sesat”.

 Hadis yang menjelaskan bahwa telah diturunkan kepada Rasulullah


saw al-Quran dan yang semidal dengannya, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dari sahabat al-Miqdam bin Ma’di Karib
ra, Rasulullah saw bersabda:

‫َاب َو ِم ْثلَهُ َم َعه‬ ُ ِ‫َأاَل ِإنِّي ُأوت‬


َ ‫يت ْال ِكت‬
Artinya : “Sesungguhnya telah diberikan (diturunkan) kepadaku al-Kitab (al-
Qura’n) dan bersamanya sesuatu yang semisal dengannya (al-Sunnah)”.

 Ijma’ (Kesepakatan)
Para Sahabat seluruhnya telah menyepakati kewajiban mengikuti Sunnah
Nabi saw, karena sunnah tersebut merupakan wahyu dari Allah swt dan telah
memerintahkan kepada kita untuk mengikutinya demikian pula dengan Rasul-Nya
sebagiaman dalam riwayat-riwayat yang telah disebutkan terdahulu. Fakta-fakta
yang menunjukkan kesepakatan mereka akan kehujjahan sunnah dalam agama
cukup banyak dan tidak terbilang jummlahnya dan tidak diketahui ada seorang
pun diantara mereka yang menyalahi dan menentang hal tersebut.
Kemudian para Tabi’in menempuh jalan para Sahabat dengan mengambil
dan mengikuti apa yang terdapat (warid ) dalam Sunnaah berupa hukum, adab,
dan tidak seorang dari mereka (Taabi’in) berani memenentang Sunnah yang
shahih.
Kemudian keum muslimin sesudah mereka hingga hari ini telah
menyepakati akan kewjiban menerima dan mengambil hukum-hukum yang di-
nuqil dari Sunnah dan barang siapa yang menentang hal tersebut dianatara
mereka, makka mereka telah menentang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta
mengikuti jalan selain jalan orang mu’min.
Oleh karena itu, kaum muslimin sangat setia menuqilnya, memeliharanya,
dan berpegang teguh dengannya karena taat kepada Allah swt dan mengikuti
Rasulullah saw.

3.  FUNGSI HADIS TERHADAP AL-QUR’AN

Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk


menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Q.S. Al-Nahl(16)
Artinya  “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.”7
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini
dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan
kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-
hadisnya.9
Penjelasan yang dimaksud di atas kemudian oleh para ulama di perinci ke
pelbagai bentuk penjelasan. Secara garis besar terdapat empat bentuk fungsi
penjelasan hadis terhadap al-Qur’an sebagai berikut;
7 Muhammad Ahmad, Ulumul Hadis,(Bandung: Pustaka Setia, 2004), hal. 100

9
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu...............hal 45
1. Bayan at-Taqrir
Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat.
Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang
telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya
memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan
Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:

)‫فَِإ َذا َرَأيْـتُ ُم ْال ِهالَ َل فَصُوْ ُموْ ا َوِإ َذا َرَأيْـتُ ُموْ هُ فََأ ْف ِطرُوْ ا (رواه مسلم‬
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat
(ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:
“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia
berpuasa” (QS. Al-Baqoroh : 185)
Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan
istilah bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-
hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an. 8

2. Bayan at-Tafsir
Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah penjelasan hadith terhadap ayat-
ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-
ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi hadith dalam hal ini memberikan
perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mutlak dan
memberikan takhsis terhadap ayat-ayat yang masih umum.

a. Merinci ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat,


global)
 Sebagai contoh hadis berikut:

8 Agus Solahudin, Ulumul Hadis,(Bandung: Pustaka Setia, 2011), hal.82


َ ‫صلُّوْ ا َك َما َراَ ْيتُ ُموْ نِي ُأ‬
)‫صلِّ ْي (رواه البخارى‬ َ
“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-
Qur’an tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat
adalah:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang
yang ruku'.” (QS. Al-Baqoroh[2]: 43)

.      b. Men-taqyid ayat-ayat yang mutlaq


Kata mutlaq artinya kata yang menunjukkan pada hakekat kata itu sendiri
apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Men-
taqyid dan mutlaq artinya membatasi ayat-ayat mutlaq denngan sifat, keadaan,
atau syarat-syarat tertentu. Sebagai contoh hadis Rasul SAW berikut:

