Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya karena dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Adapun dalam penulisan makalah ini, materi yang akan
dibahas adalah:
.Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan penulisan makalah ini. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing mata
kuliah yang bersangkutan.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah wawasan
kita dalam mempelajari “Ulumul Hadits” serta dapat digunakan sebagaimana mestinya.
PENYUSUN
BAB I
PENDAHULUAN
Hadits atau sunnah memiliki posisi yang cukup sentral dalam terminologi ahli
hadits. Ia tidak hanya berperan sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an, tetapi juga
menempati tempat khusus dalam fungsinya terhadap sumber pertama yakni al-qur`an.
Ia tidak dapat dipungkiri adalah wahyu dari Allah yang diturunkan kepada Nabi
saw,karena dalam al-Qur’an sendiri banyak kita jumpai ayat-ayat yang melegitimasi
otoritas Nabi saw sebagai penetap hukum syar’i yang diberi hak istimewa oleh Allah
SWT.
Allah SWT memerintahkan ummat Islam untuk mentaati-Nya dan mengikuti jejak
Rasul-Nya sebagai manifestasi kepatuhan kepada-Nya,sehingga hadits mempunyai
konsekuensi yang serius bagi kaum muslimin.
Penolakan atau pengamalan terhadap hadits sama artinya dengan penolakan atau
pengamalan terhadap hukum-hukum yang terkandung dalam al-Qur'an. Allah SWT
juga telah menegaskan kepada umat Islam untuk mengikuti apa-apa yang
diperintahkan oleh Rasul-Nya dan juga meninggalkan apa-apa yang dilarangnya,
seperti tertuang dalam al-Qur’an surat al-Hasyr Ayat 7:
َو َم ٓا َء اَتٰىُك ُم ٱلَّرُس وُل َفُخ ُذ وُه َو َم ا َنَهٰىُك ْم َع ْنُه َفٱنَتُهو۟ا
Artinya: “Apa-apa yang disampaikan Rasulullah kepadamu terimalah, dan apa-apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”
Hadits dan Al-Qur'an memiliki kaitan yang sangat erat, karena untuk memahami dan
mengamalkan keduanya,antara al-Qur'an dan hadits tidak dapat dipisah-pisahkan,
pemahamannya maupun pengamalannya tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Hal itu
disebabkan karena al-Qur'an merupakan dasar hukum pertama yang di dalamnya
berisi garis-garis besar syariat Islam. Sedangkan hadits merupakan penjelas terhadap
al-Qur'an dan memberikan gambaran konkrit tentang batas-batas yang dinyatakan
oleh al-Qur'an.
Dalam teori Ilmu Ushul Fiqih seorang ulama yang bernama Abdul Wahhab khallaf
telah membagi Al-adillah Assyariyyah bil ijmali (referensi pedoman beragama
secara umum) kepada dalil secara teks dan dalil dengan akal.teks berisi al-qur`an lalu
hadits,adapun akal adalah ijma (akal kolektif,konsensus) dan qiyas (akal
individual,analogi).bagaimana beliau menempatkan hadits di urutan kedua setelah al-
qur`an sebagai landasan hukum beragama.Artinya apabila kemusykilan dan
kesamaran bahkan kebuntuan terjadi saat memahami al-qur`an maka jalan selanjutnya
bisa menempuh jalan hadits.Bahkan beliau pun menambahkan peran penting hadits
bagi keseimbangan al-qur`an sebagai landasan hukum yang pertama.
Bahasan-bahasan beliau ini masih sangat relevan dan dapat dijadikan rujukan
sehingga Dengan latar belakang di atas, secara khusus penyusun memutuskan untuk
melakukan penelitian mengenai pemikiran Abdul wahhab Khallaf tentang kehujjahan
hadits dan peranan hadits bagi al-qur`an.
