Anda di halaman 1dari 14

BAB I

A. Latar Belakang
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu mengetahui cara pembuatan salep baik dan benar
2. Mahasiswa mampu mengetahui zat aktif serta zat tambahan dalam salep
3. Membuat salep dengan berbagai jenis basis, mengamati pengaruh basis terhadap karakteristik
fisik dan pelepasan bahan aktif

[Type text]
BAB II

DASAR TEORI

A. Salep
1. Pengertian Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai
obat luar (FI III hal 33,1979). Salep adalah sediaan setengah padat dapat ditujukan untuk
pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir (FI IV hal 18, 1995).
Menurut Howard C, Ansel (pengantar bentuk sediaan farmasi hal 502), salep adalah
preparat setengah padat untuk pemakaian luar, salep dapat mengandung obat atau tidak
mengandung obat. Salep yang tidak mengandung obat biasanya di katakan sebagai dasar
salep yang digunakan sebagai pembawa dalam penyiapan salep yang mengandung obat.
2. Persyaratan Salep (FI III, 1979)
2.1 Pemerian : tidak boleh berbau tengik
2.2 Kadar : kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau
narkotik kadar obat adalah 10%.
2.3 Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
2.4 Penandaan : pada etiket harus tertera “obat luar”.
2.5 Dasar salep, kualitas dasar salep yang baik adalah :
a. stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembaban dan harus bebas dari
inkompibilitas selama pemakaian.
b. lunak, harus halus dan homogeny
c. mudah dipakai
d. dasar salep yang cocok, serta
e. terdistribusi secara merata

3. Penggolongan Salep

3.1 Menurut konsistensinya

a. Ungenta, salep yang memiliki konsistensinya seperti mentega, tidak mencair pada
suhu biasa, mudah dioleskan tanpa memakai tenaga.
b. Krim (cream), salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit, suatu tipe
yang dapat dicuci dengan air.
c. Pasta, mengandung ≥50% zat padat (serbuk), berupa salep tebal karena
merupakan penutup/pelindung bagian kulit yang dioles.
[Type text]
d. Cerata, salep yang berlemak yang mengandung persentase lilin (waks) yang tinggi
sehingga konsistensinya lebih keras.
e. Gelones/jelly, salep yang halus, umumnya air dan sedikit mengandung atau tidak
mengandung mukosa; sebagai pelican atau basis biasanya berupa campuran
sederhna yang terdiri dari minyak dan lemak dengantitik lebur rendah, contohnya
starch jelly (amilum 10% dengan air mendidih).
3.2 Menurut farmakologi
a. salep epidermis (epidemic ointment; salep penutup) guna melindungi kulit dan
menghasilkan efek local, tidak diabsopsi, kadang-kadang ditambahkan
antiseptik, astriengensia untuk meredakan rangsangan atau anestesi local. Dasar
salep yang baik adalah ds.senyawa hidrokarbon.
b. Salep endodermis, salep yang bahan obatnya menembus ke dalam kulit, tetapi
tidak melalui kulit, terabsorbsi sebagian, digunakan untuk meluakkan kulit atau
selaput selaput lendi. Dasar yang terbaik adalah minyak lemak.
c. Salep diadermi, salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui
kulit dan mencapai efek yang diinginkan, misalnya salep yang mengandung
senyawa merkuri iodida,beladona.
3.3 Menurut dasar salepnya
a. salep hidrofobik yaitu salep salep yang tidak suka air atau salep denag dasar
salep berlemak (greasy basis) tidak dapat dicuci dengan air, misalnya :
campuran lemak, minyak lemak, malam.
b. Salep hidrofilik yaitu salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya ds.tipe
m/a.
3.4 Menurut Formularium Nasional (Fornas)
a. Dasar salep 1(ds.senyawa hidrokarbon)
b. Dasar salep 2 (ds.serap)
c. Dasar salep 3 (ds.yang dapat dicuci dengan air atau ds.emulsi m/a)
d. Dasar salep 4 (ds yang dapat larut dalam air)

4. Dasar Salep

Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok, yaitu:
4.1 Senyawa hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain vaselin putih dan
salep putih. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan

[Type text]
kulit dan bertindak sebagai pembalut/penutup. Digunakan terutama sebagai emolien
dan sukar dicuci. Tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.
4.2 Dasar salep serap
a. Dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak
(a/m) seperti paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat.
b. Emulsi air dalam minyak (a/m) yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air
tambahan (lanolin).

Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai emolien.

4.3 Dasar salep yang dapat dicuci dengan air


Merupakan emulsi minyak dalam air (m/a) antara lain salep hidrofilik dan lebih tepat
disebut krim/cream. Dasar ini dinyatakan juga “dapat dicuci dengan air” karena
mudah dicuci dari kulit atau dilap basah, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar
kosmetik. Keuntungan lain dari salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan
mudah menyerap cairan yang tejadi pada kelajuan dermatologik.
4.4 Dasar salep larut dalam air
Disebut juga “dasar salep tak berlemak” dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar
salep ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan
air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti paraffin laonolin anhidrat
atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel (Farmakope Indonesia IV, 1995).

Pemilihan dasar salep tergantung beberapa faktor, yaitu:

1. Khasiat yang diinginkan


2. Sifat bahan obat yang dicampurkan
3. Ketersediaan hayati
4. Stabilitas dan ketahanan sediaan jadi
B. Cream
1. Pengertian

Krim (cremores) adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung
satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai
dan mengandung air tidak kurang dari 60%.

[Type text]
2. Tipe cream

Krim ada 2 tipe yaitu tipe minyak dalam air (m/a) dan tipe air dalam minyak. Krim yang
dapat bercampur dengan air (m/a0 ditujukan untuk penggunaan kosmetik dan estetika. Krim
juga dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vagina.

Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki
sebagai bahan pengemulsi krim, dapat digunakan emulgid, lemak bulu domba, setasium,
setilalkohol, stearilalkohol, golongan sorbitan, polisorbat, PEG dan sabun.

Bahan pengawet yang sering digunakan umumnya adalah metilparaben (nipagin) 0,12-0,18%
dan propilparaben (nipasol) 0,02-0,05%. (Syamsuni, 2006)

Berdasarkan mekanisme kerja sediaan topical, penetrasi krim jenis w/o jauh lebih baik
dibndingkan dengan o/w karena komonen minyak menjadikan bentuk sediaan bertahan lebih
lama tertinggal diatas permukaan kulit. Krim o/w memiliki daya pendingin lebih baik dari
krim w/o sementara daya emolien w/o lebih besar dari o/w. (yanhendri, 2012)

Dalam pembuatan krim diperlukan suatu bahan dasar. Bahan dasar yang digunakan harus
memenuhi criteria-kriteria tertentu. Kualitas dasar krim yang diharapkan adalah sebagai
berikut:

a. Lunak
b. Stabil
c. Mudah dipakai
d. Dasar krim yang cocok
e. Terdistribusi merata

Fungsi krim adalah

a. Sebagai bahan pembawa substain obat untuk pengobatan kulit


b. Sebagai bahan pelumas bagi kulit
c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu, mencegah kontak langsung dengan zat-zat berbahaya
(Anief, 1999)

Cara pembuatan krim

Bagian lemak dilebur diatas tangas air, kemudian tambahkan bagian airnya dengan zat pengemulsi. Setelah
itu, aduk sampai terbentuk suatu campuran yang berbentuk krim. (Syamsuni, 2006)

Evaluasi mutu

[Type text]
1. Pemerian
Pemerian dilakukan terhadap bentuk, warna, bau, dan suhu lebur
2. Homogenitas
Pengujian hoogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan krim bahan
aktif obat dengan bahan dasarnya dn bahan tambahan lain yang tercampur secara homogeny.
Persyaratannya harus homogeny sehingga krim yangv dihasilkan mudah digunakan dan terdistribusi
secara merata saat penggunaan pada kulit. Alat yang digunakan untuk pengujian adalah homogenitas
adalah roller mill, collad mill, homogenizer tipe katup (Anief, 1995)
3. Stabilitas
Stabilitas dapat didefiisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang
diterapkan dalam sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat, dan karakteristiknya sama
dengan dimilikinya pada suatu produk dibuat (Dirjen POM, 1995)
4. pH
pengukuran dilakukan pada suhu 25 2, kecuali dinyatakan lain masing-masing monografi (Dirjen
POM, 1995)
5. Keseragaman sediaan
Penetapan kadar dapat dilakukan untuk mengetahui kadar zat aktif pada sediaan
6. Keseragamaan sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan menggunakan dua metode yaitu keseragaman bobot
dan keseragaman kandungan (Dirjen, 1995)
7. Penandaan
Penndaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan obat secara
tepat, rasional, dan aman. Penandaan adalah keterangn yang lengkap mengenai obat jadi, khasiat,
keamanan, serta cara penggunaannya, tanggal kadaluarsa bila ada

5 MONOGRAFI BAHAN
Salep
5.1 Ichtyol/Ikhtamol/Ichtammolum (FI III hal 303)
3.1.1 pemerian : cairan kental, hampir hitam, bau khas
3.1.2 kelarutan : dapat campur dengan air, dengan gliserol P, dengan minyak
lemak dan dengan lemak larut sebagian dalam etanol (95%) P dan dalam eter P.
3.1.3 khasiat dan penggunaan : antiseptikum ekstern
3.2 Vaselin flavun/vaselin kuning (FI III hal 633)
[Type text]
3.2.1 pemerian : massa lunak, lengket, bening, kuning muda sampai kuning; sifa ini tetap
setelah zat dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk. Berflouresensi lemah,
juga jika dicairkan; tidak berbau; hamper tidak berasa.
3.2.2 kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut dalam
kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P, larutan kadang-kadang
berflouresensi lemah.
3.2.3 khasiat dan penggunaan : zat tambahan (basis/dasar salep)
Cream
a. Asam salisilat
Pemerian: hablur ringan tidak berwarna atau serbuk putih; hamper tidak berbau, rasa
agak manis dan tajam
Kerutan: larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol 95% mudah larut dalam
kloroform dan dalam eter, larut dalam larutan ammonium asetat, dinatrium hydrogen
fosfat, kalium sitrat; dan natrium sitrat
Penyimpanan: dalam wadah tertutup baik
b. Asam steara
c. TEA
d. Adeps lanae
e. Paraffin liquidum
f. Aquadest
g. Nipagin

6 FORMULASI
Unguentum Ichtyoli (FMS hal 95)

R/ Ichtyol 10
Vaselin flavum ad 100
m.f ung
s.u.e

7 ALAT DAN BAHAN

No Alat Bahan
1 Timbangan Ichtyol
2 Mortir dan stemper Vaselin flavum
3 Kaca arloji

[Type text]
4 Sudip
5 Pot salep
6 Sendok porselin
7 Sendok tanduk
8 Kertas perkamen

8 PERHITUNGAN
8.1 Ichtyol : 10/100X10 = 1 gram
8.2 Vaselin flavum : 100/100X10 = 10 gram – 1 gram = 9 gram

9 PENIMBNGAN
7.1 Ichtyol : 1 gram
7.2 Vaselin flavum : 9 gram

10 PROSEDUR KERJA
SALEP
10.1 Setarakan timbangan dan siapkan bahan serta alat
10.2 Timbang bahan yang diperlukan (Ichtyol =1 gram dan Vaselin flavum = 9
gram)
10.3 Masukkan vaselin flavum ke dalam mortir
10.4 Tambahkan ichtyol sedikit demi sedikit, gerus ad homogeny
10.5 Setelah tercampur rata, masukkan dalam pot salep
10.6 Beri etiket biru tanda untuk pemakaian luar
10.7 Masukkan dalam kemasan sekunder dan masukkan brosurnya
CREAM
a. Pembuatan basis cleansing cream
1. Persiapkan alat, timbang semua bahan, dan panaskan mortir
2. Larutkan nipagin dalam air panas (air 20x nipagin) ambil 4 ml
3. Larutkan TEA dalam air panas
4. Leburkan Asam stearat, Paraffin liquidum dan Adeps lanae diatas
cawan penguap
5. Masukkan leburan ke dalam mortir hangat, campurkan campuran
no 2 dan no 3 secara bersamaan, segera gerus cepat ad homogeny
6. Tambahkan sisa air dan gerus cepat lagi ad homogeny
7. Tambahkan asam salisilat yang telah dilarutkan dengan etanol,
gerus ad homogeny
[Type text]
8. Pindahkan ke dalam pot dan beri etiket

11 EVALUASI
SALEP

No Parameter Spesifikasi
1 Organoleptis
a. Bentuk Salep
b. Warna Coklat kehitaman
c. Bau Khas
2 PH 6
3 Homogenitas Hampir homogen

CREAM

No Parameter Spesifikasi
1 Organoleptis
d. Bentuk Kim
e. Warna Putih
f. Bau Khas
2 PH 7
3 Homogenitas Homogen

12 PEMBAHASAN
10. A SALEP
Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan membuat sediaan semi solid yaitu salep.
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar
(FI III, 1979). Pada pembuatan salep ini menggunakan formulasi resep standar Unguentum
Ichtyoli (FMS hal 95). Bahan-bahan yang digunakan ialah ichtyoli yang merupakan zat aktif
dari salep ini dan merupakan garam amonium asam sulfonat yang diperoleh dari batuan
bitumen, bercampur dengan amonuim sulfat dan air yang berkhasiat sebagai antiseptikum
[Type text]
ekstern dan vaselin flavum sebagai basis salep yang termasuk dasar salep senyawa
hidrokarbon. Digunakan vaselin flavum karena ichtyol merupakan zat aktif yang larut dalam
lemak.
Dalam pelaksanaan pembuatan salep ini yang pertama-tama dilakukan adalah setarakan
timbangan dan siapkan bahan serta alat yang dipergunakan. Kemudian bahan ditimbang sesuai
perhitungan dan penimbangan lalu vaselin flavum dimasukkan dalam mortir dan ditambahkan
ichtyol sedikit demi sedikit, digerus hingga halus dan homogen. Jika ichtyol ditambahkan
pada massa salep yang masih panas atau gigerus terlalu lama, maka akan terjadi pemisahan
sehingga ichtyol ditambahkan terakhir sedikit demi sedikit. Setelah tercampur rata, sediaan
dimasukkan ke dalam pot salep dan diberi etiket biru sebagai tanda untuk pemakaian luar.
Kemudian dimasukkan dalam kemasan sekunder disertai dengan brosur.
Untuk evaluasi dilakukan uji organoleptik yang terdiri dari warna, bentuk dan bau. Dari
hasil percobaan didapatkan bentuk sediaan termasuk dalam kategori salep, warna coklat
kehitaman dan baunya khas sesuai dengan pemerian ichtyol. Dan untuk uji PH apakah sesuai
dengan PH kulit atau tidak caranya kertas PH dioleskan pada salep lalu diukur PH nya dan
didapatkan PH 6 (sudah termasuk PH kulit). Sedangkan untuk uji homogenitas caranya adalah
dioleskan salep di atas kaca obyek lalu diratakan tipis-tipis dan diamati homogenitas bahan
aktif dalam basis salep. Didapatkan hasil uji homogenitasnya adalah hampir homogen karena
cara pembuatannya kurang teliti dan penggerusan yang kurang merata.
Salep ini digunakan sebagai antiseptikum ekstern (antiseptic bagian luar badan) dan cara
pakainya adalah dioleskan 1-2 kali sehari pada bagian terkena infeksi. Salep ini digunakan
hanya untuk pemakaian luar tubuh dan penggunaan berlebih dapat dapat mengiritasi jaringan
karena salep itu harusnya dioleskan tipis-tipis agar zat aktif dapat masuk dalam jaringan kulit
jika berlebih kulit akan teriritasi dan meradang. Dan untuk penyimpanan harus di tempat
kering di bawah suhu 300c wadah ditutup rapat, hindari pencemaran, dan hindarkan dari
jangkauan anak-anak karena jika terkena sinar matahari kemungkinan bisa mengubah zat akti
yang ada dalam salep.

10.B CREAM

Pada percobaan kedua dibuat sediaan cream yang merupakan emulsi dengan fase minyak
dalam air (m/a) disebut fase minyak dalam air dikarenakan jumlah minyak lebih sedikit
dibandingkan air dengan zat aktif asam salisilat yang dilarutkan dalam etanol terlebih dhulu
dikarenakan asam salisilat larut dalam etanol. Pembuatan cream ini menggunakan basis
cleansing cream dimana pada pembuatan cleansing cream ada dua fase yaitu fase air (air dan
TEA) dan fase minyak (paraffin liquidum dan adeps lanae) dimana asam stearat dileburkan
bersama paraffin liquidum dan adeps lanae karena asam stearat merupakan zat pengawet yang
[Type text]
larut dalam minyak sehingga seperti peraturan pembuatan salep yang pertama. Setelah
dileburkan hingga tercampur homogen leburan dipindahkan ke mortir hangat, penggunaan
mortir hangat ini berfungsi agar saat dipindahkan leburan tidak langsung menjadi padat,
kemudian campuran nipagin dan TEA dimasukkan dan segera digerus cepat hingga terbentuk
konsistensi cream yang diinginkan yaitu berupa campuran yang homogan, halus sehingga
mudah diserap oleh kulit serta fase air dan minyaknya tidak pecah, tetapi jika penggerusan
tidak cepat dan mortir kurang panas maka tidak akan terbentuk massa krim seperti pada
pembuatan cream sebelumnya terjadi pemisahan antara air dan minyak sehingga didapatkan
massa yang encer. Setelah terbentuk cleansing cream maka baru ditambahkan asam salisilat
yang telah dilarutkan dengan etanol dan digerus hingga homogen, tujuan penambahan pada
langkah terakhir yaitu agar zat aktif asam salisilat tidak hilang saat pembuatan basis cleansing
cream, sehingga ditambahkan ketika basis sudah jadi agar lebih menyatu dan homogen dengan
basis sehingga diperoleh sediaan yang bagus. Hasil yang didapatkan adalah cream yang
homogen serta halus saat dioleskan ke kulit dengan pH 7

11. ETIKET
Pharmacy medicine
Keep out of reach of children Komposisi : Asam salisilat 2% dan Cleansing cream 10%
Indikasi : Antijamur
Cara pakai : Dioleskan 2-3 kali sehari pada bagian yang terinfeksi
Sa n Qu a
CREAM
S a n Qu a
CREAM

Asam salisilat 2%-Antifungal


No.Reg : DKL 2891075290 A1
Netto: 10 g

SIMPANLAH DITEMPAT YANG KERING DI BAWAH SUHU 300C


WADAH DITEMPAT RAPAT
HINDARI PENCEMERAN

No. Batch : EKRF135


Mfg. Date : 5 2015
Exp. Date : 5 2016

12. KESIMPULAN
[Type text]
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan :
a. salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar.
Bahan obatnya harus larut atau terdispersi secara homogen dalam dasar salep yang cocok,
sedangkan cream merupakan sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu
atau lebih bahan zat aktif.
b. Bahan aktif dari sediaan salep ini adalah ichtyol yang berkhasiat sebagai obat antiseptikum
ekstern (antiseptik bagian luar badan) sedangkan cream mengandung asam salisilat yang
berkhasiat sebagai keratolitik.
c. Ph pada sediaan salep yaitu pH 6 dan pada sediaan cream pH 7. Ini berarti sudah memenuhi
persyaratan pH kulit dan homogenitas untuk salep ichtyol didapatkan kurang homogen karena
cara pembuatannya kurang teliti dan penggerusan yang kurang merata sedangkan pada cream
pembuatan ke 2 homogen dan konsistensi yang sedang tidak terlalu encer ataupun terlalu keras
d. Sediaan salep dan cream yang dibuat sesuai dengan spesifikasi sediaan yang diinginkan

13. SARAN

Rancangan etiket salep :


Nama obat jadi
Komposisi obat
Bobot netto
Nama industri farmasi
Indikasi
Cara pakai
Cara penyimpanan
Nomor registrasi
Nomor batch
Tanggal pembuatan
Tanggal kadaluwarsa

Rancangan brosur salep :


Nama obat jadi
Komposisi obat
Bobot netto
Nama industri farmasi
Cara kerja/farmakologi zat aktif
Indikasi
[Type text]
Cara pakai
Cara penyimpanan
Peringatan/perhatian
Nomor registrasi
Nomor batch
Tanggal pembuatan
Tanggal kadaluwarsa

Rancangan kemasan sekunder salep :


Nama obat jadi
Komposisi obat
Bobot netto
Nama industri farmasi
Indikasi
Cara pakai
Cara penyimpanan
Peringatan/perhatian
Nomor registrasi
Nomor batch
Tanggal pembuatan
Tanggal kadaluwarsa
Lingkaran tanda khusus obat keras/bebas/OBT

DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Anonim. 1968. Formularium Medicamentorum Selectum Cetakan Ketiga. Surabaya: ISFI.
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI.
Anonim. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Kibbe, Arthur H. 2000. Handbook of Pharmaceutical. London: United Kingdom.
Lachman, Leon dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi Ketiga. Jakarta: Universitas
Indonesia.

[Type text]
Reynolds, James E.F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeid.Book 2. London: The
Pharmaceutical Press.
Syamsuni, Drs.H. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC.

[Type text]

Anda mungkin juga menyukai