Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

AL - HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : M. Dliya’ Ulami

Disusun Oleh :
Laila Robingatul Fadhilah

PROGRAM STUDI BAHASA ASING TERAPAN


FAKULTAS SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas segala karunia yang diberikan Allah SWT kepada penulis sehingga
makalah yang berjudul “Al-Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam” dapat terselesaikan dengan
baik. Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam yang diharapkan dapat menjadi pengetahuan tambahan bagi para pembaca.
Penulis sangat berterima kasih kepada Bapak selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu
Komunikasi, yang telah mempercayakan tugas ini, sehingga dapat membantu penulis untuk
menguasai pengetahuan pada bidang studi yang dipelajari. Tidak lupa penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah meluangkan waktunya untuk berbagi
pengetahuan dan membantu penulis dalam bentuk dukungan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ini dengan tepat waktu.
Tidak ada yang sempurna di dunia ini, begitupun dengan karya tulis makalah ini yang
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan
untuk memperbaiki makalah ini menjadi sempurna.

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................... ii

Daftar Isi .................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1

1.A Latar Belakang ……………………………………………………………………. 1

1.B Rumusan Masalah…………………………………………………………………. 1

1.C Tujuan……………………………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 2

2. A Pengertian Hadits .............................................................................................. 2

2.B Hubungan Hadits dengan al-Qur’an………………………………………………. 4

2.C Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Hukum Agama Islam………………………... 5

BAB III PENUTUPAN .............................................................................................. 6

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 6

3.2 Saran ..................................................................................................................... 6

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………. 7

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan sumber hukum islam kedua setelah Al-qur’an yang diwariskan oleh
Nabi Muhammad SAW kepada umat islam baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan
(taqrir). Kedudukan hadits nabi sebagai sumber otoritatif ajaran Islam yang kedua, telah diterima
oleh hampir seluruh ulama dan umat Islam, tidak saja di kalangan Sunni tapi juga di kalangan
Syi’ah dan aliran Islam lainnya. Legitimasi otoritas ini tidak diraih dari pengakuan komunitas
muslim terhadap Nabi sebagai orang yang berkuasa tapi diperoleh melaui kehendak Ilahiyah.1
Bila menyimak ayat-ayat al-Qur’an, setidaknya ditemukan sekitar 50 ayat 2 yang secara tegas
memerintahkan umat islam unuk taat kepada Allah dan juga kepada rasul-Nya, diantaranya
seperti dalam surat al-Ahzab ayat 21 dikatakan :
‫حسنة اسوة هللا رسول في لكم كان لقد‬

Artinya: “Sesunguhnya telah ada pada diri Rasullah teladan yang baik bagimu.”
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Nabi Muhammad adalah teladan hidup bagi
orang-orang yang beriman. Bagi mereka yang hidup sezaman dengan Rasulullah maka cara
meneladaninya dapat mereka lakukan secara langsung sedangkan mereka yang tidak sezaman
dengan beliau maka cara meneladaninya adalah dengan mempelajari, memahami dan mengikuti
berbagai petunjuk yang terdapat dalam hadis-hadisnya.
Mengenai kekuatan hadits sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua segi, pertama dari segi
kebenaran materinya dan kedua dari segi kekuatan petunjuknya terhadap hukum Islam. Makalah
ini akan membahas al-hadits sebagai salah satu sumber hukum Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Hadits?
2. Bagaimana hubungan Hadits dan Al-Qur’an?
3. Bagaimana kedudukan Hadits sebagai sumber hukum agama islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami pengertian hadits
2. Memahami hubungan antara al hadits dan al quran
3. Mengetahui dan memahami kedudukan hadits sebagai sumber hukum agama islam
1

1
Nilai yang memiliki dasar kebenaran yang paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya.
2
Tasbih, T. (2010). Kedudukan dan Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam. Jurnal Ushuluddin: Media Dialog
Pemikiran Islam. https://doi.org/10.24252/jumdpi.v14i3.2326
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis

Kata hadits secara etimologis berarti "komunikasi, cerita, percakapan, baik dalam
konteks agama atau duniawi, atau dalam konteks sejarah." Penggunaannya dalam
bentuk kata sifat, mengandung arti aljadid, yaitu yang baru, lawan dari al-qadim,
yang lama. Sedangkan hadis secara terminologis, menurut Ibn Hajar, berarti :

‘Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW.’3

Definisi di atas masih umum sekali, karena belum dijelaskan batasan sesuatu yang
disandarkan kepada nabi SAW tersebut. Definisi yang lebih terperinci, adalah :

‘Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dari


perkataan, perbuatan, taqrir, atau sifat.'4

Istilah Hadis sering juga disinonimkan dengan sunnah, khabar, dan atsar' untuk lebih
jelasnya berikut ini akan diuraikan tentang istilah-istilah tersebut.

1. Definisi Sunnah Para Ahli Ulama


Selain istilah hadits, terdapat sinonim istilah yang sering digunakan oleh para
ulama yaitu sunnah. Pengertian istilah tersebut hampir sama, walaupun terdapat
beberapa perbedaan. Berikut ini pengertian sunnah dalam kitab Ushul Al hadis adalah
sebagai berikut :

‫مااثرعن النبى ص م من قول اوفعل اوتقرير اوصفة خلقية اوسيرة سواء كان قبل البعثة اوبعدها‬

“Segala sesuatu yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan,
taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup, baik sebelum Nabi diangkat jadi
Rasul atau sesudahnya.

3
Al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi, h. 15.
4
Al-Thahan, Taisir Mushthalah al-Hadits, h. l4
Dalam pengertian tersebut pada intinya tentu ada kesamaan antara hadits dan
sunnah, yaitu sama-sama bersandar kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi terdapat
kekhususan bahwa sunnah sudah jelas segala yang bersandar pada pribadi Nabi
Muhammad SAW baik sebelum atau sesudah diangkat menjadi Nabi, misalnya
mengembala kambing, menikah minimal umur 25 tahun dan sebagainya. Walaupun
demikian terdapat perbedaan yang sebaiknya tidak berlebihan dalam menyikapinya
sebagai umat Islam, sebab keduanya sama-sama bersumber pada Nabi Muhammad
SAW.

Kalangan ulama di dalam memberikan pengertian sunnah berbeda-beda, sebab para


ulama memandang sunnah dari segi yang berbeda-beda.

a. Ulama Hadits
Ulama Hadits memberikan pengertian sunnah meliputi biografi Nabi, sifat-sifat
Nabi yang berupa fisik, contohnya mengenai tubuhnya, rambutnya, maupun
segala sesuatu yang mengenai fisik dan akhlak Nabi dalam keadaan sehari-
harinya, baik sebelum atau sesudah bi’stah atau di angkat sebagai nabi.

b. Ulama Ushul Fiqh


Ulama Ushul Fiqh memberikan pengertian sebagai berikut :
“Segala yang di nuklikan dari Nabi Muhammad SAW. Baik berupa perkataan,
perbuatan maupun taqrirnya yang ada sangkut pahutnya dengan Hukum.”

c. Ulama Fiqh
Menurut Ulama Fiqh, sunnah ialah “perbuatan yang di lakukan dalam agama,
tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardu. Jadi suatu pekerjaan yang
utama di kerjakan.” Dengan kata lain, sunnah merupakan suatu amalan yang di
beri pahala apabila di kerjakan, dan tidak dituntut dosa apabila di tinggalkan.

2. Definisi Khabar
Menurut bahasa berarti an-Naba’ (berita-berita), sedangkan jama’nya adalah
akhbar. Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi dan para
sahabat, jadi setiap hadits termasuk khabar tetapi tidak setiap khabar adalah hadits.
Berbeda dengan hadits, di mana hadits adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi
Muhammad SAW, sedangkan khabar adalah sesuatu yang datang dari selain Nabi
Muhammad SAW. Lebih umum dari hadits, jika hadits itu hanya yang datang dari
Nabi saja, maka khabar adalah segala sesuatu yang datang baik dari Nabi Muhammad
SAW maupun yang lainnya.
3. Definisi Atsar
Atsar menurut etimologi ialah bekasan sesuatu, atau sisa sesuatu, atau berarti
berarti nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu doa yang dinukilkan dari Nabi dinamai doa
ma’tsur.

3
Sedangkan secara terminologi ada dua pendapat mengenai definisi atsar ini.
Pertama, kata atsar bersinonim dengan hadits. Kedua, atsar adalah perkataan,
tindakan, dan ketetapan sahabat. Menurut istilah jumhur ahli hadits mengatakan
bahwa atsar sama dengan khabar dan juga hadits, yaitu sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan tabi’in. Dari pengertian menurut istilah
ini, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama.

Sedangkan menurut ulama Khurasan, memberikan pengertian bahwa atsar untuk


yang mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) dan khabar untuk yang marfu (yang
disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.)

Jadi, atsar merupakan istilah bagi segala yang disandarkan kepada para sahabat atau
tabi’in, tapi terkadang juga digunakan untuk hadits yang disandarkan kepada Nabi
shollallahu ‘alaihi wa sallam, apabila berkaitan.

B. Hubungan Hadits dengan al-Qur’an

Al-Qur’an dan al-Hadits telah menjadi sumber utama ajaran Agama Islam karena
dari keduanya hukum-hukum Islam dibuat dan dibentuk. Al-Qur’an merupakan
serangkaian firman Allah SWT yang disampaikan kepada umat manusia melalui
utusan-Nya, Muhammad SAW. Sedangkan al-Hadits adalah segala perkataan (sabda),
perbuatan, hal ihwal (kejadian, peristiwa, masalah), dan ketetapan lainnya yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Hubungan antara al-quran dan al-hadits saling melengkapi satu sama lain terhadap
perannya masing-masing. Dilihat berdasarkan perihal kedatangannya sebagai wahyu,
al-Qur’an memang dalam posisi di atas al-hadits, namun dari segi indikasi hukumnya,
al-Qur’an dan al-Hadits mempunyai derajat yang sama. Beberapa pendapat para
ulama mengenai kedudukan hadits terhadap al-Qur’an :
a. al-Qur’an bersifat qath’l al-wurud (keberadaannya yang pasti dan diyakini)
sudah seharusnya kedudukannya lebih tinggi dari pada hadits. Dimana status
hadis (kecuali yang mutawatir) adalah zhanni al-wurud.
b. Hadis berfungsi sebagai penjelas dan penjabar dari al-Qur’an. Eksistensi dan
keberadaan hadits sebagai bayyan tergantung kepada eksistensi al-Qur’an.
c. Sikap para sahabat yang selalu merujuk kepada al-Qur’an terlebih dahulu
ketika mencari suatu jalan keluar sebuah masalah. Apabila di dalam al-Qur’an
tidak ditemukan, maka mereka merujuk kepada sunnah yang mereka ketahui,
atau menanyakan kepada sahabat yang lain.
Pada dasarnya hadits Nabi sejalan dengan al-Qur’an karena keduanya
bersumber dari wahyu. Akan tetapi mayoritas hadits sifatnya adalah
operasional, karena fungsi utama hadis adalah sebagai penjelas atas al-Qur’an.

4
C. Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Hukum Agama Islam

Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-Quran. Namun, hadits selalu menjadi
rujukan kedua setelah Al-Quran dan menempati posisi penting dalam kajian
keislaman. Mengingat penulisan hadits yang dilakukan ratusan tahun setelah nabi
Muhammad SAW wafat, maka banyak terjadi perbedaan pendapat terhadap sebuah
hadits. sehingga hal tersebut memunculkan sebagian kelompok meragukan dan
mengingkari akan kebenaran hadits sebagai sumber hukum.
Pada prinsipnya, kedudukan dan fungsi hadits terhadap al-Qur’an adalah sebagai
penjelasan dari al-Qur’an. Sebab suatu ayat al-Qur’an dapat mengandung dua
kemungkinan makna atau lebih, maka diperlukan hadits untuk menentukan satu
makna di antara sekian makna yang ada.
Tidak ada syari’ah tanpa hadits sebagai sumber hukum syari’ah. Karena sebagian
besar hukum-hukum syariah bersumber pada hadits. Terlebih lagi, hadits banyak
menjadi dalil bagi berbagai hukum yang berkaitan dengan kehidupan bernegara,
misalnya pengaturan hubungan penguasa dan rakyat, hubungan negara Islam dengan
negara lain, struktur pemerintahan, pengangkatan para gubernur (wali), hakim
(qadhi), dan sebagainya. Selain itu berpegang pada hadits atau sunnah Rasulullah
terhadap hal-hal yang tidak dijelaskan al-Qur’an merupakan salah satu bentuk
mengikuti landasan syari’ah.
Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hadits merupakan dasar hukum islam,
yaitu salah satu dari sumber hukum islam dan juga sepakat tentang diwajibkannya
untuk mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti Al-Qur’an. Hadits
merupakan penafsiran al-Qur’an dalam praktek atau penerapan ajaran islam secara
faktual dan ideal. Pribadi Rasulullah merupakan perwujudan dari Al-Qur’an yang di
tafsirkan untuk manusia, serta ajaran islam yang di jabarkan dalam kehidupan sehari-
hari.

5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hadits merupakan dasar hukum islam, yaitu
salah satu dari sumber hukum islam dan juga sepakat tentang diwajibkannya untuk
mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti Al-Qur’an. Banyak ayat Al-Qur`an
dan Al-Hadits yang menjelaskan bahwa hadits merupakan salah satu sumber hukum
islam selain Al-Qur`an yang wajib diikuti sebagaimana mengikuti Al-Qur`an, baik dalam
bentuk awamir maupun nawahinya.

Dalam konteks ini, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur'an dan Al-Hadits merupakan dua
sumber utama ajaran dalam Islam. Al-Qur'an adalah serangkaian firman Allah yang
disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW, sementara Al-Hadits adalah segala
perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Hubungan antara Al-Qur'an dan Al-Hadits saling melengkapi satu sama lain. Meskipun
Al-Qur'an memiliki kedudukan yang lebih tinggi sebagai wahyu pasti, baik Al-Qur'an
maupun Al-Hadits memiliki peran penting dalam membentuk hukum-hukum Islam.
Beberapa pandangan ulama mengenai kedudukan Al-Hadits terhadap Al-Qur'an beragam,
tetapi umumnya Al-Hadits dianggap sebagai penjelas dan penjabar dari Al-Qur'an.

Meskipun Al-Hadits bukan teks suci seperti Al-Qur'an, ia merupakan rujukan kedua
dalam ajaran Islam dan penting dalam pemahaman dan penentuan makna ayat-ayat Al-
Qur'an yang mungkin memiliki beragam interpretasi. Hadits juga digunakan sebagai
sumber hukum syariah, termasuk dalam masalah-masalah pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari. Secara keseluruhan, hadits berfungsi sebagai penafsiran praktis dari ajaran
Al-Qur'an, membantu mengklarifikasi makna dan pedoman dalam Islam, dan menjadi
dasar hukum syariah.

6
DAFTAR PUSTAKA

Mahmud, T. (2005). Ilmu Hadits Praktis. Pustaka Thariqul Izzah.


Nawir, Y. (1998). Ulumul Hadis. Mutiara Sumber Widya.
Syakhrani, A. W. (2023). Kedudukan Hadits Dalam Pembentukan Hukum. Mushaf Journal.
Hermawan, R. (2022). Hubungan al-Qur’an dan al-Hadits Dalam Membentuk Diktum-Diktum
Hukum Islam. E-Journal Metrouniv. https://doi.org/10.32332/riayah.v7i1.5062.
Tasbih, T. (2010). Kedudukan dan Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam. Jurnal
Ushuluddin: Media Dialog Pemikiran Islam. https://doi.org/10.24252/jumdpi.v14i3.2326

Anda mungkin juga menyukai