Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Hadist Sebagai Sumber Ajaran Agama Islam”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Studi Hadits

Dosen pengampu
Mahfudz, M.Pd.I

Disusun oleh :
Andin Ramadhani Saputri: 2301011058

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM TRIBAKTI LIRBOYO KEDIRI
FEBRUARI 2024

0
1

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Hadist Sebagai Sumber Ajaran Islam.”.
Makalah yang kami susun ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Studi
Hadist Kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari berbagai
pihak. Sebagai manusia biasa, kami berusaha dengan sebaik-baiknya dan
semaksimal mungkin, dan sebagai manusia biasa juga kami tidak luput dari
segala kesalahan dan kekhilafan dalam menyusun makalah ini.

Pada kesempatan ini dengan penuh rasa hormat kami haturkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Mahfudz, M.Pd.I selaku dosen
pengampu mata kuliah yang bersangkutan yang telah membimbing dan
membagi ilmunya kepada kami sehingga dapat terselesaikannya makalah
ini.Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan
dan semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat kami
selesaikan tepat pada waktunya.Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami dan umumnya bagi semua pihak yang
berkepentingan.

Kediri, 7 Februari 2024

Penyusun

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits Nabi merupakan sumber ajaran Islam, di samping al-Qur'an. "Hadits atau disebut juga
dengan Sunnah, adalah segala sesuatu yang bersumber atau didasarkan kepada Nabi SAW.,
baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir-nya. Hadits, sebagai sumber ajaran Islam
setelah al-Qur'an, sejarah perjalanan hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu
sendiri.Hadits Nabi yang berkembang pada zaman Nabi (sumber aslinya), lebih banyak
berlangsung secara hafalan daripada secara tulisan. Penyebabnya adalah Nabi sendiri
melarang para sahabat untuk menulis hadits-nya, dan menurut penulis karakter orang-orang
Arab sangat kuat hafalannya dan suka menghafal, dan ada kekhawatiran bercampur dengan
al-Qur'an. Dengan kenyataan ini, sangat logis sekali bahwa tidak seluruh hadits Nabi
terdokumentasi pada zaman Nabi secara keseluruhan. Pada realitas kehidupan masyarakat
muslim, perkembangan hadits Nabi secara kuantitatif cukup banyak sekali. Selain
perkembangan hadits yang cukup banyak, juga banyak istilah-istilah yang digunakan. Pada
masyarakat umum yang dikenal adalah Hadits dan as-Sunnah, sedangkan pada kelompok
tertentu, dikenal istilah Khabar dan Atsar. Untuk itu, pada pembahasan makalah ini,
pemakalah akan menyoroti : (1) pengertian Hadits, dan perbedaan Hadits dengan al-Khabar,
dan al-Atsar.

B. Rumusan Masalah :

1. Apakah pengertian Hadits?

2. Apakah bentuk-bentuk hadits? We

3. Apakah pengertian Khabar?

4. Apakah pengertian Atsar?

5. Apakah persamaan dan perbedaan antara Hadis, Khabar, dan Atsar?

2
3

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui pengertian Hadits.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk hadits.

3. Untuk mengetahui pengertian Khabar.

4. Untuk mengetahui pengertian Atsar.

5. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara Hadis, Khabar, dan Atsar?

BAB II

3
4

PEMBAHASAN

1.Pengertian Hadits Menurut Bahasa dan Istilah

Pengertian hadits menurut bahasa dan istilah dapat kamu pahami dengan

penjelasan berikut. Dalam bahasa Arab, hadith berarti "laporan", "akun",

atau "naratif". Kata Hadits juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu

yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.

Bentuk pluralnya adalah al-ahadits. Dalam terminologi Islam, pengertian

hadits berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku

dari Nabi Muhammad SAW.

Pengertian hadits menurut bahasa dan istilah ini tentunya perlu kamu ikuti

dengan pemahaman dari para ahli. Pengertian hadits menurut bahasa dan

istilah, khusus dari para ahli, yaitu:

- Menurut para ahli hadits, hadits merupakan segala perkataan (sabda),

perbuatan, hal ihwal (kejadian, peristiwa, masalah), dan ketetapan lainnya

yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.

- Menurut ahli ushul fiqh (ushuluddin), hadits adalah segala perkataan,

perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad

SAW yang hanya berhubungan dengan hukum-hukum islam.

- Menurut jumhur ulama, beberapa ulama berpendapat bahwa pengertian

hadits menurut bahasa dan istilah adalah segala perkataan (sabda),

4
5

perbuatan, dan ketetapan lainnya (taqrir) yang disandarkan kepada Nabi

Muhammad SAW, para sahabat, dan para tabiin.

Pengertian hadits menurut bahasa dan istilah pada intinya bisa dimaknai

sebagai segala perkataan (sabda), perbuatan, dan ketetapan lainnya dari

Nabi Muhammad SAW yang dijadikan hukum syariat Islam selain Al-

Qur’an.

Dalam memahami pengertian hadits menurut bahasa dan istilah, kamu

juga perlu mengetahui siapa saja ulama-ulama ahlul hadits. Ada banyak

sekali ulama-ulama ahlul hadits. Namun yang paling terkemuka ada 7

orang, di antaranya adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi,

Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, dan Imam Nasa’i.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian sunnah atau sunah

adalah aturan agama yang didasarkan atas segala apa yang dinukilkan

dari Nabi Muhammad SAW., baik perbuatan, perkataan, sikap, maupun

kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkannya. Jadi, pengertian sunnah

secara sederhananya adalah sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah

menjalani hidupnya.

5
6

A.Sunah

Pengertian sunnah atau sunah secara etimologi adalah kata dalam Bahasa

Arab yang berarti “kebiasaan” atau “biasa dilakukan”. Secara istilah

pengertian sunnah adalah jalan yang ditempuh oleh rasulullah dan para

sahabatnya, baik ilmu, keyakinan, ucapan, perbuatan, maupun penetapan.

Sunnah adalah sumber hukum Islam utama setelah Al-Qur'an. Sunnah

tertuang dan didokumentasikan dalam kumpulan hadis Rasulullah. Jadi,

dalam hal ini kedudukan hadis merupakan sumber hukum kedua setelah

al-Qur'an.

sunnah merupakan bagian dari teladan terbaik umat Islam, yaitu Nabi

Muhammad SAW. Setelah mengenali pengertian sunnah, kamu bisa juga

perlu mengenali pembagiannya. Berdasarkan bentuk penyampaiannya

oleh Rasulullah, sunnah dibagi menjadi tiga macam, qauliyyah, fi'liyyah,

dan taqririyyah.

C. Khabar

khabar menurut bahasa adalah warta atau berita yang disampaikan dari

seseorang kepada orang lain. Sedangkan menurut istilah, khabar adalah

segala bentuk berita, baik yang datang dari Rasulullah SAW, sahabat

Rasulullah SAW maupun tabi'in.

6
7

Khabar ini mencakup hadits marfu', hadits mauquf, dan hadits maqthu.

Oleh karena itu, ada juga yang menyebut bahwa khabar adalah segala

bentuk berita yang diterima bukan dari Rasulullah SAW.

Khabar pun lebih umum dibandingkan dengan hadits. Khabar mencakup

segala hal yang diriwayatkan, baik yang datang dari Rasulullah SAW

maupun yang lain, sedangkan hadits khusus diriwayatkan berdasarkan

ucapan dari Rasulullah SAW saja.

D. Atsar

Al-atsar dalam bahasa artinya adalah sisa (‫)َب ِقّي ُة الَّش ئ‬, sedangkan menurut

pengertian istilah, para ahli berbeda-beda sesuai dengan latar belakang

disiplin ilmu mereka masing-masing, diantaranya adalah:

a) Jumhur berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu

yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in.

b) menurut ulama lain, seperti ulama Khurasan atsar untuk hadits mauquf

dan khabar untuk hadits marfu.

c) ahli hadits lain mengatakan tidak sama, yaitu khabar, berasal dari nabi,

sedangkan atsar sesuatu yang disandarkan hanya kepada sahabat dan

tabi’in, baik perbuatan maupun perkataan.

Empat pengertian tentang hadits, sunnah, khabar, dan atsar sebagaimana

diuraikan di atas, menurut Jumhur ulama hadits juga dapat dipergunakan

untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan sunnah,

7
8

khabar atau atsar. Begitu juga sunnah bisa disebut dengan hadits, khabar,

atsar. Maka hadits mutawatir disebut juga sunnah mutawatir, begitu juga

hadits shahih dapat juga disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih

dan atsar shahih.

Dari beberapa uraian tentang hadits diatas dapat ditarik bahwa, baik

Hadits, Sunnah, Khabar dan Atsar sebagaimana yang telah diuraikan,

maka pada dasarnya kesemuanya memiliki persamaan maksud, yaitu

untuk menunjukkan segala sesuatu yang datang dari Nabi SAW,baik

berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya.

Sebagian ulama mengatakan bahwa atsar lebih umum daripada khabar,

yaitu atsar berlaku bagi segala sesuatu dari Nabi maupun yang selain dari

Nabi SAW, sedangkan khabar khusus bagi segala sesuatu dari Nabi SAW

saja.Para fuqaha’ memakai istilah “atsar” untuk perkataan-perkataan

ulama’ salaf, sahabat , tabi’in, dan lain-lain.

‫ما أضيف إلى الصحابة والتابعين من أقوال وأفعال‬

Artinya : Perkataan dan perbuatan yang disandarkan kepada sahabat dan

tabi’in.

Contohnya perkataan tabi’in , Ubaidillah Ibn Abdillah IBN Utbah ibn

Mas’ud:

) ‫السنة أن يكبر اإلمام الفطر ويوم األضحى حين يجلس على المنبر قبل الخطبة تسع تكبيرات (رواه البيهقي‬

8
9

Artinya:Menurut sunnah hendaklah imam bertakbir pada hari raya fitri dan

adha sebanyak sembilan kali ketika duduk di atas mimbar sebelum

berkhutbah (HR. Baihaqi)

2. Struktur Hadits yang meliputi Sanad, Matan, Dan Mukharrij

A. Sanad

Secara harfiah kata sanad berarti sandaran, pegangan (mu’tamad).

Sedangkan definisi terminologisnya ada dua sebagai berikut:

1. Mata rantai orang-orang yang menyampaikan matan.

2. Jalan penghubung mantan, (yang) nama-nama perawinya tersusun.

Jadi, sederet nama-nama yang mengantarkan sebuah hadits itulah yang

dinamakan sanad, atau dengan sebutan lain sanad hadits.

Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas

seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam

bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah SAW. Sanad

memberikan gambaran keaslian suatu riwayat.

Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahya sebagaimana diberitakan oleh

Syu’bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW beliau bersabda:

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk

saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri”. (H.R. Bukhari).

9
10

Maka sanad hadits bersangkutan adalah Al-Bukhari >Musaddad >

Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW.

Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah

penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad

disebut dengan thabaqah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam

tiap thabaqah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini

dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.

Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan

sanadnya adalah :

- Keutuhan sanadnya

- Jumlahnya

- Perawi akhirnya

Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum

datangnya Islam. Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan

ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad

digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

a. Isnad

Dari segi bahasa, sanad berarti mengangkat hadist hingga pada

orang yang mengucapkannya. Isnad merupakan bentuk atau proses.

Sedangkan sanad adalah keadaannya. Namun demikian, sebagian dari

ahli hadits menyatakan bahwa kata isnad bermakna sama dengan kata

10
11

sanad, yakni merupakan jaring periwayatan hadits. Menurut Ibn al-

Mubarak, isnad termasuk bagian dari agama, seandainya tidak ada isnad

niscaya orang akan berbicara sembarang, menurut apa maunya.

b. Musnid

Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya,

baik mempunyai ilmunya maupun tidak kecuali ia mengisnadkan hadits

seorang diri.

c. Musnad

Adapun musnad adalah materi hadits yang disanadkan. Dalam pengertian

istilah, kata musnad mempunyai tiga makna, yaitu:

1) Kitab yang menghimpun hadits sistem periwayatan masing-masing

sahabat, misalnya Musnad Imam Ahmad;

2) Hadits marfu’ yang muttashil sanadnya, maka hadits yang demikian

dinamakan hadits musnad;

3) Bermakna sanad tetapi dalam bentuk Mashdar Mim.

Matan Hadits
Secara harfiyah matan berasal dari bahasa Arab matan yang berarti apa saja
yang menonjol dari (permukaan) bumi, berarti juga sesuatu yang tampak jelas,
menonjol, punggung jalan atau bagian tanah yang keras dan menonjol ke atas,
matan al-ard berarti lapisan luar/kulit bumi, dan yang berarti kuat/kokoh.
Sedangkan menurut peristilahan Ilmu Hadits, al-Badr bin Jama'ah
Memberikan batasan pengertian matan yakni:
- Matan adalah redaksi (kalam) yang berada pada ujung sanad.

11
12

- Matan adalah kata-kata (redaksi) hadits yang dapat dipahami maknanya.


Matan hadits juga disebut dengan pembicaraan atau materi berita yang
dicover oleh sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rasulullah SAW,
sahabat maupun tabi’in. Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi atau
perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi SAW.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mantan adalah redaksi atau teks
bagi hadist. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan adalah:
"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk
saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam
memahami hadis ialah ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada
Nabi Muhammad atau bukan, matan hadis itu sendiri dalam hubungannya
dengan hadis lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau
menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang
bertolak belakang atau tidak).
Selama sejarah kehadiran, konsep ajaran yang dibawa oleh Rasul hampir
semuanya dinarasikan/dibahasakan kembali oleh para sahabat dengan Faqahah
dan skill kebahasaan mereka masing-masing, tak terkecuali hadits qauli yang
selanjutnya diteruskan oleh generasi sesudahnya dengan kapasitas yang beragam
dan sangat personal. Sehingga dapat dimaklumi jika lafazh yang merumuskan
konsep ajaran tersebut banyak memiliki redaksi yang berbeda-beda sebagaimana
terdokumentasikan dalam berbagai kitab koleksi dan kadang lafazhnya tidak fasih
(rakikul-lafdh). Seperti itulah riwayah bil-ma’na. Sehingga merupakan kesalahan
yang fatal jika seseorang mengkulturkan lafadz matan dan menganggapnya sakral.
Karena hadits sangatlah berbeda dengan al-Qur’an yang qath'i ats-tsubut
sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah dalam surat al-Hijr ayat 9 tentang
keterjaminan otentisitas al-Qur’an baik dari segi teks maupun substansi doktrinnya.
Tata letak matan dalam struktur utuh penyajian hadits senantiasa berada
pada ujung terakhir setelah penyebutan sanad. Kebijakan peletakan itu menunjuk
fungsi sanad sebagai pengantar data mengenai proses sejarah transfer informasi
hadits dari narasumbernya. Dengan kata lain, fungsi sanad merupakan media
pertanggungjawaban ilmiah bagi asal-usul fakta kesejarahan teks hadits.

. Mukharrij

12
13

Makna harfiah kata mukharrij yang berasal dari kata kharaja adalah orang
yang mengeluarkan. Makna tersebut juga bisa didatangkan dari kata akhraja dengan
isim fa’ilnya mukharrij. Menurut para ahli hadits, yang dimaksud dengan mukharrij
adalah sebagai berikut: (Mukharrij atau mukharrij: orang yang berperan dalam
pengumpulan hadits). Dapat juga didefinisikan Mukharrij Hadits adalah orang yang
menyebutkan perawi hadits. Istilah ini berbeda dengan al-muhdits/al-muhaddits yang
memiliki keahlian tentang proses perjalanan hadits serta banyak mengetahui nama-
nama perawi, matan-matan dengan jalur-jalur periwayatannya, dan kelemahan
hadits
Siapapun dapat disebut sebagai mukharrij ketika ia menginformasikan
sebuah hadits baik dalam bentuk lisan maupun tulisan dengan menyertakan
sanadnya secara lengkap sebagai bukti yang dapat dipertanggung jawabkan tentang
kesejarahan transmisi hadits. Yang pasti, mukharrij merupakan perawi terakhir
(orang yang terakhir kali menginformasikan ) dalam silsilah mata rantai sanad.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa apa yang dimaksud dengan
mukharrij atau mukharrij adalah perawi hadits (rawi), atau orang-orang yang telah
berhasil menyusun kitab berupa kumpulan hadits, seperti al-Bukhari, Muslim, Malik,
Ahmad, dsb. Dalam contoh hadits di atas al-Bukhari adalah seorang mukharrij /
mukharrij / rawi bagi sebuah hadits.
Setiap orang yang bergelut dalam bidang hadits dapat digolongkan menjadi
beberapa tingkatan antara lain sebagai berikut:
1. Al-Talib; adalah orang yang sedang belajar hadits.
2. Al-Muhadditsin; adalah orang yang mendalami dan menganalisis hadits
dari segi riwayah dan dirayah.
3. Al-Hafidz; adalah orang yang hafal minimal 100.000 hadits.
4. Al-Hujjah; adalah orang yang hafal minimal 300.000 hadits.
5. Al-Hakim; adalah orang yang menguasai hal-hal yang berhubungan
dengan hadits secara keseluruhan baik ilmu maupun mushthalahul hadits.
6. Amirul Mukminin fil hadits; ini adalah tingkatan yang paling tinggi.
Menurut syeikh Fathuddin bin Sayyid al-Naas, al-muhaddits pada zaman
sekarang adalah orang yang bergelut/sibuk mempelajari hadits baik riwayat maupun
dirayah, mengkombinasikan perawinya dengan mempelajari para perawi yang
semasa dengan perawi lain sampai mendalam, sehingga ia mampu mengetahui
guru dan gurunya guru perawi sampai seterusnya.

13
14

3.Kedudukan dan Fungsi Hadits terhadap Al-Quran

Dilihat dari tingkatannya, kedudukan hadits menempati urutan kedua

setelah Alquran sebagai landasan hukum Islam.Sementara dari

keutamaannya, ada empat fungsi hadits terhadap Al Quran, diantaranya:

1. Bayan At-Taqrir

Bayan At-Taqrir adalah salah satu fungsi hadits untuk memperjelas isi yang

ada di dalam Al Quran.Dengan begitu, umat Islam bisa memahami apa

yang terdapat di dalam Al Quran dengan mudah.Hal ini meliputi

pemahaman tentang ketentuan hukum Islam hingga menjalankan perintah

Allah SWT yang ada di dalamnya.

2.Bayan At-Tafsir

Fungsi hadits selanjutnya adalah Bayan At-Tafsir, yakni menafsirkan isi Alquran
yang masih bersifat umum (mujmal).Selain itu, hadits juga bermanfaat untuk
memberikan batasan terhadap ayat-ayat Alquran yang sifatnya mutlak.Dengan kata
lain, penafsiran terhadap Al Quran akan dirincikan secara lebih detail di dalam
hadits. Sebagai contoh, dalam sebuah hadits Muslim dijelaskan mengenai hukum
pencurian dalam Islam.

“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau


memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.” (HR Muslim)

Hadits ini menjelaskan tentang hukum mencuri yang dikatakan dalam surat Al-
Maidah ayat 38, bunyinya sebagai berikut:

‫َو ٱلَّساِر ُق َو ٱلَّساِر َقُة َف ٱْقَط ُع ٓو ۟ا َأْي ِدَي ُهَم ا َج َز ٓاًۢء ِبَم ا َك َسَب ا َن َٰك اًل ِّم َن ٱِهَّللۗ َو ٱُهَّلل َع ِز يٌز َح ِكيٌم‬

(Wassariqu wassariqotu faqta'u aidiyahuma jaza`am bima kasaba nakalam minallah,


wallahu 'azizun hakim)

Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah.” (QS. Al-Maidah: 38)

3. Bayan At-Tasyri

14
15

Fungsi hadits selanjutnya adalah Bayan At-Tasyri.

Bayan At-Tasyri artinya memberikan kepastian hukum Islam yang tidak dijelaskan di
dalam Alquran. Dengan adanya hadits, umat Islam bisa lebih memahami hukum
yang dijelaskan dalam Alquran.

Contoh dari Bayan At-Tasyri bisa dilihat dari hadits riwayat Muslim yang
menjelaskan tentang zakat fitrah.

“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadan
satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-
laki atau perempuan.” (HR. Muslim)

Hadits tersebut memperjelas hukum zakat fitrah yang terdapat dalam surat At-
Taubah ayat 103, yakni:

‫ُخ ْذ ِمْن َاْم َو اِلِه ْم َص َد َقًة ُتَط ِّهُرُه ْم َو ُت َز ِّك ْي ِه ْم ِبَه ا َو َص ِّل َع َلْي ِه ْۗم ِاَّن َص ٰل وَت َك َس َك ٌن َّلُهْۗم َو ُهّٰللا َسِم ْيٌع َع ِلْي ٌم‬

(Khudz min amwalihim shodaqotan tuthohhiruhum wa tuzakkihim biha wa salli


'aleyhim, inna salateke sakanul lahum, wallahu sami'un 'alim)

Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan mensucikan
mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS.
At-Taubah: 103)

4.Bayan Nasakh
Fungsi hadits yang terakhir adalah Bayan Nasakh, artinya untuk mengganti

ketentuan terdahulu.Fungsi Bayan Nasakh ini bisa dilihat dalam sebuah hadits

Muslim yang berbunyi:

“Sesungguhnya Allah telah memberikan setiap orang haknya masing-masing, maka

tidak ada wasiat untuk ahli waris.” (HR. Muslim)

Hal ini mengacu pada ketentuan ahli waris yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah

ayat 180 yang berbunyi:

‫ُك ِتَب َع َلْي ُك ْم ِاَذ ا َح َضَر َاَح َد ُك ُم اْلَم ْو ُت ِاْن َت َر َك َخ ْيًر اۖ ۨ اْلَو ِص َّي ُة ِلْلَو اِلَد ْي ِن َو اَاْلْق َر ِبْي َن ِباْلَم ْع ُرْو ِۚف َح ًّقا َع َلى اْلُم َّت ِقْي َن‬

15
16

(Kutiba 'alaikum iza hadara ahadakumul-mautu in taraka khairanil-waiyyatu lil-

walidaini wal-aqrabina bil-ma'rufaqqan 'alal-muttaqin)

Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang di antara kamu kedatangan

(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-

bapak dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang

yang bertaqwa.” (QS.Al-Baqarah: 180)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

16
17

Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan,

perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan

menurut yang lainnya adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi,

baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”Khabar

menurut bahasa adalah “Semua berita yang disampaikan oleh seseorang

kepada orang lain.” Menurut ahli hadits, khabar sama dengan hadits.

Keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu’,

dan mencakup segala sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in.

Adapun atsar berdasarkan bahasa sama pula dengan khabar, hadits, dan

sunnah.Dari pengertian menurut istilah, terjadi perbedaan pendapat di

antara ulama. “Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan

khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat, dan

tabi’in. Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk yang

mauquf dan khabar untuk yang marfu.

B. Saran

Dalam makalah ini masih banyak kekurangan, pembaca diharapkan lebih

banyak membaca buku-buku tentang Pengertian Hadits, Khobar, dan

Atsar, sehingga lebih banyak menambah ilmu dan wawasan tentang

17
18

pengertian tersebut,Kritik dan saran juga kami harapkan dari pembaca,

untuk membuat makalah-makalah selanjutnya agar lebih baik lagi.

18
19

DAFTAR RUJUKAN

1. Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Logos, 1998

2. Suparta, Drs. Munzier, ILmu Hadis, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2002.

3. Suryadilaga, Dr. M Alfatih, dkk, Ulumul Hadis. Yogyakarta: Teras, 2010.

19

Anda mungkin juga menyukai