Anda di halaman 1dari 21

Takhrij Hadis tentang Adab BAK (Buang Air Kecil)

Vina Laela Ramadani


201370004.vina@uinbanten.ac.id
Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Abstrak
Di era globalisasi ini, penemuan teknologi yang semakin canggih ditujukan untuk memberikan
manfa’at positif bagi kehidupan sekaligus mempermudah sarana dan prasarana. Termasuk
dalam mentakhrij hadis ini. Hadis adalah semua perkataan, perbuatan, taqrir yang berasal dari
Nabi Muhammad SAW. Hadis juga menempati kedudukan kedua setelah kitab suci Al-Qur’an
di dalam agama Islam. Dimana, hadis dapat dijadikan rujukan setelah Al Qur’an. Karena,
sebegitu pentingnya dalam mempelajari hadis. Dalam jurnal ini, peniliti akan menyampaikan
bagaimana cara mentakhrij hadis dengan aplikasi atau ranah digital mengambil tema tentang
hadis yang berkaitan dengan adab ketika BAK (Buang Air Kecil). Hadits Aisyah r.a. yang
mengatakan Nabi Muhammad SAW tidak pernah buang air kecil kecuali dengan duduk tidak
bisa membatalkan riwayat dari Huzaifah yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW
pernah kencing sambil berdiri, karena Aisyah r.a. bisa saja mengatakan yang demikian itu,
karena beliau memang tidak pernah melihatnya. Hal ini mengingat Aisyah r.a. tidak selamanya
berada di samping Nabi SAW, yakni seperti ketika Nabi SAW dirumah isteri beliau yang lain,
ketika Nabi SAW berperang dan ketika di tempat-tempat lain dimana Aisyah r.a tidak ada. Dan
ini terbukti ada riwayat yang shahih yang mengatakan Nabi Muhammad SAW pernah kencing
sambil berdiri (hadits Huzaifah). Dalam jurnal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara
mentakhrij hadis dan penjelasan hadis yang membahas tentang adab ketika buang air kecil.
Metode yang digunakan adalah metode takhrij hadis menggunakan beberapa ranah digital.
Seperti, aplikasi syamela.ws, kitab Mu’jam Mufahras dan situs internet lainnya. Dengan itu,
dapat memudahkan pembaca untuk memahami isi dari jurnal ini.

Kata kunci : teknologi, takhrij hadis, hadis.

1
Pendahuluan
Merupakan suatu hal yang tidak dapat diragukan lagi bahwasannya hadis Nabi telah ada
sejak masa perkembangan Islam. Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al
Quran. Sebagai sumber ajaran Islam setelah Al Quran sejarah perjalanan hadis tidak dapat
dipisahkan dari perjalanan Islam itu sendiri. Akan tetapi, dalam beberapa kasus terdapat
beberapa aspek tertentu yang cukup spesifik, sehingga dalam mengetahuinya diperlukan
pendekatan khusus.
Sebagai salah satu sumber hukum Islam, hadis telah melalui proses pengkajian yang
panjang dari masa ke masa. Dalam kajian hadis, terdapat berbagai macam konsep yang
menarik, terkait dengan peristilahan yang digunakan untuk menyebut segala hal yang
merupakan sabda, perilaku, sifat, persetujuan serta respon-respon Nabi terhadap kondisi
masyarakat sekitar. Di antara istilah-istilah yang seringkali disebutkan dalam literatur-literatur
kajian hadis ialah Hadis, Sunnah, Khabar dan Atsar. Seringkali istilah-istilah tersebut
digunakan secara acak yang kemudian menimbulkan munculnya pengertian yang benar-benar
tidak berbeda antara satu sama lain, sehingga mucullah pertanyaan apakah istilah hadits sama
dengan istilah-istilah tersebut atau berbeda.
Memahami makna dari istilah yang dikaji memiliki arti penting untuk tercapainya
kejelasan orientasi dan penentuan langkah strategis. Di samping itu aspek terminologis
keilmuan hadis tidak akan bisa dicapai apabila tidak ada kepastian dalam membedakan antara
istilah hadis dengan istilah-istilah yang lain. Oleh karenanya, kajian ini kurang lebih akan
mengulas tentang masingmasing definisi dari istilah-istilah di atas serta perbedaan hadis
dengan masing-masing istilah diatas hingga akhirnya didapatkan makna dan cakupan hadis
yang sesungguhnya.
Kata Hadits dalam teks arab ‫حديث‬menurut bahasa memiliki makna baru adapun bentuk
jamaknya ialah Ahadits dalam teks arab 1
.‫أحاديث‬Sedangkan menurut Abdul Majid kata Hadits
menurut tinjauan Bahasa memiliki beberapa makna diantaranya baru (al jiddah), lemah lembut
(ath-thariy) dan bermakna berita, pembicaraan atau perkataan (al-khabr wa al-kalaam).2 Hal ini
bisa dipahami ketika pada realitanya setiap yang disebut dengan hadis tidak akan pernah bisa

1 Abu Hafash Mahmud bin Ahmad At- Thohan An Naimiy, Taisir Mustholah al-Hadits, (Al-Maarif:10) juz 1 hal
16
2 Abdul Majid Khon,Ulumul Hadits,(Jakarta:Amzah,2012) hal 1-2

2
lepas dari adanya unsur penyampaian sesuatu (berita) dari satu orang kepada orang lainnya.
Sedangkan kata Hadits menurut istilah ulama’ berbeda pendapat di antaranya;
Dalam kitabnya Imdad al-Mughits bi tashili “ulum al-Hadits halaman 16 Lukman Hakim al-
Azhariy menyebutkan:

‫ما أضيف إلى النبي صلى هللا عليه وسلم قوال أو فعال أو صفات أو وسمي بذالك مقابلة للقرأن فإنه قديم‬

“Segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi baik berupa ucapan, perbuatan, sifat maupun
ketetapan. Adapun penamaan tersebut sebagai perbandingan dengan al-Quran sebab al-Quran
qodim ”
Dalam kitab yang dikenal dengan nama Muqoddimah Ibnu Sholah halaman 9 Imam Ibnu
Sholah menyebutkan:
‫ و يشهد له صنيع كثير من‬.‫ وأقوال الصحابة والتابعين وأفعالهم وهو اصطالح أخر‬:‫ومن العلماء من يزيد تعريف الحديث‬
.‫المحدثين فى كتبهم حيث ال يقتصرون على المرفوع إلى النبي صلى هللا عليه وسلم وإنما يذكرون الموقوف والمقطوع‬

“Adapun perkataan dan pekerjaan sahabat atau tabi’in itu masuk dalam istilah lain . Mayoritas
ulama’ hadits tidak membatasi tulisan mereka hanya teringkas pada hadits marfu’ tapi mereka
juga menyebutkan hadits mauquf dan maqtu’. 3”

