Anda di halaman 1dari 12

PENGERTIAN HADIS SEBAGAI DASAR ISLAM

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Studi Hadis

Dosen Pengampu
Achmad Beadie Busyroel Basyar, M.Pd.I

Oleh :

KHOFIFAH
NIM.22208401011054
LUTFA ATIYYATUL HIMMAH
NIM. 22208401011116
WULIDAN NAUFILLAH
NIM. 22208401011062
ZAINAL ARIFIN
NIM. 22208401011137

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AL QOLAM
GONDANGLEGI MALANG
2023
PENGERTIAN HADIST SEBAGAI DASAR ISLAM
Oleh : Khofifah dkk.
Abstrak
Hadis sebagai dasar hukum Islam, bukanlah diambil dari semua bentuk hadits, meskipun
kehujjahannya telah ditunjukkan oleh al-Qur’an. Para ulama’ dari kalangan muhaddatsin,
ushuliyyin, dan Fuqoha, telah merumuskan dasar-dasar kehujjahan hadits, yaitu al-hadits al-
maqbulah (hadits yang diterima sebagai sumber hukum islam) dan al-hadits al-mardudah
(hadits yang ditolak sebagai sumber Islam). Sebagian berpendapat bahwa hadits al-maqbulah
haruslah didasarkan atas prinsip ditolak atau diterimanya suatu periwayatan hadits, yaitu
harus diriwayatkan seorang perawi yang adil dan dabit dan statusnya tidak terdapat ‘illah al-
qadihah (cacat berat) serta periwayatannya tidak mengalami shudud (janggal). Muhadditsin
mengambil sikap untuk menerima semua hadits baik shahih, hasan maupun dhaif. Namun
tidak demikian sikap Ushuliyyin dan Fuqaha, mereka mengambil instinbat kepada dalil
hadits yang bernilai shahih atau hasan yang sama-sama ma’mul bih (yang bisa diamalkan)
tetapi jika memberi faedah yaqin dan bila ghayr ma’mul (tidak bisa diamalkan) walaupun
banyak perawi maka mereka menolak untuk dijadikan sabagai dasar istinbat hukum.
Kata Kunci : Hadis, nabi dan Sumber hukum Islam

ii
DAFTAR ISI
Abstrak .................................................................................................................................... ii
Daftar Isi ..................................................................................................................................
iii
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................................................... 1
BAB II : Pembahasan
A. Pengertian Hadis
1) Secara Etimologi dan Terminologi ................................................................. 2
2) Menurut beberapa ahli / ulama’........................................................................ 2
B. Perbedaan Al-Hadist dengan Al-Sunnah...................................................................... 5
C. Dalil-dalil Kehujjahan Hadits………………………………………………………… 5
BAB III : Penutup
A. Kesimpulan................................................................................................................... 9
B. Saran ............................................................................................................................ 9
Daftar Pustaka …………........................................................................................................
10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis yang dinyatakan dalam ketiga terminologi masing-masing kelompok
ulama, di satu segi terdapat kesamaan unsur, juga berbeda pada sisi lain. Antara
muhadithin dengan fuqaha’relatif sama dalam merumuskan pengertian tersebut,
namun tidak demikian dengan ulama usuliyyin, yang memberikan penekanan pada
aspek pragmatik termasuk aspek kognitif bagi hadis untuk dijadikan dalil hukum
Islam. Melihat pada realita yang masih dapat dikemukakan pada sisi hadis, maka
definisi hadis yang diantaranya memasukkan unsur biografi adalah mencakup
pengertian yang lebih luas , yakni periwayatan hadis Nabi saw., yang berisi tentang
hak-hak maupun tanggung jawab, baik sebagai individu atau Rasul..Ibn Taymiyah
mengatakan bahwa hadis adalah kebiasaan yaitu jalan yang sengaja dilalui berulang-
ulang bagi manusia, baik yang kategorikan ibadah maupun tidak. Pada maksud ini
hadis telah diucapkan sejak masa Nabi, dan sahabat-shabatnya, yang menyangkut
tentang beliau yang dapat diteladani atau diikuti dalam beragama, yaitu sebagai
ungkapan dari segi kebahasaan yang lebih dahulu dipergunakan. Sedangkan kata
hadis yang dikonotasikan pada makna sebagaimana yang dirumuskan oleh ketiga
ulama di atas, oleh seseorang belum pernah disebutkan pada masa Nabi dan sahabat.
Arti tersebut baru muncul pada periode pen-tadwin-an atau pelembagaan hadis,pula
sebagai istilah yang menyebutkan makna tersebut. Sesudah periode pelembagaan
istilah hadis mengalami perbedaan makna, sesuai dengan objek dan pendekatan dalam
pengkajian yang dilakukan oleh para ahli.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat menjadi rumusan masalah ini, yaitu:
1. Pengertian Hadis secara Etimologi dan Terminologi
2. Pengertian Hadis menurut beberapa ahli
3. Dalil-dalil Kehujjahan Hadis

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka makalah ini bertujuan untuk
menjelaskan mengenai Pengertian Hadis sebagai dasar Islam.

iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadis
1) Secara Etimologi dan Terminologi
Menurut Ibn Manzhur, kata "al-hadits", jamaknya, "al-ahadits", al- haditsan,
dan al-hudtsan. Menurut bahasa, (etimologis) kata "al-hadits" artinya, yaitu:
Al-jadid, artinya baru;
Al-khabar, artinya berita yaitu sesuatu yang dicakapkan dan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain.
Al-qarib, artinya dekat.
Kata al hadist dalam bahasa arab, secara literal, bermakna komunikasi, cerita,
perbincangan religius atau sekuler, historis atau kekinian.
Ahli hadis dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian hadis.
Ada yang mendefinisikan hadis dengan "segala perkataan Nabi SAW., perbuatan,
dan hal ihwalnya". Ulama hadis menerangkan bahwa yang termasuk "hal ihwal"
ialah segala pemberitaan tentang Nabi SAW., seperti yang berkaitan dengan
himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya. Ahli hadis
yang lain menyatakan bahwa hadis merupakan segala sesuatu yang bersumber dari
Nabi SAW. selain Al-Quran yang berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir-nya,
yang berkaitan dengan hukum syara'. Yang dimaksud dengan hukum syara' adalah
mengenai tingkah Hadis sebagai sumber hukum dipandang dengan persepsi dan
pemahaman yang berbeda-beda.
Secara terminologis, ahli hadis mendefinisikan hadis sebagai sesuatu yang
disandarkan pada Rasulullah saw. baik berupa perkataan, perbuatan,
maupun taqrir (ketetapan). Namun, di sisi lain ulama fikih memberi batasan
tersendiri hanya pada hal-hal yang bersangkutan hukum.Dengan demikian, maka
hadis-hadis atau berita-berita mengenai perkataan dan perbuatan Rasulullah yang
tidak berkaitan dengan hukum bukanlah Hadis. Pemahaman mengenai perbedaan
persepsi yang demikian jika tidak disampaikan dengan baik tentu dapat
menimbulkan gesekan-gesekan tertentu bagi orang awam.
2) Menurut beberapa ahli / ulama’
Ulama ushul mendefinisikan Sunnah dengan rumusan yang berkaitan dengan
fungsi Rasulullah sebagai penetap perundang-undangan terhadap manusia di luar
Al-Qur’an. Ulama Fikih di lain sisi mendefinisikan Sunnah sebagai bentuk
hukum dalam ibadah.
Sebagai contoh, dapat kita temukan hadis mengenai peristiwa saat Rasulullah
hendak mengutus sahabat Muadz bin Jabal sebagai hakim atau qodi di Mesir.
Dalam peristiwa tersebut Rasulullah menanyakan pada Muaz mengenai apa yang
ia jadikan sebagai dasar dalam menghukumi sesuatu yang kemudian dijawabnya
Al-Qur’an, dan Hadis serta ia akan ber-ijtihad jika tidak menemukannya di dalam

v
Al-Qur’an maupun Hadis.Peristiwa ini juga diperkuat dengan wasiat nabi kepada
umat islam untuk tidak melepaskan diri dari Al-Qur’an dan Hadis.Kedua sumber
ajaran utama agama islam terdiri dalam sebuah urutan yang menunjukkan
kekuatan posisi dari satu sumber atas sumber lainnya. Al-Qur’an memiliki
kekuatan atau tingkatan yang lebih tinggi atas Hadis sebagai sumber ajaran. 
1. Menurut ahli hadits
‫اقوال النيب صىل هللا عليه وسمل وافعهل و احواهل‬
“Segala perkataan nabi SAW, perbuatan, dan hal ikhwalnya.”Hal ikhwal
ialah segala pemberitaan tentang nabi.