Adapun masalah yang dapat kita ungkapkan dalam pembahasan ini adalah,
sebagai sebagai berikut berikut :
1. Bagaimana Dalil - Dalil Kehujjahan Hadis ?
2. Bagaimana Pembagian Hadits ?
3. Bagaimana Fungsi - Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an ?
Dalam kitab ilmu al-ushul al-fqh sendiri Abdul Wahhab Khallaf menyatakan dengan
poin-poin penting tentang kedudukan hadits :
a. Nash Al-Qur`an
sesungguhnya Allah swt dalam kebanyakan ayat-ayat al-Qur`an memerintahkan
untuk taat kepada rasul dan menjadikan taat kepada rasulnya itu bukti ketaatan
kepadanya.Ia juga memerintahkan kepada orang-orang muslim apabila
berseteru,berkonflik,berbenturan dalam sesuatu hal maka mereka harus segera
kembali kepada allah dan rasulnya.Dan tidak memberikan alternatif bagi seorang
mu`min apabila allah dan rasulnya sudah menetapkan sebuah perintah,juga akan
ditolak keimanannya dari orang yang merasa tidak ada ketenangan dan tidak
menerima pada keputusan rasul. Ini semua menjadi poin penting dalil-dalil dari allah
bahwasanya hadits adalah tasyri`ul rasul huwa tasyri`un ilahiyyun wajibun
itba`uhu (syariat dari ilahi yang wajib diikutinya) juga dilalatan qothi`ah ala
annalloha yujibu itba`arrosuli fi ma syaro`ahu (dalil yang pasti atas
mewajibkannya allah mengikuti rasul dalam urusan bersyariat)
b. Ijma` Sahabat
Baik rasul masih ada atau sudah wafat mereka Para sahabat Ra telah sepakat
bahwa wajib mengikuti sunnah rasul yaitu hadits.mereka menegakkan hukum-hukum
rasul pada saat beliau masih hidup,mengikuti aspek perintah,larangan,halal dan
haram.tidak membeda-bedakan dalam urusan wujubul itba` baik itu hukum yang
diwahyukan kepada rasul ataupun hukum yang datang dari rasul sendiri.
Oleh karena itu mu`ad bin jabal pernah berkata :
Artinya : apabila aku tidak mendapati satu hukum dalam kitab allah yang bisa
dijadikan pedoman,maka aku akan menetapkan hukum melalui sunnah rasul atau
hadits.begitupun setelah rasul wafat,para sahabat melakukan hal yang sama seperti
apa yang diakukan sahabat mu`ad.
Apabila sahabat abu bakar mengalami sebuah insiden dan sahabat abu bakar tidak
hafal haditsnya maka segera keluar dari rumahnya dan menghampiri para sahabat.lalu
bertanya : apakah diantara kalian ada yang hafal hadits nabi dari kejadian ini?
Seperti itupun apa yang dilaksanakan oleh sahabat umar dan yang lainnya.
c. Penelitian
Dalam al-Qur`an sendiri ada beberapa kewajiban dari allah bagi manusia yang
wajib untuk dilaksanakan. yakni tentang sholat dan zakat,diwajibkannya
berpuasa ,ibadah haji, belum di jelaskan secara gamblang baik itu hukum dan tata
cara.lalu hadirlah rasul menerangkan masing-masing secara terperinci dan sistematis
baik itu qouliyyah ataupun pi`liyyah.apa jadinya apabila sunnah rasul ini tidak
menjadi hujjah bagi orang muslim,dan landasan hukum yang wajib diikutinya maka
tidak mungkin kewajiban yang tertuang dalam al-qur`an bisa terlaksanakan dan tidak
ada satupun yang mengikuti hukum-hukumnya.
2.2. MACAM-MACAM HADITS
Sunnah atau hadits versi ahli ushul fiqih, ditinjau dari segi penunjukannya
terhadap hukum, terbagi dalam dua bagian besar, yaitu sunnah tasyrî‘iyyah dan
sunnah ghayru tasyrî‘iyyah. Sunnah tasyrî‘iyyah adalah sunnah yang berdaya
hukum yang mengikat (legal binding) untuk diikuti. Sementara sunnah ghairu
tasyrî‘iyyah adalah sunnah yang tidak berdaya hukum, yakni sunnah yang tidak
harus diikuti dan karenanya tidak mengikat. Penjabarannya menjadi urgen (penting)
dipahami. Sunnah tasyrî‘iyyah adalah sunnah yang berasal dari Nabi SAW baik
berupa ucapan, perbuatan, maupun persetujuan beliau sebagai wujud penyampaian
titah Tuhan/risalah (wajhut tablîgh, tablîghur risâlah), dengan sifat atau
kedudukannya:
(1) sebagai seorang rasul yang wajib diikuti dan harus diamalkan ketentuan-
ketentuan hukumnya (imtitsâlan), misalnya menghalalkan sesuatu atau
mengharamkannya; perintah melakukan sesuatu atau larangan melakukannya; dan
penjelasan perintah ibadah (seperti shalat, zakat dan haji); pengaturan transaksi
(muamalat);
(2) sebagai imam atau pemimpin umat Islam, seperti menggunakan baitul māl (kas
negara), mengikat perjanjian dan perbuatan lainnya;
(3) sebagai hakim yang memutuskan hukum di antara manusia.
Tipe pertama merupakan ketentuan yang bersifat permanen dan berlaku umum
untuk semua orang mukallaf (baligh dan berakal sehat), yang dalam pelaksanaannya
tidak tergantung kepada sesuatu selain pengetahuan terhadap sunnah itu.
Tipe kedua tidak berlaku umum untuk semua orang, dan dalam pelaksanaannya
tergantung pada persetujuan atau izin imam/pemimpin.
Tipe ketiga tidak bersifat umum dan dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh
perseorangan dengan ada mandat (penunjukan) dari imam/pemimpin.
Sunnah tasyrî‘iyyah ini dapat juga disebut sunnah wahyu. Adapun sunnah ghayru
tasyrî‘iyyah adalah sunnah yang berasal dari Nabi SAW baik berupa ucapan,
perbuatan, maupun persetujuannya, bukan sebagai wujud penyampaian titah Tuhan
(ghayru wahjut tablîgh). Sunnah dalam tipe ini terdiri atas dua macam. Pertama,
sunnah yang bersumber pada tabiat/tradisi dan kebutuhan kemanusiaan, seperti tata
cara makan dan minum, makan menggunakan jari-jari dan tangan kanan, tata cara
berpakaian (seperti memakai gamis dan serban), dan cara berjalan. Kedua, sunnah
yang bersumber dari pengalaman dan eksperimen dalam kehidupan dan pertimbangan
individual terhadap konteks tertentu (tanpa terkait intervensi wahyu atau kenabian
dan risalah), seperti urusan dagang, pertanian, dan cara memelihara ternak. Ketiga,
sunnah menurut estimasi (perkiraan) atau kebijaksanaan individual nabi terhadap
konteks situasi dan kondisi tertentu, seperti strategi perang dan penempatan pasukan.
Sunnah ghayru tasyri‘iyyah dapat juga disebut sunnah non wahyu, tidak mempunyai
kekuatan atau daya hukum mengikat yang memuat tuntutan atau larangan, sehingga
kita dapat mengikutinya tetapi sifatnya tidak mengikat (tidak wajib/tidak harus).
Al-`quran merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad saw yang digunakan untuk penyempurna agama dan kitab-kitab
yang pernah diturunkan sebelumya. Al-qur`an dan hadis merupakan pedoman -
pedoman umat muslim dalam syariat syariat dan pokok ajaran pokok ajaran islam
yang ada. Adapun fungsi hadis terhadap al-qur`an menurut teori ushul fiqh ditinjau
dari hukum-hukum yang ada didalamnya adalah sebagai berikut :
a.Hadits berfungsi sebagai penegas dan penguat segala hukum yang ada dalam
Al-Quran seperti perintah shalat, puasa, zakat dan haji.
Abdul Wahab Khallaf mengatakan:
إما أن تكون سنة مقررة ومؤكدة حكما جاء في القرآن
Artinya, “Adakalanya hadits berfungsi sebagai penegas dan penguat terhadap hukum
yang ada dalam Al-Quran.
Contoh firman allah :
َفَم ْن َش ِهَد ِم ْنُك ُم الَّش ْهَر َفْلَيُص ْم ُه
Barangsiapa yang menyaksikan bulan ramadlan maka hendaklah shaum. Ditegaskan
oleh Rasulullah SAW:
ُص وُم وا ِلُر ْؤ َيِتِه َو َأْفِطُر وا ِلُر ْؤ َيِتِه َفِإْن ُغ ِّمَي َع َلْيُك ْم َفَأْك ِم ُلوا اْلَعَدَد
Berpuasalah karena rukyat dan berbukalah karena rukyat,apabila tidak berhasil
silahkan sempurnakan bilangannya
b.Hadits juga berfungsi sebagai penjelas dan penafsir segala hukum yang
bersifat global dalam Al-Quran, seperti menjelaskan tatacara shalat, puasa, zakat
dan haji.
إما أن تكون سنة مفصِّلة ومفِّس رة لما جاء في القرآن
Artinya, “Adakalanya hadits berfungsi sebagai penjelas dan penafsir terhadap hukum
global/umum yang disebutkan dalam Al-Quran.
c.Hadits juga berfungsi sebagai pembuat serta memproduksi hukum yang
belum dijelaskan oleh Al-Quran seperti hukum mempoligami seorang perempuan
sekaligus dengan bibinya, hukum memakan hewan yang bertaring, burung yang
berkuku tajam dan lain sebagainya.
Khallaf kembali mengatakan sebagai berikut.
وإما أن تكون سنة مثِبَتة ومنِش َئة ُح كما سكت عنه القرآن
Artinya, “Adakalanya hadits berfungsi sebagai penetap dan pencipta hukum baru
yang belum disebutkan oleh Al-Quran. Dengan demikian, karena begitu pentingnya
posisi hadits dalam konsepsi hukum Islam, maka seseorang yang akan berkecimpung
di dalamnya diharuskan untuk mengenal istilah dasar dalam ilmu hadits, menguasai
kaidah-kaidah takhrij dan kajian sanadnya, serta mengetahui seluk beluk dan tatacara
memahami redaksinya. Pembacaan yang tidak paripurna serta serampangan terhadap
hadits akan membuat seseorang keliru dan bahkan juga membuat keliru orang lain
BAB III
KESIMPULAN
Hadits dalam hukum Islam dianggap sebagai mashdarun tsanin (sumber kedua)
setelah Al-Quran. Ia berfungsi sebagai penjelas dan penyempurna ajaran-ajaran Islam
yang disebutkan secara global dalam Al-Quran. Bisa dikatakan bahwa kebutuhan Al-
Quran terhadap hadits sebenarnya jauh lebih besar ketimbang kebutuhan hadits
terhadap Al-Quran. Kendati demikian, seorang Muslim tidak dibenarkan untuk
mengambil salah satu dan membuang yang lainnya karena keduanya ibarat dua sisi
mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Untuk mengeluarkan hukum Islam, pertama
kali para ulama harus menelitinya di dalam Al-Quran. Kemudian setelah itu, baru
mencari bandingan dan penjelasannya di dalam hadits-hadits Nabi karena pada
dasarnya tidak satupun ayat yang ada dalam Al-Quran kecuali dijelaskan oleh hadits-
hadits Nabi. Pembagian hadits itu sendiri ada yang berdaya hukum mengikat dan
tidak mengikat. Perannya pun bagi al-qur`an sangatlah besar ia adalah
penegas/penguat,penjelas dan pembuat hukum yang belum dijelaskan dalam al-
Qur`an.