Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HADIT’S SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA

Nama : Ana Dwita Kusumaningrum


Nim : 21041001

STKIP MODERN NGAWI


2021/2022
Jl. Ahmad Yani No.99, Beran I, Beran, Kec. Ngawi, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur 63216
ABSTRAK

Makalah ini bertujuan untuk menelusuri esensi hadis sebagai


sumber ajaran agama, dalil-dalil kehujjahan hadits dan fungsi
hadits terhadap Alquran. Hadits memiliki kedudukan yang paling
utama sebagai sumber hukum islam.
Disamping itu hadits juga sebagai pedoman hidup umat
islam. Islam mengenal dua sumber primer dalam perundang-
undangan. Pertama, Alquran dan kedua al-Hadits. Terdapat
perbedaan yang signifikan pada sistem inventarisasi sumber
tersebut. Alquran sejak awal diturunkan sudah ada perintah
pembukuannya secara resmi, sehingga terpelihara dari
kemungkinan pemalsuan. Berbeda dengan hadits, tak ada
perlakuan khusus yang baku padanya, sehingga pemeliharaannya
lebih merupakan spontanitas dan inisiatif para sahabat.
Fungsi utama hadis terhadap Alquran adalah sebagai
penjelas secara rinci dan menyeluruh terhadap berbaga ayat-ayat
Allah.

Kata kunci : hadits, sumber ajaran islam, dan fungsi hadits


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

ASTRAK

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan dan manfaat pembahasan

BAB II ISI
A. Kedudukan Hadits sebagai sumber ajaran islam
B. Dalil kehujjahan hadits
C. Fungsi hadits sebagai sumber ajaran islam kedua

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi


Maha Penyayang, dengan ini kami penjatkat puji syukur atas
kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang kami beri
judul “Hadit’s sebagai ajaran islam kedua”.
Adapaun makalah ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dengan materi yang kami peroleh dari berbagai
narasumber sehingga dapat memperlancar proses pembuatan
makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharap semoga dari makalah ini
dapat diambil manfaatnya serta dapat menambah wawasan dan
pengetahuan para pembaca. Kritik dan saran dari anda kami
tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya.

Ngawi, 05 Oktober 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut bahasa (lughat), hadits dapat berarti baru, dekat


(qarib) dan cerita(khabar). Sedangkan menurut istilah ahli
hadist ialah “segala ucapan Nabi, segala perbuatan beliau dan
segala keadaan beliau”. Akan tetapi para ulama Ushul Hadits,
membatasi pengertian hadits hanya pada ”Segala perkataan,
segala perbuatan dan segala taqrir Nabi Muhammad SAW,
yang bersangkut paut dengan hukum.
Beranjak dari pengertian-pengertian di atas, menarik
dibicarakan tentang kedudukan Hadits dalam Islam. Seperti
yang kita ketahui, bahwa Alquran merupakan sumber hukum
utama atau primer dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya,
ada beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali Alquran
membicarakanya, atau Alquran membicarakan secara global
saja atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali dalam Alquran.
Nah jalan keluar untuk memperjelas dan merinci keuniversalan
Alquran tersebut, maka diperlukan Hadits atau Sunnah. Di
sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai tabyin atau
penjelas dari Alquran atau bahkan menjadi sumber hukum
sekunder atau
kedua setelah Alquran
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dapat kita ungkapkan dalam
pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam?
2. Bagaimana dalil-dalil kehujahan hadits?
3. Bagaimana fungsi-fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an?

C. Tujuan Dan Manfaat Pembahasan


Dengan pembahasan ini diharapkan :
1. Mengetahui kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam.
2. Mengetahui dalil- dalil kehujjahan hadits.
3. Memahami fungsi- fungsi hadits terhadap Al-Qur’an
BAB II
ISI

A. Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam Kedua


Hadits dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat urgen.
Dimana hadits merupakan salah satu sumber hukum kedua
setelah Alquran. Alquran akan sulit dipahami tanpa intervensi
hadits. Memakai Alquran tanpa mengambil hadits sebagai
landasan hukum dan pedoman hidup adalah hal yang tidak
mungkin, karena Al-quran akan sulit dipahami tanpa
menggunakan hadits. Kaitannya dengan kedudukan hadits di
samping Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, maka Al-Qur’an
merupakan sumber pertama, sedangkan hadits merupakan
sumber kedua. Bahkan sulit dipisahkan antara Al-Qur’an dan
hadits karena keduanya adalah wahyu, hanya saja Al-Qur’an
merupakan wahyu matlu (wahyu yang dibacakan oleh Allah SWT,
baik redaksi maupun maknanya, kepada Nabi Muhammad SAW
dengan menggunakan bahasa arab) dan hadits merupakan wahyu
ghoiru matlu ( wahyu yang tidak dibacakan Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW secara langsung, melainkan maknanya dari
Allah dan lafalnya dari Nabi Muhammad SAW. Ditinjau dari segi
kekuatan di dalam penentuan hukum, otoritas Al-Qur’an lebih
tinggi satu tingkat daripada otoritas Hadits, karena Al-Qur’an
mempunyai kualitas qath’i baik secara global maupun terperinci.
Sedangkan Hadits berkulitas qath’i secara global dan tidak secara
terperinci.

B. Dalil Kehujjahan Hadits

Yang dimaksud dengan kehujjahan Hadits (hujjiyah hadits) adalah


keadaan Hadits yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum, sama
dengan Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil syariah yang
menunjukkannya. Hadits adalah sumber hukum Islam yang kedua
setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-
Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus
percaya bahwa Hadits juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi
mereka yang menolak kebenaran Hadits sebagai sumber hukum
Islam, bukan saja memperoleh dosa, tetapi juga murtad hukumnya.
Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadits karena
selain memang di perintahkan oleh Al-Qur’an juga untuk
memudahkan dalam menentukan suatu perkara yang tidak
dibicarakan secara rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam
Al Qur’an sebagai sumber hukum utama. Apabila hadits tidak
berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan
mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam berbagai hal, seperti tata
cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain
sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal ini hanya berbicara
secara global dan umum. Dan yang menjelaskan secara terperinci
justru Sunnah Rasulullah. Selain itu juga akan mendapatkan
kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang
musytarak (multi makna), muhtamal (mengandung makna alternatif)
dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk
menjelaskannya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya
didasarkan kepada pertimbangan rasio (logika) sudah barang tentu
akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subyektif dan tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Imam-imam pembina mazhab
semuanya mengharuskan kita umat Islam kembali kepada As-Sunnah
dalam menghadapi permasalahannya.
Imam syafi’i pernah berkata
“Apabila kamu menemukan dalam kitabku sesuatu yang
berlawanan dengan sunnah Rasulullah Saw. Maka berkatalah
menurut Sunnah Rasulullah Saw, dan tinggalkan apa yang telah aku
katakan.”

Perkataan imam Syafi’i ini memberikan pengertian bahwa segala


pendapat para ulama harus kita tinggalkan apabila dalam kenyataannya
berlawanan dengan hadits Nabi SAW. Dan apa yang dikategorikan
pengertian bahwa segala pendapat para ulama harus kita tinggalkan
apabila dalam Asy-Syafi’i ini juga dikatakan oleh para ulama yang lainnya.
Tetapi tidak semua perbuatan Nabi Muhammad merupakan sumber hukum
yang harus diikuti oleh umatnya, seperti perbuatan dan perkataannya pada
masa sebelum kerasulannya.
Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadits sebagai sumber
hukum Islam, dapat dilihat dalam beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli
ataupun aqli
a. Dalil Al-Qur’an
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai
dan menerima segala yang datang dari Rasulullah Saw untuk dijadikan
pedoman hidup.
b. Dalil Hadits
Dalam salah satu pesan yang disampaikan baginda Rasul berkenaan
dengan kewajiban menjadikan hadits sebagai pedoman hidup disamping
Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya

1. Kesepakatan Ulama’ (Ijma’)


Umat Islam telah sepakat menjadikan hadits menjadi sumber
hukum kedua setelah Al-Qur’an. Kesepakatan umat muslimin dalam
mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang
terkandung di dalam hadits telah dilakukan sejak jaman Rasulullah,
sepeninggal beliau, masa khulafaurrosyidin hingga masa-masa
selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya.
2. Sesuai dengan Petunjuk Akal (Ijtihad)
Kerasulan Muhammad SAW, telah diakui dan dibenarkan oleh
umat Islam. Di dalam mengemban misinya itu kadangkala beliau
menyampaikan apa yang datang dari Allah SWT, baik isi maupun
formulasinya dan kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan
wahyu dari Tuhan. Namun juga tidak jarang beliau menawarkan hasil
ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak dibimbing oleh
wahyu.
C. FUNGSI HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM
Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran
dalam islam, antara satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan.
Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-qur’an sebagai sumber pertama
dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global.
Oleh karena itu kehadiran hadis, sebagai sumber ajaran kedua tampil
untuk menjelaskan keumuman isi al-Qur’an tersebut.
Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadits berfungsi sebagai penafsir,
pensyarat dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an. Apabila disimpulkan
tentang fungsi hadis dalam hubungan dengan Al-Qur’an adalah sebagai
berikut:
1. Bayan Tafsir Yang dimaksud dengan bayan At -Tafsir adalah
menjelaskan maksud dari Al-Qur’an Fungsi hadist dalam hal ini adalah
merinci ayat secara global ( bayan al mujmal), membatasi ayat yang
mutlak ( taqyid al muthlaq), mengkhususkan ayat yang umum
( takhshish al’am) dan menjelaskan ayat yang dirasa rumit 2) Bayan
Taqrir Bayan At-Taqrir atau sering juga disebut bayan ta’kid ( penegas
hukum) dan bayan al- itsbat adalah hadist yang berfungsi untuk
memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Dalam hal ini,
hadis hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an
2. Bayan Tasyri’ Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri’ adalah
menjelaskan hukum yang tidak disinggung langsung dalam Al-Qur’an.
Bayan ini juga disebut dengan bayan zaid ‘ala Al-Kitab Al-Karim. Hadits
merupakan sebagai ketentuan hukum dalam berbagai persoalan yang
tidak ada dalam Al-Qur’an.
3. Bayan An-Nasakh Secara bahasa an-naskh bisa berarti al-ibthal
(membatalkan), al-ijalah (menghilangkan), at-tahwil (memindahkan)
atau at-tagyar (mengubah). Menurut Ulama’ mutaqaddimin, yang
dimaksud dengan bayan an-nasakh adalah adanya dalil syara’ yang
datang kemudian. Dan pengertian tersebut menurut ulama’ yang setuju
adanya fungsi bayan an nasakh, dapat dipahami bahwa hadis sebagai
ketentuan yang datang berikutnya dapat menghapus ketentuan-
ketentuan atau isi Al-Qur’an yang datang kemudian. Menurut ulama
mutaqoddimin mengartikan bayan an-nasakh ini adalah dalil syara’ yang
dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada, karena datangnya
kemudian.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1. Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi umat Islam setelah Al-
Quran sebagai sumber utama, hadits juga sebagai pedoman hukum
serta ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an. Hadits adalah
sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka
yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam,
maka secara otomatis harus percaya bahwa Hadits juga merupakan
sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran Hadits
sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa, tetapai
juga murtad hukumnya.
2. Kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat dalam
beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli ataupun aqli : dalil Al-Qur’an,
dalil Hadits, Ijma’ dan Ijtihad. Kehujjahan hadits dapat dipahami dari
7 aspek yaitu: Ishmah, sikap sahabat terhadap sunnah, Al-Qur’an, Al-
Sunnah, Kebutuhan Al-Qur’an terhadap al-sunnah, realitas – sunnah
sebagai wahyu dan Ijma’
3. Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an yaitu: bayan tafsir, bayan taqrir,
bayan tasyri’ dan bayan an-nasakh
DAFTAR PUSTAKA

Bisri Affandi. (1993) “Dirasat Islamiyyah (Ilmu Tafsir & Hadits)”.CV Aneka
Bahagia Offset,

Taqiyyudin an-Nabhani (2003) “Peraturan Hidup dalam Islam” Bogor,


Pustaka Thariqul ‘Izzah

Ahmad Syauki (1984) “Lintasan Sejarah Al-Qur’an”, Bandung CV Sulita


Bandung. Ash-Shiddieqy, Hasbi.1980.Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist,
Jakarta:Bulan Bintang

http://uinkediri.blogspot.co.id/2014/12/contoh-makalah-kedudukan-
haditssebagai.html

http://syuekri.blogspot.co.id/2012/10/hadist-sebagai-ajaran-agama.html

Anda mungkin juga menyukai