Oleh:
NIM : 221006016
PASCASARJANA
BANDA ACEH
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................I
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................2
A. Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits....................................................................................... 2
a) Dalil Al-Qur,an ...................................................................................................................... 2
b) Dalil Hadits ............................................................................................................................ 4
c) Ijma’ ......................................................................................................................................... 5
I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah diketahui bersama bahwa Al-Quran dan hadits sebagai pedoman hidup
ataupun sumber hukum dalam ajaran Islam, satu dan lainnya tidak dapat
dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-quran sebagia sumber utama
banyak memuat ajaran-ajaran bersifat umum atau global. Adapun hadits, sesuai dengan
fungsi dasarnya menjelaskan dan memerinci hal-hal yang belum jelas di dalam Al-
quran.
Banyak ayat-ayat dan juga hadits yang menerangkan dalil kehujjahan hadits
dalam berbagai lafaznya. Sehingga menjadi sebuah penguat dan landasan oleh para
Ulama untuk dijadikan istinbtah hukum. Oleh karena demikian, ada keterkaitan hukum
berlaku dalam kitab-kitab fiqh berlandaskan dari ayat dan hadits
Hadirnya makalah ini menjadi sebuah bahan bacaan kita untuk melihat dan
memahami ayat-ayat dan hadits yang menjadi sumber kehujjahan hadits melalui
pemahaman para Ulama sehingga menjadi implikasi dalam sebuah hukum.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Mengetahui dalil-dalil kehujjahan hadits
2. Mengetahui klasifikasi ayat-ayat dan hadits-hadits tentang kehujjahan hadits
3. Mengetahui pemahaman ulama dalam memahami dalil-dalil tersebut
4. Mengetahui implikasi terhadap dalil hukum
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam alquran banyak sekali perintah agar kita juga berpegang pada hadits dalam
melaksanakan dan menggali hukum. Dengan demikian, antar alquran dan hadits
memiliki keterkaitan erat, yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan. Berdasarkan hal
tersebut, kedudukan hadits dalam islam tidak dapat diragukan karean terdapat
penegasan yang banyak, baik dalam alquran maupun hadits Nabi SAW dan juga Ijma’ ,
seperti diuraikan dibawah ini.
a. Dalil Al-Quran
Di dalam Alquran terdapat banyak ayat yang menjelaskan tentang kedudukan dan
tugas Rasulullah SAW, serta kewajiban mentaatinya,yaitu ;
....
Artinya :.. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan
pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka
memikirkan
Artinya ; Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (Q.S. Ali ‘Imran:32)
2
Dalam Q.S. An-Nisa ayat 59, :
Artinya ; Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Artinya: apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
Artinya : dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan
berhati-hatilah. jika kamu berpaling, Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya kewajiban
Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.
Artinya : Katakanlah: "Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu
berpaling Maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan
kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan
kepadamu. dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. dan tidak
lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".
3
Disamping itu, banyak juga ayat yang mewajibkan ketaatan kepada Rasul secara
khusus dan terpisah karena pada dasarnya ketaatan kepada Rasul berarti ketaatan
kepada Allah SWT, yaitu1 :
Pada Q.S. An-Nisa ayat 80 misalnya, disebutkan bahwa salah satu bentuk ketaatan
kepada Allah adalah dengan menaati RasulNya
Pada Q.S Ali Imran ayat 31 ditegaskan pula bahwa konsekuensi logis atau
manifestasi dari kecintaan manusia kepada Allah adalah dengan menaati RasulNya,
seperti firman Allah :
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia
banyak menyebut Allah.
b. Dalil Hadits
1
Drs. M. Solahuddin, M.Ag;agus Suryadi, Lc. M.Ag. Ulumul Hadis. CV. Pustaka Ssetia, hlm. 75
4
(ﺗرﻛت ﻓﯾﻛم اﻣرﯾن ﻟن ﺗﺿﻠوا اﺑدا ﻣﺎ ان ﺗﻣﺳﻛﺗم ﺑﮭﻣﺎ ﻛﺗﺎب ﷲ وﺳﻧﺔ رﺳوﻟﮫ )رواه اﻟﺣﺎﻛم
Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian. Jika kalian berpegang kepada keduanya ,
niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah dan sunnah RaulNya (H.R. Al-Hakim)2
(ﻋﻠﯾﻛم ﺑﺳﻧﺗﻲ و ﺳﻧت اﻟﺧﻠﻔﺎء اﻟراﺷدﯾن اﻟﻣﮭدﯾن ﺗﻣﺳﻛوا ﺑﮭﺎ )رواه اﺑو داود
Kalian wajib berperpegang teguh dengan sunnahku dan sunah khulafaurrasyidin yang
mendapat petunjuk, berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya (H.R. Abu Dawud3)
c. Ijma’
Seluruh umat Islam telah sepakat untuk mengamalkan hadits. Bahkan, hal itu
mereka anggap sejalan denga memenuhi panggilan Allah dan RasulNya. Kaum
muslimin menerima hadits seperti menerima Alquran karena berdasarkan penegasan
dari Allah bahwa hadits merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Allah juga
memeberikan kesaksian bagi Rasulullah SAW bahwa belia mengikuti apa yang
diwahyukan5
Sebagaimana yang telah disebutkan diatas tentang ayat-ayat dan hadits yang
menjadi dalil kehujjahan hadist, maka dapat kita klasifikasikan dari ayat-ayat diatas
tentang dalil kehujjahan hadits dalam beberapa ungkapan sebagai berikut:
1. Mubayyin,
Dalam surat an-Nahl ayat 44 tertera bahwa Rasulullah menjadi perinci atau
penjelas daripada ayat Alquran
2
As-Suyuthi. Al-Jami’ Ash-Shagir. Beirut:Dar al-Fikr, hlm 130
3
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud. Jilid 2, Beirut:Dar al-Fikr.1990M/1410H. Hlm393
4
Drs. M. Solahuddin, M.Ag;agus Suryadi, Lc. M.Ag. Ulumul Hadis. CV. Pustaka Setia, hlm. 77
5
Ibid
5
2. Ittiba’,
Kata-kata Ittiba’ atau mengikuti Nabi dalam ini disebutkan dalam Q.S.Ali
Imran ayat 31
3. Uswah,
Rasul SAW sebagai pedoman tertuang dalam Q.S Al-Ahzab ayat 21
4. Taat.
Penyebutan taat kepada Rasul ini sangat banyak ditemukan dalam Quran, baik
disertai dengan nama Allah atau penyebutan khusus kepada Rasul saja, seperti
pada Q.S An-Nisa ayat 80
5. Al-Iitaa
Penyebutan lafad ini terdapat pada Q.S Al-Hasyr ayat 7
6
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adhim ( terjemahan tafir ibnu katsir jilid 6), Insan Kamil Solo 2017, hal
98.
6
b) Qurasih Shihab ( Tafsir Al-Misbah)
Diantara penjelasan beliau adalah ;
Ayat ini menugaskan Nabi SAW untuk menjelakan Alquran. Bayan atau
penjelasan Nabi Saw itu bermacam-macam dan bertingkat-tibgkat.
Memang as-Sunnah mempunyai fungsi yang berhubungan dengan Alquran
dan fungsi sehubungan dengan pembinaan hukum syara’. Ada dua fungsi
penjelasan Nabi Muhammad SAW dalam kaitannya dengan Alquran. Yaitu
Bayan Ta’kid dan Bayan Tafsir. Yang pertama sekadar menguatkan atau
menggarisbawahi kembali apa yang terdapat dalam Alquran, sedang yang
kedua memperjelas, merinci bahkan membatasi pengertian lahir dari ayat-
ayat Alquran.
Para Ulama mendefinisikan fungsi as-Sunnah terhadap Alquran sebagai
Bayan Murad Allah (penjelasan tentang maksud Allah), sehingga apakah
ia merupakan penjelasan penguat atau perinci, pembatas dan bahkan
maupun tambahan, kesemuanya bersumber dari Allah.7
7
meneladani beliau sehingga mencapai tingkat cinta, maka paling tidak,
taatilah beliau dengan mengerjakan apa yang beliau wajibkan atas nama
Allah, dan jauhilah appa yang beliau haramkan atas nama Allah. Kalau ini
pun kalian tolak denagan berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang kafir”.
Dengan memahami penjelasan ayat diatas dengan baik, maka pada ayat-ayat
berikutnya yang tersebut ungkapan taat dengan bermacam akar katanya dari bahasa
arab, seperti pada surat An-Nisa ayat 59, AL-Maidah ayat 52, dan An-Nur ayat 54,
penjelasan pada ayat-ayat tersebut juga sama seperti pada surat Ali Imran diatas. Pada
ayat-ayat yang disebut ungkapan taat,terkadang disebutkan disertai dengan ketaatan
kepada Allah atau hanya disebutkan secara khusus taat kepada RasulNya.
Uraian tentang Q.S Al-Ahzab ayat 21 dijelaskan oleh ‘Ali Ash-Shabuni dalam
kitabnya Shafwah at-Tafasir9 ; Sungguh terdapat pada Rasul yang Agung
teladan/panutan yang baik bagi kalian orang yang beriman, kalian ikuti Rasul dalam
keikhlasannya, jihadnya, sabarnya, Beliau adalah contoh yang mulia lagi wajib untuk
diikuti, pada seluruh perkataannya, perbuatannya dan hal-ihwalnya, karena beliau tidak
berbicara dan berbuat berdasarkan hawa nafsu, namun beliau melakukannya sesuai
dengan wahyu.
9
Muhammad Ali As-Sabuni, Shafwah at-Tafasir, Beirut: Dar Al-Qalam Jilid 2, hal 520
10
Ustadz Muhammad Dhuha Abdul Jabbar dan K.H N. Burhanuddin, Lc. M.Si, Ensiklopedia Makna
AlQuran Syarah AlFaaazhul Quran, Fitrah Rabbani. Hal. 9
8
Dalil hadits tentang kehujjahan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam
kitabnya Sunan Abu Dawud sangat menjelaskan bahwa Rasulullah Saw memerintahkan
agar kita berpegang teguh dengan sunnahnya11. Dalam riwayat yang lain pun Rasul
mengatakan untuk bahwa beliau mewasiatkan sunnahnya untuk dijadikan pegangan atau
pedoman hidup, hadist yang diriwayatkan oleh Al-Hakim ini terdapat dalam kitab Jami’
Ash-Shaghir karya Imam Suyuthi, oleh karena jelasnya keterangan dalam hadist
tersebut maka Imam Suyuthi tidak banyak menguraikan kejelasan hadits ini dalam
karya beliau.
Sebelumnya perlu kita ketahui makna dari Sunnah tersebut, sehingga semakin
jelas maksud daripada hadist diatas dari berbagai pemahaman para Ulama dari fan
disiplin ilmu.
a. Ahli Hadits
Kata sunnah menurut ahli Hadits adalah;” segala sesuatu yang bersumber dari
Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan (taqrir), perangai, budi
pekerti maupun perjalanan hidup baik sebelum diangkat menjadi Rasul maupun
sesudahnya”12
Dari definisi tersebut, dapat diambil pemahaman bahwa para ahli Hadits
membawa masuk semua bentuk kebiasaan Nabi Saw (baik yang melahirkan
hukum syara’ maupun tidak) ke dalam pengertian sunnah13
b. Ahli Fiqh
Menurut para Ahli Ushul adalah : “Semua ketetapan yang berasal dari Nabi Saw
selain yang difardhukan, diwajibkan dan termasuk kelompok hukum (taklif) yang
lima.14
Definisi ini menunjukkan bahwa objek yang disoroti oleh Ahli Fiqh hanya
terbatas pada pribadi dan perilaku Nabi Saw sebagai landasan hukum syara’
11
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud. Jilid 2, Beirut:Dar al-Fikr.1990M/1410H. Hlm393
12
Asy-Syiba’i, Mustahfa, al-Sunnah Wa Makanuhu Fi al_tasyri’iy al-Islamiy (Mesir:Maktabah
Musthafa al-Bab al-Halabi,t.t), hlm 55
13
Al-Qasimi,Muhammad Jamaludin, Qawa’id al-Tahdits Min Funnun Musthalah al-Hadits,
Tahqiq;Muhammad Mahjah al-Bihthar, cet. II (Mesir.Mathba’ah Musthafa al-Bab al-Halabi,1961),hlm 35
14
Asy-Syiba’i, Mustahfa, al-Sunnah . . . .hlm 58
9
untuk ditetapkan pada perbuatan manusia pada umumnya,baik yang wajib, haram,
makruh, mubah maupun sunnat. Karenanya, jika dikatakan “perkara ini sunnat”,
maksudnya adalah pekerjaan itu memiliki nilai hukum yang dibebankan oleh
Allah kepada setiap orang yang sudah dewasa dan berakal.
c. Ahli Ushul
Menurut Ahli Ushul adalah; “Segala yang bersumber dari Nabi Saw selain
Alquran, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir) yang
memang layak untuk dijadikan sebagai dalil bagi hukum syara’”15
Kemaslahatan umat manusia agar tertata dengan baik dalam kehidupan ini
ditetapkan melalui hukum. Sebagai umat manusia, Allah jadikan pedoman hukum
tesebut terdapat dalam Alquran dan hadits. Kedua pedoman ini mengantarkan ke arah
yang baik jika dilaksanakan dengan sebenar-benarnya.
Dua pedoman umat Islam ini menjadi pegangan yang kuat dan mempunyai
keterkaitan antar satu dengan lainnya. Rasulullah Saw sebagai pembawa syari’at telah
mewariskan kita Alquran dan hadistnya. Alquran sebagai sumber utama banyak memuat
ajaran-ajaran bersifat umum. Adapun hadist, sesuai fungsi dasarnya menjelaskan dan
memerinci hal-hal yang belum jelas di dalam Alquran.
Maka ada kecacatan, ketidakjelasan dan keragu-raguan hukum jika kita hanya
memahami isi Alquran tanpa dibarengi dengan hadist. Contohnya, bagaimana kita bisa
memahami tata laksana shalat jika hanya membaca dalam Alquran “ Aqiimush shalah” ,
dengan hadirnya penjelasan Rasul Saw dengan sabdanya “ Shalatlah kamu sebagamana
engkau melihat aku shalat”, maka jelaslah praktek shalat yang kita lakukan.
Namun, sebagaimana yang telah kita uraikan tentang makna sunnah menurut Ahli
Ushul dan Fiqh ada beberapa perbuatan Nabi yang menjadi tasyri’ yang berlaku bagi
kita. Kita dituntut untuk mengikuti dan meneladani. Untuk itu, harus diketahui status
perbuatan itu bagi kita wajib, sunah, atau sekedar mubah.
Oleh karena demikian, maka dapat kita klasifikasikan implikasi hukum tentang
dalil kehujjahan hadist sebagai berikut16 :
15
Al-Ajjaj, Ushul al-Hadits,’Ulumuha wa Musthalatuhu, cet.4 Dar alFikr:beirut. Hlm.19
10
a) Bayan Taqririy atau Ta’kidy
b) Bayan Tafsiriy
Fungsi hadist adalah untuk memberikan tafsiran dan rincian terhadap hal-hal yang
sudah dibicarakan Al-Quran. Hal ini dapat dikelompokkan menjadi 4, yaitu:
Maksudnya ialah membentuk hukum yang tidak ada di dalam Al-Quran, atau
sudah ada tetapi khusus pada masalah-masalah pokok saja. Dalam hal ini, keberadaan
hadits dapat dikatakan sebagai tambahan terhadap sesuatu yang telah dimuat dalam Al-
Quran.
Maksudnya hadits berfungsi untuk melakukan perubahan terhadap apa yang telah
ditetapkan oleh ayat Al-Quran, walaupun terjadi perbedaan pendapat tentang hal ini dari
para Ulama Mutaqaddimin maupun Muta-akhirin.
BAB III
16
K.H. M.Ma’shum Zein, M.A, Ilmu Memahami Hadits Nabi, Pustaka Pesantren Cet I 2016. Hlm 48
11
PENUTUP
Dari uraian diatas, dapat kita ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalil-dalil kehujjahan hadits terdapat baik dalam Alquran, hadist dan juga
ijma’ para Ulama seperti yang tersebut di atas
2. Klasifikasi dalil hadist dalam Alquran terdiri dari :
a. Lafal Mubayyin,
b. Lafal Ittiba’,
c. Lafal Uswah,dan
d. Lafal Ta’at,
3. Representasi dari mengikuti dan mencinati adalah taat, inilah gambaran
umum dari dalil yang tertera pada Q.S. Al-Ahzab ayat 21 dan Ali Imran ayat
32
4. Pengertian sunnah ditinjau dari banyak pendapat Ulama dari segi fan ilmu
memiliki makna yang berbeda
5. Jika menilik kepada syari’at, maka makna sunnah harus disesuaikan dengan
definisi dari pakar Ushul dan Fiqh
6. Implikasi hukum dari dalil kehujjahan hadist adalah tidak terpisahnya antara
Alquran dan Hadist, karena dengan kehadiran hadist membuat kita paham
akan sesuatu yang masih global dalam Alquran
Demikian uraian atas isi makalah ini, dalam kajian ini banyak hal yang perlu
kita tambah atau tinjau ulang. Oleh karenanya, kepada pembaca nantinya bisa
mengkoreksi kembali isi kajian dalam makalah ini.
12
DAFTAR PUSTAKA
13