Syekh Mahfudz at-Tirmisy dalam kitabnya Manhaj Dzawi al-Nadzr halaman 8 menyebutkan:

‫إن الحديث ال يختص بالمرفوع إليه صلى هللا عليه وسلم بل جاء بالموقوف وهو ما أضيف إلى الصحابي والمقطوع وهو ما‬
‫أضيف إلى التابعي‬

“Hadits tidak dikhususkan pada Marfu’ yang disandarkan pada Nabi melainkan juga Mauquf
yang disandarkan pada sahabat dan Maqthu’ yang disandarkan pada tabi’in”

Dari berbagai definisi di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya ada titik
persamaan dan perbedaan dari beberapa definisi yang dipaparkan oleh para ulama tersebut.
Kesepakatan ulama jatuh pada pemahaman bahwasannya hadis ialah sesuatu yang disandarkan
pada seseorang yang mana hal tersebut menjadi objek kajian dalam ilmu hadis. Adapun titik
perbedaannya terletak pada kepada siapakah sesuatu tersebut disandarkan.
Dalam artikel ini juga membahas tentang takhrij hadis, dimana pengertian takhrij hadits,
berasal kata takhrij ( )‫تخريج‬adalah bentuk mashdar dari ) )‫تخريجا‬-‫يخرج‬
ّ -‫خرج‬
ّ yang secara bahasa
berarti mengeluarkan sesuatu dari tempatnya. Sedang pengertian takhrij al-hadits menurut
istilah ada beberapa pengertian, di antaranya ialah Suatu keterangan bahwa hadits yang

3Al-Imam Ibnu Sholah,Muqoddimatu Ibn as-Sholah fi Ulumi al-Hadits, (Daru al-Kutub al-Alamiah:Bairut 2010
M), Hal 9

3
dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama
penyusunnya. Misalnya, penyusun hadits mengakhiri penulisan haditsnya dengan kata-kata
akhrajahul Bukhari artinya bahwa hadits yang dinukil itu terdapat dalam kitab Jami’us Shahih
Bukhari. Bila ia mengakhirinya dengan kata akhrajahul muslim berarti hadits tersebut terdapat
dalam kitab Shahih Muslim.
Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh penyusun
atau pengarang suatu kitab. Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai
sumber dengan mengikutsertakan metode periwayatannya dan kualitas haditsnya.
Mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli secara lengkap dengan matarantai
sanad masing-masing dan dijelaskan kualitas hadits yang bersangkutan. Dari sekian banyak
pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij dalam hubungannya dengan kegiatan
penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti “penelusuran atau pencarian hadits pada
berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di
dalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang
bersangkutan.
Adapun faktor utama yang menyebabkan kegiatan penelitian terhadap hadits (takhrij al-
hadits) dilakukan oleh seorang peneliti hadits adlah sebagai berikut ; (1) Mengetahui asal-usul
riwayat hadits yang akan diteliti. Maksudnya adalah untuk mengetahui status dan kualitas
hadits dalam hubungannya dengan kegiatan penelitian, langkah awal yang harus dilakukan oleh
seorang peneliti adalah mengetahui asal-usul periwayatan hadits yang akan diteliti, sebab tanpa
mengetahui asal-usulnya sanad dan matan hadits yang bersangkutan mengalami kesulitan
untuk diketahui matarantai sanadnya sesuai dengan sumber pengambilannya, sehingga tanpa
diketahui secara benar tentang matarantai sanad dan matan, maka seorang peneliti mengalami
kesulitan dalam melakukan penelitian secara baik dan cermat. Makanya dari faktor ini,
kegiatan penelitian hadits (takhrij) dilakukan. (2) Mengetahui dan mencatat seluruh
periwayatan hadits bagi hadits yang akan diteliti. Maksudnya adalah mengingat redaksi hadits
yang akan diteliti itu bervariasi antara satu dengan yang lain, maka diperlukan kegiatan
pencarian seorang peneliti terhadap semua periwayatan hadits yang akan diteliti, sebab boleh
jadi salah satu sanad haadits tersebut berkualitas dha’if dan yang lainnya berkualitas shahih.
Pada artikel ini peneliti mengambil salah satu hadis yang akan di takhrij dengan tema “Hadis
Tentang Adab BAK (Buang Air Kecil)”. Jika membahas tentang adab selalu tergelincir kata
akhlak. Dimana, kita tahu bahwa Rasulullah Saw lah sang penyempurna akhlak. Dengan itu,
adab ketika BAK ini juga telah diajarkan oleh Rasulullah Saw, melalui riwayat-riwayat yang
disandarkan kepada beliau. Sebagaimana penelitian mengambil hadis yang diriwayatkan oleh
Aisyah R.a. Yang berbunyi :

4
َ ُ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم كَانَ َيبُو ُل قَائِ ًما فَالَ ت‬
.‫ َما كَانَ َيبُو ُل ِإالَّ قَا ِعدًا‬،‫ص ِدّقُو ُه‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ َّ ‫َم ْن َحدَّثَكُ ْم أَنَّ النَّ ِب‬
َ ‫ي‬

Artinya : barang siapa yang menceritakan kepada kalian bahwa Nabi SAW kencing sambil
berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau tidak pernah buang air kecil kecuali
dengan duduk. (H.R. al-Turmidzi4 dan al-Nasa-i5)

Pembahasan

A. Hadis tentang BAK (Buang Air Kecil)

Dalam artikel ini peneliti akan memaparkan beberapa hadis terlebih dahulu yang bersangkutan
tentang adab dalam BAK (Buang Air Kecil). Terdapat beberapa hadits yang sering dikutip
sebagai dalil berkenaan dengan kencing sambil berdiri dan duduk yakni :

Dari Huzaifah berkata :

‫ط ِة قَ ْو ٍم فَبَا َل قَائِ ًما‬ ُ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَا ْنتَ َهى ِإلَى‬


َ ‫سبَا‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ ّ ‫كُ ْنتُ َم َع النَّ ِب‬
َ ِ‫ي‬
Artinya : Aku pernah berjalan bersama Nabi SAW, saat kami sampai di suatu tempat
pembuangan sampah suatu kaum beliau buang air kecil sambil berdiri (H.R.Muslim)

Dari Aisyah r.a. berkata :

َ ُ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم كَانَ يَبُو ُل قَائِ ًما فَالَ ت‬


.‫ َما كَانَ يَبُو ُل إِالَّ قَا ِعدًا‬،ُ‫ص ِدّقُوه‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ َّ ِ‫َم ْن َحدَّثَكُ ْم أَنَّ النَّب‬
َ ‫ي‬

Artinya : Barangsiapa yang menceritakan kepada kalian bahwa Nabi SAW kencing sambil
berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau tidak pernah buang air kecil kecuali
dengan duduk.(H.R. al-Turmidzi dan al-Nasa-i)

