Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah dengan judul : Ulumul Hadits.
Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. beserta para Sahabatnya yang merupakan inspirator terbesar dalam segala
keteladanannya.
Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Agama Islam Kemuhammadiyahan yaitu Bapak Wahyu Fajar, S.Pi yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak” begitu pun
juga makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.
Semoga makalah ini memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis khususnya,
dan memberikan banyak manfaat kepada pembaca pada umumnya. Sesuai dengan
sabda Rasullullah SAW. “Sebaik-baik diantara manusia sekalian, ialah
orang yang memberi manfaat kepada orang lain”.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
Salah satu bentuk nyata para ahli hadis ialah dengan lahirnya istilah Ulumul
Hadits (Ilmu Hadits) yang merupakan salah satu bidang ilmu yang penting di
dalam Islam, terutama dalam mengenal dan memahami hadits-hadits Nabi
SAW. Karena hadits merupakan sumber ajaran dan hukum Islam kedua
setelah dan berdampingan dengan Alquran. Namun begitu perlu disadari
bahwa hadis-hadis yang dapat dijadikan pedoman dalam perumusan hukum
dan pelaksanaan ibadah serta sebagai sumber ajaran Islam adalah hadis-hadis
yang Maqbul (yang diterima), yaitu hadits sahih dan hadits hasan. Selain
hadits maqbul, terdapat pula hadits Mardud, yaitu hadits yang ditolak serta
tidak sah penggunaannya sebagai dalil hukum atau sumber ajaran Islam.
Bahkan bukan tak mungkin jumlah hadits mardud jauh lebih banyak
jumlahnya daripada hadits yang maqbul.
Untuk itulah umat Islam harus selalu waspada dalam menerima dan
mengamalkan ajaran yang bersumber dari sebuah hadits. Artinya, sebelum
meyakini kebenaran sebuah hadits, perlu dikaji dan diteliti keotentikannya
sehingga tidak terjerumus kepada kesia-siaan. Adapun salah satu cara untuk
membedakan antara hadits yang diterima dengan yang ditolak adalah dengan
mempelajari dan memahami Ulumul Hadits yang memuat segala
permasalahan yang berkaitan dengan hadits.
Kata al-Hadits adalah kata mufrad, yang jamaknya adalah al-ahadits dan
dasarnya adalah tahdits artinya pembicaraan. Dari sisi bahasa, kata hadits
memiliki beberapa arti, diantaranya adalah :
1. Al-jadid, artinya yang baru, lawan katanya adalah al-qadim yang artinya
yang lama, dalam arti ini menunjukan adanya waktu dekat dan singkat.
2. Al-thariq artinya jalan, (jalan yang ditempuh).
3. Al-khabar, artinya berita.
4. Al-sunah, artinya perjalanan.
2.2 Pokok-pokok dalam Ulumul Hadits
Secara garis besar, ulama hadis mengelompokkan ilmu hadits ke dalam dua
bidang pokok, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
1. Ilmu Hadis Riwayah
Menurut bahasa, riwayah dari akar kata rawa, yarwi, riwayatan, yang
berarti an-nagln : memidahkan dan penukilan, adz-dzikir : penyebutan,
dan ad-fatl : pemintalan. Periwayatan adalah memindahkan berita atau
menyebutkan berita dari orang tertentu kepada orang lain dengan
dipertimbangkan/dipintal kebenarannya. Dalam bahasa Indonesia sering
disebut riwayat dalam arti memindahkan berita dari sumber berita kepada
orang lain. Ilmu Hadis Riwayah, secara istilah sebagaimana yang
dikemukakan Dr. Shubhi Ash-Shalih :
Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang periwayatan
secara teliti dan berhati-hati bagi segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan maupun sifat
serta segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat tabi‟in.
2. Matan
Kata matan menurut bahasa berarti: keras, kuat, suatu yang nampak dan
yang asli. Dalam perkembangan karya penulisan ada matan dan syarah.
Matan disini di maksudkan karya atau karangan asal seseorang yang pada
umumnya menggunakan bahasa yang universal, padat, dan singkat.
Dimaksudkan dalam konteks hadits, hadits sebagai matan kemudian
diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulama, misalnya
Shahih Bukhari disyarahkan oleh Al-Asqolani dengan nama Fath al-Bari’
dan lain-lain.
Yang di sebut dengan matan hadits, ialah pembicaraan (kalam) atau materi
berita yang diover oleh sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda
Rasulullah saw, sahabat atau tabi’in. Baik isi pembicaraan itu tentang
perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak di sanggah oleh
Nabi, Misalnya, Al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw
bersabda,”Penghulu syuhada adalah Hamzah dan orang yang berdiri
dihadapan penguasa untuk menasehatinya lantas ia dibunuh karenanya”.
Pernyataan demikian merupakan matan (isi dari sebuah hadits) yang
diriwayatkan oleh Imam Malik. Contoh lain, Imam Bukhari dan Imam
Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,”Masyarakat itu
berserikat dalam tiga barang: air, padang gembalaan, dan api”. Sabda
Rasul tersebut merupakan matan hadits yang diriwayatkan oleh kedua
perawi hadits tersebut.
3. Rawi
Rawi adalah orang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa
yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang (guru). Bentuk
jamaknya ruwah dan perbuatannya menyampaikan hadis tersebut
dinamakan me-rawi (meriwayatkan hadits). Seorang penyusun atau
pengarang, bila hendak menguatkan suatu hadtis yang ditakhrijkan dari
suatu kitab hadis pada umumnya membubuhkan nama rawi (terakhirnya)
yakni salah satunya Imam Muslim, Imam Bukhari, Abu Daud, Ibnu
Majah, dan lain sebagainya. Ini berarti bahwa rawi yang terkhir bagi kita
semisal Bukhari dan Muslim, kendatipun jarak kita dan beliau sangat jauh
dan tidak segenerasi, namun demikian kita dapat menemui dan menguji
kitab beliau, hal ini merupakan sanad yang kuat bagi kita bersama. Untuk
menghemat mencantumkan nama-nama rawi yang banyak jumlahnya,
penyusun kitab hadits, biasanya tidak mencantumkan nama-nama para
perawi secara keseluruhan, melainkan hanya merumuskan dengan
bilangan yang menunjukan banyak atau sedikitnya rawi hadis pada akhir
matnul haditsnya. Misalnya rumusan yang diciptakan oleh Ibnu Isma’il as-
Shan’any dalam kitab Subulus-Salam:
a. Akhrajahus-Sab’ah: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu
Dawud, Turmidzi, An-Nasa’iy, dan Ibnu Majah.
b. Akhrajahus-Sittah: diriwayatkan oleh enam rawi, yakni tujuh rawi
diatas kecuali Imam Ahmad.
c. Akhrajahul-Khamsah: diriwayatkan oleh lima orang rawi, yakni tujuh
rawi diatas, di kurangi Buklhari dan Muslim. Rumusan ini dapat
diganti dengan istilah Akhrajahul-Arba’ah wa Ahmad.
d. Akhrajahul-Arba’ah: Ashabus-Sunan yang empat yakni Abu Dawud,
At-Turmidzi, An-Nasa’iy, dan Ibnu Majah.
e. Akhrajus-Tsalatsah: diriwayatkan oleh tiga orang rawi yakni Abu
Dawud, At-turmidzi, dan An-Nasa’iy.
f. Akhrajahus-Syaikhain: diriwayatkan dua imam hadis yakni Bukhari
dan Muslim.
g. Akhrajahul-Jama’ah: diriwayatkan oleh rawi-rawi hadis yang banyak
jumlahnya.
h. Muttafakun ‘Alaih: diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Imam
Ahmad (rumusan yang diciptakan oleh Mansur Ali Nashif).
Seluruh umat islam, tanpa kecuali telah sepakat bahwa hadits merupakan salah
satu sumber ajaran islam. Ia menempati kedudukannya yang sangat penting
setelah al-Qur’an. Kewajiban mengikuti hadits bagi umat islam sama wajibnya
dengan mengikuti Al Qur’an. Hal ini karena hadits mubayyin (penjelasan)
terhadap al-Qur’an. Tanpa memahami dan menguasai hadits siapa pun tidak
bisa memahami al-Qur’an. Sebaliknya siapapun tidak akan bisa memahami
hadits tanpa memahami al-Qur’an karena al-Qur’an merupakan dasar hukum
pertama, yang didalamnya berisi garis besar syariat, dan hadits merupakan
dasar hukum kedua yang didalamnya berisi penjabaran dan penjelasan al-
Qur’an. Dengan demikian antara hadits dan al-Qur’an memiliki kaitan yang
sangat erat, yang satu sama lain tidak bisa dipisah-pisahkan atau berjalan
sendiri-sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, kedudukan hadits dalam islam tidak dapat diragukan
karena terdapat penegasan yang banyak, baik didalam al-Qur’an maupun
dalam hadits nabi Muhammad SAW, Jumhur Ulama menyatakan bahwa al-
Hadits menempati urutan kedua dalam Islam setelah al-Qur’an. Dalam al-
Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk taat kepada
Allah dan Rasul-Nya. Hal tersebut dapat kita lihat dari beberapa firman Allah
sebagai berikut :
ئ فـردوهAAيآايــها الـذين امنوآ اطيعواهللا واطيعواالـرسول واولي األمر منــكم فإن تنــازعـتم فى ش
ك خــير واحــسن تأويـــالAA ذل,وم األخــرAAالى هللا والرســول ان كـــنتم تؤمـنون بــاهلل والي
) : (النساء
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan
Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah-
Nya). Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian,
yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
3.1 KESIMPULAN
- Ilmu Hadits adalah ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Nabi
SAW. Perintis pertama Ilmu Hadits adalah Al Qadi Abu Muhammad Ar-
Ramahurmuzy. Pada mulanya, Ilmu Hadits merupakan beberapa ilmu
yang masing-masing berdiri sendiri, ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat
parsial tersebut disebut dengan Ulumul Hadits, karena masing-masing
membicarakan tentang hadits dan para perawinya. Akan tetapi pada masa
berikutnya ilmu-ilmu itu digabungkan dan dijadikan satu serta tetap
menggunakan nama Ulumul Hadits.
- Kata al-Hadits adalah kata mufrad, yang jamaknya adalah al-ahadits dan
dasarnya adalah tahdits artinya pembicaraan. Dari sisi bahasa, kata hadits
memiliki beberapa arti, diantaranya adalah :
1. Al-jadid, artinya yang baru, lawan katanya adalah al-qadim yang
artinya yang lama, dalam arti ini menunjukan adanya waktu dekat dan
singkat.
2. Al-thariq artinya jalan, (jalan yang ditempuh).
3. Al-khabar, artinya berita.
4. Al-sunah, artinya perjalanan.
- Unsur-unsur Ulumul Hadits meliputi :
1. Sanad
Dalam bidang ilmu hadits sanad itu merupakan neraca untuk
menimbang shahih atau dhaifnya.
2. Matan
Matan dimaksud adalah karya atau karangan asal seseorang yang pada
umumnya menggunakan bahasa yang universal, padat, dan singkat.
Dimaksudkan dalam konteks hadits, hadits sebagai matan kemudian
diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulama, misalnya
Shahih Bukhari disyarahkan oleh Al-Asqolani dengan nama Fath al-
Bari’ dan lain-lain.
3. Rawi
Rawi adalah orang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab
apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang (guru).