OLEH :
ARDIANSYAH
NIM : 80100221145
Penulis memanjadkan puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan yang
maha kuasa, karna atas segala rahmat dan hidayahnyalah sehingga sebuah karya
sederhana ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam tak lupa pula penulis
curahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, sebagai Nabi yang diutus
oleh Allah SWT sebagai pembawa risalah yang tak pernah salah dan pengemban
amanat yang tak pernah hianat.
Perubahan dan perbaikan merupakan dua fase yang menjadi core values
bagi siapa saja yang ingin mendapatkan hasil terbaik. Itulah sebebnya ketika ada
seseorang yang menjalani hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia adalah orang
yang merugi.
Ardiansyah
ii
Daftar Isi
C. Tujuan Makalah................................................................................. 3
A. Kesimpulan ......................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................... 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
setelah al-Qur’an. Ia adalah salah satu sumber tasyri’ penting dalam islam.
penjelas dan penafsir al-Qur’an, bahkan juga sebagai penetap hukum yang
independen sebagaimana al- Qur’an sendiri. Ini terkait dengan tugas Rasulullah
terkandung di dalamya. Berdasarkan hal ini umat islam meyakini bahwa al-
Qur’an dan hadist merupakan sumber hukum islam yang tidak bisa dipisahkan
dalam kepentingan istidlal dan dipandang sebagai sumber pokok yang satu,
syari’ah.
Dalam konteks ini Imam Syatibi berkata berkata: “Di dalam istinbath
al- Hadist. Sebab di dalam al- Qur’an terdapat banyak hal-hal yang masih
global seperti keterangan tentang shalat, zakat, haji, puasa dan lain sebagainya,
sehingga tidak ada jalan lain kecuali menengok keterangan hadist,”. Kendati
dengan al- Qur’an yang sejak awal mendapat perhatian secara khusus, baik dari
1
2
Bahkan secara resmi kodifikasi itu kemudian dilakukan sejak masa khalifah
Abu Bakar as-Shiddiq yang dilanjutkan dengan Utsman bin Affan yang
kesesuaian antara hadist dengan teks suci yang ditransmisikan kepada Nabi
Muhammad SAW, bisa juga dikatakan bahwa hadist merupakan wahyu Tuhan
yang tidak dikodifisikan dalam bentuk kitab sebab lebih banyak hasil dari
Dimana keduanya merupakan pedoman dan pengontrol segala tingkah laku dan
berasal dari Nabi atau tidak. Namun demikian Hadis memiliki peranan dalam
menjelaskan setiap ayat Alqur’an yang turun tang bersifat Muhkamat maupun
Mutasabiat. Sehingga Hadis ini sangan perlu untuk dijadikan sebagai sandaran
kriteria tertentu atau lebih dikenal dengan istilah Hadis-Hadis lemah atau
tertolak, baik dari segi Sanad maupun Matannya. Padahal kedua aspak tersebut
3
sangat menentukan apakah Hadis itu dapat diterima atau tidak. Hal ini terjadi
kalangan, kritik dan protes terus bermunculan karena berbagai analisis atas
kesahihan sebuah Hadis baik dari segi putusnya Sanad dan tumpah tindihnya
makna dari Matan. Dari uraian diatas maka perlu diketahui Tahnik Periwayatan
Hadis dari Nabi terhadap sahabat serta cara sahabat meriwayatkan Hadis,
sehingga kita dapat membedakan mana hadis Sahih dan mana yang tertolak.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
hadis.
PEMBAHASAN
adalah Al-Qur’an dan juga Hadis secara berurutan. Penetapan kedua hal tersebut
berikut dengan urutannya tentu dinisbatkan kepada apa yang disampaikan oleh
Rasulullah hendak mengutus sahabat Muadz bin Jabal sebagai hakim atau qodi di
Mesir. Dalam peristiwa tersebut Rasulullah menanyakan pada Muaz mengenai apa
dan kemudian Hadis sebagai sumber ajaran. Peristiwa ini juga diperkuat dengan
wasiat nabi kepada umat islam untuk tidak melepaskan diri dari Al-Qur’an dan
Hadis.
Kedua sumber ajaran utama agama islam terdiri dalam sebuah urutan yang
menunjukkan kekuatan posisi dari satu sumber atas sumber lainnya. Al-Qur’an
memiliki kekuatan atau tingkatan yang lebih tinggi atas Hadis sebagai sumber
4
5
ajaranpun sudah lengkap dan mungkin hampir tidak terdapat lagi perdebatan
memiliki makna berupa berita dan baru (khabar dan jadiid). Sedangkan secara
pada Rasulullah saw. baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir (ketetapan).
Namun, di sisi lain ulama fikih memberi batasan tersendiri hanya pada hal-hal yang
bersangkutan hukum.
mengenai perbedaan persepsi yang demikian jika tidak disampaikan dengan baik
mengenai Hadis, Sunnah, Atsar, dan Khabar. Perbedaan persepsi antara empat hal
berikut merupakan sesuatu yang cukup menarik untuk dibahas, dan juga merupakan
bukti mengenai kayanya khazanah keilmuan agama islam. Antara Hadis dan
istilah tersebut dianggap sama. Pertama ialah secara etimologis Sunnah berarti jalan
yang dilalui, perilaku, dan juga dapat dimaknai sebagai tradisi. Kemudian Sunnah
memiliki ruang lingkup yang lebih luas, yaitu mencakup sifat-sifat nabi yang
6
mencakup sebelum masa kenabian hingga Nabi wafat. Pemahaman tersebut ialah
Ulama ushul dan ulama fikih memiliki persepsi yang berlainan terkait
di luar Al-Qur’an. Ulama Fikih di lain sisi mendefinisikan Sunnah sebagai segala
sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW. Berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir
berupa ketetapan dalam bentuk hukum taklif yang bukan wajib. Ulama Fikih
Selain persepsi antara Hadis dan Sunnah, terdapat juga beberapa bentuk
pemahaman terkait Hadis, Khabar dan juga Atsar. Terdapat ulama yang
menyamakan antara Hadis, Sunnah, dan Khabar serta Hadis, Sunnah, dan Atsar.
Namun kemudian terdapat pula ulama yang membedakan, bahwa Khabar itu
terbagi menjadi 2 (dua), yaitu Khabar yang datang dari Nabi dan Khabar yang
datang dari selain Nabi. Sama halnya dengan Khabar, Atsar dipahami sebagian
ulama sebagai sesuatu yang disandarkan pada Sahabat dan Tabi’in saja.
kebingungan dan perbedaan persepsi. Satu hal penting yang dapat disadari dari
untuk mencapai lingkar pandang dalam memahami agama islam sebagai sebuah
jarang ia terlihat menjahit senidiri pakaiannya yang robek. Dalam pada itu ia juga
1. Cara lisan dimuka orang banyak yang terdiri dari kaum laki-laki.
memintanya.
1. Dengan lisan dan perbuatan dihadapan orang banyak, dimesjid pada waktu
3. Hadis Nabi disampaikan dengan cara lisan, tidak dihadapan orang banyak,
berisi jawaban yang diajukan oleh sahabat dan bentuk jawaban Nabi itu
6. Cara lain juga yaitu dalam menyampaikan Hadisnya tidak dalam bentuk
dengan satu macam cara saja. Dari keragaman cara penyampaian Hadis oleh Nabi
sama. Dalam arti ada sahabat yang mengetahui langsung terjadisnya Hadis
C. Priwayatan Hadis
merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam menentukan kedudukan suatu
hadis dalam perspektif Ulum al-Hadis. Pentingnya masalah periwayatan ini juga
tampak dari aspek yang dicakupnya, yang secara singkat terhimpun dalam suatu
tertentu”.
Dari defenisi tersebut paling tidak terdapat tiga unsur yang mendasar yaitu :
2. Unsur penyampaian.
Masalah periwayatan hadis jika dilihat dari sisi utuh atau tidaknya redaksi
atau matan suatu hadis, maka periwayatan dapat dibedakan dalam dua kelompok
yaitu periwayatan dengan lafaz dan makna serta kedua kelompok pembagian
riwayat ini masih dalam pembagian hadis qauliyah yakni hadis yang berdasarkan
sabda Nabi yang didengar oleh para sahabat, yang kemudian mereka meriwayatkan
Ada dua unsur penting dalam periwayatan hadis yang tidak boleh diabaikan
yaitu penerimaan dan penyampaian. Unsur ini dikenal dengan istilah Tahammhul
al-hadis wa al-ada’. dalam masalah tahamul dan ada’ ini, para ulama pada
bentuk penyampaian. Ini dilakukan karena setiap penerimaan suatu hadis berarti
suatu hadis dari gurunya dan disisi lain gurunya tersebut telah melakukan
Dalam bahasa Indonesia kata Riwayat yang berasal dari bahasa Arab
itu kepada rangkaian para periwayatan dengan bentuk-bentuk tertentu, orang yang
telah menerima Hadis dari seorang periwayat, tetapi dia tidak menyampaikan Hadis
itu itu pada orang lain maka dia disebut periwayat, sekiranya orang tersebut
menyampaikan Hadis yang telah diterimanya oleh orang lain, tetapi ketika
menyampaikan Hadis itu dia tidak menyebutkan rangkaian para periwayatnya maka
orang tersebut juga tidak dapat dikatakan aebagai orang yang telah melakukan
periwayatan Hadis.
Jadi ada tiga unsur yang harus dipenuhi dalam periwayatan Hadis yakni :
tidaklah sama dengan zaman sahabat Nabi. Demikian pula periwayatan pada zaman
sahabat tidak sama dengan periwayatan pada zaman sesudahnya. Cara periwayatan
Hadis-Hadis pada zaman Nabi lebih terbatas dari syarat-syarat tertentu bila
Hal ini disebabkan karena pada zaman Nabi selain tidak ada bukti yang pasti
tentang telah terjadinya pemalsuan Hadis, juga karena pada zaman itu seseorang
akan lebih mudah melakukan pemeriksaan. Sekiranya ada Hadis yang diragukan
11
kesahihannya, makin jauh jarak waktu dan Masa hidup Nabi, makin sulit pengujian
Pada umumnya para Ulama dalam Sulaemang (2018:53) membagi tata cara
atau sistem penerimaan dan penyampaian hadis kepada delapan macam yaitu :
gurunya, baik secara dikte atau bukan, baik dari hafalannya maupun dibaca
bahwa suara yang didengar adalah suara gurunya, kemudian dia sampaikan
Cara “sama” oleh mayoritas ulama dinilai tinggi kualitasnya, sebab lebih
digunakan oleh rawi dalam menyampaikan Hadis atas dasar “sama” adalah:
yang meriwayatkan.
mendengarkannya.
dihadapannya.
12
3. Ijazah yaitu pemberian izin dari seseorang kepada orang lain untuk
meriwayatkan Hadis darinya atau dari kitab-kitabnya. Hal ini dibagi dalam
tertentu.
5. Mukhtabah yaitu seorang guru yang menulis sendiri atau menyuruh orang
lain untuk menulis beberapa Hadis kepada orang ditempat lain atau yang
ada dihadapannya.
6. Wijadah yaitu memperoleh tulisan Hadis orang lain yang tidak diriwayatkan
dengan sama qira’ah maupun selainnya, dari pemilik Hadis atau pemilik
tulisan tersebut.
PENUTUP
A. Kesimpulan
oleh seorang rawi dari gurunya dan setelah dipahami, dihafalkan, dihayati,
diamalkan, ditulis dan disampaikan kepada orang lain sebagai murid dengan
3. Ijazah
4. Munawalah
5. Mukhtabah
6. Wijada
7. Washilah
8. I’lam
B. Saran
Tentunya penulis penulis menyadari bahwa apa yang ada dalam makalah ini
masih sangat jauh dari kata sempurna. oleh sebab itu, penulis sangat berharap
kepada para pembaca atau penyimak makalah ini untuk bersedia memberikan
keritik ataupun saran yang sifatnya konstruktif, yang kemudian bisa bahan rujukan
13
Daftar Pustaka
https://www.asilha.com/2021/01/19/hadis-sebagai-sumber-ajaran-islam/
Muhammad Gufron, Rahmawati. 2013 “Ulumul Hadist Praktis dan Mudah”.
Yogyakarta : Teras.
Sulaemang. 2018. “Teknik Periwayatan Hadis (Cara Menerima Dan
Meriwayatkan Hadis)”. Jurnal Informasi. Vol. 6 No.2.
Tutok Jumantoro. 2002. “Kamus Ilmu Hadist”. Jakarta : PT Bumi Aksara.
14