Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

DISUSUN OLEH:

XANANA OKTA YANDIKA (23631073)

SELVI PURNAMASARI (23631061)

DOSEN PENGAMPU:

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYRIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) CURUP


KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai selesai. Adapun dalam penulisan makalah ini,materi yang di bahas
adalah Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai selesai. Adapun dalam penulisan makalah ini,materi yang di bahas
adalah ‘HADIS SEBAGAI AJARAN AGAMA ISLAM’

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca dan juga bagi penulis sendiri. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Curup,01 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut basaha (laughat) dapat berarti baru, dekat (qarib). Sedangkan
menurut istilah ahli “segala ucapan Nabi, segala perbutan beliau dan keadaan beliau”.
Akan tetapi para ulama ushul Hadits, membatasi pengertian hadits hanya pada
“Segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir Nabi Muhammad SAW, yang
bersangkut paut dengan hukum.
Beranjak dari pengertian-pengertian di atas, menarik dibicarakan kedudukan
dalam islam. Seperti yang kita ketahui, bahwa Al-qur’an merupakan sumber utama
atau primer dalam islam.Akan tetapi didalam realitanya, ada beberapa hal dan perkara
yang sedikit sekali Al-qur’an membicarakannya, atau Al-qur’an membicarakan secara
global saja bahkan tidak dibicarakan sama sekali dalam Al-qur’an. Jadi, jalan keluar
untuk memperjelas dan merinci keuniversalan Al-qur’an, maka diperlukan Hadits dan
Sunah. Disinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai tabyin atau penjelas dari Al-
qur’an atau bahkan menjadi hukum sekunder atau hukum kedua setelah Al-qur’an.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagamana dalil- dalil kehujahan hadis ?
b. Apa saja macam-macam hadits yang ditinjau dari berita?
c. Bagaimana fungsi hadis terhadap Al-Qur’an ?
d. jelaskan tentang hadit qudsi ?

C. TUJUAN MANFAAT
a. mengetahui kedudukan hadits sebagai sumber ajaran islam.
b. mengetahui apa saja dalil dalil yang berkaitan dengan kehujahan hadis
c. Memahami fumgs-fungsi hadits terhadap Al-qur’an
BAB II

PEMBAHASAN

A.Dalil kehujjahan Hadits


Yang dimaksud dengan kehujjahan Hadits (hujiyah hadits) adalah keadaan hadits
yang wajib dijadikan hujjah atau hukum (al-dalil al syar’i),sama dengan Al-qur’an
dikarenakan adanya syari’ah yang menunjukkan hadits sebagai sumber hukum islam yang
kedua setelah Al-qur’an. Bagi mereka yang beriman kepada Al-qur’an sebagai hukum islam,
maka secara otomatis harus percaya bahwa hadits juga merupakan sumber hukum islam. Bagi
merreka yang menolak hadits sebagai sumber hukum islam,bukan saja memperoleh dosa
tetapi juga murtad hukumnya.
Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadits karena selain memang di
perintahkan oleh Al-Qur’an juga untuk memudahkan dalam menentukan (menghukumi)
suatu perkara yang tidak dibicarakan secara rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam
Al Qur’an sebagai sumber hukum utama. Apabila hadits tidak berfungsi sebagai sumber
hukum, maka kaum muslimin akan mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam berbagai hal,
seperti tata cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-
ayat Al-Qur’an dalam hal ini tersebut hanya berbicara secara global dan umum. Dan yang
menjelaskan secara terperinci justru sunnah Rasulullah. Selain itu juga akan mendapatkan
kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak (multi makna),
muhtamal (mengandung makna alternatif) dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan
sunnah untuk menjelaskannya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan
kepada pertimbangan rasio (logika) sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran
yang sangat subyektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Imam-imam pembina mazhab semuanya mengharuskan kita umat Islam kembali
kepada As-Sunnah dalam menghadapi permasalahannya. Asy-Syafi’i berkata:
Artinya: “Apabila kamu menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlawanan dengan
sunnah Rasulullah Saw. Maka berkatalah menurut Sunnah Rasulullah Saw, dan tinggalkan
apa yang telah aku katakan.”
Perkataan imam Syafi’i ini memberikan pengertian bahwa segala pendapat para ulama
harus kita tinggalkan apabila dalam kenyataannya berlawanan dengan hadits Nabi SAW. Dan
apa yang dikategorikan pengertian bahwa segala pendapat para ulama harus kita tinggalkan
apabila dalam AsySyafi’i ini juga dikatakan oleh para ulama yang lainnya. Tetapi Tidak
semua perbuatan Nabi Muhammad merupakan sumber hukum yang harus diikuti oleh
umatnya, seperti perbuatan dan perkataannya pada masa sebelum kerasulannya.
Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat
dilihat dalam beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli ataupun aqli
Dalil Al-Qur’an
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan
menerima segala yang datang dari Rasulullah Saw untuk dijadikan pedoman hidup.
Diantaranya adalah :
Perhatikan firman Allah SWT. Dalam surat Ali-Imran ayat 32 dibawah ini:

‫ُقْل َاِط ْيُعوا َهّٰللا َو الَّرُسْو َل ۚ َفِاْن َتَو َّلْو ا َفِاَّن َهّٰللا‬
‫اَل ُيِح ُّب اْلٰك ِفِر ْيَن‬
Artinya: “Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS:Ali Imran:32)

Masih banyak lagi ayat-ayat yang sejenis menjelaskan tentang permasalahan ini. Dari
beberapa ayat di atas telah jelas bahwa perintah mentaati Allah selalu dibarengi dengan
perintah taat terhadap Rasul-Nya. Begitu juga sebaliknya dilarang kita durhaka kepada Allah
dan juga kepada Rasul-Nya.

Dalil Hadits
Dalam salah satu pesan yang disampaikan baginda Rasul berkenaan dengan
kewajiban menjadikan hadits sebagai pedoman hidup disamping AlQur’an sebagai pedoman
utamanya, adalah sabdanya:

‫ ِكَتاَب ِهللا َو ُس َّنَة َر ُسْو ِلِه‬: ‫َتَر ْكُت ِفْيُك ْم َأْمَر ْيِن َلْن َتِض ُّلْو ا َم ا َتَم َّسْكُتْم ِبِهَم ا‬
Artinya : “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan
tersesat selam-lamanya, selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah
dan Sunnah Rasul-Nya.”(HR. Malik).
Hadits di atas telah jelas menyebutkan bahwa hadits merupakan pegangan hidup
setelah Al-Qur’an dalam menyelesaikan permasalahan dan segalah hal yang berkaitan dengan
kehidupan khususnya dalam menentukan hukum.

1) Kesepakatan Ulama’ (Ijma’)


Umat Islam telah sepakat menjadikan hadits menjadi sumber hukum
kedua setelah Al-Qur’an. Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai,
menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadits
telah dilakukan sejak jaman Rasulullah, sepeninggal beliau, masa
khulafaurrosyidin hingga masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang
mengingkarinya.

2) Sesuai dengan Petunjuk Akal (Ijtihad)


Kerasulan Muhammad SAW, telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam.
Di dalam mengemban misinya itu kadangkala beliau menyampaikan apa yang
datang dari Allah SWT, baik isi maupun formulasinya dan kadangkala atas
inisiatif sendiri dengan bimbingan wahyu dari Tuhan. Namun juga tidak jarang
beliau menawarkan hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak
dibimbing oleh wahyu.
B.Fungsi Hadits sebagai Sumber Ajaran Islam
Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam,
antara satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan.
Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat
umum dan global. Oleh karena itu kehadiran hadis, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk
menjelaskan keumuman isi al-Qur’an tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :

‫ِبٱْلَبِّيَٰن ِت َو ٱلُّز ُبِرۗ َو َأنَز ْلَنٓا ِإَلْيَك ٱلِّذْك َر ِلُتَبِّيَن ِللَّناِس َم ا ُنِّز َل ِإَلْيِه ْم َو َلَع َّلُهْم َيَتَفَّك ُروَن‬
Artinya : “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”(QS.
An-Nahl : 44).
Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadis berfungsi sebagai penafsir, pensyarat dan
penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an. Apabila disimpulkan tentang fungsi hadis dalam hubungan
dengan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

1. Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan At -Tafsir adalah menjelaskan maksud dari Al-Qur’an
Fungsi hadist dalam hal ini adalah merinci ayat secara global ( bayan al mujmal), membatasi
ayat yang mutlak ( taqyid al muthlaq), mengkhususkan ayat yang umum ( takhshish al’am)
dan menjelaskan ayat yang dirasa rumit.
2. Bayan Taqrir
Bayan At-Taqrir atau sering juga disebut bayan ta’kid ( penegas hukum) dan bayan al-
itsbat adalah hadist yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-
Qur’an. Dalam hal ini, hadis hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an.
3. Bayan Tasyri’.
Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri’ adalah menjelaskan hukum yang tidak
disinggung langsung dalam Al-Qur’an. Bayan ini juga disebut dengan bayan zaid ‘ala Al-
Kitab Al-Karim. Hadits merupakan sebagai ketentuan hukum dalam berbagai persoalan yang
tidak ada dalam Al-Qur’an.
4. Bayan 6 An-Nasakh
Secara bahasa an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah
(menghilangkan), at-tahwil (memindahkan) atau at-tagyar (mengubah). Menurut Ulama’
mutaqaddimin, yang dimaksud dengan bayan an-nasakh adalah adanya dalil syara’ yang
datang kemudian. Dan pengertian tersebut menurut ulama’ yang setuju adanya fungsi bayan
an nasakh, dapat dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan yang datang berikutnya dapat
menghapus ketentuan-ketentuan atau isi Al-Qur’an yang datang kemudian. Menurut ulama
mutaqoddimin mengartikan bayan an-nasakh ini adalah dalil syara’ yang dapat
menghapuskan ketentuan yang telah ada, karena datangnya kemudian.

C.Hadits Qudsi
Hadis Qudsi disebut pula sebagai hadis Ilahiy atau Rabaniy, yakni sebuah hadis yang
sama halnya seperti hadis Nabi, tetapi dimana keduanya secara subtansi (kandungan
maknanya) berbeda dari asal sumbernya. Hadis Qudsi maknanya bersunber dari Allah swt,
sedangkan hadis atau sunah pada umumnya bersumber dari Nabi sendiri baik lafal maupun
maknanya. Namun keduanya ketika disampaikan kepada audien (umat) dilafalkan persis
secara verbal oleh Nabi saw. Namun ulama hadis ketika hadis Qudsi pemaknaannya
dipersamakan dengan al-Qur’an secara utuh mereka menyatakan menolak dan dengan
memberikan unsur-unsur perbedaan antara keduanya. Demikian pula jika hadis Qudsi
dipersamakan dengan hadis nabawi atau hadis Nabi pada umumnya mereka pun menolak,
dan mereka memberi alasan-alasan atas perbedaannya. Kemudian ketika hadis Qudsi diteliti
melalui kritik hadis maka para ulama hadis, menemukan sebagian hadis-hadis Qudsi ada
yang diklasifikasikan sebagai hadis yang palsu (da’if).
Hadis Qudsi jumlahnya tidak sebanyak hadis Nabi pada umumnya. Para ulama dalam
menjelaskan perbedaan al-Qur’an dengan hadis Qudsi, mereka masing-masing mempunyai
pandangan yang berbeda dalam merinci banyak dan sedikitnya. Namun mereka tetap
menonjolkan keistimewaan al-Qur’an daripada hadis Qudsi.
Pemaknaan hadis Qudsi para ulama sangat beragam dalam menjelaskan
pengertiannya baik oleh ulama salaf (koservatif) maupun khalaf (moderen). Maka paling
tidak dapat dipetakan dalam empat pengertian yaitu:
Pertama, berita dari Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw secara
makna, dan lafalnya disampaiakn oleh Nabi sendiri.
Kedua, merupakan sebuah kalam atau ceritera dari Allah SWT yang disampaikan
Rasulullah saw. Namun hadis Qudsi tidak seperti al-Qur’an yang memiliki keistimewaan-
keistimewaan tersendiri.
Ketiga, sebaiknya hadis Qudsi sudah tidak lagi dibahasnya, karena dikhawatirkan
dikatakan sebagai pendapat yang ekstrim dan membinasakan, maka cukup berpendapat
bahwa hadis Qudsi adalah hadis yang diriwayatkan Nabi dari Tuhannya. Jadi pendapat ini
boleh jadi dikatakan sebagai pendapat yang tidak mengambil resiko daripada dituduh
bertentangan dengan pendapat pendahulunya (ahli salaf).
Keempat, bahwa sunah Nabi semuanya adalah sebagai wahyu.....Tetapi ada sesuatu
perkataan yang datang dari Rasulullah saw dengan secara lafal dan maknanya, maka disebut
sebagai hadis Qudsi, dan ada sesuatu perkataan Nabi yang maknanya dari Allah tanpa dengan
lafalnya, maka disebut sebagai hadis Nabi.
Hadis qudsi suatu hadis yang khusus, tetapi merupakan hadis yang diverbalkan oleh
Nabi Muhammad saw secara keseluruhan baik makna maupun lafalnya.
BAB III

Kesimpulan

Hadits sebagai sumber hukum islam kedua setelah Al-qur’an sebagai sumber hukum
islam pertama atau primer,hadits juga sebagai prdoman hukum serta ajaran-ajaran yang
terdapat dalam Al-qur’an.Hadits adalah sumber hukum islam (pedoman hidup kaum
muslimin) yang kedua setelah Al-qur’an.Bagi mereka yang beriman terhadap Al-qur’an
sebagai sumber hukum islam, secara otomatis juga harus percaya bahwa hadits juga sumber
hukum islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran hadits sebagai sumber hukum islam,
bukan saja memperoleh dosa, tetapi juga murtad hukum nya.

Kedudukan hadits sebagai hukum islam, dapat dilihat dari beberapa dalil, baik dalam
bentuk aqli maupun naqli :dalil Al-qur’an, dalil Hadits, ijma’, ijtihad. Kehujjahan hadits
dapat dipahami dari 7 aspek : Ishmah, sikap saahabat terhadap sunnah, AL-qur’an, Al-
sunnah, kebutuhan Al-qur’an terhadap al-sunnah, realitas-sunnah sebagai wahyu dan ijma’.

Fungsi hadits terhadap Al-qur’an yaitu : bayan tafsir, bayan taqrir, bayan tasyri’, dan
bayan an-nasakh.

Hadis Qudsi adalah Hadis khusus yang diucapkan secara verbal oleh Nabi baik makna
maupun pengucapannya. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan antara Hadis Qudsi dan
perkataan Nabi pada umumnya. Hadis Nabi diklasifikasikan ke dalam hadits, hasan dan
da’eef yang otentik; Bisa juga ditemukan dalam hadis Qudsi. Mungkin ada beberapa
perbedaan, di mana Hadis Qudsi tidak lebih luas dari Hadis Nabawi. Hadits Qudsi bukanlah
kata-kata langsung dari Tuhan, tapi hanya gagasan dan kemudian diucapkan secara verbal
oleh nabi sendiri.

Anda mungkin juga menyukai