Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN


ISLAM
DISUSUN OLEH:
AHMAD GAZALI

NISN : 0046252268

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadhirat Allah SWT atas segala perkenaannya sehingga penyusunan Makalah ini
dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an
dan Hadis.

Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam memenuhi kriteria mata kuliah. Salam
dan salawat kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para
sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.

Penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, baik
dikalangan Mahasiswa maupun dikalangan masyarakat nantinya yang diajukan sebagai bahan diskusi
pada tatap muka perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan Makalah ini masih banyak terdapat kesalahan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak khususnya kepada Dosen
pembimbing guna untuk menyempurnakan Makalah ini dan pada akhirnya bisa bermanfaat bagi semua
pembaca.

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.i

DAFTAR ISI.ii

BAB I PENDAHULUAN.1

a. Latar Belakang Masalah.1


b. Rumusan Makalah.1
c. Tujuan Masalah.1

BAB II PEMBAHASAN.2

a. Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam.2


b. Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits.5
c. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an.9

BAB III PENUTUP.14

Kesimpulan.14

DAFTAR PUSTAKA
Ii

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia untuk memberi petunjuk kepada
jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia dunia dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan
membawa risalah Islam, petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Alloh sebagai
pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan Hadis, maupun
ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut) seperti hadits yang bukan tergolong
mutawatir.

Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al Qur’an. Hadis memiliki fungsi yang
sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam fungsi tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang
tidak ada penjelasan yang dapat dimengerti di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis terhadap Al Qur’an dan
dalil - dalil kehujahan hadis.

B. RUMUSAN MASALAH

a. bagaigamana kedudukan hadits dalam sumber hukum islam?

b.. Apa saja dalil- dalil kehujahan hadis ?

c. Bagaimana fungsi hadis terhadap Al-Qur’an ?

C. TUJUAN

a.mengetahui sumber hadits dalam keedudukan hukum


b. mengetahui apa saja dalil dalil yang berkaitan dengan kehujahan hadis

c. mengetahui fungsi hadis terhadap Al Qur’an

BAB II

PEMBAHASAN

1. KEDUDUKAN HADIST SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an.
Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis
harus percaya bahwa Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak
kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa, tetapi juga murtad
hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri telah cukup menjadi alasan yang pasti tentang kebenaran Al-
Hadits, ini sebagai sumber hukum Islam.

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadist sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat dalam
beberapa dalil seperti dibawah ini :

AL – QUR’AN

Banyak ayat Al – Qur’an yang menerangkan mempercayai dan menerima segala sesuatu yang
disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Diantaranya adalah
: Ali Imran yang artinya “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang mukmin seperti keadaan
kamu sekarang ini, sehingga Dia memisahkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah
sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi, Allah akan memilih
siapa yang dikehendaki-Nya diantara Rasul-Rasulnya. Karena itu, berimanlah kepada Allah dan Rasul-
Rasul-Nya dan jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar.”
Dalam surat An-Nisa ayat 136 Allah SWT Berfirman, yang artinya sebagai berikut “Wahai orang-orang
yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang allah turunkan
kepada Rasul-Nya, serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah,
Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasulnya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya”.

Dalam surat Ali Imran diatas, Allah memisahkan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang yang
munafik. Dia juga akan memperbaiki keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Oleh
karena itu, orang mukmin dituntut agar tetap beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Pada surat An-Nisa ayat 136, sebagaimana halnya pada surat Ali Imran ayat 179, Allah menyeru kaum
muslimin agar beriman kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad SAW), Alqur’an, dan kitab yang
diturunkan sebelumnya. Kemudian pada akhir ayat, Allah SWT Mengancam orang-orang yang
mengingkari seruan-Nya.

Selain memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasulullah SAW, Allah juga menyerukan agar
umat-Nya menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya, baik berupa
perintah maupun larangan, Tuntutan taat dan patuh kepada Rasulullah SAW.

DALIL AL-HADIST

Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW Berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadist sebagai
pedoman hidup di samping Al- Qur’an sebagai pedoman utamanya, adalah dalam sabdanya :

Artinya :

“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama
kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya.” (H.R Hakim)

Hadist tersebut diatas, menunjukan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadist atau menjadikan
hadist, sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh
kepada Al-Qur’an.

KESEPAKATAN ULAMA (IJMA’)

Umat Islam telah sepakat menjadikan Hadist sebagai salah satu dasar hukum dalam amal perbuatan
karena sesuai dengan yang dikehendakinya oleh Allah. Penerimaan hadist sama seperti penerimaan
mereka terhadap Al-Qur’an, karena keduanya sama-sama merupakan sumber hukum Islam.

Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang
terkandung didalam hadist telah dilakukan sejak masa Rasulullah, sepeninggal beliau, masa Khulafaur
Ar-Rasyidin hingga masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya. Banyak di antara mereka
yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandunganya, tetapi menyebarluaskanya kepada
generasi-generasi selanjutnya.

1. DALIL-DALIL KEHUJJAHAN HADITS

Sunnah atau Hadis Nabi Saw merupakan salah satu sumber ajaran agama Islam sekaligus merupakan
wahyu dari Allah seperti Al-Qur’an, hanya saja perbedaan antara keduanya terletak pada sisi lafaz dan
makna. dimana lafaz dan makna al-Qur’an berasal dari Allah Swt semetara Hadis maknanya dari Allah
Swt dan lafaznya dari Rasulullah Saw, kedudukannya dalam ajaran agama sebagai sumber kedua setelah
Al-Qur’an, keduanya saling melengkapi antara satu dengan yang lain, dan mentaatinya wajib bagi kaum
muslimin sebagaimana wajibnya mentaati Al-Qur’an.

Adapun dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan sunnah antara lain:

Al-Qur’an

Banyak ayat al-Qur’an yang menunjukkan akan kehujjahan Sunnah diantaranya adalah ayat-ayat yang
memerintahkan kepada kaum muslim untuk taat kepada Rasulullah saw. firman Allah Swt :
‫َيا َأُّيَها اَّلِذيَن َآَمُنوا َأِطيُعوا الَّلَه َوَأِطيُعوا الَّرُسوَل َوُأوِلي اْلَأْمِر ِمْنُكْم َفِإْن َتَناَزْعُتْم ِفي َشْي ٍء‬
)59( ‫َفُرُّدوُه ِإَلى الَّلِه َوالَّرُسوِل ِإْن ُكْنُتْم ُتْؤِمُنوَن ِبالَّلِه َواْلَيْوِم اْلَآِخِر َذِلَك َخْيٌر َوَأْحَسُن َتْأِويًلا‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS An-Nisa : 59)6

Kembali kepada Allah maksudnya kembali kepada Al-Qur’an, dan kembali kepada Rasul maksudnya
kembali kepada Sunnah atau Hadis beliau Saw.

Perintah untuk mengikuti segala apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw dan menjauhi segala apa
yang dilaranagnnya, Allah Swt berfirman:

‫َوَما َآَتاُكُم الَّرُسوُل َفُخُذوُه َوَما َنَهاُكْم َعْنُه َفاْنَتُهوا‬

Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr :7)

Allah Swt telah memperingatkan kita untuk tidak menyelisihi segala apa yang diperintahkan oleh
Rasulullah Saw, Allah berfirman:

‫َفْلَيْحَذِر اَّلِذيَن ُيَخاِلُفوَن َعْن َأْمِرِه َأْن ُتِصيَبُهْم ِفْتَنٌة َأْو ُيِصيَبُهْم َعَذاٌب َأِليم‬

Artinya : “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa azab yang pedih”. (QS An-Nu>r : 63)

Pada Banyak ayat, Allah Swt menyandingkan kata Kitab yang berarti al-Qur’an dengan
kata Hikmah yang berarti hadis atau sunnah diantara ayat-ayat tersebut adalah firman Allah Swt:

‫َوَأْنَزَل الَّلُه َعَلْيَك اْلِكَتاَب َواْلِحْكَمَة َوَعَّلَمَك َما َلْم َتُكْن َتْعَلُم َوَكاَن َفْضُل الَّلِه َعَلْيَك َعِظيًما‬

Artinya : “Dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan Hikmah kepadamu (Muhammad), dan
Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar
atasmu”. (QS. An-Nisa> : 113)\

Imam al-Syafi’I berkomentar perihal ayat yang terakhir ini dengan mengatakan:
“Allah swt menyebutkan al-Kitab yaitu al-Qur’an dan juga Sunnah (Hadis). Aku teelah mendengar ahli ilmu
al-Qur’an mengatakan; Hikmah adalah Sunnah Rasulullah saw. Karena al-Qur’an disebutkan dan dibarengi
dengan kata Hikmah. Allah swt. Menyebutkan anudrah-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya dengan
mengajari mereka al-Kitab dan Hikmah, maka tidak boleh –Wallahu a’lam- ditafsiri maksud Hikmah disini
kecuali Sunnah Rasulullah saw”.

Hadits Nabi

Terdapat banyak hadis-hadis Rasulullah saw. yang menunjukkan kewajiban untuk mengikuti Sunnah
Nabawiyah dan menegaskan bahwa Sunnah itu memliki kedudukan yang sama seperti al-Qur’an dari segi
keadaannya sebagai sumber untuk menetapkan hukum-hukum. Diantara hadis-hadis tersebut:

Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dengan sanadnya dari sahabat Abu Hurairah ra bahwa
Rasulullah saw bersabda:

‫ُكُّل ُأَّمِتي َيْدُخُلوَن اْلَجَّنَة ِإَّلا َمْن َأَبى َقاُلوا َيا َرُسوَل الَّلِه َوَمْن َيْأَبى َقاَل َمْن َأَط اَعِني َدَخَل اْلَجَّنَة‬
‫َوَمْن َعَصاِني َفَقْد َأَبى‬

Artinya : “Setiap umatku akan masuk surga, kecuali mereka yang enggan dan tidak mau”. Para Sahabat
kemudian bertanya (keheranan); ‘Siapakah yang tidak mau memasukinya itu wahai Rasulullah?’ Beliau
menjawab: “orang yang mentaatiku akan masuk surga dan orang yang mendurhakaiku (melangkar
ketentuanku) berarti dia enggan dan tidak mau”.

Hadis yang menjelaskan bahwa dengan berpegangteguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah, maka tidak
akan tersesat untuk selamnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Malik bin Anas bahwasanya
Rasulullah saw bersabda:

‫َتَرْكُت ِفيُكْم َأْمَرْيِن َلْن َتِضُّلوا َما َتَمَّسْكُتْم ِبِهَما ِكَتاَب الَّلِه َوُسَّنَة َنِبِّيِه‬

Artinya : “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat untuk (selamanya)
selama kalian berpegangteguh kepada keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”

Hadis yang memerintahkan untuk senantiasa ber-tamassuk (berpegangteguh) Sunnah Rasulullah saw
dan para sahabat beliau saw dan larangan melakukan kebid’ahan. Sebagaimana sabda Rasulullah
saw:

‫َعَلْيُكْم ِبُسَّنِتي َوُسَّنِة اْلُخَلَفاِء اْلَمْهِدِّييَن الَّراِشِديَن َتَمَّسُكوا ِبَها َوَعُّضوا َعَلْيَها ِبالَّنَواِجِذ َوِإَّياُكْم‬
‫َوُمْحَدَثاِت اْلُأُموِر َفِإَّن ُكَّل ُمْحَدَثٍة ِبْدَعٌة َوُكَّل ِبْدَعٍة َضَلاَلٌة‬

Artinya : “Hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan Sunnah para khalifah ra>syidah yang telah
mendapatkan hidayah, berpegangteguhlah kepadanya, dan gigitlah (Sunnah tersebut) dengan gigi
grahammu, dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru, krena segala bentuk yang bersifat baru
adalah bid’ah dan semua bentuk bid’ah adalah sesat”.