Hadits ِAbu Hurairah beliau berkata :

ُ‫أن النبي صلى هللا عليه وسلم با َ َل قَائِما ً مِن َج َرحٍ كَانَ بِ َمأبِضه‬
Artinya : Sesungguhnya Nabi SAW kencing berdiri karena ada luka pada ma’bizt-nya
(H.R Baihaqi)

Dari Jabir r.a beliau berkata :

َّ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ ْن َيبُو َل‬


‫الر ُج ُل قَائِ ًما‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬ ِ ‫نَ َهى َرسُو ُل‬
َ ‫هللا‬
Artinya : Rasulullah SAW melarang seseorang kencing sambil berdiri. (H.R al-Baihaqi)

4 Al-Turmidzi, Sunan al-Turmidzi, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal.6 2, No. 12


5 Al-Nasa-i, Sunan al-Nasa-i, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal.8 2, No. 25

5
Imam al-Nawawi telah menyebut beberapa sebab kenapa Nabi Muhammad SAW kencing
sambil berdiri berdasarkan hadits shahih riwayat Huzaifah di atas berdasarkan yang dihikayah
oleh al-Khuthabi, al-Baihaqi dan lainnya, yakni :
a) Menjadi kebiasaan orang Arab melakukan kencing sambil berdiri untuk
menyembuhkan sakit tulang sulbi dan kemungkinan Nabi Muhammad SAW sakit
tulang sulbi ketika itu. Pendapat ini diriwayat dari Syafi’i.
b) Nabi Muhammad SAW kencing sambil berdiri karena sakit ma’bizt (sakit dalam tulang
paha). Ini berdasarkan hadits riwayat al-Baihaqi dan lainnya berbunyi :
ٍ ‫أن النبي صلى هللا عليه وسلم با َ َل قَائِما ً مِن َج َر‬Artinya : Sesungguhnya Nabi SAW
ُ‫ح كَانَ بِ َمأبِضه‬
kencing berdiri karena ada luka pada ma’bizt-nya (H.R Baihaqi) Namun hadits ini
menurut al-Nawawi dha’if.
c) Karena tidak didapati tempat duduk, maka terpaksa berdiri. Hal ini karena ujung tempat
pembuangan sampah tersebut tinggi.
d) Al-Marizi dan Qadhi Iyadh menyebutkan karena kencing sambil berdiri aman dari
keluar hadats dari jalan lain menurut kebiasaan, berbeda halnya kalau kencing sambil
duduk. Karena itu umar mengatakan, ” Kencing sambil berdiri lebih bagus bagus
dubur.”
e) Imam al-Nawawi menambah sebab yang lain, yaitu perbuatan Nabi Muhammad SAW
ini hanya sekali, sedangkan adat beliau kencing sambil duduk. Ini menunjukkan bahwa
perbuatan ini hanya untuk menjelaskan kepada ummat bahwa kencing sambil berdiri
adalah mubah. Nabi Muhammad SAW sering kencing sambil duduk didukung oleh dari
Aisyah r.a. berkata :

َ ُ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم كَانَ يَبُو ُل قَائِ ًما فَالَ ت‬


‫ َما كَانَ يَبُو ُل ِإالَّ قَا ِعدًا‬،ُ‫ص ِدّقُوه‬ ُ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ َّ ‫َم ْن َحدَّثَكُ ْم أَنَّ النَّ ِب‬
َ ‫ي‬

artinya : Barangsiapa yang menceritakan kepada kalian bahwa Nabi SAW kencing
sambil berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau tidak pernah buang air
kecil kecuali dengan duduk.(H.R. al-Turmidzi dan al-Nasa-i)
Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa hadits ini diriwayat oleh Ahmad bin Hanbal, al-
Turmidzi, al-Nasa-i dan lainnya. Isnadnya baik. Kemudian Imam al-Nawawi menambahkan
bahwa telah diriwayat beberapa hadits yang melarang kencing sambil berdiri, namun hadits
tersebut dha’if. Setelah itu al-Nawawi mengatakan dan indikasinya beliau setuju dengan
pernyataan tersebut, yaitu :
‫قال العلماء يكره البول قائما إال لعذر وهي كراهة تنزيه ال تحريم‬

6
Para ulama mengatakan, makruh kencing sambil berdiri kecuali ada uzur, yakni makruh tanzih,
bukan tahrim” 6 Menurut hemat kami, pendapat yang menyatakan makruh kencing sambil
berdiri merupakan pendapat yang lebih rajih dari sisi pendaliliannya, sebagaimana sudah
dijelaskan oleh al-Nawawi di atas.
Pendapat yang menyatakan makruh kencing sambil berdiri ini merupakan mazhab Syafi’i
sebagaimana telah ditegaskan oleh al-Nawawi dalam Majmu’ Syarh al-Muhazzab sebagai
berikut :
ِ ‫ص َحابُنَا يُ ْك َرهُ ْالبَ ْو ُل قَائِ ًما بِ َال عُذْ ٍر ك ََراهَةَ تَ ْن ِزي ٍه َو َال يُ ْك َرهُ ل ِْلعُذْ ِر َوهَذَا َمذْهَبُنَا‬
ْ َ‫فَقَا َل أ‬
”Sahabat kita (pengikut Syafi’i) mengatakan makruh kencing sambil berdiri dengan tanpa uzur
sebagai makruh tanzih dan tidak makruh kalau uzur. Ini adalah mazhab kita.”7
Catatan Hadits Aisyah r.a. yang mengatakan Nabi Muhammad SAW tidak pernah buang
air kecil kecuali dengan duduk tidak bisa membatalkan riwayat dari Huzaifah yang
menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah kencing sambil berdiri, karena Aisyah r.a.
bisa saja mengatakan yang demikian itu, karena beliau memang tidak pernah melihatnya.
Hal ini mengingat Aisyah r.a. tidak selamanya berada di samping Nabi SAW, yakni seperti
ketika Nabi SAW dirumah isteri beliau yang lain, ketika Nabi SAW berperang dan ketika di
tempat-tempat lain dimana Aisyah r.a tidak ada. Dan ini terbukti ada riwayat yang shahih yang
mengatakan Nabi Muhammad SAW pernah kencing sambil berdiri (hadits Huzaifah di atas)
Namun berdasarkan hadits Aisyah r.a patut dipahami bahwa Nabi Muhammad SAW sering
dan malah menjadi adat kencing sambil duduk dan tidak sambil berdiri. Karena itu, dipahami
bahwa kencing sambil berdiri hanya makruh, bukan haram. Hadits Aisyah di atas hanya
merupakan khabar bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah kencing sambil berdiri, jadi
bukan melarangnya atau bahkan mengharamkannya. Hadits-hadits lain-lain yang mengandung
larangan kencing sambil berdiri, seandainya hadits tersebut shahih haruslah dipahami sebagai
larangan makruh, karena Nabi SAW sendiri pernah kencing sambil berdiri sebagaimana hadits
shahih di atas. Imam al-Nawawi telah mengutip apa yang sudah dihikayah oleh Ibnu al-Munzir
dalam kitab al-Isyraq bahwa telah terjadi khilaf ulama tentang hukum kencing sambil berdiri
sebagai berikut : Telah shahih dari Umar bin Khatab, Zaid bin Tsabit, Ibnu Umar dan Sahal
bin Sa’ad mereka pernah kencing sambil berdiri.
Ada diriwayat juga seperti itu pada Anas, Ali dan Abu Hurairah. Pernah melakukan
kencing sambil berdiri Ibnu Siriin dan Urwah bin Zubair. Ibnu Mas’ud, al-Sya’bi dan Ibrahim

6 Al-Nawawi, Syarah Muslim, Muassisah Qurthubah, Juz. III, Hal. 212-213


7 Al-Nawawi, Majmu’ Syarh al-Muhazzab, Maktabah al-Irsyad, Jeddah, Juz. II, Hal. 100

7
bin Sa’ad memakruhnya dan Ibrahim bin Sa’ad ini tidak membolehkan jadi saksi orang yang
kencing sambil berdiri. Pendapat lain mengatakan kalau tempat kencing tersebut dapat
memercik percikan kencing atas orang itu karena kencing sambil berdiri, maka hukum kencing
sambil berdiri adalah makruh dan kalau tidak, maka tidak mengapa. Ini merupakan pendapat
Malik. Pada ujung kalam Ibnu al-Munzir, beliau mengatakan, kencing sambil duduk lebih aku
sukai, sedang sambil berdiri adalah mubah.8
Dalam melaksanakan buang air baik besar maupun kecil, seorang muslim harus
memperhatikan beberapa adab yang diterangkan dalam beberapa hadis. Adapun adab-adab
tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, Hendaklah seseorang masuk ke tempat buang air dengan mendahulukan kaki kiri
sambil berdo’a, sebagai riwayat al-Bukhari dan Muslim:
ِ ‫ث َو ْال َخ َبا ِئ‬
‫ث‬ ِ ‫اللَّ ُه َّم ِإ ِّنى أَعُوذُ ِبكَ مِنَ ْال ُخ ُب‬
Kedua, Ketika akan membuang hajat (air besar atau air kecil) hendaklah tidak membuang hajat
di air yang tidak mengalir. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi SAW dari Abu Hurairah RA:
“Dari Nabi SAW, beliau bersabda: Janganlah seorangpun di antara kamu membuang air kecil
di air tergenang yang tidak mengalir, kemudian dia mandi di dalamnya”. (H.R. Al-Bukhari
Muslim).
Ketiga, Hendaklah orang yang akan membuang hajat menghindari buang hajat ditempat-
tempat yang akan membuat orang tersebut akan mendapat laknat. Hal ini didasarkan pada hadis
Nabi SAW dari Abu Hurairah RA:
“Sungguh Rasulullah SAW, bersabda: Hindarilah oleh kalian dua orang yang akan
mendatangkan laknat. Mereka berkata:”Apakah dua orang yang akan mendapatkan laknat itu?
Beliau bersabda:Orang yang membuang hajat di jalanan umum atau di tempat mereka
bernaung”. (H.R. Abu Dawud).
Keempat, Jika berada di tempat (tanah) terbuka, maka hendaklah ia menutup dirinya dari
pandangan manusia. Hal ini didasrkan pada hadis Nabi SAW dari Abu Hurairah RA:
“Dari Nabi SAW, beliau bersabda: Barangsiapa bercelak hendaklah ia menutupi dirinya … dan
barangsiapa akan membuang hajat, maka hendaklah ia melindungi dirinya dari pandangan
manusia”. (H.R. Abu Dawud).
Kelima, Pada saat membuang hajat hendaklah tidak berbicara dengan seorang pun.
Berdasarkan dari Abu Sa’id RA: “Rasulullah SAW bersabda: Janganlah dua orang keluar untuk

8 al-Nawawi, Syarah Muslim, Muassisah Qurthubah, Juz. III, Hal. 213

8
buang hajat dengan menyingkap aurat dan berbicara. Karena Allah tidak menyukai perbuatan
itu”. (H.R. Abu Dawud).
Keenam, Setelah selesai buang hajat, hendaklah beristinja’ dengan air atau batu dengan
menggunakan tangan kiri. Berdasarkan hadis dari Abu Qatadah RA: “Rasulullah SAW
bersabda: Janghanlah sekali-kali di antaramu memegang kemaluannya dengan tangan kanan
saat dia sedang buang air kecil dan janganlah memegangmegang dengan tangan kanannya saat
dia berada di dalam kamar mandi dan janganlah bernafas di dalam bejana”. (HR. Muslim).
Ketujuh, Ketika keluar dari tempat buang air (kamar mandi atau WC), hendaklah berdo’a:
Ghufranaka. Hal ini berdasarkan hadis: “Sesungguhnya Nabi SAW. Apabila beliau keluar dari
tempat buang air beliau berdo’a: Semoga Allah mengampunimu (ghufranaka)”. (H.R. Al-
Khamsah kecuali an-Nasai).

B. Praktek Takhrij Hadis Manual Metode bi Lafẓi


1. Langkah pertama yang kita lakukan untuk mentakhrij hadis adalah mendapatkan potongan
hadis. Dimana, potongan hadis ini tentunya tidak lengkap baik dari segi sanad, matan
ataupun rawinya. Cara mendapatkannya bisa dari beberapa situs internet, buku, ataupun
yang lainnya. Saya mendapatkan potongan hadis ini dari situs internet
https://almanhaj.or.id/1783-bolehkah-buang-air-kecil-kencing-sambil-berdiri.html.
Dengan gambar sebagai berikut :

9
Dari gambar tersebut kita bisa lihat adanya potongan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Aisyah yang berisi ُ‫ص ِدّقُّ ْوه‬ َّ ‫“ َم ْن َحدَّثَكُ ْم أَنَّ النَّ ِب‬Barang siapa yang mengatakan pada
ً ُ ‫ي بَا َل قَئِ ًما فَالَ ت‬
kalian bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah buang air kecil sambil berdiri maka
janganlah kalian membenarkannya (mempercayainya)“ potongan hadis inilah yang akan
kita takhrij.
2. Kata Kunci pencaharian di Mu’jam Mufahras dengan narasi
Setelah mendapatkan potongan hadis, langkah kedua kita tentukan kata kunci yang berupa
lafadz untuk mencari hadis tersebut di Mu’jam Mufahras. Kata kunci yang akan saya
gunakan adalah lafadz ‫ بَا َل‬. Kata kunci ini tentunya berasal dari potongan hadis tadi yang
berbunyi
ُ‫ص ِدّقُّ ْوه‬ َّ ‫َم ْن َحدَّثَكُ ْم أَنَّ النَّ ِب‬
ً ُ ‫ي بَا ََل قَئِ ًما فَالَ ت‬
Ketika membuka kitab Mu’jam Mufahras carilah huruf awalnya yaitu ‫( ب‬ba) dan huruf
keduanya ‫( ا‬Alif) setelah itu disambung dengan huruf ‫( ل‬lam) agar menghasilkan kalimat
‫ بال‬untuk mendapatkan kata kunci di kitab Mu’jam Mufahras. Inilah gambaran yang saya
temukan : (kata kunci yang sesuai dengan hadis yang saya cari sudah saya beri tanda)

3. Hasil temuan di Mu’jam dan bukti dengan narasi dan gambar

10
Inilah hasil temuan dengan kata kunci ‫ بال‬, dengan berikut jelasnya :

Di dalam kitab Mu’jam mufahras kalimat potongan hadis yang saya cari yaitu,
ُ‫ص ِدّقُّ ْوه‬ َّ ِ‫َم ْن َحدَّثَكُ ْم أَنَّ النَّب‬
ً ُ ‫ي بَا َل قَئِ ًما فَالَ ت‬
Terdapat 4 sumber kitab hadis, diantaranya
• kitab Nasa’i bab thaharah (٢٤ ‫ طهارة‬- ٓ‫) ن‬
• Kitab At Tirmidzi bab thaharah ( ٨ ‫ طهارة‬- ٓ‫)ت‬
• Kitab Ibnu Majah bab thaharah (١٤ ‫ طهارة‬- ٓ‫) جه‬
• Kitab Ahmad Hanbali (٢١٣ ،٦،١٩٢ - ‫حم‬
ٓ )
Pada artikel jurnal ini saya akan mengambil sumber dari kitab hadis Nasa’i.
4. Hasil penelusuran pada Kitab Hadis dengan narasi, hadis lengkap dan footnote
Langkah selanjutnya, untuk mencari hadis kita buka situs https://www.hadisdigital.online/,
hingga muncul layar pada gambar (1), setelah itu klik “hadis” yang terletak di atas hingga
muncul layar pada gambar (2), lalu pilihlah “kitab hadis 14” hingga muncul gambar (3)
pada layar, lalu setelah muncul nama-nama kitab hadis 14, diantaranya (al-Bukhari,
Muslim, an-Nasa’iy, Abu Daud, At Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, Malik, Ad Darimiy, Ad
daruqutniy, Ibn Khuzaimah, Ibn Hibban, Al Hakim dan As Syafi’i). Karena saya memilih
sumber kitab hadis an-Nasa’i, jadi saya klik kata “An Nasaiy” hingga munculah gambar
(4) pada layar.

11
Keterangan Gambar (1) keterangan gambar (2)

Keterangan gambar (3) keterangan gambar (4)

Selanjutnya akan muncul pada layar seperti gambar (5), lalu kita lanjutkan dengan mengklik
ikon search seperti pada gambar (6) setelah itu, ketik kata kunci hadis atau kalimat yang akan
kita cari di kitab Nasa’i tersebut (lihat gambar (7)). Setelah berhasil akan muncul beberapa
rekomendasi hadis yang berkaitan dengan kata kunci tersebut, bisa dilihat pada gambar 8.

12
Gambar 5 Gambar 6

Gambar 7 Gambar 8

13
Lalu kita pilih rekomendasi yang paling cocok dengan hadis yang sedang kita cari (lihat gambar
9). Lalu kita klik. Selanjutnya akan muncul hadis yang kita cari pada layar, dengan sanad,
matan yang lengkap. Beserta letak hadis tersebut dalam kitab hadis Nasa’i jilid dan
halamannya. (Lihat gambar 10)

Gambar 9 Gambar 10

Pada (gambar 10), kita bisa tahu letak hadis tersebut. Pada Kitab Thoharoh (‫)كتاب الطهارة‬, bab
‫ البول في البيت جالسا‬, jilid 1 halaman 26, hadis no 29 dalam kitab hadis musnad An Nasa’iy.

‫ « َم ْن َحدَّثَكُ ْم أَنَّ َرسُو َل‬: ْ‫عائِ َشةَ قَالَت‬ َ ، ‫ع ْن أَبِي ِه‬


َ ‫ع ْن‬ ٍ ‫ع ِن ْالمِ ْقد َِام ب ِْن ش َُري‬
َ ، ‫ْح‬ َ ، ٌ‫ أَ ْنبَأَنَا ش َِريك‬:َ‫ي بْنُ حُجْ ٍر قَال‬ َ ‫– أَ ْخبَ َرنَا‬٢٩
ُّ ‫ع ِل‬
َ ُ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم بَا َل قَائِ ًما ف ََال ت‬
.»‫ َما َكانَ يَبُو ُل إِ َّال َجا ِلسًا‬،ُ‫ص ِدّقُوه‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ِ‫هللا‬

Artinya: Ali bin Hujr telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Syarik telah memberitakan
kepada kami, dari Al-Miqdam bin Syuraih dari ayahnya, dari Aisyah r.a., ia berkata, “Barang
siapa mengabarkan kepada kalian bahwa Rasulullah saw. Buang air kecil dengan berdiri, maka
janganlah kalian mempercayainya, karena beliau tidak buang air kecil kecuali dengan duduk.”
(HR. An nasaai)

14
5. Dari hadis di atas kita bisa membuat pohon sanad, sebagai berikut:

َ ُ‫صلَّى هللا‬
‫علَ ْي ِه‬ َ ‫رسول هللا‬
‫سلَّ َم‬َ ‫َو‬

‫عائشة بنت أبي بكر‬


‫الصديق‬

‫شريح بن هانئ بن يزيد بن‬


‫نهيك‬

‫المقدام بن شريح بن هانئ‬


‫بن يزيد‬

‫شريك بن عبد هللا بن أبي‬


‫شريك‬

‫علي بن حجر بن إياس‬


‫السعدي‬

C. Biografi Para Perawi Hadis Beserta Jarh wa ta’dilnya


• ‫عائشةَبنتَأبيَبكر الصديق‬

Nama lengkapnya Aisyah binti Abi Bakr Al-Siddiq, Nama panggilannya Al-Humaira atau
Ummu Abdullah. Silsilah beliau Taymiyyah, Quraisy, Mekah, Nabi, dari Bani Ghanem bin
Malik bin Kinana. Hubungan dengan Rasulullah saw adalah sebagai istri Nabi, semoga doa
dan damai Allah besertanya, dan ibunya, Umm Ruman bint Aamer, dan ayahnya Abu Bakar
Al-Siddiq, dan orang-orangnya yang dibebaskan: Dhakwan Abu Amr, Abu Yunus, Abu Hafsa
, dan Umm Dharat Al-Madaniah, dan saudara angkatnya: Awf bin Al-Harith bin Al-Tufail, dan
Abu Said Katheer bin Ubaid, Abdullah bin Yazid, saudara perempuannya Umm Kulthum binti
Abi Bakr, dua keponakannya: Abdullah bin Al- Zubayr bin Al-Awam, dan Urwa bin Al-Zubayr
bin Al-Awam, dan kedua keponakannya: Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr Al-Siddiq,
dan Abdullah bin Muhammad bin Abi Bakr Al-Siddiq, kedua keponakannya: Hafsa bint Abd
Al-Rahman, Asmaa bint Abd Al-Rahman, keponakannya Aisha bint Talha, dan anak
keponakannya: Abdullah bin Abi Ateeq Muhammad bin Abd Al-Rahman bin Abi Bakr. Beliau
lahir pada tanggal 4 atau 5 tahun setelah masehi, dan wafat pada tahun 57 H atau 58 H.

15
Wafat di Al-Baqi
Menurut Ibnu Hajar, Siti Aisyah Orang Beriman (Al-Humayra), yang paling
berpengetahuan dari semua wanita9. Menurut Adz Dzahabi, Beliau adalah wanita bangsa yang
paling berilmu, dan keutamaan serta kebajikannya sangat banyak 10 . Dan masih banyak
pendapat ulama lainnya tentang Siti Aisyah (Al Humaira).

• َ‫شريحَبنَهانئَبنَيزيدَبنَنهيك‬

Nama lengkapnya Shuraih bin Hani bin Yazid bin Nahik (Shuraih bin Hani bin Yazid bin
Nahik dan disebutkan: Ibn Yazid bin Al-Harith bin Ka'b dan Abu Hatim mengatakan: Shuraih
bin Hani' bin Nahik bin Duraid bin Sufyan bin Salamah, yaitu Al-Dhabab bin Al-Harith bin
Ka'b bin Muthaj ). Kunyanya Abu al-Muqdam, Abu al-Hakam, silsilah beliau dari Al-Harithi,
Al-Madhaji, Al-Kufi, asal Yaman. Hubungan naratornya kedua putranya: Al-Muqdam dan
Muhammad, dan Shuraih adalah salah satu sahabat Ali, dan polisinya, dan di antara para
pangerannya dalam Pertempuran Unta. Beliau wafat pada tahun 78 H di Sijistan. Pendapat
ulama menurut Ibnu Hajar dan adz dzahabi syuraih ini dapat dipercaya.

Menurut Ibnu Hibban disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam “Al-Thiqat” 11 . Ibn Hibban
memasukkan haditsnya dalam “Sahih”-nya, serta Abu Awana Al-Isfara’ini dan Ibn
Khuzaimah12. Menurut Ibnu Hajar beliau adalah orang yang Amanah13. Menurut Ibnu Kharash.
Ibn Kharash berkata: Dia benar 14.

• ‫المقدامَبنَشريحَبنَهانئَبنَيزيد‬
Nama lengkapnya Al-Muqdam bin Shuraih bin Hani bin Yazid, silsilah beliau dari Al-
Harithi, Al-Kufi, beliau wafat pada 121 H ada yang menyebutkan 130 H. Menurut Ibnu Hajar
beliau dapat di percaya. Menurut Adz dzahabi Sadooq.
Menurut Ahmad bin Hambal Abd al-Rahman memberi tahu kami, saya Abdullah bin
Ahmad [bin Muhammad] bin Hanbal dalam apa yang dia tulis kepada saya, dia berkata: Saya

9 Abū al-Faḍl Aḥmad ibn ‘Aliy ibn Muḥammad ibn Aḥmad Ibn Ḥajar, Taqrīb Al-Tahżīb, ed. by Muḥammad
‘Awwāmah (Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah PP - Suria, 1986)juz 1 halaman 1364.
10 Syams al-Dīn Abū ‘Abd Allāh Muḥammad ibn Aḥmad ibn ‘Uṡmān ibn Qāimāz al- Żahabiy, Al-Kāsyif Fī Ma‘rifah

Man Lahu Riwāyah Fī Al-Kutub Al-Sittah, ed. by Muḥammad ‘Awāmah Aḥmad Muḥammad Namr al-Khaṭīb (Dār
al-Qiblah li al-Ṡaqāfah al-Islāmiyyah PP - Jeddah, 1992),juz 5 halaman 206.
11 ʻAlā’ al-Dīn ibn Qalīj ibn ʻAbd Allāh ibn al-Bakjariy al-Miṣriy al-Ḥakariy al-Ḥanafiy Muglaṭāy, Ikmāl Tahżīb Al-

Kamāl Fī Asmā’ Al-Rijāl, ed. by Muḥammad ʻUṡmān (Dār al-Kutub al-ʻIlmiyyah PP - Beirut, 2011),juz 6 halaman
240 I–VI. Mugtalay, jilid 6 halaman 240
12 Mugtalay, jilid 6 halaman 240
13 Ibn Ḥajar. jilid 1 halaman 435
14 Żahabiy.jilid 12 halaman 452

16
mendengar ayah saya berkata: al-Muqdam bin Shuraih [bin Hani] itu dapat dipercaya [Al-Jarh
dan at-Tadael oleh Ibn Abi Hatim (8/ 302)]. Ahmad, Abu Hatim dan An-Nasa'i berkata: Dia
dapat dipercaya. Abu Hatim menambahkan: Saleh 15 . Abdullah bin Ahmad bin Hanbal
mengatakan, dan dari ayahnya, Abu Hatim, dan Al-Nasa'i: Dia dapat dipercaya. Lalu Ibnu
Hibban menyebutkannya dalam kitab Al-Thiqat [Tahdheeb Al-Kamal (28/ 457)]. Abu Awana
memasukkan hadisnya dalam “Sahih”, serta Abu Ali al-Tusi, Ibn Hibban, al-Darimi, dan al-
Hakim, dan dia berkata: Ini sah menurut kondisi kedua syekh, dan mereka tidak
mengekstraknya, dan apa yang saya miliki adalah bahwa ketika mereka menyetujui hadits
Hudhayfah "tanpa berdiri" dan mereka menemukan hadits Aisyah ini, artinya orang yang
meriwayatkannya Al-Miqdam, atas otoritas ayahnya, pada dia otoritas: "Apa yang salah
dengan berdiri" menentangnya, jadi mereka meninggalkannya [Ikmal Tahdheeb Al-Kamal (11/
347)]. Ibn Hibban menyebutkannya “Ath-Thiqat” 16 . Menurut Ibnu Hajar Almuqdam ini
Adalah orang yang Amanah17

• َ‫شريكَبنَعبدَهللاَبنَأبيَشريك‬

Nama lengkapnya Syuraih bin Abdullah bin Abi Syuraik (Sharik bin Abdullah bin Abi
Shrek: Al-Harith bin Aws bin Al-Harith bin Al-Athhal bin Wahbil bin Saad bin Malik bin Al-
Nakh`), Nama panggilannya Al-Hafiz atau Abu Abdullah. Silsilah beliau adalah Al-Hafiz,
Al-Nakhai, Al-Kufi, Al-Qadi, Beliau lahir di Bukhara, Khorasan pada tahun 95 H atau ada
yang menyebutkan 96 H beliau wafat di Wasit, Kufah pada tahun 177/188 H. Perjalanan beliau
mencari hadis di Basrah.
Pendapat ulama terhadap Syuraik menurut Ibnu Hajar: Dia jujur dan banyak melakukan
kesalahan, hafalannya berubah sejak penguasa peradilan di Kufah, dan menurut al-
Dhahabi: salah satu ulama, dan Ibnu Mu'een mempercayainya, dan yang lainnya mengatakan:
dia memiliki hafalan yang buruk, dan al-Nasa'i berkata: tidak ada yang salah dengan dia, dia
lebih berpengetahuan tentang hadits kaum Kufi dibandingkan al-Thawr. Menurut Ibrahim Al
harbi, Abu Ishaq Al-Harbi berkata dalam “Tarikh”-nya: Dia dapat dipercaya. 18 Dan Ibrahim
al-Harbi berkata: Dia dapat dipercaya19. Menurut Abu Hatim Al Razi, Abd al-Rahman berkata:

15 Żahabiy.Jilid 4 halaman 146


16 Aḥmad ibn ‘Abd Allāh ibn Abī al-Khair ibn ‘Abd al-‘Alīm Ṣafiy al-Dīn al- Khazrajiy, Khulāṣah Tażhīb Tahżīb Al-
Kamāl Fī Asmā’ Al-Rijāl, ed. by ‘Abd al-Fattāḥ Abū Guddah (Dār al-Basyā’ir, 1416) JUZ 4 HAL 146.
17 Ibn Ḥajar.jilid 1 halaman 969
18 Muglaṭāy, jilid 6 halaman 245.
19 Żahabiy. Jilid 2 halaman 164

17
Saya bertanya kepada ayah saya tentang Sharik, dan Abu al-Ahwas, mana yang lebih Anda
cintai? Dia berkata: Seorang mitra lebih saya sayangi. Jujur, dan dia lebih kusayangi daripada
Abi Al-Ahwas, dan dia [salah] 20. Abd al-Rahman berkata: Saya bertanya kepada ayah saya
tentang Shrek dan Abu al-Ahwas: Mana yang lebih Anda cintai? Dia berkata: Seorang mitra,
dan dia memiliki kesalahan [Tahdheeb Al-Tahdheeb (2/ 164)]. Abu Zara'a dan Abu Hatim
berkata: Dia tidak mendengar dari Amr bin Murrah [Tuhfat al-Tahseel fi al-Marasil (1/ 190)].
Dia juga berkata: Saya bertanya kepada ayah saya tentang Shrek dan Abu Al-Ahwas, siapa di
antara mereka yang lebih Anda cintai? Dia berkata: Seorang mitra lebih saya sayangi daripada
mitra yang jujur, dan dia lebih saya sayangi daripada Abu Al-Ahwas, dan dia memiliki
kesalahan [Tahdheeb Al Kamal (12/462)]. Dan Yahya bin Adam berkata: Ahli hukum Kufah
adalah: Al-Thawri, Shareek, dan Hassan bin Salih 21.
• َ‫عليَبنَحجرَبنَإياسَالسعدي‬

Nama lengkapnya Ali bin Hajar bin Iyas Al-Saadi, beliau memiliki nama panggilan Al-
Hafiz atau Abu Al-Hassan. Silsilah beliau berasal dari Al-Saadi, Al-Marwazi, Al-Hafiz, Al-
Zarzmi, Al-Abashmi. Beliau tinggal di Baghdad, Marw, desa Zarzam, Khorasan. Beliau lahir
pada tahun 154 H. Dan wafat di Zarzam, desa Bimru pada tahun 244 ada juga yang mengatakan
241 H dan 243 H.
Pendapat ulama dari Ibnu Hajar bahwa Al hafiz ini terpercaya, menurut adz dzahabi dan an
Nasa’i beliau dapat di percaya. Abu Sa’ad Al Samani, Al-Sama'ani berkata: Ali bin Hajar bin
Saad bin Iyas Al-Zarzmi dulu tinggal di desa ini, dan di sana dia meninggal, dan makamnya
terkenal dan dikunjungi, dan dia adalah seorang imam hujjah. [Ikmaal Tahdheeb Al Kamal (9/
286)]. Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab “Al-Thiqat”22. Menurut Ibnu Hajar beliau
dapat di percaya 23 . Menurut Khatib Al Baghdadi, Al-Khatib berkata: Dia benar dan hafal
dengan baik . Dia tinggal di Baghdad di masa lalu, kemudian dia pindah ke Marw, dan dia
turun ke sana, dikaitkan dengannya, dan pidatonya menyebar tentangnya, dan dia orang yang
memiliki sifat kewaspadaan dalam menghafal, dapat dipercaya, dan dapat diandalkan24. Abu

20 Abū Muḥammad ‘Abd al-Raḥmān ibn Idrīs ibn al-Munżir al-Tamīmiy al-Ḥanẓaliy al-Rāziy Ibn Abī Ḥātim, Al-
Jarḥ Wa Al-Ta‘Dīl (Dār Iḥyā’ al-Turāṡ al-‘Arabiy, 1952), JILID 4 HALAMAN 365.
21 Muglaṭāy, JUZ 6 245.
22 ʻAlā’ al-Dīn ibn Qalīj ibn ʻAbd Allāh ibn al-Bakjariy al-Miṣriy al-Ḥakariy al-Ḥanafiy Muglaṭāy, Ikmāl Tahżīb Al-

Kamāl Fī Asmā’ Al-Rijāl, ed. by Muḥammad ʻUṡmān (Dār al-Kutub al-ʻIlmiyyah PP - Beirut, 2011), JUZ 9 HALAMAN
286.
23 Abū al-Faḍl Aḥmad ibn ‘Aliy ibn Muḥammad ibn Aḥmad Ibn Ḥajar, Taqrīb Al-Tahżīb, ed. by Muḥammad

‘Awwāmah (Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah PP - Suria, 1986) juz 1 halaman 691.


24 Żahabiy.JUZ 20 HAL 355

18
Bakar Al-Khatib berkata: Dia tinggal di Baghdad di masa lalu, kemudian dia pindah ke Marw,
di mana dia tinggal, dan dia terkenal karena ucapannya, dan dia jujur, teliti dalam menghafal25.

Kesimpulan

Mentakhrij hadis adalah sebuah cara menemukan matan dan sanad hadist secara lengkap
dari sumber-sumbernya yang asli yang dari situ akan bisa diketahui kualitas suatu hadist baik
secara lansung karena sudah disebutkan oleh kolektornya maupun melalui penelitian
selanjutnya. Dalam jurnal ini, menjelaskan tentang bagaimana mentakhrij hadis dengan
menggunakan kamus Mu’jam Mufahras, dilanjutkan dengan menggunakan hadist digital, dan
syamela w.s. sehingga menghasilkan sebuah matan hadis yang lengkap beserta sanadnya dan
dilengkapi dengan biografi-biografi.
Hadis yang diambil oleh peneliti adalah hadis yang bertema adab tentang BAK (Buang
Air Kecil). Lebih tepatnya, adab tentang berdiri atau duduk ketika buang air kecil. Ternyata
Rasulullah Saw pernah melakukan keduanya. Sebab kenapa Nabi Muhammad SAW kencing
sambil berdiri berdasarkan hadits shahih riwayat Huzaifah di atas berdasarkan yang dihikayah
oleh al-Khuthabi, al-Baihaqi dan lainnya, yakni salah satu sebabnya adalah menjadi kebiasaan
orang Arab melakukan kencing sambil berdiri untuk menyembuhkan sakit tulang sulbi dan
kemungkinan Nabi Muhammad SAW sakit tulang sulbi ketika itu. Pendapat ini diriwayat dari
Syafi’i. Hadis tentang Rasulullah Saw pernah berdiri ketika buabg air kecil ini di riwayatkan
oleh Huzaifah.
Sedangkan, Hadis yang berisi Rasulullah Saw duduk ketika buang air kecil diriwayatkan
oleh Aisyah Radhiyallahu Anha. Catatan Hadits Aisyah r.a. yang mengatakan Nabi
Muhammad SAW tidak pernah buang air kecil kecuali dengan duduk tidak bisa membatalkan
riwayat dari Huzaifah yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah kencing sambil
berdiri, karena Aisyah r.a. bisa saja mengatakan yang demikian itu, karena beliau memang
tidak pernah melihatnya.
Hal ini mengingat Aisyah r.a. tidak selamanya berada di samping Nabi SAW, yakni seperti
ketika Nabi SAW dirumah isteri beliau yang lain, ketika Nabi SAW berperang dan ketika di
tempat-tempat lain dimana Aisyah r.a tidak ada. Dan ini terbukti ada riwayat yang shahih yang
mengatakan Nabi Muhammad SAW pernah kencing sambil berdiri (hadits Huzaifah di atas)

25Yūsuf ibn ‘Abd al-Raḥmān ibn Yūsuf Abū al-Ḥajjāj Jamāl al-Dīn ibn al-Zakiy Abī Muḥammad al-Qaḍā‘iy al-
Kalbiy Jamāl al-Dīn al- Mizziy, Tahżīb Al-Kamāl Fī Asmā’ Al-Rijāl, ed. by Basysyār ‘Awād Ma‘rūf (Mu’assasah al-
Risālah PP - Beirut, 1992), JILID 20 halaman 335.

19
Namun berdasarkan hadits Aisyah r.a patut dipahami bahwa Nabi Muhammad SAW sering
dan malah menjadi adat kencing sambil duduk dan tidak sambil berdiri. Karena itu, dipahami
bahwa kencing sambil berdiri hanya makruh, bukan haram.

DAFTAR PUSTAKA

Ibn Abī Ḥātim, Abū Muḥammad ‘Abd al-Raḥmān ibn Idrīs ibn al-Munżir al-Tamīmiy al-
Ḥanẓaliy al-Rāziy, Al-Jarḥ Wa Al-Ta‘Dīl (Dār Iḥyā’ al-Turāṡ al-‘Arabiy, 1952), I–IX
<https://shamela.ws/book/2170>

Ibn Ḥajar, Abū al-Faḍl Aḥmad ibn ‘Aliy ibn Muḥammad ibn Aḥmad, Taqrīb Al-Tahżīb, ed.
by Muḥammad ‘Awwāmah (Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah PP - Suria, 1986)
<https://shamela.ws/book/8609>

Khazrajiy, Aḥmad ibn ‘Abd Allāh ibn Abī al-Khair ibn ‘Abd al-‘Alīm Ṣafiy al-Dīn al-,
Khulāṣah Tażhīb Tahżīb Al-Kamāl Fī Asmā’ Al-Rijāl, ed. by ‘Abd al-Fattāḥ Abū
Guddah (Dār al-Basyā’ir, 1416) <https://shamela.ws/book/5858>

Mizziy, Yūsuf ibn ‘Abd al-Raḥmān ibn Yūsuf Abū al-Ḥajjāj Jamāl al-Dīn ibn al-Zakiy Abī
Muḥammad al-Qaḍā‘iy al-Kalbiy Jamāl al-Dīn al-, Tahżīb Al-Kamāl Fī Asmā’ Al-Rijāl,
ed. by Basysyār ‘Awād Ma‘rūf (Mu’assasah al-Risālah PP - Beirut, 1992), I–XXXV
<https://shamela.ws/book/3722>

Muglaṭāy, ʻAlā’ al-Dīn ibn Qalīj ibn ʻAbd Allāh ibn al-Bakjariy al-Miṣriy al-Ḥakariy al-
Ḥanafiy, Ikmāl Tahżīb Al-Kamāl Fī Asmā’ Al-Rijāl, ed. by Muḥammad ʻUṡmān (Dār al-
Kutub al-ʻIlmiyyah PP - Beirut, 2011), I–VI <https://shamela.ws/book/89>

Żahabiy, Syams al-Dīn Abū ‘Abd Allāh Muḥammad ibn Aḥmad ibn ‘Uṡmān ibn Qāimāz al-,
Al-Kāsyif Fī Ma‘rifah Man Lahu Riwāyah Fī Al-Kutub Al-Sittah, ed. by Muḥammad
‘Awāmah Aḥmad Muḥammad Namr al-Khaṭīb (Dār al-Qiblah li al-Ṡaqāfah al-
Islāmiyyah PP - Jeddah, 1992), I–IV <https://shamela.ws/book/2171>

20
———, Tażhīb Tahżīb Al-Kamāl Fī Asmā’ Al-Rijāl, ed. by ‘Ganīm ‘Abbās Ganīm and
Majdiy al-Sayyid Amīn (al-Fārūq al-Ḥadīṡah, 2004) <https://shamela.ws/book/149213>

21

Anda mungkin juga menyukai