‫لك ما اثر عن النيب صىل هللا عليه وسمل من قول او فعل او تقرير او صفة خلقية او‬
‫خلقية او سرية سواء ااكن ذكل قبل البعثة كتحنثه يف غار حراء ام بعده‬
“Segala yang berasal dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan,
persetujuan, sifat fisik dan budi pekerti, jalan hidup baik yang terjadi
sebelum nabi. Diutus menjadi Rasul seperti, ketika bertahaddus di Gua
Hira' maupun sesudahnya.”
2. Menurut ahli Ushul fiqh
‫لك ما صدر عن النيب صىل هللا عليه وسمل غري القرآن الكرمي من قول او فعل او‬
‫تقرير مما يصلح ان يكون دليال حلمك رشعي‬
“Segala yang berasal dari nabi, selain Al-Qur'an alkarim baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun persetujuan yang pantas menjadi dalil
hukum syara'”

Ahli Ushul fiqih mendefinisikan hadist dengan sesuatu yang bersumber


dari nabi Muhammad yang berhubungan dengan hukum syara baik berupa
ucapan, perbuatan, maupun ketetapan. Atau mereka memandang nabi
sebagai penetap hukum tanpa menyinggung nyinggung perilaku dan
ucapan sahabat atau tabi'in.
Pada umumnya, ulama hadis memberi pengertian bahwa yang dimaksud
dengan hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW., baik berupa perkataan (qauly), perbuata (fi’ly), dan
ketetapan (taqriri).
Dengan pengertian tersebut ulama hadis menyamakan hadis dengan sunnah.
Ada pula ahli hadis yang berpendapat bahwa kata "hadis menunjukkan pada
penampilan kepribadian Nabi Muhammad SAW Meskipun demikian, menurut
ahli fiqh, penampilan kepribadian tidak termasuk kategori hadis. Dengan
demikian, bentuk-bentuk hadis atau sunnah adalah berita yang berkaitan
dengan perkataan (qaul perbuatan (fi’ly), ketetapan (taqriri) atau hal ihwal
(segala sifat dan pribadi) Nabi Muhammad SAW.

vi
Hadis diartikan dengan khabar karena terdapat firman Allah SWT dalam Al-
Quran sebagai berikut
1. Surat At-Tür ayat 34:
ٍ ‫)فَلْ َيْأتُوا حِب َ ِد‬
٣٤ : ‫يث ِمثْهِل ِ ن اَك ن ُوا ِص ِد ِق َني) الطور‬
‫ِإ‬
Artinya: "Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (Al-
Quran) jika mereka orang-orang yang benar." (QS. At-Tur: 34)
2. Surat Al-Kahf ayat 6:
ِ ‫ )فَلَ َعكَّل َ اَب ِخ ٌع ن َ ْف َس َك عَىَل آاَث ِرمِه ْ ْن ل َ ْم يُْؤ ِمنُوا هِب َ َذا احلَ ِد‬1 : ‫الكهف‬
(‫يث اسفا‬
‫ِإ‬
Artinya: "Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakukan
dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka
tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran)." (QS. Al-Kahf: 6)
3. Surat Ad-Duha ayat 11:
(‫ َ)وا َّما ِب ِن ْع َم ِة َرب ّ َِك فَ َح ِّد ُت‬11:‫الضحى‬
Artinya: "Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan
(dengan bersyukur)." (QS. Ad-Duha: 11)
Dengan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa makna
hadis adalah sebagai berikut.
1. Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, perbuatan,
taqrir, dan sifatnya.
2. Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, maupun sifatnya.
Dari kedua pengertian tersebut, ada persamaan dan perbedaan para ahli
hadis dalam mendefinisikan hadis. Persamaannya dalam mendefinisikan hadis
"dengan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik perkataan
maupun perbuatan." Adapun perbedaannya pada penyebutan terakhir dari
perumusan definisi hadis Ada ahli hadis yang menyebut hal ihwal atau sifat
Nabi sebagai komponen hadis, ada pula yang tidak menyebutnya. Kemudian,
ada ahli hadis yang menyebut taqrir Nabi secara eksplisit sebagai komponen
dari bentuk-bentuk hadis, tetapi ada juga yang memasukkannya secara implisit
pada perkataan atau perbuatannya (aqwal atau af’al). Adapun ulama ushul
mendefinisikan hadis sebagai "semua perkataan Nabi SAW yang dapat
dijadikan dalil untuk penetapan hukum syara".
Berdasarkan pendefinisian hadis dari ahli hadis dan ahli ushul terdapat
persamaan, yaitu memberikan definisi yang terbatas pada yang sesuatu yang
disandarkan kepada Rasulullah SAW., tanpa menyinggung perilaku dan
ucapan sahabat atau tabiin. Perbedaan mereka terletak pada cakupan
definisinya. Definisi dari ahli hadis mencakup segala sesuatu yang
disandarkan atau bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun taqrir. Adapun cakupan definisi hadis ahli ushul hanya
menyangkut aspek perkataan Nabi yang dapat dijadikan dalil untuk
menetapkan hukum syara'. Menurut ahli hadis, definisi hadis dengan "sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan,