Hadis yang menjelaskan bahwa telah diturunkan kepada Rasulullah saw al-Quran dan yang semidal
dengannya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari sahabat al-Miqdam bin Ma’di
Karib ra, Rasulullah saw bersabda:

‫َأَلا ِإِّني ُأوِتيُت اْلِكَتاَب َوِمْثَلُه َمَعه‬

Artinya : “Sesungguhnya telah diberikan (diturunkan) kepadaku al-Kitab (al-Qura’n) dan bersamanya
sesuatu yang semisal dengannya (al-Sunnah)”.

Ijma’ (Kesepakatan)

Para Sahabat seluruhnya telah menyepakati kewajiban mengikuti Sunnah Nabi saw, karena sunnah
tersebut merupakan wahyu dari Allah swt dan telah memerintahkan kepada kita untuk mengikutinya
demikian pula dengan Rasul-Nya sebagiaman dalam riwayat-riwayat yang telah disebutkan terdahulu.
Fakta-fakta yang menunjukkan kesepakatan mereka akan kehujjahan sunnah dalam agama cukup banyak
dan tidak terbilang jummlahnya dan tidak diketahui ada seorang pun diantara mereka yang menyalahi
dan menentang hal tersebut.

Kemudian para Tabi’in menempuh jalan para Sahabat dengan mengambil dan mengikuti apa yang
terdapat (warid ) dalam Sunnaah berupa hukum, adab, dan tidak seorang dari mereka (Taabi’in) berani
memenentang Sunnah yang shahih.

Kemudian keum muslimin sesudah mereka hingga hari ini telah menyepakati akan kewjiban menerima
dan mengambil hukum-hukum yang di-nuqil dari Sunnah dan barang siapa yang menentang hal tersebut
dianatara mereka, makka mereka telah menentang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta mengikuti jalan
selain jalan orang mu’min.

Oleh karena itu, kaum muslimin sangat setia menuqilnya, memeliharanya, dan berpegang teguh
dengannya karena taat kepada Allah swt dan mengikuti Rasulullah saw.
1. FUNGSI HADIS TERHADAP AL-QUR’AN

Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi
al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Nahl(16)

Artinya “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”

Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia,
maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya
kepada mereka melalui hadis-hadisnya.9

Penjelasan yang dimaksud di atas kemudian oleh para ulama di perinci ke pelbagai bentuk penjelasan.
Secara garis besar terdapat empat bentuk fungsi penjelasan hadis terhadap al-Qur’an sebagai berikut;

1. Bayan at-Taqrir

Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat. Yang dimaksud dengan bayan ini,
ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam
hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan Muslim dari
Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:

)‫َفِإَذا َرَأْيـُتُم اْلِهَالَل َفُصْوُمْوا َوِإَذا َرَأْيـُتُمْوُه َفَأْفِطُرْوا (رواه مسلم‬

“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka
berbukalah.” (HR. Muslim)

Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:

“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa” (QS. Al-
Baqoroh : 185)

Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan istilah bayan al-muwafiq li al-nas al-
kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an.

1. Bayan at-Tafsir
Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah penjelasan hadith terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian
atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi hadith dalam
hal ini memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mutlak dan
memberikan takhsis terhadap ayat-ayat yang masih umum.

a. Merinci ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat, global)

Sebagai contoh hadis berikut:

)‫َصُّلْوا َكَما َرَاْيُتُمْوِني ُأَصِّلْي (رواه البخارى‬

“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)

Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur’an tidak menjelaskan secara
rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS. Al-
Baqoroh[2]: 43)

. b. Men-taqyid ayat-ayat yang mutlaq

Kata mutlaq artinya kata yang menunjukkan pada hakekat kata itu sendiri apa adanya, dengan tanpa
memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Men-taqyid dan mutlaq artinya membatasi ayat-
ayat mutlaq denngan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu. Sebagai contoh hadis Rasul SAW berikut:

