Anda di halaman 1dari 10

Hadits dan Kedudukannya dalam Syari’at Islam

Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Ulumul Hadits

Oleh:
Devina Nur Annisa - 07040322101
Akbar Zaki Mubarok - 07030322087

Dosen Pengampu
Dr. H. Ah. Nasich Hidayatulloh, MHI

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2023

1
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. karena atas
limpahan rahmat, taufik, serta hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Hadits dan Kedudukannya dalam Syari’at Islam” dengan baik dan tepat waktu. Makalah
ini disusun dengan tujuan utama yaitu memenuhi tugas dalam matakuliah Ulumul Hadits dan
juga memberikat sedikit penjelasan mengenai hadits dan kedudukannya dalam syari’at islam.

Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. H. Ah. Nasich Hidayatulloh,
MHI. selaku dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hadits, yang membimbing kami dalam
penyusunan tugas makalah ini. Kami juga ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah
mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna.
Baik dari segi penyusunan, bahasa maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik, dan saran dari semua pembaca guna menjadi acuan agar kami bisa
menjadi lebih baik lagi dalam pembuatan makalah di masa mendatang. Semoga makalah ini
bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat bagi kita semua untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Surabaya, 13 Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I........................................................................................................................................................ 4

PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4

A. Latar Belakang .................................................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah .............................................................................................................................. 4

C. Tujuan Penulisan................................................................................................................................. 4

BAB II....................................................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 5

A. Pengertian Hadits ............................................................................................................................... 5

B. Kedudukan Hadits............................................................................................................................... 6

KESIMPULAN ........................................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 10

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits menurut istilah adalah sunah rasul yang dituliskan kembali, karena itulah
hadits tentunya memiliki fungsi terhadap pemahaman Al-Qur’an. Penafsiran
hadits tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, hanya orang yang benar-benar ahli
dan memiliki ilmu pengetahuan terkait tentangnya yang bisa melakukannya, menurut
Syekh Manna’ Khalil Qatthan mendefinisikan hadits secara bahasa adalah baru. Hadits
juga secara bahasa berarti “sesuatu yang dibicarakan dan dinukil”. Selain itu, hadits
juga bermakna “sesuatu yang sedikit dan banyak”. Dalam makalah ini, akan membahas
tentang pengertian hadits serta kedudukannya dalam syari’at islam.

Pengertian hadits menurut bahasa dan istilah pada intinya bisa dimaknai sebagai
segala perkataan (sabda), perbuatan, dan ketetapan lainnya dari Nabi Muhammad SAW
yang dijadikan hukum syariat Islam selain Al-Qur’an. Dalam memahami pengertian
hadits menurut bahasa dan istilah, kamu juga perlu mengetahui siapa saja ulama-ulama
ahlul hadits. Ada banyak sekali ulama-ulama ahlul hadits. Namun yang paling
terkemuka ada 7 orang, di antaranya adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam
Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, dan Imam Nasa’i.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadits?
2. Bagaimana kedudukan hadits dalam syari’at islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian hadits.
2. Mengetahui kedudukan hadits dalam syari’at islam.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits

Secara etimologi, hadis adalah baru, Kata hadits mempunyai beberapa arti,
yaitu:
1. “Jadid” (baru), sebagai lawan dari kata ”qadim” (terdahulu). Dalam hal ini yang
dimaksud qadim adalah kitab Allah, sedangkan yang dimaksud jadid adalah hadis
Nabi saw.1
2. “Qarib”, yang berarti dekat atau dalam waktu dekat.
3. “Khabar”, yang berarti berita yaitu suatu informasi yang dibicarakan dan
dipindahkan dari seseorang kepada seseorang.2
Sedangkan pengertian hadits secara terminologi, sebagaimana yang diberikan
oleh sebagian ulama seperti Ath Thiby berpendapat bahwa hadits itu tidak hanya
meliputi sabda Nabi, perbuatan dan taqrir beliau (hadis marfu’), namun juga meliputi
sabda, perbuatan dan taqrir para sahabat (hadis mauquf), serta dari tabi’in (hadis
maqthu’). 3 Menurut ahli hadits, hadits diartikan sebagai segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi saw, baik berupa ucapan, perbuatan, taqrir
(diam/persetujuan) atau sifat beliau.4
ِ ‫اِنَّما أاْلعأما ُل ِبالنِيا‬
ٍ ‫ت و اِنَّما ِل ُك ِل ا أم ِر‬
Contoh dari perkataan Nabi adalah ‫ئ ما نوى‬
“Sesungguhnya setiap perbuatan itu didasari oleh niat, dan bagi setiap orang
tergantung apa yang dia niatkan” (HR. Bukhari Muslim). Contoh dari perbuatan Nabi
adalah cara wudhu, shalat, manasik haji dan lain sebagainya yang beliau kerjakan.
Contoh taqrir (ketetapan) Nabi adalah sikap beliau dan tidak mengingkari terhadap
suatu perbuatan, atau persetujuan beliau terhadapnya. Misalnya: Diriwayatkan dari
Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, “Ada dua orang yang sedang musafir, ketika datang
waktu shalat tidak mendapatkan air, sehingga keduanya bertayammum dengan debu

1
1 Subhi As-shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 1995), 22 4
2
Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 2003),
2
3
M. Hasby As Shidiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang : Thoha Putra, 1994), 4
4
Dr. M. Hambal Shafwan, Studi Ilmu Hadits, (Malang : Pustaka Learning Center, 2020), 10

5
yang bersih lalu mendirikan shalat. Kemudian keduanya mendapati air, yang satu
mengulang wudhu dan shalat sedangkan yang lain tidak mengulang. Keduanya lalu
menghadap kepada Rasulullah dan menceritakan semua hal tersebut. Terhadap orang
yang tidak mengulang, beliau bersabda, “Engkau sudah benar sesuai sunnah, dan
sudah cukup dengan shalatmu”. Dan kepada orang yang mengulangi wudhu dan
shalatnya, beliau bersabda “Bagimu pahala dua kali lipat”. (HR. Abu Daud dan
Nasa’i). Contoh dari sifat dan sirah Nabi saw, banyak sekali riwayat yang
menerangkan tentang sifat dan tabiat beliau. Dari Jarir bin Abdillah al-Bajali, dia
berkata, “Belum pernah aku melihat Rasulullah saw sejak aku masuk Islam kecuali
beliau tersenyum kepadaku”(HR. Tirmidzi).5

B. Kedudukan Hadits dalam syariat Islam.


Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu sumber
hukum kedua dalam syari’at islam atau sumber setelah al-Qur’an. 6 Keharusan
mengikuti hadist bagi umat Islam baik berupa perintah maupun larangan sama halnya
dengan kewajiban mengikuti al-Qur’an. Al-Qur’an dan al-Hadits merupakan sumber
syari’at yang saling terkait, Al-Qur’an akan sulit dipahami jika tanpa melibatkan hadits,
karena Al-Qur’an mayoritas bersifat mujmal (global) maka tidak mungkin jika
menggunakan Al-Qur’an tanpa mengambil hadits sebagai landasan hukum dan
pedoman hidup. 7
Al-Qur’an dan hadits merupakan sumber hukum dalam syari’at islam, dan
keduanya juga sulit dipisahkan karena keduanya adalah wahyu, hanya saja Al-Qur’an
merupakan wahyu yang dibacakan oleh Allah, baik redaksinya maupun maknanya yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad dengan menggunakan Bahasa arab. Sedangkan
hadits merupakan wahyu yang tidak dibacakan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
secara langsung, melainkan maknanya dari Allah dan lafalnya dari Nabi Muhammad.
Rasulullah adalah orang yang yang setiap perkataan dan perbuatannya menjadi
pedoman bagi manusia, karena itu beliau senantiasa mendapat petunjuk dari Allah
SWT.

5
Ibid
6
Ada sebagian yang meragukan kehujjahan Sunnah sebagai sumber kedua yang disebut golongan inkar
as-sunnah. Lihat lebih lanjut Abu Syuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Shihab al-Sittah, (Kairo :
Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, 1969), 11
7
Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadits, (Yogyakarta, PO press, 2018), 22

6
Banyak ayat Al-Qur'an yang secara tegas memerintahkan umat islam untuk taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, salahsatunya sebagaimana dalam firman Allah QS. al-
Hasyr (59) ayat 7 sebagai berikut:
‫وماأتاكم الرسول فخذوه وما نھاكم عنه فانتھوا‬
Artinya: "Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa-apa
yang dilarangnya maka tinggalkanlah."
Menurut ulama ayat tersebut memberi petunjuk secara umum yakni semua
perintah dan larangan yang berasal dari Nabi wajib dipatuhi oleh orang- orang yang
beriman. Dengan demikian ayat ini mepertegas posisi hadis sebagai sumber ajaran
islam, karena hadis adalah segala yang berkenaan dengan Nabi berupa perkataan,
perbuatan, ketetapan, dsb.8
Abdul Karim Amrullah menyatakan bahwa kedudukan hadits yang demikian
istimewa, telah benar-benar berkenan di hati umat islam, artinya umat islam menerima
sebagai hukum atau ajaran islam dari waktu ke waktu, dan hampir tidak ada yang
mempersoalkannya, kecuali sekelompok kecil yang dikenal sengan sebutan ingkar
sunnah yang menolak hadits sebagai sumber hukum, meskipun berbeda- beda
penolakannya.
Jadi, jika hadits dipandang dari segi keberadaanya wajib diamalkan, dan dari
segi kekuatannya hadits berada pada posisi setelah Al Qur’an, jika ditinjau dari segi
kekuatan dalam penentuan hukum, maka otoritas Al-Qur’an lebih tinggi satu tingkat
daripada otoritas hadits, Di samping itu al Qur’an merupakan pokok, sedangkan
hadits(sunnah) merupakan cabang yang posisinya digunakan untuk menjelaskan dan
menguraikan.
Untuk mengetahui sejauhmana kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam,
dapat dilihat beberapa, dalil berikut:
a. Al-Qur’an
Banyak ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban untuk tetap
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Iman kepada Rasul sebagai utusan Allah
SWT merupakan suatu keharusan dan sekaligus kebutuhan individu. Dengan
demikian Allah akan memperkokoh dan memperbaiki keadaan, mereka. Hal ini
sebagaimana dijelaskan dalam Surat Ali Imran 17 dan An Nisa’ 36. Selain Allah

8
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansari al-Qurtubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur’an, Juz XVIII
(Kairo: Dar al-Kitab al-Arabi, 1976), 17.

7
memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasul SAW, juga menyerukan agar
mentaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawahnya, baik
berupa, perintah maupun perundang-undangan, tuntutan taat dan patuh kepada
Allah. Banyak ayat Al Qur’an yang berkenaan dengan masalah ini. Firman Allah
dalam surat Ali Imran ayat 32:9
(٣٢) ‫ان هللا َل يُحِ بُّ أالكاف ِِريأن‬
َّ ‫ فا أِن تولَّ أوا ف‬،‫س أول‬
ُ ‫قُ أل اطِ أيعُوا هللا والر‬
“Katakanlah ! taatilah Allah dan Rasul-Nya. Jika kamu berpaling maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang kafir.”
b. Hadits Nabi SAW.
Banyak hadits yang menunjukkan perlunya ketaatan kepada perintah Rasul.
Dalam satu pesannya, berkenaan dengan keharusan menjadikan hadits sebagai
pedoman hidup disamping Al-Qur’an, Rasul SAW bersabda:
‫سنَّتِي‬ ِ ُ‫تر أكتُ فِ أي ُك أم أمري ِأن ل أن تضلُّوا ما ا أِن تمسكتم ِب ِھما كِتاب‬
ُ ‫هللا و‬
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat selama masih
berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnahku.”
c. Ijma’
Umat Islam telah mengambil kesepakatan bersama untuk mengamalkan sunnah.
Bahkan hal ini mereka anggap sejalan dengan memenuhi panggilan Allah SWT dan
Rasul-Nya. Kaum muslimm menerima hadits seperti mereka menerima Al-Qur’an,
karena keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber hukum Islam.10
Kesepakatan umat Islam dalam mempercayai, menerima dan mengamalkan
segala ketentuan yang terkandung didalam hadits berlaku sepanjang zaman, sejak
Rasulullah masih hidup dan sepeninggalnya, maka Khulafa’ur Rasyidin, tabi’it,
tabi’in, tabi’it-tabi’in, serta masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang
mengingkarinya, sampai sekarang. Banyak diantara, mereka yang tidak hanya
memahami dan mengamalkan isi kandunganya, akan tetapi mereka menghafal,
mentadwin dan menyebarluaskan dengan segala upaya kepada generasi-generasi
selanjutnya. Dengan ini, tidak ada satu hadits pun yang beredar dari
pemeliharaannya. Begitu pula tidak ada juga satu hadits palsu pun yang dapat
mengotorinya.11

9
Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadits, (Yogyakarta, PO press, 2018), 22
10
Ibid
11
Ibid

8
KESIMPULAN

Secara etimologi hadits adalah baru, Sedangkan secara terminology dan


menurut ahli hadits, dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi saw, baik berupa ucapan, perbuatan, taqrir (diam/persetujuan) atau sifat beliau.
hadits itu tidak hanya meliputi sabda Nabi, perbuatan dan taqrir beliau (hadis marfu’),
namun juga meliputi sabda, perbuatan dan taqrir para sahabat (hadis mauquf), serta
dari tabi’in (hadis maqthu’).
Al-Qur’an dan hadits merupakan sumber hukum dalam syari’at islam, dan
keduanya juga sulit dipisahkan karena keduanya adalah wahyu, hanya saja Al-Qur’an
merupakan wahyu yang dibacakan oleh Allah, baik redaksinya maupun maknanya yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad dengan menggunakan Bahasa arab. Sedangkan
hadits merupakan wahyu yang tidak dibacakan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
secara langsung, melainkan maknanya dari Allah dan lafalnya dari Nabi Muhammad.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Subhi As-shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1995, 22


2. Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, Yogyakarta : Tiara Wacana
Yogya, 2003, 2
3. M. Hasby As Shidiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang : Thoha Putra,
1994, 4
4. Dr. M. Hambal Shafwan, Studi Ilmu Hadits, Malang: Pustaka Learning Center, 2020,
10
5. Abu Syuhbah, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Shihab al-Sittah, Kairo : Majma’ al-
Buhuts al-Islamiyah, 1969, 11
6. Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadits, (Yogyakarta, PO press, 2018), 22
7. Al-Qurtubi, al-Ansari, bin Ahmad, Abu Abdillah Muhammad. al-Jami' li Ahkam al-
Qur’an. Kairo: Dar al-Kitab al-Arabi. 1976.

10

Anda mungkin juga menyukai