vii
taqrir, maupun sifat beliau” dianggap sebagai pengertian yang sempit karena
hadis mencakup pengertian yang lebih luas, termasuk hadis yang disandarkan
kepada para sahabat dan para tabiin. At-Turmuzi berpendapat bahwa hadis itu
bukan hanya yang marfu', yaitu yang disandarkan kepada Nabi SAW.,
melainkan juga yang mauquf, yaitu yang disandarkan kepada sahabat, dan
yang maqthu', yaitu yang disandarkan kepada tabiin.
B. Perbedaan Al-Hadist dengan Al-Sunnah
Antara Hadis dan Sunnah, terdapat perbedaan signifikan di antara keduanya,
walaupun seringkali dua istilah tersebut dianggap sama. Pertama ialah secara
etimologis Sunnah berarti jalan yang dilalui, perilaku, dan juga dapat dimaknai
sebagai tradisi. Kemudian Sunnah memiliki ruang lingkup yang lebih luas, yaitu
mencakup sifat-sifat nabi yang mencakup sebelum masa kenabian hingga Nabi wafat.
Nabi Muhammad sendiri menamakan sabdanya sebagai hadist dan dengan
penamaan itu beliau membedakan apa yang disandarkan kepada beliau dengan yang
lainnya. Sehingga seakan-akan beliaulah yang meletakkan dasar-dasar begi penamaan
hadist. Selanjutnya suatu hari abu hurairah datang kepada Nabi SAW untuk
menanyakan tentang orang yang paling berbahagia memperoleh pertolongan beliau
pada hari kiamat kelak. Rasulullah waktu itu menyatakan bahwa kalian tahu tidak
seorangpun menanyakan hadist (pembicaraan) ini sebelum abu hurairah. Itu adalah
karena antusias mencari hadist.
Pengertian hadist terdapat persamaan dengan as sunnah. Namun dapat
ditemukan ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’ ternama pada abad kedua
hijriyah, seperti tersirat dalam perkataan al-a’immah al-isadi (265-365H) : “saya
benar-benar tidak mengetahui kaum yang lebih utama dari kaum yang mencari hadist,
dan mereka yang mencintai al-sunnah. Perkataan ini sebagai tanggapan atas perkataan
Abd Al-Rahman bin Al-Mahdi : “ manusia sesuai dengan pandangannya antara lain
ada yang menjadi tokoh dalam al-Sunnah, dan bukan tokoh dalam hadist, ada yang
menjadi tokoh hadist namun bukan tokoh al-Sunnah. Pendapat ini merupakan refleksi
dari pendapat jumhur ulama’ yang menyamakan pengertian al-Hadist sesudah abad
kedua Hijriyah dengan al-Sunnah setelah dikodifikasikan.
Al-Hadist adalah istilah teoretik yang dipakai mempelajari unsur-unsur yang
bersumber dari Nabi SAW sebagai objek formil dan materiil. Sedang Al Sunnah ialah
sisi lain dari Rasulullah yang merupakan kajian internal dari kajian menyeluruh
terhadap pribadi Nabi dan dimensi ke-Rasulannya. Disamping itu Al Sunnah sebagai
aspek materiil yang mengandung unsur-unsur yang luas. Untuk itu pengertian Al
Sunnah dan Al Hadist perlu dibedakan. Meskipun ada persamaan dalam form nya. Al
Hadist yang berupa perkataan atau perbuatan agar dapat sejajar dengan Al Sunnah
perlu disesuaikan dengan faidah-faidah yang lazim dipergunakan Al Hadist secara
teoritis, bagi Al Sunnah tidak berlaku demikian. Pembaruan mengenai perbedaan
makna dan pengertian Al Sunnah dan Al Hadist bahwa Al Hadist berarti komunikasi
oral yang berasal dari Nabi, sedangkan Al Sunnah dalam pemakaian yang berlaku
pada komunitas muslim merujuk pada hal yang bersifat religius dan hukum, tanpa
memperhatikan apakah ada dalam tradisi oral atau tidak.
C. Dalil-dalil Kehujjahan Hadis

viii
Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa al-sunnah merupakan sumber syari'at Islam.
Sebagaimana dalam firman Allah:
‫هللا َوَأ ِطي ُعوا َّالر ُسو َل َوُأوىل اَأْل ْم ِر ِمنْمُك ْ فَ ْن تَنَ َازعْمُت ْ يِف يَش ْ ٍء فَ ُردُّو ُه ىَل‬ َ ‫اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين آ َمنُوا َأ ِطي ُعوا‬
‫ِإ‬ ‫ون اِب هَّلل ِ َوالْ َي ْو ِم اآْل ِخ ِر َذكِل َ َخرْي ٌ َوَأ ْح َس ِإ ُن تَْأ ِوياًل‬
َ ُ‫اهَّلل ِ َو َّالر ُسولِ ْن ُك ْنمُت ْ تُْؤ ِمن‬
‫ِإ‬
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya". (QS. al-Nisa' (4): 59)

‫الس َم َاو ِات َواَأْل ْر ِض اَل هَل َ اَّل ه َُو حُي ْ يِي‬ َّ ُ ‫هللا لَ ْيمُك ْ مَج ِ ي ًعا اذَّل ِ ي هَل ُ ُمكْل‬ ُ ‫ُق ْل اَي َأهُّي َا النَّ ُاس ىَل َر ُس‬
ِ ‫ول‬
‫ِإ ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
َ ُ‫يت فَآ ِمنُوا اِب هَّلل ِ َو َر ُسوهِل ِ النَّيِب َ اُأْل ِمي اذَّل ِ ى يُْؤ ِم ُن اِب ِهلل َولَك ِ َما ِت ِه َوات َّ ِب ُعو ُه لَ َعلَّمُك ْ هَت ْ َتد‬
‫ون‬ ُ ‫َوي ُ ِم‬
"Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu
semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman
kepada Allah dan kepada kalimat- kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia,
supaya kamu mendapat petunjuk". (QS. al-A'raf (7): 158)

‫ول فَخ ُُذو ُه َو َما هَن َامُك ْ َع ْن ُه فَا ْنهَت ُوا َوات َّ ُقوا اهَّلل َ َّن اهَّلل َ َش ِديدُ الْ ِع َق ِاب‬
ُ ‫َو َما آاَت مُك ُ َّالر ُس‬
‫ِإ‬
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkh. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya". (QS. al-Hashr (59): 7)
Kehidupan umat Islam baik sosial maupun keagamaan adalah terbentuk dan tertata
atas dasar yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Umat Islam selalu dilingkari
doktrin- doktrin yang tidak terlepas dari sumber tersebut, dan mereka dituntut untuk
menjalankannya. Sebab kenyataan itu merupakan suatu yang pasti bagi umat Islam.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam al-hadith:

‫هللا َو ُسنَّ ُة ن َ ِب ِيّ ِه‬


ِ ‫اب‬ُ ‫تَ َر ْك ُت ِف ْيمُك ْ َأ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت َِضل ُّ ْوا َما تَ َم َّس ُكمُت ْ هِب ِ َما ِك َت‬
"Saya tinggalkan dua perkara kepadamu yang tidak akan tersesat apabila kamu
berpegang teguh kepada dua perkara, yaitu Kitab Allah dan sunnah Nabi".17

َ َ‫يت ْال ِكت‬


‫اب‬ ُ ‫ َأاَل ىل ُأو ِت‬:‫هللا عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ َأن َّ ُه قَا َل‬
ُ ‫َع ِن الْ ُم َق ِد ِم ْب ِن َم ْع ِد ْي َك َر َب َع ْن َر ُس ْولِ اهَّلل ِ َصىَّل‬
‫ِإ‬ ‫َو ِمثْهَل‬
"Dari al-Miqdam bin Ma'dykarib, dari Rasulullah SAW, bahwa beliau bersabda:
ketahuilah, sesungguhnya saya telah diberi al-Kitab dan yang semisal bersamanya".

ix
‫ فَ َعلَ ْيمُك ْ ب ُِسنَّيِت َو ُسنَّ ِة الْ ُخلَ َفا ِء الْ َم ْه ِديَنْي َ َّالر ِاش ِد ْي َن تَ َم َّس ُكوا هِب َا‬... : ‫ فَ َقا َل‬... ‫َع ِن الْ ِع ْراَب ِض ْب ِن رَس ِ ي َ َة‬
‫َو َعضُ ْوا عَلَهْي َا اِب لنَّ َو ِاج ِد‬
"Dari al-'Irbad bin Sariyah.......... Rasulullah bersabda: Kamu tetap pada Sunnah-ku
dan Sunnah al-Khulafa al-Rashidin yang telah mendapat petunjuk.
Berpegangteguhlah kepadanya, dan gigitlah dengan gigi gerahammu........."
Hadith-hadith tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah SAW diberi al-Kitab dan
Sunnah, dan mewajibkan kita berpegang teguh pada kedunya serta merujuk apa yang
ada pada Sunnah seperti merujuk apa yang ada pada al-Kitab. Rasulullah tidak
cukup hanya memerintahkan berpegang teguh pada Sunnah-nya, juga mencela orang
yang meninggalkannya karena hanya bertumpu pada apa yang ada al-Qur'an saja.
Seperti sabda beliau:

‫ اَل َألفني َأ َحدُ مُك ْ ُمتَ ِكنًا عَىَل‬:‫َع ْن ُع َب ْي ِد اهَّلل ِ ْب ِن َأيِب َرا ِفع ِ َع ْن َأ ِب ْي ِه َع ِن النَّيِب ِ ّ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل ِ قَا َل‬
ِ ‫ول اَل نَدْ ِرى َما َو َجدْ اَن يِف ِك َت ِاب‬
‫هللا‬ ُ ‫َأ ِر ْي َك ِت ِه يَْأ ِت ْي ِه اَأْل ْم ُر ِم ْن َأ ْم ِرى ِم َّما َأ َم ْر ُت ِب ِه َأ ْو هَن َ ْي ُت َع ْن ُه فَ َي ُق‬
‫ات َّ َب ْعنَا‬
"Dari "Ubayd Allah bin Abi Rafi', dari bapaknya, dari Nabi SAW bersabda: Hampir
pasti ada seseorang di antara kamu yang duduk bersandar di tempat duduknya, yang
datang kepadanya sebagian urusanku, yang aku diperintahkan atau dilarang,
kemudian berkata: Kami tidak mengetahui apa yang kami jumpai di dalam Kitab
Allah yang akan kami ikuti"

x
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persamaan dalam mendefinisikan hadist
adalah memberikan definisi yang terbatas pada segala hal yang disandarkan kepada Nabi
SAW berupa perkataan, perbuatan tanpa menyinggung perilaku dan ucapan sahabat atau
tabi’in. Adapun perbedaannya terletak pada penyebutan terakhir dari perumusan definisi
hadist. Ada ahli hadist yang menyebut hal ihwal atau sifat Nabi sebagai komponen hadist,
adapula yang tidak menyebut. Perbedaannya juga terletak pada cakupan definisinya.
Definisi hadist dari ahli ushul hanya menyangkut aspek perkataan Nabi yang dapat
dijadikan dalil untuk menetapkan hukum syara’. Al- Hadist dengan As- Sunnah itu
berbeda
Al Hadist berarti komunikasi oral yang berasal dari Nabi, sedangkan Al Sunnah dalam
pemakaian yang berlaku pada komunitas muslim merujuk pada hal yang bersifat religius
dan hukum, tanpa memperhatikan apakah ada dalam tradisi oral atau tidak.

B. Saran
Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan
dan kesempurnaan Makalah kami. Dan menjadikan Makalah ini sebagai sarana yang
dapat mendorong para mahasiswa berfikir aktif dan kreatif. Bagi para pembaca jika ingin
menambah wawasan dan mengetahui lebih jauh, maka penulis mengharapkan dengan
rendah hati agar lebih membaca buku-buku lainnya yang berkaitan dengan hadist sebagai
dasar islam.

xi
DAFTAR PUSTAKA

Umara, Azzura Fathanul.2021 Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam. Yogyakarta. Ilmu Hadis
UINS sunan Kalijaga Yogyakarta.
Indri, dkk (2017), Studi Hadis, cetakan VI, Surabaya. UIN Sunan Ampel Press.
Hasan, Mustofa (2017), Ilmu Hadis, cetakan II, Bandung. CV PUSTAKA SETIA.
Al- Hadi, Abu Azam. (2020).”Hadis sebagai sumber Hukum Islam”. Al-Qanun, 23.

xii

Anda mungkin juga menyukai