)‫التقطع يد السارق ا في ربع دينار فصاعدا (رواه مسلم‬

“Tangan pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian senilai) seperempat dinar atau lebih.”
(HR. Muslim)

Hadith di atas men-taqyid ayat al-Qur’an berikut:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan
bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.” (QS. Al Maidah [5]: 38)

c. Men-takhsis ayat yang ‘am


Kata ‘am ialah kata yang menunjukkan atau memiliki makna, dalam jumlah yang banyak.
Sedangkan takhsis atau khash, ialah kata yang menunjukkan arti khusus, tertentu atau tunggal. Yang
dimaksud men-takhsis yang ‘am ialah membatasi keumuman ayat Al-Qur’an sehingga tidak berlaku pada
bagian-bagian tertentu. Mengingat fungsinya ini, maka ulama berbeda pendapat apabila mukhasis-nya
dengan hadith ahad. Menurut Syafi’i dan Ahmad bin Hambal, keumuman ayat bisa ditakhsish
oleh hadith ahad yang menunjukkan kepada sesuatu yang khash, sedang menurut ulama Hanafiah
sebalikanya.

Sebagai contoh:

‫اليرث القتل من المقتول شيأ‬

“Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan.” (HR. Ahmad)

Hadith tersebut men-takhsis keumuman firman Allah surat an-Nisa’ ayat 44 berikut:

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang
anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan...”

1. Bayan al-Nasakh

Pada bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam. Ada yang mengakui dan
menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap sebagian hukum Al-Qur’an dan ada yang juga yang
menolaknya.

Kata nasakh secara bahasa berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahkan),
dan taghyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-nasakh ini banyak yang melalui pendekatan
bahasa, sehingga di antara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam menta’rifnya. Menurut ulama
mutaqoddimin, bahwa terjadinya nasakh ini karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum
(ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak bisa diamalkan lagi,
dan syar’i (pembuat sayari’at) menurunkan ayat tersebut tidak diberlakukan untuk selama-lamanya
(temporal).

Diantara para ulama yang membolehkan adanya nasakh hadith terhadap al-Qur’an juga berbeda
pendapat dalam macam hadith yang dapat dipakai untuk me-nasakh-nya. Dalam hal ini mereka terbagi
menjadi tiga kelompok.

Pertama, yang membolehkan me-nasakh al-Qur’an dengan segala hadith, meskipun dengan hadith Ahad.
Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh para ulama mutaqaddimin dan Ibn Hazm serta sebagian
para pengikut Zahiriyah.

Kedua, yang membolehkan me-nasakh dengan syarat hadith tersebut harus mutawatir. Pendapat ini
diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah.
Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan Hadith masyhur, tanpa harus
dengan hadith mutawatir. Pendapat ini dipegang diantaranya oleh ulama Hanafiyah.

BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN

Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk menjelaskan (bayan)
keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Nahl[16]: 44.

Artinya “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”

Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia,
maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya
kepada mereka melalui hadis-hadisnya.

Adapun Dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan Hadis telah dibuktikan oleh hal hal berikut antara lain
;

Al Qur’an karim
Hadis Nabi
Ijma’ (Kesepakatan)

Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-Qur’an itu bermacam-
macam. Berikut beberapa hal yang yang merupakan fungsi hadis terhadap Al Qur’an

Bayan At-taqrir
Bayan At-tafsir
Bayan At-tasyri
Bayan Al-nasakh

Daftar pustaka

Ichwan, Mohammad Nor (2007). Studi Ilmu Hadis. Semarang: Rasail Media Group

Abdurrahman, Mifdhol (2008). Pengantar Studi Ilmu Hadits. jakarta: Pustaka


Al-Kautsar

Saleh, Faisal (2008). Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta: Akbar Media

Rofiah, Khusniati (2010). Studi Ilmu Hadith .Ponorogo: STAIN PO Press

Suparta, Munzier (2008). Ilmu Hadis .Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai