Disusun:
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
memahami Kedudukandanfungsihadits.
pengalaman bagi para pembaca,sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki masih kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan
Pekanbaru, September 16
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………..
A. Latar Belakang……………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………
C. Tujuan………………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………..
A. Simpulan…………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, memiliki peranan sangat penting
dalam membentuk peradaban manusia yang mulia. Sebagai agama, Islam tidak saja hanya
mengatur hubungan manusia dan Tuhannya, tetapi juga hubungan manusia dan manusia,
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam adalah wahyu Allah SWT yang berisikan
sejarah, hukum, dan syariat-syariat yang menuntun dan membimbing umat Islam ke jalan
yang benar, yang pada akhirnya akan memuliakan manusia itu sendiri. Al-Quran juga
membenarkan Kitab-Kitab yang Allah turunkan sebelumnya yaitu Zabur, Taurat dan Injil.
Sebagai kitab suci tentu saja Al-Quran merupakan sumber hukum utama bagi umat
Untuk menjelaskan banyak hal yang bersifat umum dalam Al-Quran, maka Hadis memiliki
peran penting dalam menuntun dan dan mengarahkan manusia dalam menjalankan ajaran Al-
Quran.
Kata “Hadis” secara bahasa dapat diartikan “baru” (al-jadid), yang merupakan lawan
kepada Nabi Saw, karena pembaruannya sebagai perimbangan dengan berita yang
terkandung dalam Al-Quran yang sifatnya qadim. Dengan demikian hadis memiliki peran
yang sangat penting dan tinggi bagi umat Islam sebagai sumber hukum atau penjelasan dari
pada ajaran Islam yang murni, yang hanya berpegang teguh pada sunnatullah atau Al-Quran
saja dan meniadakan peranan hadis, sehingga banyak yang terjerumus pada jalan yang sesat,
mereka tidak hanya sesat melainkan juga menyesatkan yang lain. Oleh karena itu, peranan
hadis terhadap Al-Quran dalam melahirkan hukum syariat Islam tidak bisa dikesampingkan
lagi, karena tidak mungkin umat Islam memahami ajaran Islam dengan benar jika hanya
Di sisi lain Imam Syafi’i telah menanamkan fondasi epistemologis yang sangat kokoh
mazhabi, bahwa ketika “jika sebuah hadis telah teruji kesahihannya, itulah mazhabku”.
Berawal dari konteks ini ternyata perkembangan agama (hukum) Islam tidak terlepas dari
B. Rumusan Masalah
3. Bagaimanahubungan Al-qurandenganSunnah?
C. Tujuan
3. Menjelaskan hubungan Al-qurandenganSunnah.
BAB II
PEMBAHASAN
Kedudukan sunnah (hadis) dalam Islam sebagai sumber hukum. Para ulama juga telah
berkonsensus bahwa dasar hukum Islam adalah Al-Quran dan sunnah (hadis). Dari segi
urutan tingkatan dasar Islam ini, sunnah (hadis) menjadi dasar hukum Islam (tasyri’iyyah)
kedua setelah Al-Quran. Hal ini dapat dimaklumi karena beberapa alasan sebagai berikut:
Sunnah berfungsi sebagai penjelas atau tambahan terhadap Al-Quran. Tentunya pihak
penjelas diberikan peringkat kedua setelah pihak yang dijelaskan. Teks Al-Quran sebagai
pokok asal, sedangkan sunnah sebagai penjelas (tafsir) yang dibangun karenanya. Dengan
Seluruh umat Islam juga telah berkonsensus bahwa Al-Quran seluruhnya diriwiyatakan
faedah absolut kebenarannya dari Nabi, kemudian di antaranya ada yang memberi petunjuk
makna secara tegas dan pasti dan secara relatif petunjuknya. Sedangkan sunnah (hadis),
relatif kebenarannya bahwa ia dari Nabi meskipun secara umum dapat dikatakan absolut
kebenarannya.
Ada beberapa dalil yang menunjukkan atas kehujahan hadis dijadikan sebagai sumber
فَإ ِ ْن ۖ يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوأَ ِطيعُوا ال َّرسُو َل َوأُولِي اأْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم
َ ِٰ َذل
ك َخ ْي ٌر َوأَحْ َسنُ تَأْ ِوياًل
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
mengimani Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih
Selain itu banyak dalil Al-Quran yang memerintahkan ketaatan kepada rasul dan
mengikuti sunnahnya. Perintah patuh kepada rasul berarti perintah mengikuti sunah sebagai
a. Konsekuensi iman kepada Allah adalah taat kepada-Nya. Sebagaimana perintah Allah dalam
ۚ َوإِ ْنتُ ْؤ ِمنُوا َوتَتَّقُوا فَلَ ُك ْم أَجْ ٌر َع ِظيم فَآ ِمنُوا بِاهَّلل ِ َو ُر ُسلِ ِه
“Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan
kepada kitab yang Alllah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya.”
Disamping itu, banyak juga ayat yang mewajibkan ketaatan kepada rasul secara
khusus dan terpisah karena pada dasarnya ketaatan kepada rasul berarti ketaatan kepada Allah
SWT, yaitu:
Selain Allah memerintahkan agar umat Islam agar percaya kepada Rasul SAW, juga
menyerukan agar menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya,
baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasul SAW ini sama
halnya dengan tuntutan taat kepada Allah SWT. Banyak ayat Al-Quran yang berkenaan
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan
hadis sebagai pedoman hidup, di samping Al-Quran sebagai pedoman utamanya. Beliau
bersabda:
)(اإلمام مالك
“Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi SAW, bahwa Rasulullah bersabda: "Telah Aku
tinggalkan pada diri kamu sekalian dua perkara sehingga kamu tidak akan sesat selama
kamu berpegang teguh kepadanya. Yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya" (H.R. Malik).
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat sepakat bahwa apa-apa yang berasal dari
Rasulullah, baik perbuatan, perkataan dan takrirnya dijadikan sebagai landasan untuk
menjalankan agama. Tidak seorangpun diantara mereka menolak tentang kewajiban untuk
menaati apa-apa yang datang dari Rasulullah. Kewajiban untuk menaati sunnah rasul
dikuatkan oleh dalil-dalil yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis. Kesepakatan para
sahabat selanjutnya diikuti oleh para tabi’in, tabi’ tabi’in dan generasi berikutnya hingga
sumber hukum Islam, antara lain dapat diperhatikan peristiwa di bawah ini:
1) Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi Khalifah, ia pernah berkata “Saya tidak meninggalkan
sedikit pun sesuatu yang diamalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut
Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu”.
3) Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan shalat safar dalam Al-
Quran. Ibnu Umar menjawab: “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada
kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Sesungguhnya kami berbuat sebagaimana duduknya
Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah dan saya sahalat
4) Diceritakan dari Sa’id bin Musayyab bahwa Usman bin ‘Affan berkata: “Saya duduk
sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah dan
Maksud dari dalil ini adalah argumen yang disusun berdasarkan pendekatan akal untuk
menjelaskan kedudukan hadis. Hampir tidak dapat dibayangkan betapa seorang manusia
tidak akan bisa menjalankan praktik Ubudiyah maupun praktik Mu’amalah dengan benar bila
mengambil pijakan langsung dari Al-Quran tanpa mengetahui keterangan dan penjabaran
Kerasulan Nabi Muhammad SAW teah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Di
dalam mengemban misinya itu, kadang-kadang beliau hanya sekedar menyampaikan apa
yang diterima dari Allah SWT, baik isi maupun formulasinya dan kadang kala atas inisiatif
sendiri dengan bimbingan ilham dari Tuhan. Namun, tidak jarang beliau membawakan hasil
ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak ditunjuk oleh wahyu dan juga tidak
dibimbing oleh ilham. Hasil ijtihad beliau ini tetap berlaku sampai ada nas yang
menasakhnya.
B. Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an
Yang di maksud dengan bayan tasfsil di sini adalah bahwa hadits itu menjelaskan
atau memperinci kemujmalan Al-Quran. Karena Al-Quran bersifat mujmal (global), maka
agar ia dapat berlaku sepanjang masa dan dalam keadaan bagaimanapun diperlakukan
sebagai pemerinci atau penafsir hal-hal yang masih disebutkan secara mujmal oleh Al-Quran.
Mujmal dalam pengertian ini adalah suatu lafaz yang belum jelas dilalahnya atau masih
bersifat umum dalam penunjukannya. Dengan hadis diharapkan dapat diketahui dengan jelas
mengerjakan ibadah haji. Namun teknik operasional tidak dijumpai didalam Al-Quran, teknik
Dalam hal ini hadis bertindak sebagai penjelas tentang kekhususan ayat-ayat yang
masih bersifat umum. ‘Amm dalam pengertian ini adalah suatu lafaz yang menunjukkan suatu
makna yang mencakup seluruh satuan makna yang tidak terbatas dalam satuan tertentu.
Dengan kata lain, semua lafaz yang mencakup semua makna yang pantasdengan suatu
lakimu), dan lain-lain. Misalnya, terkait informasi Al-Quran tentang ketentuan anak laki-laki
yang dapat mewarisi orang tua dari keluarganya, di dalam Al-Quran dijelaskan sebagai
berikut: “Allah telah mewasiatkan kepadamu tentang bagian anak-anakmu, yakni untuk laki-
laki sama dengan dua bagian untuk anak perempuan”. (Q.S. An-Nisa: 11). Ayat ini tidak
menjelaskan syarat-syarat untuk dapat saling mewarisi antara keluarga. Selanjutnya hal itu
dijelaskan oleh hadis yang menerangkan tentang persyaratan khusus tentang kebisaan saling
mewarisi tersebut, antara lain tidak berlainan agama dan tidak ada tindakan pembunuhan di
antara mereka.
Bayan taqyid adalah penjelasan terhadap Al-Qur’an dengan cara membatasi ayat-
ayat yang bersifat mutlak dengan keadaan, sifat dan syarat tertentu. Istilah mutlak maksudnya
adalah hakikat dari suatu ayat yang hanya berorientasi pada dhohirnya tanpa memiliki
limitasi yang dapat membuat pagar hukum yang sistematis. Adapun contoh hadits yang
) اعدًا
ِ ص ٍ ق إِاَّل فِي ُرب ُِع ِدين
َ ََار ف ِ ( اَل تُ ْقطَ ُع يَ ُد َس: قَا َل َرسُو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم:ت
ٍ ار ْ َض َي هَّللَا ُ َع ْنهَا قَال
ِ ع َْن عَائِ َشةَ َر
ٍ َوفِي ِر َوايَ ٍة أِل َحْ َم َد اِ ْقطَعُوا فِي ُرب ُِع ِدين صا ِعدًا
َواَل تَ ْقطَعُوا فِي َما ه َُو,َار ٍ تُ ْقطَ ُع اَ ْليَ ُد فِي ُرب ُِع ِدين:ِّاري
َ ََار ف ِ َولَ ْفظُ اَ ْلبُ َخ
“Dari 'Aisyah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak boleh
dipotong tangan seorang pencuri, kecuali sebesar seperempat dinar atau lebih." Muttafaq
Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim. Menurut Lafadz Bukhari: "Tangan seorang
pencuri dipotong (jika mengambil sebesar seperempat dinar atau lebih." Menurut riwayat
Ahmad: "Potonglah jika mengambil seperempat dinar dan jangan memotong jika mengambil
Hadits di atas dalam prakteknya yaitu membatasi hukuman pencuri yang secara
hukum tetap ia dipotong tangannya sebagaimana dijelaskan secara mutlak dalam ayat:
ِ َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا أَ ْي ِديَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِمنَ هَّللا ُ َّار
ِ ق َوالس ِ والس ۗ
َ
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(Q.S. Al-Maidah (5) ayat 38).
Ayat ini menjelaskan tentang hukum mutlak potong tangan bagi pencuri laki-laki
dan perempuan tanpa ada suatu pembatas takaran curiannya. Ayat ini mengobligasikan
potong tangan secara mutlak. Maka, kemudian hadis datang untuk membatasi hukum bahwa
yang dikenakan potongan tangan adalah bagi mereka yang mencuri seperempat dinar atau
lebih.
Hadis berfungsi juga sebagai penguat hukum-hukum yang ada di dalam Al-Quran.
Suatu ketetapan hukum tentang suatu masalah memiliki dua sumber atau argumentasi, yakni
Al-Quran dan Sunnah. Selain itu sunnah dalam konteks ini melengkapi sebagian cabang-
Dalam Al-Quran banyak ayat yang saling menguatkan dengan sunnah. Misalnya
bagi manusia dan sebagai penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak
dan batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu melihat bulan, maka hendaklah dia
Ayat ini dikuatkan oleh hadis Nabi yang berbunyi: “Berpuasalah kamu setelah
melihat bulan itu dan berbukalah setelah melihat bulan juga” (H.R. Bukhari-Muslim).
antara masyarakat. Di sinilah hadis Nabi mengeluarkan penjelasan dan sekaligus keputusan
dengan tidak berorientsi terhadap Al-Quran namun tetap ada bimbingan langsung dari sang
ْال َمرْ أَ ِة َوخَالَتِهَا بَ ْينَ ْال َمرْ أَ ِة َو َع َّمتِهَا َواَل بَيْن
“Tidak boleh menikahi seorang perempuan bersamaan dengan bibinya dari pihak
bapak & tak boleh menikahi perempuan bersamaan dengan bibinya dari pihak
bersamaan dengan bibinya. Disini Nabi memutuskan suatu hukum akan larangan itu. Dalam
Al-Quran tidak ada sebuah ayat tersurat tentang larangan mengawini perempuan bersamaan
dengan bibinya baik dari arah ayah maupun ibu. Hanya ada dalam Al-Quran keterangan-
keterangan tentang dilarangnya menikahi perempuan beserta kelurganya, seperti ibu, saudara,
anak dan sebagainya. Disinilah hadis mejelaskan haramnya menikahi bibi perempuan yang
Imam Syafi’i berpendapat bahwa apa yang telah disunnahkan oleh Rasulullah SAW
tidak terdapat dalam kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga, sebagaimana
Allah berfirman:
“Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus, yaitu
jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan di bumi”. (Q.S. Al-
Syura: 52).
C. Hubungan Alquran dengan sunnah
1. As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur-an. Dengan
demikian hukum tersebut mempunyai dua sumber dan terdapat pula dua dalil. Yaitu dalil-
dalil yang tersebut di dalam Al-Qur-an dan dalil penguat yang datang dari Rasulullah
perintah dan larangan. Ada perintah mentauhidkan Allah, berbuat baik kepada kedua orang
tua, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, ibadah haji ke
Baitullah, dan disamping itu dilarang menyekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua, serta
2. Terkadang As-Sunnah itu berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci hal-hal yang disebut
secara mujmal dalam Al-Qur-an, atau memberikan taqyid, atau memberikan takhshish dan
ayat-ayat Al-Qur-an yang muthlaq dan ‘aam (umum). Karena tafsir, taqyid dan takhshish
yang datang dari As-Sunnah itu memberi penjelasan kepada makna yang dimaksud di dalam
Al-Qur-an.
Dalam hal ini Allah telah memberi wewenang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
َاس َما نُ ِّز َل إِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْميَتَفَ َّكرُون َ الزب ُِر ۗ َوأَنزَ ْلنَا إِلَ ْي
ِ َّك ال ِّذ ْك َرلِتُبَيِّنَ لِلن ِ بِ ْالبَيِّنَا
ُّ ت َو
an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada
“Allah berwasiat kepada kamu tentang anak-anak kamu, bagi laki-laki bagiannya sama
38]
Ayat ini tidak menjelaskan sampai di manakah batas tangan yang akan dipotong. Maka dari
Adapun hukum-hukum tambahan selain yang terdapat di dalam Al-Qur-an, maka hal itu
merupakan tasyri’ dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib bagi kita mentaatinya
dan tidak boleh kita mengingkarinya. Tasyri’ yang demikian ini bukanlah mendahului
Kitabullah, bahkan hal itu sebagai wujud pelaksanaan perintah Allah agar kita mentaati
Rasul-Nya. Seandainya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ditaati, maka ketaatan
kita kepada Allah tidak mempunyai arti sama sekali. Karena itu kita wajib taat terhadap apa-
apa yang sesuai dengan Al-Qur-an dan terhadap apa-apa yang beliau tetapkan hukumnya
‘Barangsiapa taat kepada Rasul berarti ia taat kepada Allah…’” [An-Nisaa’: 80].
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Al-Quran memang merupakan pedoman umat Islam yang utama, namun isi dan
redaksi dari Al-Quran itu sendiri masih sangat bersifat global (mujmal). Maka dari itu
kedudukan hadis dalam Islam yang utama adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Quran yang
masih global. Rasulullah diperintahkan untuk menjelaskan tiap-tiap ajaran kepada para
Peran kedua adalah agar hadis menjadi pedoman ketika muncul persoalan-persoalan
yang tidak secara spesifik terdapat dalam Al-Quran. Setelah masa Rasulullah SAW. Al-
Quran dan Hadis dijadikan sebagai rujukan para ulama untuk mengeluarkan fatwa dan aturan
lainya. Karena tidak menutup kemungkinan perseteruan akan terjadi di masa yang akan
Peran yang ketiga, menjaga agar ayat-ayat Al-Quran tidak secara sembarangan
sudah merupakan penjelasan yang dapat dipahami bahwa juga telah ditafsirkan mendalam
pencitraan dari Al-Quran. Sehingga umat Islam yang mengikuti hadis-hadis Rasulullah
DAFTAR PUSTAKA
Agus Solehudin, M dan Suyadi, Agus. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia
di.html/ .
Akhmad Suseta, http://akhmadsuseta.blogspot.com/2012/05/fungsi-hadits-terhadap-
alquran.html.
Awan Al-Faiz, http://awanaalfaizy.blogspot.com/2012/11/kedudukan-dan-fungsi-hadits-
dalam-agama_2.html,.
Bulughul Maram versi 2.0 © 1429 H / 2008 M Oleh : Pustaka Al-Hidayah, Hadis No. 1255.
http://pipa-biru.blogspot.com/2014/01/kedudukan-hadist-sebagai-sumber-hukum.html.