)‫التقطع يد السارق ا في ربع دينار فصاعدا (رواه مسلم‬


“Tangan  pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian senilai)
seperempat dinar atau lebih.” (HR. Muslim)
Hadith di atas men-taqyid  ayat al-Qur’an berikut:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah.” (QS. Al Maidah [5]: 38)
c. Men-takhsis ayat yang ‘am
Kata ‘am ialah kata yang menunjukkan atau memiliki makna, dalam
jumlah yang banyak. Sedangkan takhsis atau khash, ialah kata yang menunjukkan
arti khusus, tertentu atau tunggal. Yang dimaksud men-takhsis yang ‘am ialah
membatasi keumuman ayat Al-Qur’an sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian
tertentu. Mengingat  fungsinya ini, maka ulama berbeda pendapat
apabila mukhasis-nya dengan hadith ahad. Menurut Syafi’i dan Ahmad bin
Hambal, keumuman ayat bisa ditakhsish oleh hadith ahad yang menunjukkan
kepada sesuatu yang khash, sedang menurut ulama Hanafiah sebalikanya.
 Sebagai contoh:
‫اليرث القتل من المقتول شيأ‬
“Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan.” (HR. Ahmad)
Hadith tersebut men-takhsis keumuman firman Allah surat an-Nisa’ ayat
44 berikut:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan...”

3. Bayan al-Nasakh
Pada bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat
tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap
sebagian hukum Al-Qur’an dan ada yang juga yang menolaknya.9
Kata nasakh secara bahasa
berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahkan),
dan taghyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-nasakh ini banyak
yang melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka terjadi perbedaan
pendapat dalam menta’rifnya. Menurut ulama mutaqoddimin, bahwa
terjadinya nasakh ini karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum
(ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak
bisa diamalkan lagi, dan syar’i (pembuat sayari’at) menurunkan ayat tersebut
tidak diberlakukan untuk selama-lamanya (temporal).
Diantara para ulama yang membolehkan adanya nasakh hadith terhadap
al-Qur’an juga berbeda pendapat dalam macam hadith yang dapat dipakai untuk
me-nasakh-nya. Dalam hal ini mereka terbagi menjadi tiga kelompok.
Pertama, yang membolehkan me-nasakh al-Qur’an dengan segala hadith,
meskipun dengan hadith Ahad. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh para
ulama mutaqaddimin dan Ibn Hazm serta sebagian para pengikut Zahiriyah.
Kedua, yang membolehkan me-nasakh dengan syarat hadith tersebut harus
mutawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah.

9 Agus Solahudin, Ulumul...........hal. 84


Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan Hadith masyhur,
tanpa harus dengan hadith mutawatir. Pendapat ini dipegang diantaranya oleh
ulama Hanafiyah.

BAB III
PENUTUP

 KESIMPULAN
                  Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk
menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Q.S. Al-Nahl[16]: 44.
Artinya  “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan
pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan.”
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini
dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan
kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-
hadisnya.          
Adapun Dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan Hadis  telah dibuktikan
oleh hal hal berikut antara lain ;
- Al Qur’an karim
- Hadis Nabi
- Ijma’ (Kesepakatan)

Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-
Qur’an itu bermacam-macam. Berikut beberapa hal yang yang merupakan fungsi
hadis terhadap Al Qur’an
- Bayan At-taqrir
- Bayan At-tafsir
- Bayan At-tasyri
-  Bayan Al-nasakh
Daftar pustaka

Ichwan, Mohammad Nor (2007). Studi Ilmu Hadis. Semarang: Rasail Media


Group
Abdurrahman, Mifdhol (2008). Pengantar Studi Ilmu Hadits. jakarta: Pustaka
Al-Kautsar
Saleh, Faisal (2008). Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta: Akbar Media
Rofiah, Khusniati (2010). Studi Ilmu Hadith .Ponorogo: STAIN PO Press
Suparta, Munzier (2008). Ilmu Hadis .Jakarta: PT  RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai