Anda di halaman 1dari 11

Fungsi Hadits Terhadap Syariah Islam

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

LUICY ANGGRIVIA

NIKEN AULIA

Mata Kuliah : ULUMUL HADITS

Dosen Pembimbing : INDIS FERIZAL, M.H.I

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
IAIN LANGSA
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah dengan
judul“fungsi hadis terhadap syariat islam”.Salawat dan salam semoga tetap tercurah
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-
pengikutnya sampai hari penghabisan.

Semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam
memenuhi tugas dari mata kuliah Ulumul hadits dan semoga segala yang tertuang dalam
Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka
membangun khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan khusus dengan tujuan untuk memberi
arahan dan tuntunan agar yang membaca bias menciptakan hal-hal yang lebih bermakna.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat
membangun kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya.Akhirnya
hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua,karena kesempurnaan hanya milik Allah
SWT semata.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................3
1.1.Latar Belakang….......................................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................4
2.1. Pengertian Hadits.....................................................................................................................4
2.2. Fungsi hadits sebagai sumber islam........................................................................................4
2.3. Kedudukan Hadits....................................................................................................................8
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................9
3.1. Kesimpulan...............................................................................................................................9
Daftar Pustaka...................................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Al-Quran dan hadits mempunyai hubungan yang sangat erat dimana keduanya tidak dapat
dipisahkan meskipun ditinjau dari segi penggunaan hukum syariat, hadist/sunnah mempunyai
kedudukan sederajat lebih rendah dibandingkan al-quran. Hal ini akan terasa sekali ketika
seseorang membaca atau mendapati ayat-ayat al-Quran yang masih sangat global, tidak
terpirinci, dan kerap kali terdapat keterangan-keterangan yang bersifat, tidak muqoyyad.
Seperti perintah tentang kewajiban sholat. Dalam al-Qu’ran, tidak dijelaskan bagaimana cara
seseorang untuk mendirikan sholat, ada berap rakaat,apa yang harus dibaca, dan apa saja
syarat rukunnya.
Akan tetapi, dari hadist kita dapat mengetahui tata caranya sebagaimana yang telah
disyariatkan. Oleh karenanya, keberadaan hadist menjadi hal yang urgen melihat fungsi
umum hadist menjadi bayan ayat-ayat al-Quran yang masih butuh kajian lebih dalam untuk
mengetahui makna yang sesungguhya. Jika umat islam mempunyai pengetahuan yang sedikit
tentang hadist, maka akan sangat sulit bagi kita untuk menelaah lebih dalam dan memahami
ayat-ayat al-Quran.

1.2. Rumusan Masalah

Apa fungsi hadits dalam ajaran Islam ?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hadits

Hadits merupakan salah satu sumber pokok ajaran Islam. Terdapat beberapa fungsi
hadits sebagai sumber hukum Islam yang perlu dipahami. Hadits adalah sumber pokok ajaran
Islam yang tentunya dapat memberikan penjelasan lebih lanjut ajaran Islam yang tercantum
dalam Al-Qur’an.
Sebelum menelaah lebih jauh tentang fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam, perlu untuk
mengetahui tentang pengertian hadits terlebih dahulu. Hadits dan Al-Qur’an merupakan dua
sumber hukum Islam yang memiliki hubungan dan keterkaitan satu sama lainnya untuk
menjelaskan terkait ajaran Islam.
Hadits (‫ ) الحديث‬secara harfiah dapat diartikan sebagai perkataan (sabda), percakapan, atau
perbuatan. Sedangkan secara terminologi, hadist didefinisikan sebagai catatan yang
bersumber dari pernyataan dan tingkah laku Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan
syariat islam.
Secara garis beras, hadits mempunyai makna segala perkataan (sabda), perbuatan, dan
ketetapan lainnya dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan hukum syariat islam selain Al-
Qur’an. Ada banyak sekali ulama-ulama ahlul hadits, diantaranya adalah Imam Bukhari,
Imam Muslim, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, dan
Imam Nasa’i.

2.2. Fungsi hadits sebagai sumber islam

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam tentunya dapat menambah pengetahuan manusia
tentang pedoman dan pegangan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.
Hadits menjadi salah satu sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an, dimana jika terjadi suatu
perkara yang belum jelas didalam Al-Qur’an maka hadits bisa menjadi sebuah sandaran
berikutnya setelah Al-Qur’an. Oleh sebab itu, ada beberapa fungsi hadits sebagai sumber
hukum Islam.
Al-Qur’an dan juga hadist menjadi sebuah satu kesatuan untuk pedoman umat manusia
khususnya umat muslim. Al-Qur’an dan hadits merupakan pegangan umat muslim agar tidak
kehilangan arah dan mendapatkan petunjuk dari Allah SWT Fungsi hadits sebagai sumber
hukum Islam juga dijelaskan dalam Al-Qur’an. Jika Al-Quran adalah sumber hukum islam
pertama, maka hadits merupakan sumber kedua setelah Al quran. Kedua terkait secara erat
dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam tentunya untuk menjelaskan lebih detail apa yang
tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an. Pada dasarnya, hadits memiliki fungsi utama sebagai
menegaskan, memperjelas dan menguatkan hukum-hukum dan hal lain yang ada di Al-
Qur’an. Para ulama sepakat setiap umat islam diwajibkan untuk mengikuti perintah yang ada
hadits-hadits shahih. Nabi Muhammad saw bersabda:

‫َاب هللاِ َو ُسنَّةَ َرسُوْ لِ ِه‬ ِ َ‫ت فِ ْي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت‬


َ ‫ ِكت‬: ‫ضلُّوْ ا َما تَ َم َّس ْكتُْ`م بِ ِه َما‬ ُ ‫تَ َر ْك‬

“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang
kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”(Hadits Shahih Lighairihi,
H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim
al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).

Berikut ini beberapa fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang perlu kamu pahami :
1. Bayan At-Taqrir (Memperjelas Isi Al-Qur’an)
Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang pertama yakni adalah Bayan At-Taqrir atau
memperjelas isi Al-Qur’an. Hadits berfungsi untuk memperjalas isi Al-Qur’an, agar lebih
mudah dipahami dan menjadi petunjuk umat manusia dalam menjalankan perintah dari Allah
SWT.Fungsi Hadist sebagai bayan al- taqrir berarti memperkuat isi dari Al-Qur’an. Sebagai
contoh hadits yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu,
yakni:
“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia
berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)
Hadits diatas mentaqrir atau menjelaskan dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:

‫س ُك ْم َواَ ْر ُجلَ ُك ْم اِلَى ا ْل َك ْعبَ ْي ِن‬


ِ ‫س ُح ْوا ِب ُر ُء ْو‬ ِ ِ‫سلُ ْوا ُو ُج ْو َه ُك ْم َوَأ ْي ِد يَ ُك ْم اِلَى ا ْل َم َراف‬
َ ‫ق َوا ْم‬ ّ ‫يَااَيُّ َهاالَّ ِذ يْنَ اَ َمنُ ْوااِ َذاقُ ْمتُ ْم اِلَى ال‬
ِ ‫صلَو ِة فَا ْغ‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)

Contoh lainnya dari Bayan at-Taqrir adalah terkait perintah sholat. Allah SWT berfirman,
“Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman”. (QS. 4/An-Nisa`: 103)
“Bacalah Kitab (Al-Quran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan
laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan juga
mungkar.” (QS. 29/Al-Ankabut: 45).
Dalam dua ayat diatas Allah SWT tidak memberikan penjelasan tentang jumlah rakaat
didalam shalat dan juga bagaiman tata cara pelaksanaannya. Maka dari itu Rosulullah SAW
menjelaskan dengan berupa perbuatan/praktek ataupun dengan perkataan. Rasulullah SAW
bersabda, ” Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat. ” (HR. Bukhori).

2. Bayan At-Tafsir (Menafsirkan Isi Al-Qur’an)


Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni sebagai Bayan At-Tafsir atau
hadits berfungsi untuk menafsirkan isi Al-Qur’an. Fungsi hadist sebagai bayan at-tafsir
berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi Al-Qur’an yang masih bersifat umum
(mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat
mutlak (taqyid). Contoh hadist sebagai bayan At- tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad
SAW mengenai hukum pencurian.

ِّ‫ص ِل ْالكَف‬ ِ ‫َأتَى بِ َسا ِر‬


َ ‫ق فَقَطَ َع يَ َدهُ ِم ْن ِم ْف‬
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong
tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan” Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah
ayat 38.

ِ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوْ ااَ ْي ِد يَهُ َما َجزَ ا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكاالً ِمنَ هللا‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” (QS.Al-
Maidah:38)
Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong
tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW memberikan batasan bahwa
yang dipotong dari pergelangan tangan.

3. Bayan At-Tasyri’ (Memberi Kepastian Hukum Islam yang Tidak Terdapat dalam Al-
Qur’an) Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni adalah sebagai Bayan
At-Tasyri’, yang dimana hadits sebagai pemberi kepastian hukum atau ajaran-ajaran islam
yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an. Biasanya Al-Qur’an hanya menjelaskan secara
general, kemudian diperkuat dan dijelaskan lebih lanjut dalam sebuah hadits. Sebagaimana
contohnya hadist mengenai zakat fitrah, dibawah ini:
‫صا‬ َ ‫صا عًا ِم ْن تَ َم ٍراَ ْ`و‬ َ ‫اس‬ ِ َّ‫ضانَ َعلَى الن‬ َ ‫ط ِر ِم ْن َر َم‬ْ ِ‫ض زَ َكا ةَ الف‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َر‬
َ ِ‫اِ َّن َرسُوْ ُ`ل هللا‬
َ‫عًا ِم ْن َش ِعي ٍْر َعلَى ُكلِّ حُرٍّ اَوْ َع ْب ٍد َذ َك ٍر َأوْ ُأ ْنثَى ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِم ْين‬
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sha’
kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau hamba, laki-laki atau
perempuan”(HR. Muslim).

4. Bayan Nasakh (Mengganti Ketentuan Terdahulu)


Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni sebagai Bayan Nasakh atau
mengganti ketentuan terdahulu. Secara etimologi, An-Nasakh memiliki banyak arti
diantaranya at-taqyir (mengubah), al-itbal (membatalkan), at-tahwil (memindahkan), atau
ijalah (menghilangkan).
Para ulama mendefinisikan Bayan An-nasakh berarti ketentuan yang datang kemudian dapat
menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok
dengan lingkungannya dan lebih luas.Untuk fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih
terjadi perdebatan di kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan
menasakh al-Qur’an dengan segala hadits walaupun hadits ahad.
Kelompok Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa harus
matawatir. Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat hadist harus
mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh bukanlah fungsi hadist.
Salah satu contoh dari Bayan Nasakh ini yakni :

ٍ ‫صيَّةَ لِ َوا ِر‬


‫ث‬ ِ ‫الَ َو‬

“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”


Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah ayat 180:

َ‫ف َحقًّا َعلَى ال ُمتَّقِ ْين‬


ِ ْ‫صيَّةُ لِ ْل َوالِ َد ي ِْن َواَْأل ْق َربِ ْينَ بِ ْال َم ْعرُو‬ ُ ْ‫ض َر اَ َح َد ُك ْم ال َمو‬
َ ‫ت اِ ْن ت ََر‬
ِ ‫ك َخ ْي َرال َو‬ َ ‫ب َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َح‬
َ ِ‫ُكت‬
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabat secara
ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa” (QS.Al-Baqarah:180)

2.3. Kedudukan Hadits

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, hadist mempunyai kedudukan sebagai sumber
hukum islam kedua. Dalam Al-Qur’an juga telah dijelaskan berulang kali perintah untuk
mengikuti ajaran Rasulullah SAW, sebagaimana yang terangkum firman Allah SWT di surat
An-Nisa’ ayat 80:

َ ‫َم ْن يُ ِط ِع ال َّرسُو َل فَقَ ْد َأطَا َع هَّللا َ ۖ َو َم ْن تَ َولَّ ٰى فَ َما َأرْ َس ْلنَا‬


‫ك َعلَ ْي ِه ْم َحفِيظًا‬

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan
barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka.”(QS.An-Nisa: 80)
Hubungan hadits dengan Al-Qur’an tentunya memiliki hubungan yang cukup erat. Hadits
berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam Al-Qur’an. Allah SWT menetapkan hukum
dalam Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak tujuan
yang digariskan. Pengalaman hukum Allah diberi penjelasan oleh Nabi.

Dengan demikian bertujuan supaya hukum-hukum yang ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an
secara sempurna dapat dilaksanakan oleh umat. Sebagian besar ayat hukum dalam Al-Qur’an
adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa
penjelasan dari hadits. Dengan demikian keterkaitan hadits dengan Al-Qur’an yang utama
adalah berfungsi untuk menjelaskan Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur'an, hadis tampil untuk menjelaskan
(bayyan) keumuman isi al-Qur'an. Hal ini sesuai denganfirman Allah Q.S. Al-ahl [16]:44.
Artinya " Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan."
Allah SWT menurunkan Al-Qur'an bagi umat manusia, agar Al-Qur'an ini dapat dipahami
oleh manusia, maka Rasul saw diprintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara
melaksanakan ajarannya kepada meraka melalui hadis-hadisnya.
Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul saw sebagai penjelas (bayyan) Al-Qur'an itu
bermacam-macam. Berikut beberapa hal yang merupaka fungsi hadis terhadap Al-Qur'an itu
bermacam-macam.
DAFTAR PUSTAKA

Ichwan, Mohammad Nor (2007), Studi Ilmu Hadis. Semarang: Raisal Media Group

Abdurrahma, Mifdhol (2008), pengantar Studi Ilmu hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

Saleh, Faisal (2008). Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta:Akbar Media

Rofiah, Khusniati (2010). Studi Ilmu Hadiah. Ponorogo: STAIN PO Press

Supata, Munizer (2008). Ilmu Hadis Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai