Anda di halaman 1dari 217

Dr. Indarini Dwi Pursitasari, M.Si.

Kimia Analitik
Dasar
dengan Strategi Problem Solving
dan Open-ended Experiment

Editor:
Prof. Dr. Anna Permanasari, M.Si.

i
PERHATIAN
KECELAKAAN BAGI ORANG-ORANG YANG CURANG
(QS Al-Muthaffifin Ayat 1)

Para pembajak, penyalur, penjual, pengedar, dan PEMBELI BUKU BAJAKAN


adalah bersekongkol dalam alam perbuatan CURANG. Kelompok genk ini
saling membantu memberi peluang hancurnya citra bangsa, “merampas”
dan “memakan” hak orang lain dengan cara yang bathil dan kotor.
Kelompok “makhluk” ini semua ikut berdosa, hidup dan kehidupannya
tidak akan diridhoi dan dipersempit rizkinya oleh ALLAH SWT.

(Pesan dari Penerbit ALFABETA)

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang


Dilarang keras memperbanyak, memfotokopi sebagian
atau seluruh isi buku ini, serta memperjualbelikannya
tanpa mendapat izin tertulis dari Penerbit.

© 2014, Penerbit Alfabeta, Bandung


IPA03 (viii + 208) 16 x 24 cm
Judul Buku : Kimia Analitik Dasar dengan Strategi
Problem Solving dan Open-Ended Experiment
Penulis : Dr. Indarini Dwi Pursitasari, M.Si.
Editor : Prof. Dr. Anna Permanasari, M.Si.
Desain/Tataletak : Ferli Zulhendri
Penerbit : ALFABETA, cv
Jl. Gegerkalong Hilir No. 84 Bandung
Telp. (022) 200 8822 Fax. (022) 2020 373
Website : www.cvalfabeta.com
Email : alfabetabdg@yahoo.co.id
Cetakan Kesatu : September 2014
ISBN : 978-602-289-069-0
Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)

ii
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga buku ajar
ini dapat tersusun dengan baik. Buku ajar ini disusun untuk mahasiswa
calon guru agar mahasiswa tidak hanya menguasai tentang materi
subyek saja, tetapi juga dapat memvariasikan pendekatan, strategi, dan
metode pembelajaran untuk nantinya dikembangkan di sekolahnya
masing-masing.
Penyusunan buku ajar ini dilatarbelakangi oleh kesulitan yang
dialami mahasiswa dalam menyelesaikan problem analitik serta hasil
penelitian disertasi. Dengan demikian buku ini disusun untuk
memudahkan mahasiswa dalam memahami materi analisis kuantitatif,
khususnya analisis gravimetri dan analisis titrimetri. Mahasiswa
diharapkan membaca Bab I terlebih dulu sebelum mempelajari materi
analisis kuantitatif. Selain itu mahasiswa juga diharapkan untuk
melakukan latihan soal yang terdapat pada setiap Bab untuk
meningkatkan kemampuan problem solving. Kemampuan problem
solving tidak muncul begitu saja, namun memerlukan latihan.
Penyusunan buku ajar didahului dengan penjelasan tentang karak-
teristik materi kimia analitik, startegi problem solving, dan kegiatan ope-
n-ended experiment. Hal ini dilakukan agar mahasiswa memahami
terlebih dahulu tentang strategi dan tahapan problem solving, sehingga
dapat menerapkannya dengan baik ketika mempelajari materi analisis
kuantitatif. Bab selanjutnya mengkaji tentang pengolahan data hasil
analisis kuantitatif. Kajian pada Bab II mengupas tentang galat yang
muncul selama analisis, angka bermakna, perhitungan statistik
sederhana, outlier, serta ketepatan dan kecermatan.
Sebelum mempelajari analisis kimia kuantitatif, maka Bab III akan
mengantarkan mahasiswa memahami tentang jenis dan penggunaan
peralatan dalam analisis kuantitatif, tahapan yang dilakukan dalam
analisis kuantitatif, dan bagaimana cara membuat larutan yang akan

iii
digunakan dalam analisis. Uraian analisis kuantitatif konvensional
terdapat pada Bab IV. Pembahasan diawali dengan penggolongan
analisis kuantitatif dilanjutkan dengan pendahuluan metode analisis
gravimetri dan titrimetri, serta bentuk-bentuk open-ended experiment
dalam Dasar Kimia Analitik.
Uraian materi analisis kimia kuantitatif konvensional secara
lengkap dimulai dari analisis gravimetri pada Bab V dan analisis
titrimetri pada Bab VI sampai dengan Bab IX. Pada Bab VI menjelaskan
tentang titrasi asam basa, dilanjutkan dengan titrasi pengendapan pada
Bab VII. Titrasi pembentukan kompleks dikaji pada Bab VIII, sedangkan
titrasi redoks terdapat pada Bab IX. Pembahasan untuk setiap jenis
titrasi meliputi definisi, kurva titrasi, indikator, penerapannya, dan
beberapa soal terkait dengan penentuan kuantitas analit. Beberapa
latihan soal diberikan dengan cara penyelesaiannya menggunakan
tahapan problem solving. Pada setiap Bab dari buku ini dilengkapi juga
dengan kesimpulan, pertanyaan untuk mereviu pemahaman mahasiswa,
dan daftar pustaka yang dapat digunakan sebagai acuan bagi mahasiswa
dalam menjawab soal ataupun memahami dan mempelajari lebih lanjut
tentang materi tersebut.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Anna
Permanasari, M.Si yang telah banyak membantu dalam menyem-
purnakan isi buku ini, Subdit HKI dan Publikasi DP2M Dirjen Dikti yang
telah memfasilitasi penyusunan buku ajar ini. Tak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada suami tercinta serta ananda M. Reza Nur Hakim
dan Rizki Rafli Darmawan yang telah memberikan motivasi hingga buku
ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa buku ajar ini masih
banyak kekurangan dan masih perlu penyempurnaan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan masukan, saran, komentar dan kritikan untuk
menyempurnakan buku ajar ini.

Palu, Mei 2014


Penulis,

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. III

DAFTAR ISI ...................................................................................... V

BAB 1 BELAJAR KIMIA ANALITIK DENGAN STRATEGI PROBLEM


SOLVING DAN OPEN-ENDED EXPERIMENT ................................. 1
A. URAIAN MATERI .................................................................... 1
1. Karakteristik Materi Kimia Analitik ............................... 1
2. Strategi Problem Solving dalam Mempelajari Kimia
Analitik .......................................................................... 5
3. Open-ended Experiment dalam Kimia Analitik.............. 9
B. RINGKASAN ......................................................................... 11
C. PERTANYAAN ...................................................................... 12
D. DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 12

BAB 2 PENGOLAHAN DATA HASIL ANALISIS KUANTITATIF .................. 15


A. URAIAN MATERI .................................................................. 17
1. Galat dalam Analisis Kimia Kuantitatif ........................ 17
2. Angka Bermakna dalam Perhitungan Kuantitatif........ 22
3. Parameter Statistik...................................................... 24
4. Outliers ........................................................................ 26
5. Ketepatan dan kecermatan ......................................... 28
B. RINGKASAN ......................................................................... 30
C. PERTANYAAN ...................................................................... 30
D. DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 31

BAB 3 PENGANTAR ANALISIS KIMIA KUANTITATIF ............................. 32


A. URAIAN MATERI .................................................................. 33
1. Peralatan Dasar dalam Analisis Kimia Kuantitatif ....... 33
2. Tahapan dalam Analisis Kimia Kuantitatif ................... 44
3. Konsentrasi Larutan .................................................... 47
4. Pembuatan larutan ..................................................... 47

v
B. RINGKASAN ......................................................................... 52
C. PERTANYAAN ...................................................................... 53
D. DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 53

BAB 4 ANALISIS KUANTITATIF KONVENSIONAL .................................. 55


A. URAIAN MATERI .................................................................. 56
1. Penggolongan Analisis Kuantitatif............................... 56
2. Metode Analisis Gravimetri ........................................ 57
3. Metode Analisis Titrimetri .......................................... 59
4. Kegiatan Praktikum dalam Analisis Kuantitatif ........... 63
B. RINGKASAN ......................................................................... 68
C. PERTANYAAN ...................................................................... 69
D. DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 69

BAB 5 METODE ANALISIS GRAVIMETRI .............................................. 70


A. URAIAN MATERI .................................................................. 71
1. Penyiapan Sampel Siap Ukur....................................... 71
2. Analisis/Pengukuran ................................................... 71
2. Perhitungan kadar dalam analisis gravimetri.............. 83
3. Penerapan Analisis Gravimetri .................................... 85
B. RINGKASAN ......................................................................... 90
C. PERTANYAAN ...................................................................... 91
D. DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 92

BAB 6 TITRASI ASAM-BASA ............................................................... 93


A. URAIAN MATERI .................................................................. 94
1. Prinsip Titrasi Asam Basa ............................................ 94
2. Kurva Titrasi Asam Basa .............................................. 95
3. Indikator Asam Basa.................................................. 102
4. Penerapan Titrasi Asam Basa .................................... 105
B. RINGKASAN ....................................................................... 113
C. PERTANYAAN .................................................................... 114
D. DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 115

BAB 7 TITRASI PENGENDAPAN (ARGENTOMETRI) ............................ 116


A. URAIAN MATERI ................................................................ 117
1. Prinsip Titrasi Argentometri ...................................... 117
2. Kurva Titrasi Argentometri ........................................ 118
3. Jenis Titrasi Argentometri ......................................... 121
4. Penerapan dan Perhitungan dalam Titrasi
Argentometri ............................................................. 129

vi
B. RINGKASAN ....................................................................... 133
C. PERTANYAAN .................................................................... 134
D. DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 136

BAB 8 TITRASI PEMBENTUKAN KOMPLEKS (KOMPLEKSOMETRI) ...... 137


A. URAIAN MATERI ................................................................ 138
1. Pembentukan Senyawa Kompleks ............................ 138
2. Prinsip Titrasi Kompleksometri ................................. 142
3. Kurva Titrasi Kompleksometri ................................... 142
4. Indikator Logam ........................................................ 145
5. Jenis Titrasi Kompleksometri .................................... 148
6. Penerapan Titrasi Kompleksometri dan
Perhitungan Kuantitatif ............................................. 152
B. RINGKASAN ....................................................................... 156
C. PERTANYAAN .................................................................... 156
D. DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 158

BAB 9 TITRASI REDUKSI OKSIDASI (REDOKS) .................................... 159


A. URAIAN MATERI ................................................................ 160
1. Prinsip Titrasi Redoks ................................................ 160
2. Kurva Titrasi Redoks .................................................. 160
3. Indikator Titrasi Redoks ............................................ 165
4. Jenis Titrasi Redoks ................................................... 169
5. Perhitungan Kuantitatif dalam Titrasi Redoks .......... 178
6. Hasil Open-ended Experiment .................................. 183
B. RINGKASAN ....................................................................... 184
C. PERTANYAAN .................................................................... 185
D. DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 186

LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................ 187


Lampiran 1 : INDEKS .................................................................... 187
Lampiran 2 : GLOSARIUM............................................................ 187
Lampiran 3 : Nilai Quasi Penolakan (Rejection Quotient) ........... 192
Lampiran 4 : Daftar Nilai Distribusi-t........................................... 192
Lampiran 5: Daftar Potensial Reduksi ......................................... 193
Lampiran 6 : Kunci Jawaban ........................................................ 207

vii
viii
BELAJAR KIMIA ANALITIK
BAB DENGAN STRATEGI PROBLEM
1 SOLVING DAN OPEN-ENDED
EXPERIMENT

1. Karakteristik Materi Kimia Analitik


2. Strategi Problem Solving dalam Mempelajari Kimia
Analitik
3. Open-ended Experiment dalam Kimia Analitik

Setelah mempelajari Bab I


diharapkan mahasiswa dapat:
1. Memahami karakteristik
materi kimia analitik
2. Memahami strategi
problem solving dalam
menyelesaikan masalah
analisis kimia kuantitatif
3. Memahami open-ended
experiment dalam menentukan kuantitas analit dalam sampel

A. URAIAN MATERI

1. Karakteristik Materi Kimia Analitik


Perhatikan Gambar 1.1. Makanan tersebut tidak asing lagi bagi
Anda. Apakah Anda menyadari bahwa dibalik kelezatan makanan
tersebut terdapat bahaya yang mengancam? Beberapa media massa
memberitakan makanan-makanan tersebut mengandung zat kimia yang
berbahaya seperti formalin dan boraks.

Kimia Analitik Dasar 1


Bagaimana Anda dapat
mengetahui serta menentukan kuan-
titas formalin dan boraks dalam ma-
kanan? Anda dapat menentukannya
dengan mempelajari kimia analitik.
Kimia Analitik merupakan salah
satu cabang Ilmu Kimia yang
mempelajari tentang pemisahan dan
pengukuran unsur atau senyawa
Gambar 1,1 Makanan kimia. Kimia analitik mencakup
mengandung formalin dan boraks kimia analisis kualitatif dan kimia
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif
menyatakan keberadaan (jenis) suatu unsur atau senyawa dalam
sampel, sedangkan analisis kuantitatif menyatakan jumlah atau
kuantitas suatu analit dalam sampel. Analit adalah komponen (unsur
atau senyawa) dalam sampel yang akan ditentukan jenis dan jumlahnya.
Lalu, apakah perbedaan antara kimia analitik dengan analisis
kimia? Kimia analitik bertanggungjawab terhadap pengembangan dan
validasi metode baru ataupun memperbaiki metode yang sudah ada,
sedangkan analisis kimia merupakan pekerjaan rutin dalam mengap-
likasikan suatu metode.
Perspektif kimia analitik adalah menyelesaikan masalah. Kimia
analitik diawali dengan masalah. Misal, bagaimana menentukan
kandungan boraks ataupun zat pewarna dalam jajanan anak-anak di
sekolah dasar yang ramai diberitakan media informasi. Penentuan jenis
ataupun kuantitas zat-zat atau komponen dalam sampel menggunakan
serangkaian tahapan.
Secara umum tahapan yang dilakukan dalam menyelesaikan kimia
analitik adalah (1) mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah; (2)
merancang prosedur eksperimen; (3) melaksanakan eksperimen dan
mengumpulkan data; (4) menganalisis data hasil eksperimen; dan (5)
melaporkan hasil eksperimen (Harvey, 2000). Pada tahap identifikasi
masalah, kimiawan menentukan jenis informasi yang diperlukan
(kualitatif, kuantitatif, karakterisasi, atau fundamental). Langkah kedua,
merancang prosedur eksperimen. Pada tahap ini, kimiawan menetapkan
kriteria rancangan (ketepatan, kecermatan, sensitivitas, biaya, waktu,
dan lain-lain), mengidentifikasi interferensi (matriks pengganggu),
menyeleksi metode yang tepat, menentukan kriteria validasi, dan

2 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


menetapkan strategi sampling. Langkah ketiga, melaksanakan
eksperimen. Sebelum menggunakan suatu alat atau instrumen, maka
harus dilakukan kalibrasi terlebih dulu. Pada tahap ini dilakukan
pengumpulan data. Setiap data yang diperoleh harus dilakukan
pencatatan. Langkah keempat, menganalisis data eksperimen. Pada
tahap ini, kimiawan mereduksi atau mengolah data, melakukan analisis
statistik jika diperlukan, memeriksa perolehan hasil, dan
mengintepretasikan atau menafsirkan hasil eksperimen. Pada langkah
terakhir, kimiawan melaporkan dan mengkomunikasikan hasil
eksperimennya baik secara tertulis maupun lisan.
Tipe masalah yang umum terdapat di laboratorium kimia analitik
adalah analisis kualitatif dan kuantitatif, karakterisasi, dan fundamental.
Contoh dari analisis kualitatif dan kuantitatif adalah analisis jenis dan
kandungan unsur yang terdapat dalam suatu sampel, pengukuran
kemurnian suatu zat, atau menentukan pencemaran polutan di udara,
laut, dan tanah. Bidang penting lainnya dari kimia analitik adalah
mengembangkan metode baru untuk mengkarakterisasi sifat-sifat fisika
dan kimia. Penentuan struktur kimia, konstanta kesetimbangan, ukuran
partikel, dan struktur permukaan merupakan contoh analisis
karakterisasi. Tujuan dari analisis kualitatif, kuantitatif, dan karak-
terisasi adalah menyelesaikan masalah berkaitan dengan sampel. Di sisi
lain, analisis fundamental berhubungan langsung dengan metode-
metode eksperimen yang digunakan di bidang lain, memperluas dan
memperbaiki teori yang dihasilkan sebelumnya, mempelajari
keterbatasan suatu metode/teori, dan merancang atau memodifikasi
metode lama.
Kimia analitik tidak hanya digunakan di bidang kimia saja, tetapi
digunakan juga secara luas di bidang ilmu lainnya. Penggunaan kimia
analitik di berbagai bidang diantaranya (Wiryawan, 2011):

a. Uji kualitas.
Kualitas udara di sekitar kita, air yang kita minum, ataupun
makanan yang kita santap dapat ditentukan komponen-komponen
penyusunnya. melalui analisis kimia. Selain itu, analisis kimia juga
digunakan secara rutin untuk menentukan mutu atau kualitas suatu
bahan baku yang akan digunakan, produk setengah jadi ataupun
produk jadi. Hasil yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan
spesifikasi yang ditetapkan. Bidang ini disebut pengawasan mutu
atau quality control.

Kimia Analitik Dasar 3


b. Penentuan kadar unsur/senyawa yang bermanfaat ataupun bernilai
tinggi.
Uranium, nikel, besi, tembaga, atau emas merupakan bahan
yang bernilai tinggi dan terdapat dalam bijih tambang. Penentuan
keberadaan dan kuantitas unsur-unsur tersebut memerlukan peran
kimia analitik. Kimia analitik juga berperan pada penentuan kadar
lemak, karbohidrat, protein, dan zat gizi lainnya yang terkandung
dalam suatu makanan atau bahan pangan.
c. Diagnosis penyakit.
Bidang kedokteran memerlukan peran kimia analitik untuk
mendiagnosis suatu penyakit pada manusia. Contohnya adalah
gangguan liver dapat diketahui dari tingkat konsentrasi bilirubin
dan enzim fosfatase alkali dalam darah. Contoh lainnya adalah
manusia yang menderita penyakit gula dapat dideteksi melalui
tingkat konsentrasi gula dalam darah dan urin.
d. Penelitian.
Sebagian besar penelitian memerlukan kimia analitik. Contoh pada
penelitian penentuan logam berat dalam perairan di Teluk Palu dan
penentuan parameter air seperti kesadahan, keasaman,
karbondioksida, dan salinitas air. Contoh lainnya adalah penelitian
di bidang pertanian yang dilakukan untuk menentukan tingkat
kesuburan suatu lahan pertanian sebelum digunakan. Kesuburan
suatu tanah dapat diketahui dengan menentukan konsentrasi unsur
nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) yang terdapat di dalam
tanah.

Betapa pentingnya peran kimia analitik, sehingga untuk mem-


pelajarinya memerlukan sejumlah pengetahuan dan keterampilan untuk
menentukan komposisi dan struktur materi. Salah satu materi yang
dipelajari dalam kimia analitik adalah analisis kimia kuantitatif
konvensional.
Analisis kuantitatif konvensional terdiri atas analisis gravimetri dan
titrimetri. Materi ini masih sangat perlu untuk dipelajari, meskipun
sekarang ini penggunaan instrumen modern banyak dilakukan dalam
analisis kimia. Hal ini disebabkan analisis kimia kuantitatif konvensional
merupakan dasar dari analisis kimia instrumen serta sebagai wahana
untuk mengembangkan kemampuan problem solving dan keterampilan
dasar laboratorium. Kemampuan Anda dalam menyelesaikan masalah
dan keterampilan melakukan kerja di laboratorium tersebut sangat
diperlukan dalam mata kuliah lainnya yang menggunakan aktivitas

4 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


laboratorium seperti mata kuliah kimia pemisahan, analisis kimia
instrumen, kimia organik, biokimia, dan kimia an-organik.
Kemampuan dan keterampilan Anda dalam menyelesaikan
permasalahan analisis kimia kuantitatif juga sangat dibutuhkan untuk
melakukan pembelajaran kimia di sekolah. Kemampuan tersebut dapat
Anda terapkan ketika membahas kelarutan dan hasil kali kelarutan,
kesetimbangan kimia, reaksi asam basa, reaksi reduksi oksidasi, reaksi
pengendapan, dan reaksi pembentukan kompleks. Penyelesaian
masalah analisis kuantitatif memerlukan strategi problem solving.

2. Strategi Problem Solving dalam Mempelajari Kimia


Analitik
Problem solving merupakan proses berpikir yang dilakukan
seseorang dengan menggabungkan aturan-aturan dan pengetahuan
yang dipelajari sebelumnya untuk menyelesaikan masalah dan
menghasilkan pemahaman atau pengetahuan baru (Reid & Yang, 2002).
Pendapat lain menyatakan problem solving merupakan suatu proses
yang terdiri dari beberapa tahapan untuk menentukan hubungan antara
pengalaman masa lalu dengan masalah yang dihadapi dan berupaya
mencari jawabannya (Kirkley, 2003). Tiga tahapan yang dilakukan
individu dalam aktivitas problem solving terdapat pada Gambar 1.1
(Kirkley, 2003).

Gambar 1.1 Model Problem Solving


Gambar 1.1 menunjukkan tiga urutan dasar yang merupakan
aktivitas kognitif dalam aktivitas problem solving yaitu: penyajian
masalah, perencanaan untuk menyelesaikan masalah, dan pelaksanaan
rencana yang telah disusun untuk menyelesaikan masalah. Langkah
pertama yang Anda lakukan dalam menyelesaikan masalah adalah
penyajian masalah. Dalam hal ini, Anda harus berusaha mengingat

Kimia Analitik Dasar 5


kembali pengetahuan yang pernah Anda pelajari dan berhubungan
dengan masalah yang harus diselesaikan. Selain itu Anda juga harus
mengidentifikasi tujuan dan menentukan variabel yang terdapat dalam
masalah tersebut. Langkah berikutnya adalah perencanaan. Pada
perencanaan, Anda lebih mempertajam tujuan serta melaksanakan dan
mengembangkan rencana tindakan yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut. Setelah perencanaan tersusun dengan baik
dan sistematis, maka Anda dapat melaksanakan penyelesaian masalah.
Penyelesaian masalah tidak hanya berhenti jika sudah memperoleh
jawaban, namun Anda harus melakukan evaluasi untuk menentukan
apakah jawaban yang diperoleh Anda sudah benar atau salah. Jika hasil
evaluasi menunjukkan jawaban yang benar, maka Anda dapat segera
menyelesaikan masalah berikutnya. Sedangkan jika penyelesaian
masalah mengalami kegagalan, maka Anda perlu memikirkan kembali
langkah penyelesaian masalah untuk memperoleh jawaban yang benar.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka problem solving adalah
aktivitas individu dalam menyelesaikan masalah dengan menghu-
bungkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan masalah yang
dihadapi melalui beberapa tahapan. Adapun pengertian strategi adalah
suatu teknik yang dapat digunakan untuk memperoleh atau mengem-
bangkan suatu cara, prosedur, atau metode untuk mencapai tujuan
tertentu. Strategi problem solving dalam mempelajari kimia analitik
menekankan pada terselesaikannya suatu masalah berdasarkan
penalaran atau pemikiran ilmiah.
Strategi problem solving pertama kali dikemukakan oleh Polya
dalam pelajaran matematika. Strategi tersebut terdiri atas empat
tahapan yaitu: (1) memahami masalah, (2) menentukan rencana strategi
penyelesaian masalah, (3) melaksanakan rencana strategi penyelesaian
masalah, dan (4) memeriksa kembali jawaban yang diperoleh.
Penggunaan strategi tersebut memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk berupaya memahami masalah, memikirkan cara dan
melakukan penyelesaian masalah, serta memeriksa kembali apakah
hasil penyelesaian masalah yang dilakukannya sudah sesuai.
Strategi problem solving yang digunakan di Universitas Minnesota
(Gok, 2010) adalah: (1) memfokuskan masalah yaitu mengidentifikasi
masalah dan membuat gambar atau bagan yang sesuai dengan masalah
yang dihadapinya (Focus the Problem); (2) menjelaskan secara konsep
yaitu mendefinisikan simbol dan menyatakan hubungan kuantitatif

6 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


tentang simbol-simbol tersebut (Describe the Physics), (3)
merencanakan penyelesaian yaitu menuliskan suatu persamaan
berdasarkan hubungan yang terdapat dalam masalah (Plan a Solution),
(4) melaksanakan rencana penyelesaian masalah yaitu
menyederhanakan persamaan, memasukkan bilangan/angka yang
diketahui, dan menyelesaikan perhitungan matematis (Execute the
Plan), serta (5) mengevaluasi solusi yaitu memeriksa dan memastikan
apakah jawaban yang diperolehnya sudah sesuai (Evaluate the Answer).
Kirkley (2003) menyebutkan terdapat lima strategi problem solving
yang selanjutnya disingkat IDEAL, yaitu: (1) Identify the problem
(identifikasi masalah), (2) Define the problem (mendefinisikan masalah),
(3) Explore the solution (mencari solusi), (4) Act the strategy
(melaksanakan strategi), dan (5) Look back and evaluate the effect
(mengkaji ulang dan mengevaluasi perolehan jawaban). Ketika Anda
menyelesaikan masalah, maka langkah pertama yang dilakukan adalah
mengidentifikasi masalah dengan benar. Kegagalan dalam mengidenti-
fikasi masalah akan menyulitkan dalam penyelesaian masalah.
Selanjutnya mahasiswa mendefinisikan masalah untuk lebih memaknai
masalah tersebut dan berusaha menghubungkan masalah yang dihadapi
dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Setelah masalah
teridentifikasi dan terdefinisi dengan baik, maka Anda melakukan
pencarian literatur dan merencanakan jawabannya. Langkah berikutnya
adalah melaksanakan rencana yang telah disusun untuk menyelesaikan
masalah. Setelah diperoleh jawaban, maka Anda harus melihat kembali
apakah perolehan jawaban Anda sudah sesuai dengan masalah yang
dihadapi ataukah masih ada kesalahan. Jika ternyata ada kesalahan,
maka dapat segera diperbaiki .

Mengapa strategi problem solving diperlukan dalam


mempelajari materi kimia analitik dasar?

Strategi problem solving diperlukan dalam mempelajari kimia


analitik untuk membiasakan Anda melakukan penyelesaian masalah.
Hal ini disebabkan kimia analitik sarat dengan masalah terkait dengan
penentuan jenis dan kuantitas analit dalam sampel. Permasalahan
dalam kimia analitik sangat memerlukan kemampuan Anda dalam
menganalisis masalah, menentukan jenis pereaksi dan reaksi yang tepat,
merancang prosedur analisis, mampu mengatasi apabila alat dan bahan
yang diperlukan tidak tersedia, dan menentukan cara penyelesaian

Kimia Analitik Dasar 7


masalah. Penggunaan strategi dalam mempelajari dan menyelesaikan
masalah kimia analitik dapat meningkatkan kemampuan problem
solving. Menurut National Science Teachers Association (1985),
kemampuan problem solving merupakan salah satu aspek penting yang
harus dikembangkan dalam pembelajaran sains.
Kemampuan problem solving sangat perlu dikembangkan dalam
analisis kuantitatif, karena prinsip analisis kuantitatif adalah
menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan analisis kimia.
Pemahaman Anda tentang karakteristik sampel, jenis zat yang sesuai
dengan karakteristik tersebut, kondisi dan faktor-faktor yang harus
diperhatikan ketika melakukan analisis, serta bagaimana mengolah,
menganalisis, dan melaporkan data merupakan kemampuan yang harus
dikembangkan dalam analisis kuantitatif Kemampuan menyelesaikan
masalah tersebut perlu didasari oleh pengetahuan dan metode
penyelesaian yang tepat, logis, analitis, dan sistematis yang merupakan
esensi dari strategi problem solving.
Ketika menyelesaikan masalah, Anda dituntut dapat mengem-
bangkan pengetahuan dan kemampuan yang Anda miliki untuk
mengkritisi dan mencari kemungkinan jawaban yang sesuai dengan
masalah yang dihadapinya. Solaz-Portolez & Lopez (2007) menyatakan
kesuksesan problem solving tergantung pada pengetahuan konten,
strategi problem solving, kemampuan mendefinisikan dan memonitor
hasil problem solving, serta motivasi Anda untuk menyelesaikan
masalah. Ketidakmampuan Anda dalam memahami masalah dan
menggunakan pengetahuan yang dimilikinya akan menyulitkan Anda
dalam menyelesaikan masalah.
Penggunaan strategi problem solving dalam pembelajaran telah
dilakukan oleh Feranie dan Tayubi (2009), Iswari (2010), Sumarno
(2011), serta Pursitasari dan Permanasari (2012). Feranie dan Tayubi
(2009) mengemukakan penggunaan pendekatan pembelajaran
konseptual secara interaktif yang dipadukan dengan pembelajaran
strategi problem solving mampu meningkatkan penguasaan konsep dan
keterampilan problem solving. Hasil penelitian Iswari (2010)
menunjukkan kegiatan laboratorium berbasis problem solving dapat
meningkatkan literasi sains peserta didik. Strategi problem solving juga
dapat meningkatkan hasil belajar serta mendukung keterampilan
berpikir kritis. Penggunaan Integrated Problem Solving Based Learning
(IPSBL) pada mata kuliah Dasar-dasar Kimia Anqlitik (DKA) mampu

8 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


meningkatkan kemampuan problem solving dan kemampuan kognitif
mahasiswa (Pursitasari dan Permanasari, 2012).
Keuntungan penggunaan strategi problem solving dalam
mempelajari materi kimia analitik dasar adalah: (1) memotivasi
mahasiswa dalam meningkatkan minat belajar, (2) membiasakan
mahasiswa berpikir secara teratur, terarah, dan sistematis, (3) melatih
kemampuan mencari referensi dan berpikir, serta mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi (Pursitasari, 2012). Keterampilan
berpikir tingkat tinggi terdiri atas keterampilan berpikir kritis, berpikir
kreatif, problem solving, dan pengambilan keputusan (Haladyna, 1997).
Keterampilan berpikir kritis merupakan proses mental yang
terorganisasi dengan baik yang digunakan dalam pengambilan
keputusan ketika menyelesaikan masalah dengan cara menganalisis dan
menginterpretasi data dalam kegiatan inkuiri ilmiah (Liliasari, 2001).
Keterampilan berpikir kreatif adalah proses berpikir yang menghasilkan
gagasan asli atau orisinal, konstruktif, dan menekankan pada aspek
intuitif dan rasional (Johnson, 2000). Kemampuan problem solving
merupakan usaha untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya
dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah
dimilikinya. Adapun pengambilan keputusan merupakan keterampilan
untuk memutuskan suatu tindakan dalam menyelesaikan masalah
berdasarkan pengumpulan fakta-fakta dan data serta berbagai alternatif
dan perhitungan yang matang dalam menyelesaikan suatu masalah.
Selain dengan menggunakan strategi problem solving, keterampilan
berpikir tingkat tinggi juga dapat dikembangkan dalam mempelajari
materi kimia analitik melalui penggunaan open-ended experiment
(Pursitasari, Permanasari, dan Hendayana, 2012).

3. Open-ended Experiment dalam Kimia Analitik


Perkembangan ilmu kimia tidak bisa dipisahkan dengan kegiatan
eksperimen. Eksperimen yang Anda lakukan dapat mengembangkan
sejumlah kemampuan dan keterampilan seperti kemampuan
problem solving, kemampuan kognitif tingkat tinggi, keterampilan
menggunakan peralatan laboratorium, serta keterampilan
berkomunikasi secara lisan dan tertulis.
Kegiatan eksperimen memberikan kesempatan kepada Anda untuk
berusaha mencari literatur dan kajian teori tentang masalah yang harus

Kimia Analitik Dasar 9


diselesaikan melalui eksperimen. Berdasarkan kajian teori dan
eksperimen yang telah Anda lakukan, maka Anda dapat menemukan
pengetahuan baru. Kegiatan
eksperimen juga dapat Anda
jadikan untuk membuktikan
kebenaran konsep dan memper-
dalam pemahaman konsep. Selain
itu kegiatan eksperimen juga
dapat mengembangkan keteram-
pilan proses dan sikap sains.
Apabila Anda sudah memiliki
sikap sains, maka Anda tidak akan
Gambar 1.2 Pengambilan Asam membuang sampah sembarangan
Klorida Pekat
dan tidak akan meletakkan
petasan di dekat mesin atau kompor. Keterlibatan Anda secara langsung
dalam kegiatan eksperimen dapat meningkatkan minat dan motivasi
belajar. Selain itu kegiatan eksperimen juga dapat meningkatkan
keterampilan Anda dalam melakukan eksperimen dengan benar,
sehingga dapat meningkatkan kemampuan psikomotorik.
Kegiatan eksperimen (praktikum) yang selama ini Anda lakukan
masih menjadikan laboratorium kimia sebagai latihan. Anda diberi
prosedur secara lengkap mulai dari tujuan, dasar teori, prosedur, dan
tabel pengamatan. Selain itu larutan yang akan digunakan juga sudah
tersedia, sehingga Anda hanya melakukan praktikum sesuai prosedur,
menggunakan peralatan laboratorium, melakukan pengamatan,
mencatat hasil pengamatan, dan diakhiri dengan membuat laporan
secara tertulis. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan dalam
kegiatan laboratorium yaitu menjadikan laboratorium sebagai
laboratorium yang bersifat investigasi. Hal ini dapat dilakukan melalui
kegiatan praktikum atau eksperimen yang bersifat terbuka (open-ended
experiment). Anda diberi masalah yang tidak jelas (open-ended problem)
dan harus diselesaikan melalui kegiatan laboratorium. Anda juga harus
mencatat semua data yang diperoleh selama pelaksanaan eksperimen.
Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang terkumpul, maka Anda
dapat menarik kesimpulan. Open-ended problem menuntut peserta didik
untuk menggunakan data dalam membuat kesimpulan dan berpikir
kritis (Cooper et al., 2008). Kegiatan open-ended experiment dalam kimia
analitik khususunya Dasar-dasar Kimia Analitik dapat mengembangkan

10 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


kemampuan problem solving, penguasaan konsep dan keterampilan
berkomunikasi ilmiah (Pursitasari & Permanasari, 2012).
Open-ended experiment pada materi kimia analitik dasar diawali
dengan memberikan latihan terlebih dulu untuk memberikan
pengalaman kepada Anda tentang analisis gravimetri dan titrimetri.
Selanjutnya Anda diberi permasalahan tentang kandungan analit dalam
suatu sampel. Anda diberikan kesempatan untuk mencari dan menggali
informasi dari berbagai sumber informasi. Selanjutnya mahasiswa
merancang eksperimen, mempersiapkan alat dan bahan kimia yang
dibutuhkan, melakukan eksperimen, mencatat data pengamatan,
mengumpulkan dan mengolah data pengamatan, membuat kesimpulan,
dan melaporkan hasil eksperimen baik secara tertulis maupun secara
lisan.
Open-ended experiment juga dapat dilakukan pada materi kimia
analitik yang lain seperti kimia pemisahan. Penggunaan open-ended
dalam kegiatan laboratorium pada topik kimia pemisahan dapat
mengembangkan keterampilan generik dan memfasilitasi pengem-
bangan proses berpikir tingkat tinggi (Hernani, 2010). Keterampilan
generik yang dapat dikembangkan dalam pemisahan analitik meliputi
inferensi logika, membangun konsep, berkomunikasi ilmiah, dan
berpikir kritis.
Dengan demikian keunggulan penggunaan open-ended experiment
dalam mempelajari materi analisis kimia kuantitatif adalah: membe-
rikan Anda suatu tantangan untuk mencari teori dan prosedur se-
banyak-banyaknya, memberikan kesempatan yang luas bagi Anda untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan mengembangkan keteram-
pilan berpikir tingkat tinggi. Penggunaan open-ended experiment juga
dapat meningkatkan keterampilan psikomotorik, keterampilan berko-
munikasi secara lisan dan keterampilan berkomunikasi secara ilmiah.

B. RINGKASAN
1. Kimia analitik berisikan sejumlah pengetahuan dan keterampilan
untuk menentukan komposisi dan struktur materi yang diawali
dengan pengambilan sampel, melakukan pengukuran, menganalisis
data yang diperoleh, dan menjelaskannya menjadi informasi
pengetahuan yang baru.

Kimia Analitik Dasar 11


2. Strategi problem solving merupakan suatu teknik yang digunakan
untuk memperoleh atau mengembangkan suatu cara/prosedur/
metode untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan penalaran
atau secara ilmiah.
3. Open-ended experiment adalah eksperimen yang dilakukan
mahasiswa berdasarkan masalah yang dipilihnya serta rancangan
eksperimen yang disusunnya sesuai dengan alat dan bahan yang
tersedia di laboratorium kimia.
4. Penggunaan strategi problem solving dan open-ended experiment
dapat meningkatkan motivasi, penguasaan materi, keterampilan
berpikir tingkat tinggi, keterampilan merancang dan melaksanakan
eksperimen, dan keterampilan berkomunikasi.

C. PERTANYAAN
1. Mengapa Anda harus mempelajari Kimia Analitik?
2. Jelaskan peranan Kimia Analitik yang dapat Anda terapkan dalam
kehidupan sehari-hari!
3. Menurut Anda, apakah strategi problem solving dan open-ended
experiment dapat diterapkan pada mata kuliah Kimia Dasar?
Jelaskan jawaban Anda!
4. Bagaimana peran strategi problem solving terhadap proses berpikir
Anda dalam mempelajari materi kimia analitik?
5. Indikator asam basa merupakan senyawa yang menunjukkan
warna yang berbeda dalam larutan asam dan basa. Apakah bunga
tapak dara dapat berfungsi sebagai indikator asam basa?
Bagaimana cara Anda mengujinya?
6. Anda ingin membuat 100 mL larutan HClO4 0,10 M dari larutan
HClO4 yang memiliki densitas atau kerapatan 1,242 g/mL dan kadar
34%.. Bagaimana Anda dapat membuat larutan tersebut?

D. DAFTAR PUSTAKA
Cooper, M.M. et al. (2008). “An Assessment of the Effect of Collaborative
Groups on Students’ Problem-Solving Strategies and Abilities”.
Journal of Chemical Education. 85, (6), 866-872
Feranie, S. & Tayubi, Y. R. 2009. “Model Pembelajaran yang Memadukan
Pendekatan Konseptual Interaktif dan Strategi Problem Solving
untuk Perkuliahan Kimia Dasar”. Makalah. Tersedia:
Http://upi.edu. presentasi_seminar_pasca-selly.pdf.

12 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Gok, T., 2010. “The General Assessment of Problem Solving Processes
and Metacognition in Physics Education”. Eurasian Journal Physics
and Chemistry Education. 2, (2), 110-122
Haladyna, T. 1997. Writing Test Item to Evaluate Higher Order Thinking.
USA: Allyn & Bacon.
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. USA: Mc.Graw-Hills
Company. Inc.
Hernani, (2010). Pembekalan Keterampilan Generik bagi Calon Guru
melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Mengintegrasikan
Perkuliahan dan Praktikum Kimia Analitik. Disertasi pada SPs UPI
Bandung: tidak diterbitkan.
Iswari, Y. D. (2010). Kegiatan Laboratorium Berbasis Pemecahan
Masalah Pada Materi Pokok Kelarutan dan Hasilkali Kelarutan untuk
Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Tesis pada SPs UPI Bandung:
tidak diterbitkan.
Johnson. E.B. (2000). Contextual Teaching and Learning. California:
Corwin Press, Inc.
Kirkley, J. 2003. Principles for Teaching Problem Solving. Indiana: Plato
Learning, Inc.
Liliasari. 2001. “Model Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan
Ketrampilan Berpikir Tingkat Tinggi Mahasiswa calon guru sebagai
Kecenderungan Baru pada Era Globalisasi. Jurnal Pengajaran MIPA.
2 (1): 55 – 56.
National Science Teachers Association. (1985). Science-Technology-
Society: Science Education for The 1980’s. In NSTA Handbook.
Washington D.C: National Science Teachers Association.
Pursitasari, I. D. 2012. Pengembangan Perkuliahan Dasar-dasar Kimia
Analitik dengan Open-ended Experiment Berbasis Investigasi
Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving dan
Penguasan Materi Mahasiswa Calon Guru. Disertasi pada SPs UPI
Bandung: tidak diterbitkan.
Pursitasari, I. D. & Permanasari, A. 2012. Model Integrated Problem
Solving Based Learning pada Perkuliahan Dasar-dasar Kimia
Analitik. Jurnal Ilmu Pendidikan. 18, (2): 172-178
Pursitasari, I. D., Permanasari, A., & Hendayana, S. (2012). Efektivitas
Model Perkuliahan dengan Open-ended Experiment Bersetting
Investigasi Kelompok pada Topik Analisis Kimia Kuantitatif.
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV tanggal
31 Maret 2012 “Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam
Peningkatan Kompetensi Profesional. Solo: Prodi Pendidikan Kimia
Jurusan PMIPA FKIP UNS

Kimia Analitik Dasar 13


Reid, N. & Yang, M. (2002). “The Solving of problems in Chemistry: the
More Open-ended Problems”. Research in Science & Technological
Education. 20, (1), 83-98.
Solaz-Portolez, J. J & Lopez, V. S. (2007). “Representation in Problem
Solving in Science: Direction for Practice”. Asia-Pacific Forum on
Science Learning and Teaching. 8, (2), 2-17.
Wiryawan, A. (2011). Pengertian Kimia Analitik. Tersedia di
http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/pendahuluan-kimia-
analitik/pengertian-kimia-analitik/ [8 April 2012].

14 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


BAB PENGOLAHAN DATA HASIL
2 ANALISIS KUANTITATIF

1. Galat dalam Analisis Kimia Kuantitatif


2. Angka Bermakna dalam Perhitungan Kuantitatif
3. Parameter Statistik
4 Outliers
5. Ketepatan dan kecermatan

Setelah mempelajari Bab II


diharapkan mahasiswa
dapat:
1. Menentukan galat yang
mungkin timbul dalam
analisis kuantitatif
2. menggunakan angka
bermakna dalam perhitungan kuantitatif
3. menggunakan statistik sederhana untuk menangani data hasil
analisis kuantitatif
4. memutuskan keberadaan data outliers
5. menentukan ketepatan dan kecermatan data hasil analisis
kuantitatif

Kimia Analitik Dasar 15


Bab I telah menguraikan tentang tahapan yang dilakukan dalam
analisis kuantitatif. Salah satu tahapannya adalah melakukan
eksperimen untuk menentukan konsentrasi unsur/senyawa dalam
suatu sampel. Prosedur yang harus Anda lakukan adalah: pengambilan
sampel secara representatif (sampling), pengubahan sampel menjadi
bentuk yang dapat diukur, pengukuran, serta pengolahan dan
interpretasi data hasil pengukuran.
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dalam analisis
kuantitatif tidak akan sama jenisnya, karena tergantung pada metode
analisis yang Anda lakukan. Hasil pengukuran dengan metode analisis
titrimeteri akan memperoleh data volume larutan titran. Sementara
hasil pengukuran dengan metode analisis gravimetri, Anda memperoleh
data massa endapan yang dihasilkan. Adapun hasil pengukuran dengan
teknik instrumentasi seperti spektrofotometri UV/Vis atau
Spektrometri Serapan Atom, maka Anda akan memperoleh intensitas
serapan maupun absorbansi dari larutan sampel.
Data yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran selanjutnya
dilakukan pengolahan dan interpretasi. Sebelum Anda melakukan
pengolahan dan interpretasi data, maka Anda akan mempertanyakan
terlebih dahulu beberapa hal terkait dengan data yang telah Anda
peroleh. Beberapa hal yang dapat Anda pertanyakan adalah:
1. Apakah data hasil eksperimen sudah benar dan dapat dipercaya?
2. Bagaimana saya mengetahui bahwa saya memperoleh data yang
valid?
3. Apakah data yang saya peroleh sudah cukup untuk pengolahan
lebih lanjut?
4. Paramater statistika apa yang saya perlukan untuk mengolah data
agar dapat memberikan kesimpulan yang bermakna?
5. Apakah data yang saya hasilkan harus diolah semuanya?
6. Bagaimana ketepatan dan kecermatan saya dalam melakukan
analisis kimia?

Hasil pengukuran belum tentu tepat. Hal ini mengindikasikan


sebelum Anda mengolah data menjadi hasil analisis yang diharapkan,
maka perlu mempertimbangkan galat yang muncul selama proses
analisis. Selain itu Anda juga perlu memperhatikan keberadaan angka
bermakna dalam melakukan perhitungan, beberapa parameter statistik

16 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


sederhana, keberadaan outlier, serta ketepatan dan kecermatan
perolehan data.

A. URAIAN MATERI

1. Galat dalam Analisis Kimia Kuantitatif

Problem 2.1
Seorang mahasiswa menentukan kadar kalsium dalam daun
kelor menggunakan metode gravimetri. Kadar kalsium yang
dihasilkan adalah 3,2% (b/b). Kadar kalsium yang diperoleh
menunjukkan adanya perbedaan yang cukup besar dibandingkan
pengukuran yang dilakukan oleh laboran dengan sampel dan
metode yang sama. Hasil pengukuran laboran menunjukkan kadar
kalsium sebesar 7,8%. Mengapa hal ini terjadi? Apakah data
tersebut dapat digunakan ataukah dirata-ratakan? Jelaskan!

Dalam setiap hasil pengukuran dapat saja terjadi galat (error,


kesalahan, atau sesatan). Galat dalam analisis kimia kuantitatif
dikelompokkan menjadi dua yaitu: galat pasti dan galat tidak pasti. Galat
pasti (determinate error) atau galat sistematis (systematic error) adalah
kesalahan yang dapat diprediksi oleh orang yang benar-benar
memahami berbagai aspek pengukuran. Jenis galat pasti antara lain:
galat metode analisis, galat operasional, dan galat instrumental.

a. Galat Metode Analisis


Galat metode merupakan hal yang paling sering terjadi dalam
analisis kimia. Galat tersebut umumnya disebabkan oleh
keberadaan zat/matrik lain yang mempengaruhi hasil pengukuran
analit. Keberadaan zat tersebut dapat memperbesar ataupun
memperkecil hasil pengukuran analit. Misalnya pada penentuan
aluminium (Al) secara gravimetri menggunakan pengendap
amonia. Jika di dalam sampel terdapat juga ion besi (Fe), maka ion
besi akan ikut mengendap, sehingga hasil pengukuran menjadi
lebih besar. Sebaliknya pada saat penentuan ion klorida (Cl⁻)

Kimia Analitik Dasar 17


menggunakan metode Volhard. Jika di dalam sampel terdapat ion
Fe3+, maka titik akhir terdeteksi lebih awal. Hal ini menyebabkan
hasil pengukuran menjadi lebih rendah. Akibat kesalahan metode
lainnya adalah endapan yang terjadi belum sempurna dan tidak
sesuai dengan yang diinginkan.

b. Galat Operasional
Galat operasional biasanya terjadi karena terbatasnya
kemampuan seorang analis dalam melakukan analisis kimia.
Misalnya mengambil sejumlah volume tertentu larutan sampel yang
akan dianalisis dengan menggunakan pipet ukur, membiarkan
masih ada gelembung udara yang ada dalam buret, meniup cairan
yang terdapat pada ujung pipet ukur, menimbang zat higroskopis
pada cawan dengan menggunakan timbangan teknis, atau salah
dalam mengoperasikan instrumen. Untuk meminimalkan kesalahan
dalam pengukuran dengan menggunakan instrumen dapat
meminta bantuan dari operator.

c. Galat Instrumen
Galat instrumen terjadi karena ketidakmampuan instrumen
(alat ukur) untuk beroperasi sesuai dengan standar yang
diperlukan. Misalnya dalam penggunaan timbangan analitis yang
belum dikalibrasi. Oleh karena itu setiap instrumen harus
dilakukan kalibrasi dan optimasi sebelum digunakan.

Jenis galat yang kedua adalah galat tidak pasti (indeterminate


error). Galat tidak pasti atau galat acak (random error) adalah kesalahan
pengukuran yang penyebabnya tidak diketahui dengan pasti. Galat tidak
pasti sering terjadi dan tidak dapat dihindari. Contoh: ketidaktelitian
dalam pembacaan buret, kurang cermat dalam penentuan titik akhir,
kurang cermat dalam penimbangan atau pencampuran zat-zat kimia,
perubahan kondisi lingkungan kerja. dll.
Berdasarkan beberapa jenis galat yang telah Anda pelajari, maka
perbedaan hasil yang cukup besar antara hasil yang diperoleh
mahasiswa dan laboran disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan oleh
mahasiswa. Beberapa galat yang mungkin dilakukan mahasiswa dalam
analisis kalsium dalam daun kelor menggunakan metode gravimetri
terdapat pada Gambar 2.1. Oleh karena galat yang ditimbulkan oleh
mahasiswa cukup banyak, maka kedua hasil yang diperoleh tidak dapat
dirata-ratakan. Sebaiknya pengukuran dilakukan tidak hanya sekali atau

18 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


dua kali tetapi minimal tiga kali pengukuran.

Gambar 2.1 Diagram Tulang Ikan untuk Mengidentifikasi Kesalahan yang


Terjadi dalam Analisis Kalsium Menggunakan Metode Gravimetri

Selain galat pasti dan galat tidak pasti, dalam analisis kimia juga
terdapat galat terkait dengan perolehan hasil penentuan kuantitas suatu
analit. Jenis galat tersebut adalah galat mutlak dan galat relatif. Galat
mutlak ditentukan dengan menghitung selisih antara nilai terukur
dengan nilai sebenarnya. Jangan lupa Anda harus memperhatikan
tandanya (positif atau negatif) dan menggunakan satuan yang sama.
Contoh, massa zat dalam sampel adalah 2,72 g. Setelah sampel
tersebut dianalisis ternyata massa yang terukur sama dengan 2,62 g.
Jadi galat mutlaknya adalah (2,62 g – 2,72 g) = –0,10 g. Apabila nilai
yang terukur merupakan rerata dari beberapa hasil pengukuran maka
disebut galat rata-rata. Adapun galat relatif merupakan persentase
kesalahan mutlak atau kesalahan rata-rata terhadap nilai sebenarnya.
Dengan demikian galat relatif untuk contoh di atas adalah
−0,10 g
2,72 g
x 100% = −3,7%.

Problem 2.2
Berdasarkan contoh yang telah Anda pelajari maka:
1. Mengapa galat mutlak dan galat relatif dapat bernilai negatif?
2. Bagaimana rumus umum dari galat mutlak dan galat relatif
berdasarkan penjelasan dan contoh di atas?

Galat mutlak dan galat relatif dapat bernilai negatif ketika hasil
pengukuran lebih kecil daripada hasil perhitungan (hasil teoritis atau
hasil sesungguhnya). Rumus yang digunakan untuk menentukan galat
mutlak dan galat relatif adalah:

Galat mutlak = nilai hasil pengukuran – nilai hasil perhitungan ........ (2.1)

Kimia Analitik Dasar 19


galat mutlak
Galat relatif (%) = nilai sesungguhnya
𝑥 100% ................................................ (2.2)
Apabila galat yang terjadi dalam serangkaian percobaan
diakumulasi, maka menimbulkan perambatan galat. Dengan demikian
perambatan galat adalah kesalahan kumulatif akibat dari kesalahan-
kesalahan yang muncul dari serangkaian percobaan. Perambatan galat
dapat ditentukan berdasarkan operasi matematika seperti operasi
penjumlahan dan pengurangan, perkalian dan pembagian, pangkat
maupun logaritma.

a. Penjumlahan dan pengurangan


Varians (s2) adalah kuadrat dari standar deviasi atau
simpangan baku (s). Varians mutlak y dalam operasi penjumlahan
dan pengurangan adalah jumlah dari varians a, b, c, dst. Jika y
merupakan jumlah dari komponen a, b, c, dst yang ditunjukkan oleh
persamaan matematis:
y = k + k a a + k b b + k c c + ....................................................................... (2.3)
maka varians mutlak y adalah:
𝑠𝑦2 = (𝑘𝑎 𝑠𝑎 )2 + (𝑘𝑏 𝑠𝑏 )2 + (𝑘𝑐 𝑠𝑐 )2 + …........................................... (2.4)

b. Perkalian atau pembagian


Varians relatif y dalam operasi perkalian dan pembagian
merupakan jumlah varians relatif dari komponen a, b, c, d. Jika
terdapat persamaan matematis sebagai berikut:
𝑎.𝑏
𝑦 = 𝑐.𝑑 . ................................................................................................................ (2.5)
maka varians relatif y adalah:
𝑠𝑦2 𝑠𝑎 2 𝑠𝑏 2 𝑠𝑐 2 𝑠𝑑 2
𝑦
= 𝑎
+ 𝑏
+ 𝑐
+ 𝑑
....................................................... (2.6)

c. Operasi pangkat
Jika terdapat persamaan matematis:
y = bn ................................................................................................................ (2.7)
maka standar deviasi relatif dari y dan b dihubungkan oleh
persamaan:
𝑠𝑦 𝑛.𝑠
𝑦
= 𝑏 𝑏 .......................................................................................................... (2.8)

20 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


d. Operasi logaritma
Jika y merupakan fungsi dari x dengan persamaan matematis:
y = f(x).................................................................................................................. (2.9)
maka standar deviasi hubungan antara y dan x adalah:
𝑑𝑦
𝑠𝑦 = 𝑠𝑥 𝑑𝑥 ................................................................................................... (2.10)

Contoh Soal
Derajat keasaman (pH) suatu larutan ditentukan berdasarkan
rumus:
pH = -log [H+].
Jika[H+] adalah 1,9 x 10-4 dengan standar deviasi 1,3 x 10-5, maka
berapakah pH larutan, standar deviasi mutlak dan standar deviasi
relatifnya?

Jawab
pH = -log [H+] = -log (1,9 x 10-4) = 3,7
untuk mendapatkan standar deviasi dari nilai pH maka rumus pH
diubah menjadi:
d(pH ) 0,434
pH = -0,434 ln [H+] sehinggad( H + ) = − [H +]
Berdasarkan persamaan (2.6), maka standar deviasi dari pH larutan
adalah:
0,434
𝑠𝑝𝐻 = 𝑠[𝐻 +] − [𝐻 + ] sehingga
0,434
𝑠𝑝𝐻 = (1,3 x 10−5 ) − {1,9 𝑥 10 −4 )
= 0,03
𝑠𝑝𝐻 0,03
Standar deviasi relatif (rsd) = 100 x 𝑝𝐻
= 100 𝑥 3,7
= 0,8%
Kesimpulan:
Standar deviasi mutlak = 0,03 dan standar deviasi relatif = 0,8%

Kimia Analitik Dasar 21


2. Angka Bermakna dalam Perhitungan Kuantitatif

Problem 2.3
Dua orang mahasiswa masing-masing menimbang 0,2500
gram natrium hidroksida (Mr = 40,0) dan melarutkannya hingga
volume 100 mL. Mahasiswa A menyatakan larutan yang dihasilkan
memiliki konsentrasi 0,0625 M sedangkan mahasiswa B mencatat
konsentrasi larutan sebesar 0,06. Manakah hasil yang benar?

Perhitungan pada analisis kuantitatif berdasarkan reaksi kimia


yang terjadi dan stoikiometri. Pada perhitungan tersebut ketepatan
pengukuran juga dipengaruhi oleh keberadaan angka bermakna. Angka
bermakna berupa:
1. semua angka bukan nol
2. angka nol yang tidak digunakan untuk meletakkan koma desimal
3. angka nol yang berada di deretan angka paling belakang dapat
dianggap atau tidak dianggap sebagai angka bermakna.
Contoh angka bermakna terdapat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Angka Bermakna
Angka Notasi ilmiah Jumlah angka bermakna
0,00342 3,42 x 10-3 3
342 3,42 x 10 2 3
340 3,4 x 102 atau 3,40 x 102 2 atau 3

Beberapa aturan yang digunakan dalam perhitungan angka


bermakna antara lain:
a. Perhitungan yang melibatkan perkalian dan pembagian, maka
hasilnya dibulatkan kepada angka bermakna yang terkecil.
Contoh:
1) (5,0 x 10-2) x 10,624 = 53,120 => 53 (dua angka bermakna)
21,95
2) 3,62 𝑥 4,5 = 1,347452425 (sebelum pembulatan)
= 1,4 (setelah pembulatan)
9,428 g
3) 4,26 mL
= 2,21314554 g/mL (sebelum pembulatan)
= 2,21g/mL (setelah pembulatan)

22 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


b. Pada operasi penjumlahan dan pengurangan, maka perhitungan
dilakukan dengan menyejajarkan penanda desimal (koma) dari
angka-angka yang akan dijumlahkan atau dikurangkan. Setelah itu
melakukan penjumlahan atau pengurangan dan membulatkan
hasilnya kepada angka bermakna terakhir (dicetak tebal) yang
paling kiri. Contoh
5,0
+14,697
19,697 dibulatkan menjadi 19,7
4,371 m
+302,5 m
306,871 m (sebelum pembulatan)
306,9 m (setelah pembulatan)

Untuk perhitungan yang melibatkan penjumlahan dan perkalian


memerlukan kehati-hatian. Contoh: 144,3 cm2 + (2,54 cm x 8,4 cm) = ….
Hasil perkalian: 2,54 cm x 8,4 cm = 21,336 cm2 (sebelum pembulatan)
= 21 cm2 (setelah pembulatan)
Hasil penjumlahan:
144,3 cm2 + 21 cm2 = 165,3 cm2 (sebelum pembulatan)
= 165 cm2 (setelah pembulatan)
Berdasarkan penjelasan tentang angka bermakna, maka jawaban
pada Problem 2.3 adalah konsentrasi NaOH diperoleh dengan
menghitung mol NaOH dibagi dengan volume larutan. Neraca yang
digunakan adalah neraca analitis, sehingga hasil penimbangan
menunjukkan empat angka desimal. Dengan demikian perhitungan
konsentrasi NaOH adalah:
0,2500 𝑔
 Jumlah mol NaOH = = 0,00625 𝑚𝑜𝑙 = 6,25 𝑥 10−3 𝑚𝑜𝑙
40,0 𝑔/𝑚𝑜𝑙
(3 angka bermkna)
6,25 𝑥 10 −3 𝑚𝑜𝑙
 Konsentrasi NaOH = 0,100 𝐿
= 6,25 𝑥 10−2 mol/L = 0,0625 𝑀
 Jadi hasil yang benar adalah mahasiswa A yaitu 0,0625 M atau
6,25 𝑥 10−2 M dengan 3 angka bermakna.

Kimia Analitik Dasar 23


3. Parameter Statistik

Problem 2.4
Seorang analis telah melakukan pengukuran kadar klorida
dalam garam yang dihasilkan dari industri garam di dekat pantai
Talise di kota Palu menggunakan metode goravimetri dan
titrimetri. Data hasil pengukuran selanjutnya diolah. Analis
tersebut ingin membandingkan apakah metode gravimetri dan
titrimetri memberikan kadar klorida yang sama. Menurut Anda,
parameter apa yang diperlukan analis dalam mengolah data yang
diperolehnya?

Jawaban dari pertanyaan tersebut dapat Anda ketahui dengan


mempelajari beberapa parameter statistika. Parameter statistika
diperlukan dalam menginterpretasi data hasil pengukuran. Pada buku
ini hanya akan menjelaskan beberapa parameter statistika sederhana
yang dapat Anda lakukan dalam mengolah data. Pembahasan statistika
secara lengkap akan Anda pelajari pada mata kuliah statistika. Beberapa
parameter statistika sederhana yang dibahas dalam buku ini adalah:
a. Rerata (mean) adalah jumlah dari hasil pengukuran dibagi dengan
banyaknya pengukuran. Misal ada n kali pengukuran dan diperoleh
hasil x1 , x2 , x3 ,..., xn , maka mempunyai rerata sebesar:
𝑥 1 + 𝑥 2 + 𝑥 3 + 𝑥 4 + …+ 𝑥 𝑛
𝑥= ............................................................................ (2.11)
𝑛
b. Simpangan baku (standard deviation) adalah ukuran presisi yang
secara statistika dapat diterima. Simpangan baku (s) dengan jumlah
pengukuran terbatas (sampel) dihitung dari nilai rerata dan nilai
individual dari suatu kumpulan data pengukuran dengan rumus:
(𝑥 𝑖 −𝑥 )2
𝑠= 𝑛−1
............................................................................................... (2.12)
c. Uji perbedaan dua rata-rata
Pengujian signifikansi atau kebermaknaan perbedaan dua buah
rata-rata dapat Anda lakukan dengan menggunakan uji-t dengan
rumus:
x 1 −x 2 n1n2
t hitung = s gab n1+ n2
.............................................................. (2.13)

Selanjutnya hasil thitung dibandingkan dengan ttabel pada tingkat


kepercayaan dan derajat kebebasan tertentu untuk menentukan

24 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


penolakan ataupun penerimaan hipotesis nol (Ho). Besarnya derajat
kebebasan (dk) adalah n1 + n2 – 2. Rumus 2.11 digunakan dengan
asumsi sampel terdistribusi normal dan homogen. Bagaimana jika
sampel terdistribusi normal tetapi tidak homogen?
Parameter statistika lainnya yang juga diperlukan dalam
mengintepretasikan dan menganalisis data hasil pengukuran analisis
kuantitatif adalah:
a. Varians (variance)
Varians adalah kuadrat simpangan baku, yaitu σ2 (varians
populasi) atau s 2 (varians sampel)
b. Nilai tengah (median)
Median adalah nilai tengah (central point) dari suatu set data.
c. Rentang (range) adalah selisih antara nilai tertinggi dengan nilai
terendah dalam suatu set data.
R = nilai tertinggi – nilai terendah ....................................................... (2.14)
d. Batas kepercayaan atau batas ketangguhan
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap sampel, maka rerata
populasi yang sesungguhnya tidak diketahui dengan pasti, namun
berada dalam suatu interval kepercayaan tertentu. Mengapa
demikian dan bagaimana menentukannya? Interval kepercayaan
dapat ditentukan dengan menggunakan rumus batas kepercayaan
(confidence limit) sebagai berikut:
s
μ = X ± t ( n ) ............................................................................................... (2.15)
dengan μ: rerata populasi, X: rerata sampel, t: nilai yang diperoleh
dari tabel distribuasi student (ttabel) yang terdapat pada Lampiran 2
dengan tingkat kepercayaan (γ) atau tingkat kesalahan (α) tertentu
dan derajat kebebasan dk = n – 1) tertentu, s: simpangan baku
sampel, dan n: jumlah sampel.

Contoh Soal:
1. Hasil pengukuran kadar besi dalam air sumur di kelurahan X adalah
sebagai berikut: 101,4; 101,2; 101,5; 101,9; dan 101,6 ppm.
a. Berapakah besarnya konsentrasi rerata sampel, rentang, dan
simpangan baku?
b. Berapakah rata-rata kadar besi dalam air sumur di kelurahan X
pada tingkat kepercayaan 95% dan 99%?
Jawab:
(101,4+101,2+ 101,5+101,9+101,6) 𝑝𝑝𝑚
a. Rerata sampel: = 101,5 𝑝𝑝𝑚
5
Rentang = (101,9 – 101,2) ppm = 0,7 ppm

Kimia Analitik Dasar 25


Simpangan baku dapat dihitung dengan bantuan Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perhitungan simpangan baku
x (ppm) 𝒙 − 𝒙 (ppm) (𝒙 − 𝒙)𝟐 (ppm)
101,4 0,1 0,01
101,2 0,3 0,09
101,5 0 0
101,9 0,4 0,16
101,6 0,1 0,01
∑ x = 507,6 ∑ (𝑥 − 𝑥 )2 = 0,27
𝑥 = 101,5
Berdasarkan Tabel 2.2 dan rumus (2.12) maka:
0,27
𝑠= 5−1
= 0,07 = 0,26 ppm

b. Rata-rata kadar besi dalam air sumur di kelurahan X pada tingkat


kepercayaan 95% adalah:
0,26
𝜇 = 101,5 ± 2,776 5 𝑝𝑝𝑚 = 101,5± 0,33 ppm
pada tingkat kepercayaan 99% adalah:
0,26
𝜇 = 101,5 ± 4,604 5 𝑝𝑝𝑚 = 101,5± 0,55 ppm

Berdasarkan uraian tentang beberapa parameter statistika yang


dapat Anda gunakan dalam melakukan pengolahan dan interpretasi
data, maka penyelesaian Problem 2.4 adalah Anda harus menghitung
dulu rerata dan varians atau simpangan baku dari data yang diperoleh
dari penggunaan kedua metode tersebut. Selanjutnya dengan
mengasumsikan data terdistribusi normal, maka Anda harus menguji
dulu homogenitas data kedua metode tersebut. Homogenitas ditentukan
dengan membandingkan varians terkecil dengan varians terbesar.
Apabila hasil pengujian menunjukkan data dari kedua metode adalah
homogen, maka Anda tinggal menghitung nilai t dengan menggunakan
Rumus (2.13). Hasil t hitung selanjutnya dibandingkan dengan t tabel
untuk memutuskan apakah metode titrimetri dan gravimetri
memberikan hasil yang sama ataukah berbeda.

4. Outliers
Sebelum Anda memahami pengertian ourliers, maka perhatikan
Problem 2.5. Peristiwa yang dialami oleh mahasiswa dalam Problem 2.5
sering terjadi dalam pengukuran. Data yang dihasilkan ada
kemungkinan tidak sesuai dengan yang Anda harapkan. Bahkan

26 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


terkadang dijumpai data yang sangat berbeda dibandingkan dengan
data lainnya. Hasil pengukuran yang sangat berbeda dalam sekumpulan
data yang diperoleh dan tidak dapat digunakan dalam pengolahan data
dinamakan outlier.

Problem 2.5
Seorang mahasiswa mencatat volume larutan NaOH yang
diperlukan untuk tercapainya titik akhir adalah sebagai berikut
(mL):
12,12 12,15 12,13 13,14 12,12
Apakah semua data dapat digunakan dalam pengolahan
selanjutnya? Kalau tidak, tentukanlah data mana yang dapat Anda
gunakan dan data mana yang tidak dapat Anda gunakan?

Pada beberapa kasus, outlier merupakan kesalahan individu.


Sebelum Anda melakukan pengolahan data, maka Anda harus
memastikan bahwa outlier sudah tidak ada dalam kumpulan data yang
akan diolah. Cara yang dapat Anda lakukan untuk memastikan hal
tersebut adalah Anda harus melakukan pengujian Dixon’s Q atau uji Q
(Q-test). Uji Q merupakan pengujian statistik sebagai bahan
pertimbangan untuk membuang outlier dari hasil pengukuran. Rumus
yang digunakan yaitu:
nilai yang diragukan −nilai terdekat
Qhitung= nilai terbesar −nilai terkecil
............................................... (2.16)

Selanjutnya nilai Qhitung dibandingkan Qtabel (Lampiran 1), sehingga


kita dapat menentukan apakah data yang diragukan tersebut dapat
dipertahankan atau dibuang.
Hasil pengukuran yang terdapat pada problem 2.5 menunjukkan
angka 13,14 tampak meragukan karena berbeda agak jauh dengan hasil
pengukuran yang lain. Apakah hal ini berarti Anda dapat membuang dan
tidak menggunakan data tersebut untuk perhitungan lebih lanjut?
Tentu saja Anda tidak boleh membuang begitu saja data tersebut.
Anda harus memutuskannya dengen menggunakan rumus 2,16 pada
tingkat kepercayaan tertentu, misal 90%. Perhatikan perhitungan
berikut ini:

Kimia Analitik Dasar 27


Berdasarkan Rumus 2.16 maka:
(13,14 − 12,15)
Q hitung = = 0,97
(13,14 − 12,12)
Berdasarkan Tabel pada Lampiran 1 dengan t.k 90 % diperoleh Q =
0,64.

Oleh karena Qhitung ˃ Qtabel, maka volume NaOH sebesar 13,14 mL


tidak dapat digunakan dalam pengolahan data lebih lanjut. Dengan
demikian data volume NaOH yang dapat dilakukan pengolahan data
adalah 12,12 mL, 12,15 mL, 12,13 mL, dan 12,12 mL.

5. Ketepatan dan kecermatan


Istilah ketepatan dan kecermatan sangat penting dalam mengolah
dan mengintepretasikan data yang terkumpul. Untuk lebih jelasnya,
maka perhatikan Problem 2.6.

Problem 2.6
Empat orang mahasiswa menitrasi 10 mL larutan HCl 0,10 M
dengan larutan NaOH 0,10 M menggunakan indikator
fenolftalein. Setiap mahasiswa melakukan lima kali titrasi.
Banyaknya volume NaOH yang ditambahkan hingga muncul
warna merah terdapat pada Tabel 2.3. Bagaimana dengan
ketepatan dan kecermatan dari hasil pengukuran keempat orang
mahasiswa tersebut?
Tabel 2.3 Hasil Pengukuran oleh Empat Orang Mahasiswa
Mahasiswa Volume larutan NaOH 0,10 M (mL)
A 10,08 10,11 10,09 10,10 10,12
B 9,88 10,14 10,02 9,80 10,21
C 10,19 9,79 9,69 10,05 9,78
D 10,04 9,98 10,02 9,97 10,04

Ketepatan (accuracy) menunjukkan tingkat kesesuaian antara nilai


yang terukur dengan nilai sebenarnya. Dengan kata lain hasil yang tepat
adalah hasil yang sangat mendekati dengan hasil sebenarnya dari suatu
besaran yang terukur. Besar kecilnya ketepatan dinyatakan dengan
galat relatif (Rumus 2.2).

28 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Kecermatan (precision) adalah tingkat kecocokan diantara
pengukuran-pengukuran berulang. Dengan demikian kecermatan
menitik beratkan pada cocok tidaknya data di antara sekelompok data
hasil eksperimen. Besar kecilnya kecermatan dinyatakan dengan
simpangan baku atau rentang. Kecermatan menyatakan kedapat-
ulangan (reproducibility) pengukuran.
Berdasarkan uraian tentang ketepatan dan kecermatan yang baru
saja Anda pelajari, maka Problem 2.6 dapat selesaikan dengan terlebih
dahulu menghitung volume yang harus ditambahkan untuk tercapainya
titik ekivalen. Secara teoritis, titik ekivalen terjadi ketika volume NaOH
0,10 M yang ditambahkan sebanyak 10,00 mL. Oleh karena ketepatan
berkaitan dengan galat relatif dan kecermatan berkaitan dengan
simpangan baku, maka Anda harus menentukan terlebih dahulu nilai
rerata, galat relatif, dan simpangan baku dari data yang dihasilkan oleh
mahasiswa A, B, C, dan D.
Rerata dan simpangan baku dari volume NaOH 0,1 M yang
diperoleh oleh mahasiswa A adalah:
10,08+10,11+10,13+10,10+10,15 𝑚𝐿
Vrerata = 5
= 10,10 𝑚𝐿
10,10−10,00 𝑚𝐿
% galat relatif = 10 𝑚𝐿
𝑥 100 = 1%
(10,08−10,10)2 + (10,11−10,00)2 + (10,09−10,10)2 + (10,10−10,10)2 + (10,12−10,10)2
s= 5−1
s = 0,02

Perhitungan yang sama dilakukan terhadap mahasiswa B, C, dan D


dengan hasil terdapat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Data Statistika Berdasarkan Hasil Titrasi HCl dengan NaOH
Mahasiswa Rerata (mL) Galat relatif (%) Standar deviasi
A 10,10 1 0,02
B 10,01 0,1 0,17
C 9,90 -1 0,21
D 10,01 0,1 0,03

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan Tabel 2.3 mengenai


ketepatan dan kecermatan dari keempat mahasiswa tersebut adalah:
 Mahasiswa A: ketepatan rendah, kecermatan tinggi
 Mahasiswa B: ketepatan tinggi, kecermatan rendah
 Mahasiswa C: ketepatan rendah, kecermatan rendah
 Mahasiswa D: ketepatan tinggi, kecermatan tinggi

Kimia Analitik Dasar 29


B. RINGKASAN
1. Galat/kesalahan dalam analisis kuantitatif terbagi dua yaitu
kesalahan pasti dan kesalahan tidak pasti. Selain itu terdapat juga
galat mutlak dan galat relatif.
2. Perhitungan dalam analisis kuantitatif perlu mempertimbangkan
angka bermakna agar hasil yang diperoleh tidak terlalu jauh dari
hasil yang sesunggguhnya.
3. Parameter statistika yang dapat digunakan dalam analisis
kuantitatif adalah rerata, median, simpangan baku, varians, interval
kepercayaan, pengujian rerata dengan uji-t
4. Outliers adalah hasil pengukuran yang sangat berbeda dalam
sekumpulan data yang diperoleh dan tidak dapat digunakan dalam
pengolahan data.
5. Ketepatan merupakan tingkat kesesuaian antara nilai yang terukur
dengan nilai sebenarnya.
6. Kecermatan (precision) adalah tingkat kecocokan diantara
pengukuran-pengukuran berulang.

C. PERTANYAAN
1. Anda ingin membuat larutan standar Boraks Na2B4O7.10H2O
dengan konsentrasi 0,0500 M. Untuk keperluan tersebut, Anda
menimbang 10,645 gram Boraks kemudian dilarutkan sampai 1000
ml dalam labu ukur. Identifikasikan kesalahan-kesalahan yang
muncul dalam pembuatan larutan standar boraks!
2. Hasil kali kelarutan garam perak (AgX) adalah 4,0(±0,4) x 10-8.
Kelarutan molar AgX dalam air adalah 2,0 x 10-4. Berapakah galat
kelarutan garam AgX dalam air?
3. Statistika diperlukan dalam menginterpretasi data hasil
pengukuran. Ketika Anda membandingkan hasil pengukuran
klorida secara gravimetri dan titrimetri, parameter statistika apa
sajakah yang Anda perlu untuk menentukan ada tidaknya
perbedaan antara hasil pengukuran secara gravimetri dan
titrimetri?
4. Hasil pengukuran kadar nikel (%b/b) dalam uang logam Rp.
1.000,00 menunjukkan hasil sebagai berikut:
5,62 5,54 5,54 5,68 5,55 5,55 5,55 5,63
Berapakah rerata, median, rerata, simpangan baku, dan varians dari
data tersebut?
5. Hasil analisis kadar (%b/b) tembaga dalam cincin imitasi adalah
sebagai berikut:

30 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


0,31 0,32 0,29 0,30 0,25 0,31 0,32
Apakah perolehan kadar Cu sebesar 0,25% dapat diperhitungkan
dalam menentukan rerata kadar Cu dalam cincin tembaga pada α =
0,05?
6. Seorang mahasiswa memutuskan untuk mengecek terlebih dulu
prosedur untuk menentukan jumlah Na2CO3 dalam sampel riil.
Mahasiswa tersebut menganalisis larutan yang mengandung
98,76% Na2CO3 menggunakan titrasi asam-basa dengan
pengulangan sebanyak lima kali memberikan hasil sebagai berikut:
98,71% 98,59% 98,62% 98,4% 98,58%
Apakah hasil yang diperoleh berbeda secara signifikan dari nilai
yang diharapkan pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05?
Bagaimana kesimpulan Anda?
7. Dua orang mahasiswa melakukan titrasi terhadap 25 mL larutan
H2C2O4 0,01 M dengan larutan KMnO4 0,01 M sebanyak 5 kali.
Volume larutan KMnO4 yang diperlukan terdapat pada tabel
berikut:
Mahasiswa A Mahasiswa B
10,3 mL 10,3 mL
10,2 mL 10,5 mL
9,8 mL 10,4 mL
10,5 mL 10,5 mL
9,7 mL 10,6 mL
Bagaimana ketepatan dan kecermatan dari kedua mahasiswa
tersebut?

D. DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 2001. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Boston: McGraw-Hill
Companies, Inc
Miller, J.C. dan Miller, J.N., 1988, Statistic for Analytical Chemistry, Ellis
Horward Limited, New York
Skoog, D. A., West, D.M., Holler, F.J., & Crouch, S.R. 2004. Fundamentals of
Analyitical Chemistry. 8th. ed. Canada: Brooks/Cole-Thomson
Learning Academic Resource
Tim Kimia Analitik. 2000. Dasar-dasar Kimia Analitik. Bandung: Jurdik
Kimia UPI

Kimia Analitik Dasar 31


BAB PENGANTAR ANALISIS KIMIA
3 KUANTITATIF

1. Peralatan Dasar dalam Analisis Kimia Kuantitatif


2. Tahapan dalam Analisis Kimia Kuantitatif
3. Konsentrasi Larutan
4. Pembuatan Larutan

Setelah mempelajari Bab III


diharapkan mahasiswa dapat:
1. mengidentifikasi jenis
peralatan dasar untuk analisis
kimia kuantitatif
2. mengidentifikasi fungsi
peralatan dasar untuk analisis
kimia kuantitatif
3. memahami tahapan dalam
analisis kuantitatif,
4. membuat larutan dengan cara
benar

32 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Anda telah mempelajari tentang karakteristik kimia analitik pada
Bab I. Kimia analitik sarat dengan permasalahan yang dapat
diselesaikan dengan menggunakan strategi problem solving dan open-
ended experiment. Kegiatan eksperimen analisis kuantitatif memerlukan
pemahaman Anda tentang peralatan dasar laboratorium. Pemahaman
dan keterampilan Anda dalam menggunakan peralatan tersebut sangat
mendukung dalam melakukan analisis suatu sampel. Penentuan
kuantitas analit dalam sampel memerlukan tahapan-tahapan tertentu
dan keterampilan Anda dalam menyiapkan larutan pereaksi dengan
volume dan konsentrasi tertentu.

A. URAIAN MATERI
1. Peralatan Dasar dalam Analisis Kimia Kuantitatif
Problem 3.1
Anda ingin mengambil 25,00 mL larutan sampel untuk
dianalisis menggunakan metode titrimetri. Di laboratorium
terdapat peralatan untuk mengambil dan mengukur volume seperti
pipet tetes, pipet gondok (pipet volume), pipet ukur, buret, dan
gelas ukur. Manakah diantara peralatan tersebut yang harus Anda
gunakan? Mengapa Anda memilih peralatan tersebut?

Perkuliahan kimia analitik tidak terlepas dari aktivitas labora-


torium. Kegiatan di laboratorium memerlukan sejumlah bahan dan
peralatan laboratorium. Peralatan laboratorium terdiri atas peralatan
yang digunakan untuk pengukuran dan peralatan pendukung. Peralatan
untuk pengukuran terdiri atas peralatan dengan ketelitian tinggi dan
peralatan dengan ketelitian rendah. Pada saat kita membuat larutan
standar primer atau menangani sampel (memipet, mengencerkan,
menimbang), maka peralatan ukur dengan ketelitian tinggi harus
digunakan agar akurasinya tetap terjaga. Pengukuran terkait dengan
pembuatan larutan pereaksi atau indikator dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan ukur yang memiliki tingkat ketelitian rendah.
Peralatan pengukuran yang memiliki ketepatan dan kecermatan yang
tinggi perlu dikalibrasi secara berkala agar ketepatan dan kecermatannya
tetap terjaga. Adapun peralatan pendukung merupakan peralatan yang
digunakan agar pekerjaan analisis kimia dapat berlangsung dengan baik.

Kimia Analitik Dasar 33


a. Peralatan untuk pengukuran
Peralatan pengukuran merupakan peralatan laboratorium
yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang massa
maupun volume suatu zat yang diperlukan dalam analisis kimia.
Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa peralatan
pengukuran terdiri dari peralatan dengan tingkat ketelitian tinggi
dan ketelitian rendah. Peralatan dengan tingkat ketelitian tinggi
digunakan untuk membuat larutan sampel dan larutan standar,
menentukan volume larutan standar yang digunakan untuk titrasi,
dan menimbang massa endapan yang dihasilkan pada analisis
gravimetri. Contohnya adalah neraca analitik, pipet volume, labu
ukur, dan buret. Adapun peralatan dengan ketelitian rendah
digunakan untuk membuat larutan pereaksi atau indikator yang
ditambahkan untuk mendapatkan hasil analisis secara maksimal.
Contohnya yaitu neraca teknis, pipet ukur, dan gelas kimia.
Beberapa contoh gambar dan fungsi peralatan pengukur yang
digunakan dalam analisis kuantitatif konvensional adalah:
1) Neraca
Neraca terbuat dari bahan baja, aluminium, dan stainless steel.
Neraca digunakan untuk menimbang zat padat yang akan dibuat
larutannya atau menimbang massa endapan hasil analisis
gravimetri. Neraca terdiri atas neraca analitik (Gambar 3.1.a) dan
neraca teknis (Gambar 3.1.b). Neraca analitik memiliki tingkat
akurasi dan ketelitian yang tinggi. Massa benda terukur sampai
empat angka desimal. Neraca analitik biasa digunakan untuk
mengukur massa zat dalam kegiatan penelitian dan praktikum
terkait pengukuran kuantitatif. Pengukuran kuantitatif memerlukan
peralatan yang akurat dan cermat. Adapun neraca teknis memiliki
ketelitian yang lebih rendah, hasil pengukurannya dapat dibaca
hingga dua angka desimal, dan biasa digunakan untuk kegiatan
praktikum yang tidak memerlukan pengukuran kuantitatif.

Gambar 3.1.a Neraca Analitik Gambar 3.1.b Neraca Teknis

34 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Neraca analitik digunakan untuk menimbang zat-zat baku
primer atau sampel padat. Penimbangan zat pereaksi, zat baku
sekunder, atau zat untuk membuat larutan indikator tidak
memerlukan ketelitian tinggi, sehingga dapat menggunakan neraca
teknis saja. Namun demikian, pemeliharaan untuk kedua jenis
neraca tersebut sama, kecuali neraca analitik perlu dikalibrasi
secara berkala. Sebelum penimbangan, Anda harus memastikan
bahwa neraca dalam keadaan bersih dan skala timbangan selalu
berada di angka nol (di tera). Pastikan pula bahwa setelah
penimbangan selesai, maka neraca harus dalam keadaan nol dan
kondisi bersih.
2) Pipet gondok/pipet volume (Volume pipette)
Pipet volume termasuk pipet
dengan ketelitian tinggi, terbuat dari
kaca dan berbentuk panjang. Pada
bagian tengah pipet volume tampak
menggelembung, sedangkan bagian
ujung pipet lebih kecil dan lancip.
Ukuran pipet volume terdapat pada
bagian yang menggelembung.
Pipet volume hanya memiliki satu
ukuran volume. Ukuran pipet volume
yang tersedia adalah 1 mL, 2 mL, 5 mL, 10 mL, 25 mL, dan 50 mL.
Fungsi pipet volume adalah memindahkan larutan yang volumenya
sudah ditentukan dan telah diketahui dengan pasti dan tepat dari
suatu wadah ke wadah lainnya.
Penggunaan pipet volume dapat dilengkapi propipet atau
pipette pump atau ball pipette atau bola hisap untuk menyedot
larutan. Penjelasan tentang bola hisap terdapat pada uraian
peralatan pendukung.
3) Buret (Buret)
Buret memiliki ketepatan dan
ketelitian yang tinggi. Buret terbuat
dari kaca, berbentuk panjang, pada
bagian ujungnya mengecil dan
meruncing dan dilengkapi kran
untuk mengatur kecepatan tetesan
cairan. Buret dilengkapi dengan
skala yang terdapat di dinding buret.

Kimia Analitik Dasar 35


Ukuran buret bervariasi. Ada buret dengan ukuran 5 mL dan
10 mL dengan skala 0,01. Selain itu ada juga buret yang berukuran
25 mL dan 50 mL dengan skala 0,05 mL. Buret harus selalu bersih,
kering, dan bebas lemak. Buret biasa digunakan untuk analisis
titrimetri, yaitu reaksi antara titran dengan larutan analit. Pada
analisis titrimetri, zat yang berfungsi sebagai titran (larutan
standar) ditempatkan dalam buret, sedangkan larutan analit
ditempatkan di erlenmeyer. Sebelum Anda memulai titrasi, maka
harus dipastikan bahwa tidak ada gelembung udara di dalam buret.
Larutan standar dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui kran
sampai terjadi perubahan warna pada larutan yang dititrasi.
Banyaknya volume titran yang digunakan untuk menitrasi larutan
analit dapat Anda lihat pada skala yang terdapat pada dinding
buret.
4) Labu ukur
Labu ukur memiliki tingkat
ketepatan dan ketelitian yang tinggi.
Labu ukur terbuat dari kaca, bagian
bawah menggelembung, dan memiliki
leher yang panjang serta dilengkapi
dengan tutup. Pada bagian leher labu
ukur terdapat lingkaran pembatas
volume. Pada bagian yang
menggelembung tertulis volume,
toleransi, dan temperatur kalibrasi. Labu ukur tersedia dalam
berbagai ukuran yaiitu 25, 50, 100, 250, 500, 1000, dan 2000 mL.
Labu ukur tidak boleh terkena panas secara langsung. Labu
ukur berfungsi untuk membuat larutan dengan konsentrasi
tertentu atau untuk mengencerkan larutan dengan akurasi atau
tingkat ketepatan yang tinggi.
5) Pipet ukur (Measuring Pipette)
Pipet ukur memiliki ketelitian
yang rendah, terbuat dari kaca,
berbentuk panjang dan pada bagian
ujungnya agak lancip. Pipet ukur
memiliki skala yang terdapat pada
dinding pipet. Kapasitas pipet ukur
ada yang berukuran 1 mL, 5 mL, 10
m, 25 mL, dan 50 mL. Pipet ukur
digunakan untuk mengambil atau www.zelglasslaboratorium.indonetwork.
co.id
menyedot larutan dengan volume

36 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


tertentu. Pengambilan larutan dengan pipet ukur menggunakan
bola hisap. Cara penggunaannya adalah larutan disedot
menggunakan bantuan bola hisap sampai volume yang
dikehendaki. Volume larutan yang dipindahkan sesuai dengan skala
yang ada pada dinding pipet ukur. Jadi Anda tidak boleh meniup
larutan yang terdapat pada ujung pipet.

6) Gelas kimia (Beaker glass)


Gelas kimia merupakan alat
pengukur volume dengan ketepatan
dan ketelitian yang rendah. Gelas
ukur terbuat dari kaca borosilikat
yang tahan terhadap panas hingga
temperatur 200⁰C.
Gelas kimia berupa gelas tinggi,
memiliki berbagai diameter, dan
terdapat skala di sepanjang dinding-
nya. Pada bagian atas agak menonjol untuk memudahkan
penuangan cairan. Gelas kimia terdiri atas berbagai ukuran. Ada
yang berukuran 50 ml, 100 mL, 250 mL, 500 mL, 1000 mL, dan
2000 mL. Gelas kimia dengan kapasitas 250 mL terdapat garis-garis
yang menunjukkan bahwa volume yang tertampung di dalamnya
bisa 50, 100, 150, 200, dan 250 mL.
Gelas kimia dapat Anda gunakan untuk mengukur volume larutan
yang tidak memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi dan tidak masuk
dalam perhitungan. Selain itu gelas kimia juga dapat digunakan untuk
menampung zat kimia, mencampur/mengaduk, dan memanaskan
cairan. Penggunaan gelas kimia dapat ditutup dengan kaca arloji untuk
mencegah kontaminasi dan pengurangan zat.

7) Gelas ukur
Gelas ukur merupakan peralatan yang
digunakan untuk mengukur volume dengan
ketelitian yang rendah. Umumnya gelas
ukur terbuat dari kaca, namun ada juga yang
terbuat dari plastik yang tahan terhadap zat-
zat kimia. Gelas ukur berbentuk silinder yang
pada bagian bawahnya terdapat penyangga,
sehingga gelas ukur dapat diletakkan dalam
posisi tegak. Gelas ukur memiliki skala di
sepanjang dindingnya.

Kimia Analitik Dasar 37


Pada bagian atas tampak agak menonjol atau agak cekung.
Bagian ini berfungsi untuk mempermudah menuangkan larutan/
cairan. Pada dinding bagian atas terdapat angka yang menunjukkan
kapasitas gelas ukur. Kapasitas gelas ukur adalah 5, 10, 25, 50,
100, 250, 500, 1000, 2000 mL.
Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume suatu
larutan dengan ketelitian yang tidak terlalu tinggi dan tidak
terlibat dalam perhitungan. Gelas ukur juga dapat digunakan
untuk merendam pipet dalam larutan pencuci yang bersifat
asam. Dengan demikian berdasarkan bentuk dan fungsi alat
pengukur volume, maka alat ukur yang harus digunakan mahasiswa
pada Problem 3.1 adalah pipet volume/gondok/transfer. Hal ini
disebabkan volume yang dipindahkan mahasiswa tersebut nantinya
akan digunakan dalam proses perhitungan, sehingga apabila
volume tersebut dipindahkan menggunakan pipet ukur ataupun
pipet tetes maka hasilnya tidak akurat. Penggunaan buret dilakukan
untuk mengukur volume larutan standar yang digunakan dalam
proses titrasi.

b. Peralatan pendukung
Peralatan pendukung diperlukan untuk menunjang keterlak-
sanaan dan keberhasilan suatu metode analisis kimia kuantitatif,
sehingga hasil yang diperoleh maksimal. Beberapa jenis peralatan
pendukung yang diperlukan dalam analisis kimia kuantitatif
konvensional adalah:

1) Pipet Tetes (Drop Pipette)


Pipet tetes berupa pipa kecil yang
terbuat dari plastik atau kaca. Pada
bagian ujung bawah pipet tampak
meruncing, sedangkan ujung atasnya
ditutupi dengan karet. Pipet tetes
digunakan untuk mengambil cairan
dalam skala tetesan kecil dan tidak
memerlukan akurasi yang tinggi.
Penggunaan pipet tetes lainnya
adalah untuk mengambil larutan indikator yang akan digunakan
dalam penentuan titik akhit pada proses titrasi. Selain itu pipet
tetes juga digunakan untuk menambahkan volume pelarut dalam
labu ukur, sehingga volume larutan tepat pada meniskus tanda
batas.

38 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


2) Oven
Oven merupakan ruang termal
terisolasi yang digunakan untuk
memanggang atau mengeringkan suatu
zat. Oven dapat juga digunakan untuk
mengeringkan peralatan laboratorium
yang terbuat dari kaca.
Pada analisis gravimetri, oven
diperlukan untuk mengeringkan
endapan yang dihasilkan dari reaksi
pengendapan. Temperatur yang
digunakan berkisar 105-325oC, namun kisaran temperatur tersebut
bergantung pada model dan spesifikasi oven.

3) Tungku Pengabuan (Grafite Furnace)


Tungku pengabuan berfungsi untuk
memanaskan sampai temperatur 1100-
1700°C. Tungku pengabuan biasa
digunakan untuk mengabukan sampel
organik agar tidak mengganggu hasil
analisis dari unsur an-organik.

4) Gelas Arloji (Watch Glass)


Gelas arloji terbuat dari
kaca bening. Gelas ukur terdiri
atas berbagai ukuran
diameter. Ada gelas ukur yang
berdiameter 76, 100, dan 150
mm. Gelas arloji berfungsi
sebagai penutup gelas kimia
pada saat memanaskan larutan
sampel.
Selain itu gelas arloji juga
dapat digunakan untuk menempatkan zat padat yang akan
ditimbang dan untuk mengeringkan padatan dalam desikator.

Kimia Analitik Dasar 39


5) Corong Kaca (Funnel Conical)
Corong biasanya terbuat dari kaca,
namun ada juga yang terbuat dari plastik.
Corong tersebut berfungsi untuk membantu
ketika akan memasukkan cairan ke dalam
suatu wadah yang memiliki mulut sempit
seperti botol, labu ukur, buret, dan seba-
gainya. Selain itu corong juga berguna untuk
meletakkan kertas saring dalam proses
pemisahan campuran kimia yang berda-
sarkan gaya gravitasi. Agar kertas saring melekat dengan baik,
maka kertas saring harus dibasahi sebelum digunakan menyaring.

6) Corong Buchner
Corong Buchner merupakan peralatan
yang umumnya terbuat dari porselen,
namun demikian ada juga yang terbuat
dari kaca atau plastik. Pada permukaan
atau dasar corong terlihat bagian yang
berpori-pori. Bagian ini nantinya dilapisi
kertas saring yang dibasahi dengan
pelarut. Hal ini dilakukan untuk mencegah
kebocoran pada awal penyaringan.
Penggunaan corong Buchner biasanya
dilakukan dengan bantuan pompa vakum.
Pompa vakum berfungsi untuk menghisap cairan yang terdapat
dalam campuran yang disaring, sehingga proses penyaringan
menjadi lebih cepat. Penyaringan dengan corong Buchner
dilakukan untuk campuran halus seperti koloid. Misal penyaringan
endapan logam-oksin yang berwarna kuning ataupun endapan
aluminium hidroksida.

7) Cawan Porselen
Cawan porselen memiliki diame-
ter 90 mm, tinggi 35 mm, dan volu-
menya 100 mL. Permukaan cawan por-
selen bersifat glasir, sehingga memu-
dahkan untuk pemanasan. Glasir
adalah lapisan keras yang berkilap
pada porselen atau keramik

40 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Cawan porselen digunakan untuk menguapkan larutan atau
mengering-kan endapan yang basah. Pengeringan dapat dilakukan
di dalam oven maupun dengan pemanasan menggunakan pemanas
spiritus. Zat dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya
cawan diletakkan di atas kasa pada kaki tiga.

8) Desikator
Desikator merupakan panci
bersusun dua. Bagian bawah diisi
dengan bahan pengering dan
dilengkapi dengan penutup yang sulit
dilepas dalam keadaan dingin karena
dilapisi vaselin. Desikator ada dua
jenis yaitu desikator biasa dan
desikator vakum.
Desikator vakum pada bagian
tutupnya terdapat katup yang dapat dibuka dan ditutup, serta
dihubungkan dengan selang ke pompa. Bahan pengering yang biasa
digunakan adalah silika gel. Desikator berfungsi sebagai tempat
menyimpan sampel yang harus bebas air dan mengeringkan
padatan. Setelah sampel dikeringkan atau setelah dekomposisi,
sampel harus didinginkan dalam desikator pada temperatur kamar.
Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penyerapan
kembali kelembapan.

9) Erlenmeyer
Erlenmeyer merupakan
peralatan laboratorium yang
terbuat dari kaca pyrex (tahan
panas). Diameter Erlenmeyer
semakin ke atas semakin kecil.
Sepanjang dinding Erlenmeyer
terdapat skala. Ukuran dan
kapasitas Erlenmeyer ber-
variasi. Ada yang berukuran 50
mL, 100 mL, 200 mL, 250 mL
sampai 2 L. Erlenmeyer berfungsi untuk menyimpan dan
memanaskan larutan, serta untuk menampung filtrat hasil
penyaringan. Selain itu erlenmeyer juga digunakan sebagai wadah
larutan analit dalam analisis titrimetri.

Kimia Analitik Dasar 41


Erlenmeyer yang biasa digunakan dalam analisis titrimetri
adalah erlenmeyer dengan ukuran 250 mL. Hal ini dilakukan agar
lebih mudah dipegang. Selain itu juga dapat lebih mudah untuk
melihat perubahan warna yang terjadi pada larutan analit.

10) Bola Hisap


Bola hisap terbuat dari karet
dan berbentuk bola bertangkai. Pada
tangkai bola terdapat tiga tanda yaitu
tanda untuk menyedot cairan
(suction), mengambil udara (aspi-
rate) dan mengosongkan (empty).
Bola hisap berfungsi untuk mem-
bantu pengambilan cairan.
Bola hisap diperlukan ketika
mengambil larutan untuk menyiap-
kan larutan standar, larutan sampel, maupun larutan pereaksi.

11) Klem Buret (Clamp Buret)


Klem buret terbuat dari besi
dan berfungsi untuk menjepit
buret pada analisis titrimetri. Buret
dijepit secara langsung dan posisi
klem disesuaikan dengan panjang
buret.
Pemasangan klem pada buret
jangan sampai menyulitkan Anda
dalam membaca volume titran yang
digunakan untuk proses titrasi

12) Botol Semprot


Botol semprot atau biasa disebut
botol pencuci terbuat dari plastik. Pada
umumnya botol semprot diisi dengan
akuades (air suling). Botol semprot
digunakan untuk mengencerkan larutan
dengan cara menambahkan akuades
yang diperlukan sedikit demi sedikit
hingga mencapai tanda batas pada
voleme tertentu.

42 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Botol semprot juga biasa digunakan membersihkan dinding
wadah dan sisa endapan, membilas alat-alat gelas setelah dicuci.

13) Tabung reaksi


Tabung reaksi terbuat dari kaca
borosilikat daan terdiri dari berbagai
ukuran, ada yang tahan panas namun
ada juga yang tidak tahan panas.
Tabung reaksi ada juga yang dileng-
kapi dengan tutup atau sumbat.
Tabung reaksi berfungsi sebagai
tempat untuk mereaksikan bahan- Sumber:
nilahuda.blogspot.com
bahan kimia dalam jumlah sedikit.

14) Spatula
Spatula terbuat dari baja tahan
katat (stainless steel) atau alumunium,
berbentuk sendok panjang dengan
bagian ujung atasnya datar. Spatula
digunakan untuk mengambil bahan
kimia yang tersedia dalam bentuk
padat.

15) Batang Pengaduk


Batang pengaduk juga digunakan
sebagai alat bantu untuk menuangkan
larutan dari tempat yang satu ke tempat
yang lain.

16) Kawat Kasa, Kaki Tiga, dan


Pembakar Spiritus
Kawat kasa merupakan kawat
berbentuk persegi yang dilapisi
dengan asbes. Alat ini berguna
sebagai alas dalam menyebarkan
panas yang bersumber dari
pembakar. Kawat kasa biasanya
diletakkan di atas kaki tiga.

Kimia Analitik Dasar 43


Peralatan kaki tiga berupa besi yang menopang lingkaran besi.
Kaki tiga berfungsi untuk menahan kawat kasa dalam pemanasan.
Alat pemanas yang digunakan bisa berupa bunsen maupun
pembakar spiritus.

Problem 3.2
Seorang analis ingin membuat 100 mL larutan natrium
hidroksida dengan konsentrasi 0,1 M. Di laboratorium tersedia
NaOH padat. Menurut Anda, peralatan apa saja yang dibutuhkan
untuk membuat larutan tersebut dan bagaimana tingkat ketelitian
dari peralatan yang telah Anda pilih?

2. Tahapan dalam Analisis Kimia Kuantitatif


Perkembangan teknologi, dina-
mika penduduk dan aktivitas manusia
seringkali menimbulkan dampak pen-
cemaran lingkungan akibat limbah
yang ditimbulkan. Pencemaran air
sumur, air sungai, maupun air laut
dapat diakibatkan adanya logam-logam
berat seperti Cr, Cu, Pb, ataupun Hg.
Di sungai Poboya banyak pendu- http://img353.imageshack.us/

duk yang melakukan aktivitas pendulangan emas secara tradisional


dengan menggunakan merkuri (Hg) untuk memisahkan emas dari zat
pengotor. Di sisi lain penduduk sekitar masih menggunakan air sungai
untuk keperluan sehari-hari seperti mandi dan mencuci baju, sehingga
seringkali merasakan gatal-gatal di kulit dan kepala terasa pusing.
Namun demikian penduduk tidak menyadari bahaya dari merkuri.

Problem 3.3
Seorang mahasiswa bermaksud menentukan kadar merkuri
dalam air sungai di sekitar pendulangan emas Poboya. Bagaimana
cara (tahapan) yang dilakukan mahasiswa tersebut untuk
menentukan kuantitas merkuri dalam air sungai tersebut?

44 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Untuk menyelesaikan Problem 3.3, maka beberapa langkah
yang harus Anda lakukan adalah: (a) sampling; (b) pengubahan
cuplikan (sampel) menjadi bentuk yang sesuai untuk diukur; (c)
pengukuran baik secara kualitatif maupun kuantitatif; dan (d)
perhitungan serta interpretasi data hasil pengukuran. Penjelasan
dari setiap tahapan dalam analisis kimia adalah:

c. Sampling
Sampling merupakan tahap awal yang dilakukan dalam analisis
kimia kuantitatif, yaitu mengambil sebagian dari materi/obyek
yang akan dianalisis. Pengambilan sampel harus representatif,
artinya dapat mewakili keseluruhan materi yang dianalisis. Ketika
akan menganalisis kadar merkuri dalam air sungai yang mengalir di
Poboya, maka perlu dilakukan pengambilan sampel dari beberapa
titik pada setiap jarak tertentu (misal 100 m). Selain itu kedalaman
dan jarak dari tepi juga harus dipertimbangkan sehingga sampel
yang kita ambil dapat mewakili populasi air sungai. Pengambilan
sampel tersebut dinamakan teknik pengambilan sampling secara
gabungan (integrated sampling). Selain integrated sampling, ada
jenis teknik sampling lainnya yaitu Grab sampling dan automatic
sampling (Pradipa, 2013). Pada Grab sampling, sampel diambil
secara langsung pada badan air yang sedang dipantau. Sampel
tersebut hanya menggambarkan keadaan zat cair pada saat
pengambilan sampel. Adapun automatic sampling dilakukan ketika
Anda akan menentukan kualitas air secara terus-menerus.
Pengambilan sampel dilakukan secara berkala pada waktu-waktu
tertentu.
Bagaimana kalau sampel berwujud padat? Untuk sampel
berwujud padat, maka sampel harus digerus/digiling, selanjutnya
dilakukan pengayakan menggunakan ayakan berukuran mesh
untuk mendapatkan sampel yang homogen. Apabila jumlah sampel
yang diambil banyak, sedangkan yang Anda butuhkan hanya
sedikit, maka sampel homogen tersebut dikumpulkan menjadi
kerucut. Ujung kerucut ditekan lalu dibagi menjadi empat bagian
yang sama dengan jalan menarik dua garis tengah yang saling tegak
lurus. Bagian yang berseberangan diambil sebagai sampel. Apabila
jumlah tersebut masih banyak, maka kerjakan dengan cara yang
sama, sehingga jumlah sampel yang digunakan dapat mewakili
populasi.

Kimia Analitik Dasar 45


d. Pengubahan cuplikan (sampel) menjadi bentuk yang sesuai
untuk diukur
Umumnya sampel di alam berupa padatan dan cairan. Pada
sampel cairan penanganannya relatif sederhana. Bila metode yang
akan digunakan memerlukan sampel cair, maka langkah
penyiapannya relatif lebih mudah, tinggal langkah prekonsentrasi
(mengencerkan atau memekatkan dengan cara ekstraksi dan
pelarutan kembali). Untuk sampel padat, langkah pertama yang
harus Anda kerjakan adalah sampel perlu diubah dulu menjadi
bentuk yang dapat diukur yaitu berupa larutan. Cara yang biasa
digunakan adalah cara basah dan cara kering.
Pada cara basah, sampel padat dilarutkan dalam akuades, atau
asam seperti asam klorida (HCl), asam nitrat (HNO3), asam sulfat
(H2SO4), asam perklorat (HClO4). Asam banyak digunakan dalam
proses pelarutan, karena asam mampu bertindak sebagai oksidator
ataupun zat pengompleks. Selain itu dapat juga menggunakan air
raja (campuran HCl dan HNO3 dengan perbandingan 3 : 1) untuk
melarutkan emas. Logam yang tahan terhadap air ataupun asam
seperti silikat dapat dilarutkan dengan basa (natrium karbonat,
Na2CO3 atau natrium peroksida, Na2O2). Untuk sampel yang
mengandung senyawa organik biasanya dilakukan pengeringan dan
pengabuan sebelum dilarutkan dengan asam. Adapun pada cara
kering: sampel dipijarkan, kemudian dilarutkan dalam akuades
atau asam.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam analisis kimia adalah
interferensi (gangguan) dari matriks yang tidak diinginkan. Misal
pada penentuan magnesium (Mg) secara gravimetri menggunakan
zat pengendap oksalat. Jika dalam sampel terdapat juga ion besi,
maka ion tersebut akan turut mengendap sebagai besi oksalat. Oleh
karena itu sebelum ditambah pereaksi oksalat, maka ion besi
diendapkan terlebih dulu sebagai hidroksida pada pH 6.5. Pada pH
ini, Mg tidak mengendap, sedangkan Fe akan mengendap sebagai
hidoksida, sehingga kedua ion tersebut dapat dipisahkan.

e. Pengukuran
Tahap ketiga yang dilakukan dalam analisis kimia adalah
melakukan pengukuran. Metode untuk analisis kuantitatif konven-
sional antara lain gravimetri dan titrmetri. Namun, sebagian besar
orang lebih memilih metode fisiko-kimia yang melibatkan
penggunaan instrumen modern yang lebih efisien, efektif, serta
mudah dan cepat dalam pengoperasian.

46 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


f. Perhitungan serta interpretasi data hasil pengukuran
Tahap terakhir dalam kegiatan analisis kimia adalah mengolah
dan menafsirkan data hasil analisis, sehingga mudah diketahui
orang lain. Namun, perlu diingat kemungkinan adanya kesalahan
dalam pekerjaan analisis. Adanya kesalahan akan mempengaruhi
hasil pengukuran.

3. Konsentrasi Larutan
Problem 3.4
Berapakah konsentrasi dari larutan yang mengandung 4,00 g
NaOH (Massa molar = 39,997 g/mol) dalam 250 mL larutan?

Pembahasan analisis kuantitatif tidak terlepas dari konsentrasi


larutan. Beberapa cara atau satuan untuk menyatakan konsentrasi suatu
larutan yang digunakan dalam perhitungan analisis kuantitatif adalah:
a. Molaritas (M) yaitu banyaknya mol zat yang terlarut dalam 1000
mL larutan.
b. Persen berat (%b/b) yaitu banyaknya gram zat terlarut dalam 100
mL larutan
c. Persen volum (%v/v) yaitu banyaknya volum (mL) zat terlarut
dalam 100 mL larutan
d. Persen berat per volume (%b/v) yaitu banyaknya gram zat terlarut
dalam 100 mL larutan
e. Bagian per juta (ppm) yaitu banyaknya miligram zat terlarut dalam
1 L larutan
Sebagian besar jenis konsentrasi tersebut telah dibahas dalam
Kimia Dasar. Satuan normalitas tidak dibahas dalam buku ini, karena
penggunaanya sering menimbulkan kesalahan bagi sebagian besar
mahasiswa. Mahasiswa seringkali menggunakan rumus V1 x M1 = V2 x
M2 untuk menyelesaikan persoalan titrasi. Hal ini tentu saja tidak sesuai,
karena rumus tersebut berlaku untuk pengenceran suatu zat/senyawa.
Oleh karena itu, Anda harus mengetahui reaksi kimia yang terjadi
selama proses analisis dan melakukan penyetaraan reaksi agar tidak
terjebak dalam menyelesaikan persoalan analisis kuantitatif.

4. Pembuatan Larutan

Kimia Analitik Dasar 47


Problem 3.5
Di laboratorium tersedia bahan kimia nikel sulfat heptahidrat.
Anda memerlukan larutan nikel dengan konsentrasi 0,1 M
sebanyak 100 mL. Bagaimana Anda dapat menyiapkan larutan
tersebut?

Larutan adalah campuran homogen antara dua zat atau lebih yang
dapat dibuat dengan cara melarutkan sejumlah tertentu (gram atau
mL) zat terlarut dalam sejumlah volume pelarut yang sesuai, sehingga
diperoleh volume yang tepat. Dengan demikian pada saat Anda akan
membuat larutan, maka Anda perlu memerhatikan terlebih dahulu
bahan kimia yang tersedia. Bahan kimia tersebut dapat berupa padatan
atau cairan. Apabila bentuk zat yang akan dibuat larutan berupa
padatan, maka zat tersebut harus ditimbang sesuai dengan yang
dibutuhkan. Banyaknya zat yang ditimbang dapat Anda tentukan
melalui perhitungan berdasarkan hubungan antara konsentrasi dan
volume larutan yang diperlukan. Adapun jika zat yang akan dibuat
dalam bentuk cairan, maka dilakukan pengukuran sejumlah volume
dengan memperhitungkan massa jenis dan kadar zat terlarut dalam
keadaan pekat.
Contoh soal berikut ini mendeskripsikan cara menyiapkan larutan
dengan konsentrasi dan volume tertentu dari larutan pekatnya.
Perhatikan baik-baik!

48 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Contoh Soal
Bagaimana Anda menyiapkan larutan asam klorida 0,5 M
sebanyak 100 mL dengan menggunakan larutan asam klorida
pekat?
Jawab
 Larutan yang akan dibuat adalah 100 mL HCl 0,5 M dari
larutan pekatnya. Anda dapat membuat larutan yang
diinginkan dengan memperhatikan dulu kadar dan
kerapatan HCl pekat. Larutan HCl pekat memiliki kadar
37% dengan kerapatan 1,19 g/mL.
 Kerapatan HCl adalah 1,19 g/mL, berarti dalam 1 L larutan
terdapat 1190 g
 Kepekatan 37%, berarti massa HCl yang terdapat dalam
37
larutan adalah: 100 𝑥 1190 𝑔 = 440,3 𝑔
440,3 𝑔
 Jumlah mol HCl = = 12,06 𝑚𝑜𝑙.
36,5 𝑔/𝑚𝑜𝑙

Dengan demikian konsentrasi HCl pekat dalam 1 L larutan


adalah 12,06 M. Pembuatan 100 mL larutan HCl 0,5 M dapat
Anda lakukan dengan menggunakan rumus pengenceran yaitu:
V1 x M1 = V2 x M2
dengan V1: volume larutan pekat, M1: molaritas larutan
pekat, V2: volume larutan yang akan dibuat (larutan encer), dan
M2: molaritas larutan encer, sehingga:
V1 x 12,06 M = 100 mL x 0,5 M
V1 = 4,15 mL
Jadi pembuatan 100 mL larutan HCl 0,5 M dilakukan
dengan mengambil 4,15 mL larutan HCl pekat dan
mengencerkannya sampai volume 100 mL.

Kimia Analitik Dasar 49


Bagaimana Anda menyiapkan larutan yang dibuat dari zat padat
seperti pada Problem 3.5? Pertama kali Anda perlu menentukan massa
nikel sulfat yang harus ditimbang untuk membuat 100 mL larutan NiSO4
0,1 M. Perhatikan cara penyelesaian Problem 3.5 berikut ini:

Penyelesaian Problem 3.5


Mr NiSO4.7H2O = Ar Ni + Ar S + 4 Ar O + 14 Ar H + 7 Ar O
= 58,7 + 32,1 + 4(16) + 14(1) + 7(16) = 280,8 g/mol

Oleh karena nikel sulfat dalam bentuk terhidrat, maka jumlah


hidrat harus diperhitungkan dalam penimbangan, kecuali jika
hidratnya telah dihilangkan dengan cara pengeringan. Dalam hal ini
karena hidratnya tidak dihilangkan, maka:

Jumlah nikel sulfat yang harus ditimbang:


Mr NiS O 4 .7 H 2 O
x 10 mmol x Mr NiSO4
Mr NiS O 4
Jumlah larutan yang akan dibuat = 100 mL x 0,1 M = 10 mmol
280,8 g
= 154,8 x 10 mmol x 154,8 mmol = 2801,8 mg = 2,8 g

Hasil perhitungan menunjukkan jumlah nikel sulfat


heptahidrat yang harus ditimbang adalah 2,8 g. Zat tersebut
selanjutnya dilarutkan dengan akuades dan ditepatkan
volumenya dengan menambahkan akuades sampai volumenya
mencapai meniskus tanda batas pada labu ukur 100 mL

Larutan yang telah dibuat disimpan dalam wadah tertutup rapat


dan diberi label sesuai nama larutan, konsentrasi, dan tanggal
pembuatannya. Anda juga harus memperhatikan wadah untuk
menyimpan larutan tersebut. Hal ini disebabkan ada beberapa larutan
yang tidak tahan terhadap cahaya seperti larutan kalium permanganat
(KMnO4), sehingga larutan tersebut harus disimpan dalam wadah gelap.
Pembuatan larutan memerlukan ketepatan dan ketelitian agar hasil
yang diperoleh tidak menyimpang dari hasil yang sesungguhnya. Untuk

50 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


keperluan analisis kuantitatif perlu dilakukan standardisasi terhadap
larutan standar sekunder sebelum larutan tersebut digunakan sebagai
larutan standar dalam analisis analit.
Larutan standar dalam titrimetri memegang peranan yang amat
penting. Larutan standar merupakan istilah kimia yang menunjukkan
bahwa suatu larutan telah diketahui konsentrasinya dengan pasti. Hal
ini berarti konsentrasi larutan standar adalah tepat dan akurat. Larutan
standar dibedakan menjadi dua macam yaitu larutan standar primer
dan larutan standar sekunder.
Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsen-
trasinya diperoleh dengan cara menimbang. Syarat senyawa yang dapat
dijadikan standar primer adalah:
a. memiliki kemurnian yang sangat tinggi yaitu sekitar 100%
b. bersifat stabil pada suhu kamar dan pada suhu pemanasan
(pengeringan). Hal ini disebabkan umumnya senyawa standar
primer dipanaskan terdahulu sebelum ditimbang.
c. mudah diperoleh (tersedia di banyak tempat).
d. memiliki massa molekul relatif yang tinggi (Mr), Hal ini untuk
menghindari kesalahan relatif yang terjadi pada saat menimbang.
Penimbangan dengan massa yang besar akan lebih mudah dan
memiliki kesalahan yang lebih kecil dibandingkan dengan
menimbang suatu zat dengan massa kecil.
e. harus memenuhi kriteria syarat-syarat titrasi.

Berdasarkan persyaratan tersebut, maka senyawa yang dapat


dipakai untuk sebagai larutan standar primer antara lain senyawa
As2O3, KBrO3, KHC8H4O4, Na2CO3, dan NaCl (Day & Underwood, 2001).
Jadi senyawa-senyawa tersebut ditimbang dengan massa tertentu,
kemudian dilarutkan dalam akuades dengan volume tertentu. Fungsi
dari larutan standar tersebut adalah:
1. Arsen trioksida (As2O3) dipakai untuk membuat larutan natrium
arsenit (NaAsO2) yang digunakan untuk menstandardisasi larutan
natrium periodat (NaIO4), larutan iodine (I2), dan cerium(IV)sulfat
{Ce(SO4)2}.
2. Kalium bromat (KBrO3) untuk menstandardisasi larutan natrium
tiosulfat (Na2S2O3).
3. Kalium hidrogen ftalat (KHC8H4O4). Dalam beberapa buku dan
literatur kalium hidrogen ftalat biasa ditulis sebagai KHP. Larutan
standar ini biasa dipakai untuk menstandardisasi larutan natrium
hidroksida.

Kimia Analitik Dasar 51


4. Natrium karbonat (Na2CO3) dan natrium tetraborat
(Na2B4O7.10H2O) dipakai untuk standardisasi larutan H2SO4, HCl
dan HNO3.
5. Natrium klorida (NaCl) untuk menstandardisasi larutan AgNO3
Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya
diperoleh dengan cara mentitrasinya dengan larutan standar primer.
NaOH tidak dapat dipakai untuk standar primer disebabkan NaOH
bersifat higroskopis. Oleh sebab itu NaOH harus dititrasi dahulu dengan
asam oksalat agar dapat dipakai sebagai larutan standar. Begitu juga
dengan H2SO4 dan HCl tidak bisa langsung digunakan sebagai larutan
standar, namun harus distandardisasi dengan larutan standar primer
Na2CO3.

B. RINGKASAN
1. Analisis kimia kuantitatif memerlukan peralatan dengan tingkat
akurasi dan presisi yang tinggi. Selain itu juga memerlukan
beberapa peralatan laboratorium pendukung untuk keterlaksanaan
dan keberhasilan analisis.
2. Tahapan yang perlu diperhatikan dalam analisis kuantitatif adalah
sampling, pengubahan cuplikan menjadi bentuk yang sesuai untuk
diukur, pengukuran, dan perhitungan serta interpretasi data hasil
perhitungan.
3. Molaritas (M) yaitu banyaknya mol zat yang terlarut dalam 1000
mL larutan.
4. Persen berat (%b/b) yaitu banyaknya gram zat terlarut dalam 100
mL larutan
5. Persen volum (%v/v) yaitu banyaknya volum (mL) zat terlarut
dalam 100 mL larutan
6. Persen berat per volume (%b/v) yaitu banyaknya gram zat terlarut
dalam 100 mL larutan
7. Bagian per juta (ppm) yaitu banyaknya miligram zat terlarut dalam
1 L larutan.
8. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah
diketahui dengan pasti. Larutan standar dibedakan dua yaitu
larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan
standar primer merupakan larutan yang konsentrasinya diperoleh
dengan cara penimbangan, sedangkan larutan standar sekunder
merupakan larutan yang konsentrasinya diperoleh melalui titrasi
dengan larutan standar primer.

52 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


C. PERTANYAAN
1. Bagaimana cara penggunaan pipet volume, buret, dan labu ukur
dengan benar!
2. Mengapa dalam peralatan gelas yang digunakan untuk analisis
kimia dijumpai tulisan “TD” dan “TC”?
3. Sebelum peralatan gelas digunakan maka harus dibersihkan dan
dikeringkan terlebih dahulu. Bagaimana cara mengeringkan
peralatan untuk pengukuran dan peralatan?
4. Peralatan dan bahan kimia apa saja yang Anda butuhkan ketika
akan membuat larutan sampel dari uang koin Rp. 500,00?
5. Bagaimana Anda menyiapkan larutan: (a) NaOH 0,2 M sebanyak
500 mL menggunakan NaOH padat dan (b) larutan Cu2+ 150,0 ppm
sebanyak 1 liter menggunakan logam tembaga (Cu)?
6. Bagaimana cara Anda menganalisis kadar NaCl dalam garam yang
beredar di pasar!
7. Perhatika gambar berikut dengan seksama:
Sekelompok mahasiswa se-
dang menyiapkan larutan yang akan
digunakan untuk praktikum.
Menurut Anda, apakah mahasiswa
tersebut sudah membuat larutan
menggunakan peralatan labora-
torium dengan cara yang benar?
Jelaskan alasannya!

D. DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 2001. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Boston: McGraw-Hill
Companies, Inc
Miller, J.C. dan Miller, J.N., 1988, Statistic for Analytical Chemistry, Ellis
Horward Limited, New York
Skoog, D. A., West, D.M., Holler, F.J., & Crouch, S.R. 2004. Fundamentals of
Analyitical Chemistry. 8th. ed. Canada: Brooks/Cole-Thomson
Learning Academic Resource
Tim Kimia Analitik.2000. Dasar-dasar Kimia Analitik. Bandung: Jurdik
Kimia UPI
Yunita. 2009. Panduan Pengelolaan Laboratorium Kimia. Bandung: CV.
Insan Mandiri

Kimia Analitik Dasar 53


Pradipa, B. 3013. Metode Pengambilan Sampel Air. Tersedia di:
http://www.scribd.com/doc/79738058/Metode-Pengambilan-
Sampel-Air. Diakses tanggal 16 Oktober 2013.
http://smpplklatenscienceclub.wordpress.com/2011/12/06/peralatan-
laboratorium-terbuat-dari-kaca-glassware

54 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


BAB ANALISIS KUANTITATIF
4 KONVENSIONAL

1. Penggolongan Analisis Kuantitatif


2. Metode Analisis Gravimetri
3. Metode Analisis Titrimetri
4. Kegiatan Praktikum dalam Analisis Kuantitatif

Setelah mempelajari Bab IV


diharapkan mahasiswa dapat:
1. membedakan analisis kuantitatif
secara konvensional dan secara
instrumental
2. menjelaskan konsep dan prinsip
analisis gravimetri
3. menjelaskan konsep dan prinsip
analisis titrimetri
4. mengidentifikasi jenis analisis
titrimetri
5. menyelesaikan praktikum analisis kuantitatif

Kimia Analitik Dasar 55


A. URAIAN MATERI

1. Penggolongan Analisis Kuantitatif


Analisis kuantitatif bertujuan menentukan kuantitas setiap
komponen penyusun sampel. Analisis kuantitatif dapat dilakukan secara
konvensional dan instrumentasi. Analisis kuantitatif konvensional
melibatkan proses kimia, sedangkan analisis kuantitatif instrumentasi
melibatkan proses fisika dengan menggunakan prinsip interaksi materi
dengan energi dalam pengukurannya. Contoh metode analisis yang
menggunakan instrumentasi adalah: spektrofotometri ultra violet,
spektrometri serapan atom, spektrofotometri infra red. Perbandingan
antara metode analisis konvensional dengan instrumentasi diringkas
dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Perbandingan Metode Konvensional dan Instrumental

Kriteria Metode Konvensional Metode Instrumental


Keperluan kurang memadai untuk dirancang untuk analisis
analisis keperluan analisis rutin rutin
Ukuran sampel analisis makro dan analisis jenis semimikro,
semi-mikro mikro, dan nano.
Preparasi sampel diubah menjadi sampel tidak selalu
sampel analit yang siap didestruksi, sehingga
dianalisis, sehingga sampel dapat digunakan
tidak dapat dipakai lagi kembali.
Jumlah sampel umumnya kurang banyak metode
mampu menganalisis instrumental yang dapat
beberapa konstituen menganalisis konstituen
sampel secara simultan sampel secara simultan
(serentak)
Gangguan- umumnya relatif cukup banyak metode
gangguan banyak, sehingga instrumental yang tidak
analisis seringkali memerlukan memerlukan pemisahan,
tahap pemisahan. karena metode itu
menggunakan sifat fisik
zat yang sangat spesifik.
Penggunaan memerlukan waktu memerlukan waktu yang
waktu yang lebih lama lebih singkat
(Sumber: Buchari, 1990)

56 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Tabel 4.1 menunjukkan masing-masing metode memiliki kelebihan
dan kekurangan, sehingga Anda perlu mempertimbangkan metode
analisis yang tepat. Pembahasan dalam buku ini lebih memfokuskan
pada analisis kuantitatif konvensional. Analisis kuantitatif konvensional
terdiri atas metode analisis gravimetri dan metode analisis titrimetri.

2. Metode Analisis Gravimetri

Problem 4.1
Apa yang akan tejadi ketika Anda menambahkan larutan
barium klorida ke dalam larutan amonium sulfat sedikit demi
sedikit? Apakah jumlah barium klorida yang ditambahkan harus
sama dengan jumlah larutan amonium sulfat? Ataukah jumlah
barium klorida yang ditambahkan harus berlebih? Mengapa
demikian?

Metode gravimetri merupakan salah satu metode yang digunakan


untuk menentukan kuantitas analit secara konvensional. Pada dasarnya
metode gravimetri dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Gravimetri dengan cara penguapan. Analit diuapkan kemudian zat
yang tidak menguap ditimbang. Dengan demikian massa bagian
yang hilang/menguap dapat ditentukan kuantitasnya. Contoh:
penentuan kadar air yang terdapat dalam sampel organik dan
penentuan air kristal (hidrat) yang terikat dalam suatu senyawa.

2) Gravimetri dengan cara elektrolisis. Larutan yang mengandung


analit diletakkan dalam sel elektrolisis. Setelah elektrolisis
berlangsung dalam waktu tertentu, maka logam yang mengendap di
katode dapat ditentukan beratnya. Contoh penentuan tembaga (Cu)
yang terdapat dalam larutan sampel dielektrolisis selama waktu
tertentu dengan menggunakan katode platina (Pt) pada kondisi
asam. Reaksi yang terjadi selama proses elektrolisis adalah:

Katode : Cu2+(aq) + 2e → Cu(s)


2 H+(aq) + 2e → H2(g)
Anode : 2 H2O(l) → 4 H+(aq) + O2(g) + 4e

Pada proses elektrolisis tersebut, ion Cu2+ yang terdapat dalam


larutan sampel mengalami reduksi menghasilkan endapan Cu,

Kimia Analitik Dasar 57


sedangkan di Anode terjadi reaksi oksidasi air menghasilkan ion H+
dan oksigen. Massa endapan Cu yang dihasilkan di katode dapat
ditentukan dengan menghitung selisih antara massa elektroda
sesudah elektrolisis dengan sebelum elektrolisis.

3) Gravimetri dengan cara pengendapan. Metode ini menggunakan


pereaksi tertentu yang dapat mengendapkan zat yang dianalisis.
Endapan yang dihasilkan harus berbentuk hablur kasar agar mudah
untuk dipisahkan dengan penyaringan.
Contoh :
Kalsium ditetapkan secara gravimetri dengan cara
mengendapkannya sebagai kalsium oksalat. Endapan yang
terbentuk selanjutnya dikeringkan dan dipanggang, sehingga
endapan kalsium oksalat berubah menjadi kalsium oksida dengan
melepaskan gas karbon dioksida dan karbon monoksida.
Ca2+(aq) + C2O42-(aq) → CaC2O4(s)
CaC2O4(s) → CaO(s) + CO2(g) + CO(g)

Metode analisis gravimetri yang akan dibahas dalam buku ajar ini
adalah metode analisis gravimetri dengan cara pengendapan. Prinsip
dari metode analisis gravimetri berdasarkan reaksi:
xAy+(aq) + yRx-(aq) → AxRy(s)
Persamaan reaksi tersebut menyatakan sejumlah x mol larutan A
bereaksi dengan y mol larutan R menghasilkan endapan AxRy. Larutan A
merupakan analit dan R merupakan pereaksi (reaktan) pengendap.
Pereaksi pengendap biasanya ditambahkan secara berlebihan untuk
menekan kelarutan endapan yang dihasilkan. Endapan AxRy merupakan
senyawa yang sangat sedikit larut dan dapat ditimbang. Terkadang
endapan yang telah dikeringkan masih diperlakukan lebih lanjut dengan
pembakaran menjadi senyawa yang memiliki komposisi tertentu.
Senyawa tersebut kemudian ditimbang, sehingga diperoleh berat yang
konstan. Contoh analisis ion Fe3+ yang diendapkan dengan larutan
amoniak menurut reaksi:
Fe3+(aq) + 3 NH4OH(aq) → Fe(OH)3(s) + 3 NH4⁺(aq)

2 Fe(OH)3(s) → Fe2O3(s) + 3 H2O(l)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka prinsip analisis gravimetri


adalah larutan sampel ditambah zat pengendap. Endapan yang

58 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


terbentuk selanjutnya disaring, dicuci, dikeringkan atau dipijarkan dan
setelah dingin ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan.
Beberapa ion dapat ditentukan secara gravimetri dengan menggunakan
pereaksi tertentu untuk mengendapkan ion-ion tersebut. Endapan yang
dihasilkan kemudian ditentukan beratnya (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Bentuk Senyawa yang Diendapkan dan Ditimbang
Ion yang Pereaksi Senyawa yang Senyawa yang
ditetapkan Pengendap diendapkan ditimbang
Fe3+ NH4OH Fe(OH)3 Fe2O3
Ba2+ SO42- BaSO4 BaSO4
Cu 2+ NaOH Cu(OH)2 CuO
Ni2+ Dimetilglioksima Ni(DMG) Ni(DMG)
(DMG)
Cl⁻ AgNO3 AgCl AgCl
SO42- BaCl2 BaSO4 BaSO4
Penggunaan analisis gravimetri perlu mempertimbangkan
beberapa persyaratan, yaitu:
1. zat yang akan diendapkan memiliki kelarutan yang cukup kecil,
Bsehingga dapat mengendap secara kuantitatif dengan sempurna
2. endapan yang dihasilkan harus dapat dipisahkan dengan cara
penyaringan dan mempunyai susunan atau rumus molekul
tertentu. Selain itu endapan yang akan ditimbang harus murni atau
sangat hampir murni.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk endapan/senyawa
yang ditimbang adalah memenuhi prinsip stoikiometri, mempunyai
kestabilan yang tinggi, dan mempunyai faktor gravimetri yang kecil.
Pembahasan lebih lanjut tentang analisis gravimetri akan Anda pelajari
pada Bab V.

3. Metode Analisis Titrimetri


Pada pembahasan sebelumnnya sudah dikemukakan bahwa
analisis titrimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitartif
konvensional. Perhitungan yang terdapat dalam metode analisis
titrimetri berdasarkan pada hubungan stoikiometri dari reaksi kimia
yang terjadi.

Kimia Analitik Dasar 59


a. Prinsip metode analisis titrimetri
Metode analisis titrimetri berdasarkan pada reaksi kimia
antara larutan analit dengan larutan titran menurut reaksi:
aA + tT → produk
Pada reaksi tersebut, sebanyak a mol analit A bereaksi dengan t
mol titran T menghasilkan produk. Larutan analit adalah larutan
yang akan ditentukan kuantitasnya, sedangkan titran merupakan
larutan standar. Larutan standar adalah larutan yang
konsentrasinya sudah diketahui dengan pasti.
Larutan standar biasanya dimasukkan dalam buret dan
ditambahkan secara sedikit demi sedikit sambil terus dilakukan
pengocokan sampai semua analit telah habis bereaksi. Proses
menambahkan larutan standar sampai reaksi telah berlangsung
sempurna merupakan proses titrasi. Titik atau keadaan dimana
jumlah titran yang ditambahkan tepat bereaksi sempurna dengan
analit disebut titik ekuivalen atau titik akhir teoritis. Pada
prakteknya, saat terjadinya titik ekivalen sulit untuk ditentukan.
Namun demikian, titik ekuivalen dapat diketahui melalui
penambahan pereaksi yang dapat memberikan perubahan visual
yang jelas, seperti perubahan warna atau pembentukan kekeruhan.
Pereaksi yang ditambahkan tersebut adalah indikator. Titik pada
saat terjadi perubahan warna dalam larutan yang dititrasi disebut
titik akhir titrasi. Idealnya titik akhir titrasi sama dengan titik
ekuivalen, namun kenyataannya terdapat perbedaan dan
menimbulkan sesatan/galat/kesalahan titrasi. Pemilihan indikator
dan kondisi eksperimen harus dilakukan secara cermat dan teliti,
sehingga kesalahan yang muncul menjadi sekecil mungkin.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka analisis
titrimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif yang
dilakukan dengan menentukan volume larutan standar yang
digunakan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan analit.
Massa analit dihitung dari volume larutan standar yang digunakan
sampai terjadi reaksi sempurna dan stoikiometri.

b. Persyaratan Analisis Titrimetri


Zat/senyawa yang berada dalam bentuk larutan belum tentu
dapat ditentukan dengan metode titrasi. Beberapa hal atau
persyaratan yang harus dipenuhi agar kita dapat menentukan
kuantitas suatu zat dengan cara titrasi adalah sebagai berikut:
1) Reaksi antara titran dengan analit harus stoikiometri. Artinya
reaksi keduanya dapat ditulis dalam persamaan reaksi

60 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


sederhana yang telah diketahui dengan pasti. Jadi produk
reaksi antara titran dan analit harus diketahui secara pasti,
sehingga Anda dapat menuliskan dan menyetarakan reaksinya.
Sebagai contoh reaksi antara larutan asam klorida dengan
kalium hidroksida dapat ditulis secara pasti sebagai berikut:
HCl(aq) + KOH(aq) → KCl(aq) + H2O(l)

2) Reaksi antara titran dan analit harus berlangsung dengan


cepat. Hal ini untuk memastikan proses titrasi dapat
berlangsung dengan cepat dan titik ekuivalen dapat diketahui
dengan pasti.
3) Tidak ada reaksi lain yang mengganggu reaksi antara titran
dan analit. Bila terdapat zat-zat pengganggu, maka zat tersebut
harus dihilangkan. Sebagai contoh bila kita melakukan titrasi
asam asetat dengan NaOH maka tidak boleh ada asam lain
seperti H2SO4. Keberadaan H2SO4 dapat mengganggu reaksi
antara asam asetat dan NaOH
4) Bila reaksi antara titran dengan analit telah berjalan dengan
sempurna (artinya titran dan analit telah habis bereaksi), maka
harus ada sesuatu yang dapat dipergunakan untuk memastikan
hal tersebut. Salah satu cara yang dapat Anda lakukan adalah
penggunaan indikator. Penambahan indikator dapat
menimbulkan perubahan warna ketika zat yang dititrasi sudah
habis bereaksi dengan titran. Pada saat inilah Anda harus
mengakhiri titrasi. Namun yang perlu Anda ingat adalah jarak
antara titik akhir titrasi dengan titik ekuivalen harus
berdekatan.
5) Kesetimbangan reaksi harus mengarah ke pembentukan
produk, sehingga dapat diukur secara kuantitatif. Bila reaksi
tidak mengarah ke pembentukan produk maka akan sulit
untuk menentukan titik akhir titrasi.
Apabila semua persyaratan tersebut telah terpenuhi, maka
Anda dapat menganalisis sampel dengan menggunakan metode
titrimetri.

c. Jenis Analisis Titrimetri


Analisis titrimetri digolongkan berdasarkan jenis reaksi yang
terjadi antara analit dan titran. Jenis analisis titrimetri adalah:
1) Titrasi netralisasi, terdiri atas:
- Asidimetri merupakan titrasi antara larutan basa kuat,
basa lemah atau garam terhidrolisis yang berasal dari

Kimia Analitik Dasar 61


asam lemah dengan larutan standar asam kuat. Reaksi
yang terjadi adalah:
NH4OH(aq) + HCl(aq) → NH4Cl(aq) + H2O(l)
Sebutkan contoh lainnya!

- Alkalimetri merupakan titrasi antara larutan asam kuat,


asam lemah, atau garam terhidrolisis yang berasal dari
basa lemah dengan larutan standar basa kuat. Reaksi yang
terjadi:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3COONa(aq) + H2O(l)
Sebutkan contoh lainnya!

2) Titrasi pengendapan yaitu titrasi antara analit dengan titran


yang menghasilkan endapan. Pengendapan kation perak
dengan anion halogen merupakan titrasi pengendapan yang
telah banyak digunakan, sehingga titrasi pengendapan disebut
juga titrasi argentometri. Reaksi yang terjadi adalah:
Cl-(aq) + Ag+(aq) → AgCl(s)
Sebutkan contoh lainnya!

3) Titrasi pembentukan kompleks merupakan proses titrasi yang


mengakibatkan terbentuknya senyawa/ion kompleks yang
stabil. Contoh titrasi jenis ini adalah ion perak yang dititrasi
dengan ion sianida menghasilkan ion komplek Ag(CN)2-. Reaksi
yang terjadi adalah:
Ag+(aq) + CN-(aq) → Ag[Ag(CN)2](s)
Sebutkan contoh lainnya!

4) Titrasi Reduksi Oksidasi (Redoks) merupakan proses titrasi


yang menimbulkan terjadinya perubahan bilangan oksidasi
atau valensi dari zat-zat yang bereaksi. Contoh, besi(II)
dioksidasi dengan serium(IV) menjadi besi(III) dan serium(III).
Reaksi yang terjadi adalah:
Fe2+(aq) + Ce4+(aq) → Fe3+(aq) + Ce3+(aq)
Sebutkan contoh lainnya!
Pembahasan lebih lanjut dari beberapa jenis analisis titrimetri
tersebut dapat Anda jumpai pada Bab VI, VII, VIII, dan IX setelah
pembahasan tentang analisis gravimetri dengan pengendapan pada
Bab V.

62 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


4. Kegiatan Praktikum dalam Analisis Kuantitatif
Pada Bab I telah dikemukakan bahwa praktikum dalam kimia
analitik dapat dilakukan melalui kegiatan open-ended experiment. Pada
bagian ini akan dibahas tentang beberapa kegiatan praktikum yang
dilakukan dalam open-ended experiment (Pursitasari, 2012). Kegiatan
tersebut dilakukan dalam tiga tahapan.
Tahap pertama dan kedua masih berupa latihan kepada mahasiswa
tentang prosedur analisis gravimetri dan titrimetri. Larutan analit
belum menggunakan sampel yang ada di lingkungan, melainkan bahan-
bahan kimia yang disediakan oleh laboran. Pada tahap ini, Anda
melakukan analisis gravimetri dan titrimetri menggunakan prosedur
yang ada, namun Anda harus menyiapkan alat-alat dan bahan kimia
yang digunakan untuk keperluan analisis. Anda juga harus bisa mencari
alternatif bahan kimia lainnya, jika bahan yang ada di prosedur tidak
tersedia di laboratorium.
Tahap ketiga, Anda harus mencari referensi dan membuat
rancangan praktikum sesuai dengan topik yang telah Anda tentukan
bersama kelompok Anda. Anda bisa konsultasikan terlebih dahulu
rancangan yang telah dibuat oleh kelompok Anda kepada dosen dan
laboran untuk mengetahui ketersediaan alat dan bahan. Setelah
prosedur yang Anda susun sudah disetujui, maka Anda dapat
melakukan praktikum sesuai jadwal yang telah ditentukan. Hasil
praktikum/eksperimen Anda selanjutnya dilaporkan secara tertulis
dalam bentuk laporan dan dipresentasikan di kelas. Berikut adalah
kegiatan yang dilakukan dalam open-ended experment.

a. Kegiatan 1
Sebuah botol berisi larutan kalium sulfat dengan konsentrasi
tertentu. Tugas Anda adalah bagaimana menentukan konsentrasi
kalium sulfat tersebut menggunakan prinsip analisis gravimetri.
1) Senyawa atau larutan apa yang sesuai untuk mengendapkan
ion sulfat dengan baik. Jelaskan alasannya!
2) Sebutkan variabel bebas yang diperlukan untuk menghasilkan
endapan yang dapat disaring!
3) Berikut adalah prosedur secara ringkas untuk menentukan
konsentrasi kalium sulfat:
a) Ambil larutan sampel kemudian encerkan, tambahkan
beberapa tetes larutan HCl pekat.

Kimia Analitik Dasar 63


b) Sampel dididihkan dan tambahkan larutan pengendap
c) Saring endapan dengan sinterglass
d) Kumpulkan filtrat dalam gelas kimia
e) Timbang endapan sampai diperoleh berat konstan
Berdasarkan prosedur ringkas tersebut, maka buatlah
suatu perencanaan praktikum secara lengkap yang terdiri dari:
1) Judul Percobaan
2) Tujuan Percobaan
3) Rumusan Masalah
4) Variabel bebas
5) Landasan Teori
6) Alat dan Bahan yang Diperlukan
7) Prosedur Percobaan
8) Daftar Pustaka
4) Jawablah pertanyaan berikut ini:
1) Mengapa Anda melakukan variasi waktu digest pada
penentuan kalium sulfat dalam sampel?
2) Apakah peranan waktu digest pada analisis gravimetri?
3) Bagaimana Anda menyimpulkan waktu digest yang
optimal pada penentuan kalium sulfat dalam sampel?
4) Bagaimanakah ketepatan dan kecermatan hasil
eksperimen Anda?
5) Apakah Anda menambahkan barium klorida, BaCl2 dalam
analisis sulfat? Apa fungsi penambahan BaCl2? Bagaimana
kalau BaCl2 digantikan dengan kalsium klorida, CaCl2 atau
timbal klorida, PbCl2?
6) Bagaimana cara menguji bahwa endapan barium sulfat
sudah terbentuk sempurna?
7) Uraikan faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya
galat/kesalahan dalam eksperimen Anda

b. Kegiatan 2
Sebuah botol berisi larutan asam cuka dengan konsentrasi
tertentu. Tugas Anda adalah bagaimana menentukan konsentrasi
asam asetat tersebut menggunakan prinsip titrasi netralisasi.
1) Jenis larutan apa yang dapat digunakan sebagai titran untuk
menentukan konsentrasi asam asetat tersebut? Jelaskan
alasannya!
2) Sebutkan variabel bebas yang diperlukan untuk menentukan
titik akhir!

64 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


3) Berikut adalah prosedur secara ringkas untuk menentukan
konsentrasi asam asetat:
a) Standardisasi larutan standar sekunder (titran)
i. Bilas buret dengan larutan standar. Kumpulkan air
cucian dalam gelas kimia. Jepit kembali buret pada
statif. Isi buret dengan larutan titran.
ii. Masukkan H2C2O4 standar ke dalam Erlenmeyer,
tambahkan indikator tertentu. Titrasi larutan tersebut
dengan larutan titran
b) Titrasi larutan asam asetat dengan titran
i. Masukkan asam asetat ke dalam Erlenmeyer. Titrasi
larutan ini dengan larutan titran yang telah
distandardisasi.
ii. Keluarkan larutan standar dari buret dan cuci buret
dengan akuades (2 kali). Dengan posisi tutup kran
terbuka, balik buret, dan pasang pada statif
iii. Bersihkan peralatan lainnya, cuci dengan sabun dan
bilas dengan aquades
Berdasarkan prosedur ringkas tersebut, maka buatlah
suatu perencanaan praktikum secara lengkap yang terdiri dari:
a) Judul Percobaan
b) Tujuan Percobaan
c) Rumusan Masalah
d) Variabel Bebas
e) Landasan Teori
f) Alat dan Bahan yang Diperlukan
g) Prosedur Percobaan
h) Daftar Pustaka
4) Jawablah pertanyaan berikut ini:
a. Apakah kegiatan berikut menyebabkan kesalahan dalam
perhitungan sehingga konsentrasi asam cuka menjadi
terlalu tinggi, terlalu rendah, atau tidak berubah? Jelaskan
jawabanmu!
i. Anda lupa membilas buret dengan natrium
hidroksida sebelum mengisinya sampai titik nol.
ii. Anda menuangkan asam asetat ke labu Erlenmeyer
basah
iii. Anda menggunakan buret dengan ujung pecah
iv. Setetes larutan NaOH standar menempel di sisi labu
Erlenmeyer dan tidak dibersihkan
b. Apakah peranan indikator dalam analisis titrimetri?

Kimia Analitik Dasar 65


c. Bagaimana Anda menentukan indikator yang sesuai untuk
digunakan dalam analisis titrimetri?
d. Bagaimanakah ketepatan dan kecermatan hasil
eksperimen Anda?
e. Apakah Anda boleh langsung membuang larutan NaOH
yang sudah tidak digunakan? Mengapa? Langkah apa yang
Anda lakukan untuk membuang limbah hasil eksperimen
Anda?
f. Uraikan faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya
galat/kesalahan dalam eksperimen Anda.

c. Kegiatan 3
Setiap kelompok memilih satu problem di antara enam
problem yang ada dan menurut kelompok Anda menarik untuk
diselesaikan serta kemukakan alasannya. Jenis problem yang harus
Anda selesaikan adalah:
1) Asam askorbat atau vitamin C merupakan vitamin larut air. Jika
Anda ditugasi menentukan kadar asam askorbat dalam vitamin
C yang dijual di apotik, bagaimana Anda dapat
menyelesaikannya?
2) Di sekitar pantai Talise terdapat industri pembuatan garam
dapur. Jika Anda ditugasi menentukan kemurnian garam
dapur, bagaimana Anda dapat menyelesaikannya?
3) Uang logam (Rp. 500,00 yang berwarna kuning) mengandung
tembaga dengan jumlah tertentu. Jika Anda ditugasi
menentukan kadar tembaga dalam uang logam tersebut,
bagaimana Anda dapat menyelesaikannya?
4) Uang logam (Rp.1000,00 edisi terbaru) mengandung ion nikel
dengan kadar tertentu. Jika Anda ditugasi menentukan kadar
nikel dalam uang logam tersebut, bagaimana Anda dapat
menyelesaikannya?
5) Daun kelor sering digunakan untuk membuat sayur karena
mengandung kalsium dengan kadar tertentu. Jika Anda
ditugasi menentukan kalsium dalam daun kelor, bagaimana
Anda dapat menyelesaikannya?
6) Air sumur mengandung ion besi (II) dengan kadar tertentu.
Jika Anda ditugasi menentukan kadar besi dalam air sumur,
bagaimana Anda dapat menyelesaikannya?

66 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Berdasarkan problem yang kelompok Anda pilih, maka:
1) Carilah literatur dan metode analisis yang mendukung untuk
menyelesaikan masalah tersebut
2) Buatlah kesimpulan sementara untuk problem yang dipilih
3) Rancanglah sebuah eksperimen yang dapat dilakukan untuk
membuktikan kesimpulan sementara anda, jelaskan secara
rinci dengan format sebagai berikut:
A. Judul (kemukakan alasannya)
B. Tujuan (kemukakan tujuan Anda melakukan eksperimen)
C. Rumusan Masalah (disertai dengan representasi secara
diagram)
D. Tinjauan Pustaka (a.l. keberadaan zat/analit di alam;
kadar analit dalam sampel secara teori, beberapa metode
analisis yang dapat digunakan kemudian pilihlah salah satu
metode disertai alasan)
E. Hipotesis/Kesimpulan Sementara (berdasarkan tinjauan
pustaka)
F. Alat dan Bahan yang Digunakan (sesuaikan dengan
ketersediaannya di laboratorium)
Alat yang Digunakan Bahan yang Digunakan
………………………………... ………………………………...
………………………………… …………………………….....
F. Cara Kerja/Prosedur Eksperimen (tuliskan semua prosedur
yang akan Anda lakukan selama eksperimen)
G. Daftar Pustaka (Tuliskan semua sumber pustaka yang Anda
peroleh baik dari buku, artikel jurnal, laporan penelitian,
internet, dll)
4) Lakukan eksperimen, lakukanlah pengamatan, dan catatlah
data yang diperoleh dalam Tabel Data Pengamatan
5) Tulislah reaksi yang terjadi selama eksperimen
6) Olahlah data yang diperoleh menggunakan perhitungan dan
representasi yang sesuai
7) Lakukanlah analisis terhadap data yang diperoleh dan buatlah
kesimpulannya.
8) Bandingkanlah hasil yang diperoleh dengan kesimpulan
sementara Anda. Diskusikanlah apakah hasil yang diperoleh
dapat membuktikan hipotesis ataukah tidak?
9) Presentasikan hasil pekerjaan kelompok Anda di kelas
10) Buatlah laporan secara individu dengan format sebagai
berikut:

Kimia Analitik Dasar 67


A. Judul
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
D. Dasar Teori
E. Hipotesis/Kesimpulan Sementara
F. Alat dan Bahan yang Digunakan
G. Cara Kerja/Prosedur Eksperimen
H. Analisis Data Hasil Eksperimen
I. Pembahasan
J. Kesimpulan
K. Daftar Pustaka

Catatan
1. Pastikan bahwa Anda telah memperhatikan semua kemungkinan
bahaya terkait dengan alat dan bahan kimia yang Anda gunakan
dan pahamilah prosedur yang benar untuk membuang limbah
bahan kimia.
2. Uraikan faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya
galat/kesalahan dalam eksperimen Anda.

B. RINGKASAN
1. Analisis kimia kuantitatif bertujuan untuk menentukan kadar atau
konsentrasi suatu analit dalam sampel tertentu.
2. Analisis kuantitatif konvensioanal melibatkan proses kimia,
sedangkan analisis kuantitatif instrumentasi melibatkan proses
fisika dengan menggunakan prinsip interaksi materi dengan energi
dalam pengukurannya.
3. Analisis kuantitatif konvensional terdiri atas analisis gravimetri dan
titrimetri.
4. Prinsip analisis gravimetri adalah sampel dilarutkan dengan
pelarut yang sesuai, kemudian ditambahkan zat pengendap.
Endapan yang terbentuk selanjutnya disaring, dicuci, dikeringkan
atau dipijarkan dan setelah dingin ditimbang sampai diperoleh
berat yang konstan.
5. Prinsip analisis titrimetri adalah larutan sampel dititrasi dengan
larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat (larutan
standar) untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan analit.
Jumlah analit dalam sampel ditentukan dengan mengukur volume
larutan standar yang digunakan sehingga tercapai titik ekuivalen.

68 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


6. Jenis analisis titrimetri adalah titrasi netralisasi, titrasi
pengendapan, titrasi pembentukan kompleks, dan titrasi reduksi-
oksidasi..

C. PERTANYAAN
1. Jelaskan perbedaan antara analisis kuantitatif secara konvensional
dan instrumental!
2. Mengapa metode analisis kuantitatif konvensional melibatkan
proses/reaksi kimia dalam menentukan kuantitas analit dalam
sampel?
3. Bagaimana persamaan dan perbedan prinsip analisis gravimetri
dan analisis titrimetri?
4. Tanaman lidah buaya banyak dimanfaatkan orang. Salah satu
pemanfaatan tanaman tersebut adalah sebagai es lidah buaya.
Seorang mahasiswa akan menentukan kadar kalsium dalam lidah
buaya, namun mahasiswa tersebut mengalami kesulitan dalam
menentukan metode analisisnya. Apa yang dapat Anda sarankan?
5. Perairan di kota Palu diduga mengandung merkuri. Berdasarkan
dugaan tersebut, seorang mahasiswa ingin menentukan kuantitas
merkuri menggunakan metode titrimetri. Menurut Anda, apakah
mahasiswa tersebut sudah memilih metode yang sesuai? Jelaskan
jawaban Anda!

D. DAFTAR PUSTAKA
Buchari. (1990). Analisis Instrumental, Bagian 1 Tinjauan Umum dan
Analisis Elektrometri. Jakarta: Proyek Pembinaan Tenaga
Kependidikan
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 2001. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Boston: McGraw-Hill
Companies, Inc
Pursitasari, I. D. (2012). Pengembangan Perkuliahan Dasar-dasar Kimia
Analitik dengan Open-ended Experiment Berbasis Investigasi
Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving dan
Penguasaan Materi Mahasiswa Calon Guru. Disertasi tidak
diterbitkan. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI

Kimia Analitik Dasar 69


BAB METODE ANALISIS
5 GRAVIMETRI

1. Penyiapan Sampel Siap Ukur


2. Analisis/Pengukuran
a. Tahapan Analisis
b. Kondisi Pengendapan
c. Proses Pengendapan
3. Perhitungan Kadar
4. Penerapan Analisis Gravimetri

Setelah mempelajari Bab V


diharapkan mahasiswa dapat:
1. menjelaskan tahapan
dalam analisis gravimetri
2. mengidentifikasi kondisi
yang diperlukan untuk
terjadinya pengendapan
3. menjelaskan proses
terjadinya pengendapan
4. menentukan kuantitas analit dalam sampel dengan cara
gravimetri menggunakan tahapan problem solving, dan
5. melakukan analisis gravimetri

70 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Seorang analis memperoleh sampel berupa padatan mineral yang
harus dianalisis kandungan besinya. Pertanyaan yang muncul
berkaitan dengan analisis kandungan suatu unsur dalam sampel
adalah:
1. Bagaimana cara mengubah sampel ini sehingga siap ukur?
2. Bagaimana pula tahapan-tahapan yang harus dilakukan untuk
menganalisisnya?
3. Bagaimana cara menghitung kadar besi dalam sampel mineral
tersebut?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat Anda jawab setelah


mempelajari Bab V yang menjelaskan secara rinci tentang analisis
gravimetri. Pada Bab IV sudah dijelaskan bahwa metode analisis
gravimetri yang dibahas dalam buku ini adalah metode analisis
gravimetri dengan cara pengendapan. Metode ini memiliki beberapa
tahapan yang setiap tahapannya memerlukan perhatian khusus agar
hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan. Uraian materi berikut ini
akan memberikan penjelasan kepada Anda tentang bagaimana
melakukan analisis gravimetri, termasuk cara penyiapan sampel, teknik
analisis, cara perhitungannya, serta penerapan analisis gravimetri.

A. URAIAN MATERI
Secara umum, langkah utama dalam metode analisis gravimetri
dengan metode pengendapan adalah: (1) penyiapan sampel siap ukur,
(2) analisis/pengukuran, dan (3) perhitungan kadar analit dalam
sampel. Penjelasan dari setiap langkah utama tersebut adalah:

1. Penyiapan Sampel Siap Ukur


Tahap ini dilakukan jika sampel yang akan Anda analisis berbentuk
padat. Proses pelarutan dapat Anda lihat lagi pada Bab III.

2. Analisis/Pengukuran
Pembahasan pada langkah analisis/pengukuran meliputi: (a)
tahapan analisis, (b) kondisi pengendapan, dan (c) proses pengendapan.
Uraian selengkapnya adalah:

Kimia Analitik Dasar 71


a. Tahapan analisis
Secara umum tahapan yang dilakukan dalam analisis
gravimetri dengan cara pengendapan adalah:
1) Pembentukan endapan. Endapan dibentuk dengan
menambahkan pereaksi pengendap secara berlebih agar
semua unsur/senyawa dapat terendapkan dengan sempurna.
Pengendapan dilakukan pada temperatur dan pH tertentu yang
merupakan kondisi optimum reaksi pengendapan. Tahap ini
merupakan tahap paling penting.
2) Digest (menumbuhkan kristal-kristal endapan). Setelah
terbentuk endapan, maka perlu dilakukan penyempurnaan
endapan. Cara yang dapat Anda lakukan adalah membiarkan
larutan yang berisi endapan selama beberapa saat dalam
penangas air atau waterbath.
3) Penyaringan, pencucian, dan pengeringan/pemijaran endapan
sampai diperoleh berat konstan.
4) Penimbangan endapan yang dilanjutkan dengan perhitungan
kuantitas analit dalam sampel.
Beberapa hal yang harus Anda perhatikan terkait dengan
tahapan yang Anda lakukan ketika melakukan analisis gravimetri
dengan metode pengendapan antara lain:
1) Penambahan pereaksi pengendap.
Pereaksi pengendap yang dapat Anda gunakan bisa berupa
senyawa anorganik atau senyawa organik dengan catatan pereaksi
pengendap tersebut harus spesifik dan mudah menguap. Mengapa
harus dipilih yang mudah menguap? Hal ini dilakukan agar zat
pengganggu yang tidak hilang ketika pencucian endapan, maka zat
tersebut akan hilang sewaktu pemanasan atau pengeringan
endapan.
Contoh, untuk mengendapkan ion Fe3+ lebih baik menggunakan
pereaksi NH4OH dari pada KOH atau NaOH. Mengapa demikian?
Reaksi antara ion Fe3+ dengan ion OH- membentuk endapan
Fe(OH)3. Ketika endapan yang diperoleh kemudian dikeringkan
melalui pemanasan, maka pereaksi NH4OH yang tersisa akan
menguap, sehingga tidak mengganggu analisis. Hal demikian tidak
terjadi apabila pereaksi yang digunakan adalah KOH atau NaOH,
karena kedua senyawa tersebut sukar menguap saat proses
pengeringan, sehingga mengganggu hasil analisis.

72 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Problem 5.1
1) Pereaksi apa yang cocok digunakan untuk
mengendapkan ion Ba2+dan ion Ag+?
2) Apakah untuk mengendapkan ion Ba2+, Anda boleh
menggunakan larutan Na2SO4 atau K2SO4? Mengapa?
3) Apakah untuk mengendapkan ion Ag+, Anda boleh
menggunakan larutan KCl atau NaCl? Mengapa?

2) Pembentukan Endapan.
Penambahan pereaksi pengendap menyebabkan partikel-
partikel ion reaktan berkelompok membentuk partikel yang
disebut nukleus dengan diameter 10-8 cm-10-7 cm. Adanya
pergerakan ion-ion menyebabkan ion-ion yang berlawanan
muatannya akan menempel pada permukaan nukleus, sehingga
terbentuk partikel koloid dengan diameter 10-7 cm-10-4 cm. Partikel
koloid ini selanjutnya akan semakin besar hingga membentuk
endapan dengan diameter lebih besar daripada 10-4 cm (Gambar
5.1).

kluster partikel partikel


ion nukleasi koloid endapan
10-8 cm 10-8-10-7 cm 10-7-10-4 cm > 10-4 cm

Gambar 5.1 Proses Pembentukan Endapan (Tim Kimia Analitik, 2000)

Peristiwa menempelnya ion-ion dengan muatan berlawanan


pada peristiwa pengendapan barium sulfat (BaSO4) diilustrasikan
pada Gambar 5.2. Kation barium menempel pada permukaan
nukleus barium sulfat membentuk lapisan primer. Selanjutnya
anion sulfat menempel pada lapisan sekunder kation barium.
Lapisan primer dan sekunder menyebabkan partikel koloid saling
tolak-menolak, sehingga tidak memungkinkan terbentuknya
partikel dengan ukuran besar. Oleh karena itu, agar dapat ter-
bentuk partikel berukuran besar, maka memerlukan penambahan
barium klorida lebih banyak hingga jumlahnya sama dengan ion
barium dan sulfat yang tersedia

Kimia Analitik Dasar 73


Gambar 5.2 Pembentukan Endapan BaSO4

3) Peptisasi
Peptisasi merupakan proses melarutnya endapan menjadi
koloid. Pada waktu endapan dicuci, maka ada kemungkinan
endapan yang sudah terbentuk akan larut lagi. Endapan tersebut
akan kembali menjadi koloid, sehingga endapan dapat menembus/
melewati kertas saring ketika penyaringan. Kondisi seperti ini
dapat mempengaruhi hasil analisis. Bagaimana cara mencegah
terjadinya peptisasi?
Cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya peptisasi
antara lain dengan menggunakan larutan elektrolit ketika mencuci
endapan. Contoh pada penentuan barium sulfat. Endapan barium
sulfat yang dihasilkan berada dalam kesetimbangan dengan ion-
ionnya menurut reaksi:
BaSO4(s) Ba2+(aq) + SO42-(aq)
Pencegahan peptisasi dapat dilakukan dengan menambahkan
larutan asam sulfat (H2SO4), sehingga reaksi akan bergerak ke kiri
dan barium sulfat tetap berada dalam bentuk endapannya.
4) Kontaminasi Endapan

Problem 5.2
Apa yang akan terjadi jika larutan barium klorida
ditambah dengan asam sulfat dan asam nitrat berlebih?

Beberapa peristiwa yang mungkin terjadi dalam proses


pengendapan larutan analit adalah:

74 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


• Kopresipitasi
Endapan yang dihasilkan pada analisis gravimetri biasaya
masih mengandung berbagai cemaran (pengotor) dari larutan
asalnya atau larutan induknya. Apabila hal ini terjadi, maka
dapat menimbulkan kesalahan dalam penentuan jumlah zat.
Contoh pada pengendapan barium sulfat dari pencampuran
antara barium klorida dan asam sulfat. Apabila pada reaksi
tersebut terdapat larutan asam nitrat dalam jumlah berlebih,
maka endapan barium sulfat yang dihasilkan mengandung
15% Ba(NO3)2 sebagai pengotor. Contoh lain, jika barium
klorida ditambah asam sulfat yang mengandung ferri klorida,
maka sejumlah Fe2(SO4)3 akan mengendap bersama dengan
barium sulfat. Pencemaran senyawa yang sukar larut oleh zat
yang seharusnya dapat larut selama proses pengendapan
disebut pengendapan serta atau pengendapan ikutan atau
kopresipitasi. Cemaran ini tidak dapat dihilangkan seratus
persen, namun dapat dikurangi dengan pengendapan dan
pencucian secara hati-hati.
• Oklusi (pengepungan)
Endapan kristal barium sulfat yang memiliki ukuran
partikel relatif kecil terkadang mengandung cemaran
(pengotor). Apabila proses pertumbuhan kristal lambat, maka
zat pengotor akan larut lagi dan kristal akan tumbuh menjadi
partikel besar dan murni. Sebaliknya jika pertumbuhan kristal
cepat, maka zat pengotor masuk ke dalam kisi-kisi kristal.
Peristiwa terkurungnya pengotor dalam endapan disebut
oklusi. Peristiwa oklusi dapat dikurangi pengaruhnya dengan
membiarkan larutan selama beberapa saat dalam penangas air.
• Adsorpsi permukaan
Peristiwa adsorpsi terjadi pada permukaan lapisan induk.
Bertambah besarnya ukuran nukleus menyebabkan zat yang
diadsorpsi menjadi lebih banyak. Partikel-partikel kecil dari
pengotor yang menempel pada permukaan dapat dihilangkan
dengan pencucian menggunakan pelarut yang sesuai. Hal ini
disebabkan partikel pengotor tidak terikat kuat satu sama lain,
sehingga cairan pencuci dapat memasuki semua bagian
endapan tersebut.
• Postpresipitation (Pascapengendapan)
Peristiwa lain yang mungkin terjadi pada reaksi pengen-
dapan adalah terjadinya endapan kedua setelah pengendapan
pertama. Peristiwa ini disebut postpresiptation. Hal ini

Kimia Analitik Dasar 75


disebabkan keberadaan ion lain dalam proses analisis yang
juga membentuk garam yang sukar larut dan ikut mengendap.
Contoh peristiwa pengendapan Cu2+ menjadi endapan CuS.
Apabila pada proses pengendapan tersebut terdapat juga ion
Zn2+, maka ZnS akan mengendap setelah endapan CuS. Adanya
endapan ZnS dalam analisis ion Cu2+ akan mengakibatkan
terjadinya kesalahan pengukuran.
5) Penyaringan endapan.
Salah satu tahapan yang harus Anda lakukan dalam analisis
gravimetri adalah menyaring endapan. Endapan yang dihasilkan
dari suatu reaksi dapat dipisahkan melalui kertas saring, penyaring
asbes, atau penyaring lempeng berpori tergantung pada jenis
endapan dan ukuran endapan.
• Kertas saring yang digunakan biasanya terbuat dari selulosa
yang sangat murni, sehingga saat dibakar akan bebas abu. Ada
tiga tekstur kertas saring, yaitu: kertas saring untuk endapan
halus, endapan sedang (medium), endapan mirip gelatin, dan
endapan kasar. Pemilihan kertas saring tergantung dari sifat
endapan yang disaring.
Penggunaan kertas saring untuk menyaring endapan
harus dilakukan dengan benar. Gambar 5.3 menunjukkan cara
melipat kertas saring yang digunakan untuk menyaring
endapan kasar, sedangkan Gambar 5.4 menunjukkan proses
penyaringan yang dilakukan dengan menggunakan corong
panjang.

(Day & Underwood, 2001)


Gambar 5.3 Cara Melipat Kertas Saring

76 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


(Day & Underwood, 2001)
Gambar 5.4. Cara Penyaringan

Cara lain untuk memisahkan padatan dengan cairan


adalah dekantasi. Pada dekantasi, cairan dituangkan perlahan-
lahan melewati batang pengaduk sehingga padatan tetap
berada dalam wadah. Meskipun waktu yang diperlukan untuk
memisahkan padatan dan cairan lebih cepat daripada
penyaringan dengan kertas saring, namun metode dekantasi
kurang efektif. Metode dekantasi cocok digunakan untuk
memisahkan padatan dengan ukuran partikel besar dan kasar,
seperti kerikil dan air. Campuran yang berupa endapan sangat
halus sulit dipisahkan menggunakan metode dekantasi
maupun penyaringan dengan kertas saring. Agar campuran
tersebut dapat terpisahkan, maka Anda dapat menggunakan
corong Buchner.
• Corong Buchner
Penyaringan dengan corong Buchner dilakukan ketika endapan
yang dihasilkan berupa koloid. Endapan koloid susah disaring
dengan corong biasa dan memerlukan waktu yang sangat lama.
Informasi tentang corong Buchner dapat Anda lihat pada Bab
III.
• Penyaring lempeng berpori ada yang terbuat dari kaca Pyrex
(penyaring kaca masir) dan silika (penyaring vitreosil).
Penyaringan dengan kaca masir dilakukan jika endapan yang
dihasilkan tidak dipijarkan setelah penyaringan, tetapi hanya
dikeringkan.

Kimia Analitik Dasar 77


6) Pencucian endapan.
Tahap berikutnya yang harus Anda lakukan setelah penya-
ringan endapan adalah pencucian endapan. Pencucian endapan
dilakukan untuk menghilangkan zat-zat yang mengganggu atau zat
yang tidak dikehendaki. Pencucian endapan dilakukan secara
berulang kali dengan menggunakan cairan pencuci sedikit demi
sedikit sampai ion pengotor hilang. Hal ini ditandai dengan hasil
negatif pada pengujian secara kualitatif terhadap cairan pencuci
menggunakan pereaksi yang cocok/spesifik.
Bagaimana karakteristik larutan yang dapat Anda
gunakan untuk mencuci endapan? Larutan yang dapat digunakan
untuk mencuci endapan dalam analisis gravimetri adalah:
1) Larutan yang dapat mencegah endapan berubah menjadi parti-
kel koloid. Kecenderungan endapan berubah menjadi koloid
sering terjadi pada endapan mirip gelatin, tetapi jarang pada
endapan yang berbentuk kristal. Air panas yang mengandung
elektrolit inert seperti NH4NO3 dapat Anda gunakan untuk
mencuci endapan Fe(OH)3 atau Al(OH)3, sedangkan untuk men-
cuci endapan AgCl dapat menggunakan larutan asam nitrat 1%.
2) Larutan yang dapat mengurangi kelarutan endapan. Larutan
pencuci yang dapat digunakan adalah larutan yang
mengandung satu ion sekutu dengan endapan. Contohnya 100
mL air pada 25:C akan melarutkan 0,7 mg kalsium oksalat,
tetapi larutan ammonium oksalat encer hanya melarutkan
kalium oksalat dalam jumlah yang sangat sedikit, sehingga
dapat diabaikan. Mengapa demikian? Contoh lain adalah 100
mL air pada 25:C akan melarutkan 4,2 g timbal sulfat, tetapi
asam sulfat encer atau larutan etanol 50% ternyata tidak
mempunyai daya melarutkan senyawa tersebut.
3) Larutan yang dapat mencegah hidrolisis garam. Jika endapan
yang dihasilkan berupa garam dari asam lemah dan endapan
tersebut sedikit larut, maka endapan cenderung terhidrolisis
menghasilkan larutan basa. Oleh karena itu, cairan pencuci
yang Anda gunakan harus bersifat basa. Endapan MgNH4PO4
akan terhidrolisis menjadi ion asam fosfat (HPO42-) dan ion
hidroksida, sehingga harus dicuci dengan larutan ammonia
encer. Jika garam berasal dari basa lemah seperti besi(III)
dapat menggunakan asam sulfat encer untuk mencuci endapan
tersebut.

78 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Problem 5.3
Salah satu tahapan dalam analisis gravimetri adalah
pencucian endapan. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan sisa
cairan induk dan zat pengotor. Persyaratan apa saja yang harus
dipenuhi oleh cairan pencuci agar tidak menimbulkan galat dalam
metode analisis gravimetri?

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan sebelumnya,


maka terdapat beberapa persyaratan yang harus Anda perhatikan
agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Persya-
ratan tersebut antara lain: 1) cairan pencuci tidak dapat melarutkan
endapan, 2) cairan pencuci juga tidak boleh mendispersikan
endapan, 3) cairan pencuci harus mudah menguap ketika proses
pengeringan endapan, dan 4) cairan pencuci tidak boleh
mengandung cemaran yang dapat mempengaruhi kuantitas
endapan. Beberapa contoh pencucian endapan adalah sebagai
berikut:
 Pencucian endapan Fe(OH)3 menggunakan larutan elektrolit
asam-nitrat, harus bebas ion klorida, dan dipijarkan pada
temperatur 600:C
 Pencucian endapan BaSO4 harus bebas ion sulfat dan tidak
boleh dipijarkan untuk menghindari pengurangan endapan
oleh karbon menjadi BaS
 Pencucian endapan Cu(OH)2 harus bebas ion sulfat

7) Pengeringan dan Pemijaran Endapan


Setelah endapan dicuci, maka endapan tersebut harus
dikeringkan untuk menghilangkan air. Endapan yang dihasilkan
selain masih mengandung air yang melekat pada permukaan,
ternyata endapan juga dapat mengandung air adsorpsi, air oklusi,
air esensial, dan air konstitusi. Air adsorpsi terdapat pada semua
permukaan zat padat dalam jumlah tertentu tergantung pada
kelembapan atmosfir, air oklusi terdapat pada lubang-lubang di
dalam kristal, air esensial terdapat sebagai air hidrasi atau air
kristalisasi, misal CaC2O4.H2O, NiSO4.7H2O, atau MgNH4PO4.6H2O,
sedangkan air konstitusi merupakan air yang tidak terdapat dalam
suatu zat, tetapi air yang terbentuk ketika pemanasan. Contoh air
konstitusi adalah air yang terbentuk ketika kalsium hidroksida
dipanaskan membentuk kalsium oksida dan air menurut reaksi:

Kimia Analitik Dasar 79


Ca(OH)2(s) → CaO(s) + H2O(l)
Oleh karena itu, setelah endapan dicuci, maka endapan harus
dikeringkan dalam oven dan dipijarkan sampai beratnya konstan.
Tujuan dari pengeringan adalah untuk menghilangkan air dan zat-
zat yang mudah menguap agar tidak mengganggu hasil analisis.
Adapun tujuan pemijaran adalah mengubah endapan itu ke dalam
suatu senyawa kimia yang rumusnya diketahui dengan pasti.
Contoh dari proses pengeringan yang dilanjutkan dengan
pemijaran adalah:

CaC2O4.H2O(s) → CaC2O4(s) + H2O(l) (226⁰C-398⁰C)


CaC2O4(s) → CaCO3(s) + CO(g) (420⁰C-600⁰C)
CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g) (850⁰C)

Endapan kalsium oksalat yang dipanaskan pada temperatur


226⁰C-398⁰C akan kehilangan air membentuk kalsium oksalat
kering. Selanjutnya pada temperatur yang lebih tinggi (420⁰-
600⁰C), kalsium oksalat kehilangan gas CO sehingga terbentuk
kalsium karbonat, CaCO3. Kalsium karbonat akan terurai lebih
lanjut menjadi kalsium oksida dengan melepaskan gas karbon-
dioksida pada temperatur 850⁰C. Endapan kalsium oksida yang
dihasilkan memiliki berat yang tetap.
Dengan demikian setelah proses penyaringan, maka endapan
yang berada dalam kertas saring harus dikeringkan dan dipijarkan
untuk memperoleh endapan dengan rumus kimia tertentu dan
beratnya konstan. Sebaiknya ketika melakukan pemindahan
endapan jangan menggunakan tangan secara langsung, melainkan
dengan pinset Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi
endapan dan meminimalkan kesalahan hasil analisis.

b. Kondisi Pengendapan
Problem 5.4
Anda diminta untuk menentukan kadar ion barium dalam
suatu sampel menggunakan analisis gravimetri dengan metode
pengendapan. Berdasarkan materi yang telah Anda pelajari
sebelumnya, bagaimana kondisi pengendapan yang harus
diperhatikan untuk memperoleh kuantitas barium dengan
benar?

80 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Setelah Anda memahami tahapan dalam melakukan analisis
gravimetri, selanjutnya Anda perlu mempelajari kondisi yang
diperlukan agar proses pengendapan berlangsung secara optimal.
Kondisi yang diperlukan untuk dapat mengendapkan analit
menggunakan pereaksi tertentu adalah (Basset et al., 1994: 481):
1) Pengendapan harus dilakukan dalam larutan encer dengan
memperhatikan kelarutan endapan, waktu yang diperlukan
untuk pengendapan, dan perlakuan-perlakuan yang harus
dilakukan setelah pengendapan. Hal ini akan meminimalkan
kesalahan akibat kopresipitasi.
2) Pereaksi harus dicampurkan secara perlahan-lahan sambil
dilakukan pengadukan terus-menerus agar dapat memperoleh
endapan kristalin yang berukuran besar, sehingga mudah
disaring.
3) Endapan kristalin harus dicerna (digest) dalam penangas air.
Proses ini dapat mengurangi efek kopresipitasi dan meng-
hasilkan endapan yang lebih mudah disaring.
4) Endapan harus dicuci dengan larutan elektrolit yang sesuai dan
encer.
5) Apabila endapan yang dihasilkan ternyata masih terkon-
taminasi akibat kopresipitasi ataupun sebab lainnya, maka
kesalahan dapat dikurangi dengan melarutkannya kembali
menggunakan pelarut yang sesuai. Larutan yang dihasilkan
selanjutnya diendapkan kembali. Dengan cara demikian,
jumlah cemaran yang terdapat pada endapan akan berkurang.

c. Proses pengendapan

Problem 5.5
Ketika Anda menambahkan larutan asam sulfat encer ke
dalam larutan barium klorida, bagaimana prediksi Anda?
Berdasarkan data Ksp BaSO4 sebesar 1 x 10-10, apakah begitu
menambahkan larutan asam sulfat sedikit demi sedikit akan
langsung mengendap di dasar wadah? Bagaimana proses
yang terjadi sehingga diperoleh endapan BaSO4?

Ketika menambahkan asam sulfat ke dalam larutan barium


klorida, maka akan terlihat endapan putih yang kemudian larut lagi.
Apabila tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) terlampaui, maka mulai
terjadi endapan yang permanen. Pada prinsipnya endapan terjadi
melalui dua proses. Pertama, terbentuk sejumlah partikel-partikel

Kimia Analitik Dasar 81


kecil (ukuran 1–100 nm) yang disebut inti (nuclei). Kedua, inti yang
terbentuk tersebut semakin besar ukurannya dan mengendap ke
dasar wadah. Besar kecilnya ukuran partikel tergantung pada laju
relatif dari dua proses di atas, yaitu pembentukan inti (nukleasi)
dan pertumbuhan inti. Apabila laju nukleasi lebih kecil daripada
laju pertumbuhan inti, maka akan terjadi partikel dengan jumlah
sedikit dan berukuran relatif besar. Endapan seperti ini lebih
mudah disaring dan relatif lebih murni daripada partikel kecil.
Endapan dengan ukuran partikel besar dapat diperoleh dengan
menggunakan konsep kelewatjenuhan relatif (R) menurut Von
Weimarn yang dirumuskan (Day & Underwood, 2001):
Q−S
R= S
... ............................................................................................................. (5.1)

Derajat kelewatjenuhan relatif dapat digunakan untuk


memperkirakan atau mengontrol endapan yang terbentuk. Pada
rumus (5.1) maka Q adalah konsentrasi molar larutan setelah
dicampur tetapi belum muncul endapan, sedangkan S adalah
kelarutan molar endapan. Faktor (Q–S) menyatakan derajat
kelewatjenuhan relatif saat mulai pengendapan. Makin besar faktor
ini, makin banyak inti-inti dan makin kecil partikel-partikel
endapan. Oleh karena itu untuk memperoleh partikel besar, maka
perbandingan antara (Q – S) dengan S harus sekecil mungkin. Hal
ini dapat Anda lakukan dengan menggunakan larutan analit dan
pereaksi yang encer, menambahkan pereaksi pengendap secara
perlahan-lahan, larutan diaduk dan dihangatkan.
Namun demikian, endapan hablur kasar sukar didapat dengan
cara di atas. Ini disebabkan kelewatjenuhan relatif tidak dapat
dipertahankan pada harga yang cukup rendah. Apabila ini terjadi,
maka akan terbentuk larutan koloid. Koloid ini mengandung
partikel yang begitu halus, sehingga dapat melewati kertas saring.
Cara lain yang dapat Anda lakukan untuk mendapatkan
endapan hablur kasar adalah dengan pemeraman atau penuaan
(age) endapan, yaitu membiarkan endapan bersentuhan dengan
larutan induk (mother liquor). Pemeraman seperti ini menyebabkan
luas permukaan endapan berkurang, karena hablur yang lebih
besar tumbuh menggantikan hablur kecil. Cara ini bermanfaat
untuk meningkatkan ukuran partikel dari endapan kristalin seperti
barium sulfat dan kalsium oksalat.

82 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


2. Perhitungan Kadar dalam Analisis Gravimetri
Penentuan massa dan kadar analit dalam analisis gravimetri dilaku-
kan berdasarkan massa endapan yang ditimbang. Persentase massa
analit (A) adalah:
massa analit A
%A = massa sampel
x 100 ..................................................................................... (5.2)

Massa analit ditentukan berdasarkan massa endapan (E) yang


ditimbang, persamaan reaksi yang sudah disetarakan, dan perhitungan
stoikiometri. Cara lain juga dapat Anda lakukan dengan menggunakan
faktor gravimetri, yaitu berapa gram analit yang terdapat dalam setiap
gram endapan. Faktor gravimetri dapat Anda peroleh berdasarkan
persamaan reaksi dan perbandingan mol. Perkalian massa endapan
dengan faktor gravimetri menghasilkan banyaknya analit dalam setiap
gram sampel sesuai rumus:
massa A = massa E x faktor gravimetri .......................................... (5.3)
Berdasarkan persamaan (5.2) dan (5.3) maka diperoleh:
massa E x faktor gravimetri
%A = x 100 ............................................................... (5.4)
massa sampel

Berdasarkan pengertian dari faktor gravimetri, maka faktor


gravimetri dapat dirumuskan:
A r atau M r yang dicari
Faktor gravimetri = M ................................................ (5.5)
r endapan yang ditimbang

Walaupun faktor gravimetri dapat dilakukan untuk menentukan


kadar analit, namun Anda tetap harus menyelesaikan dan menyetarakan
persamaan reaksi kimia yang terjadi.
Contoh:
Anda menimbang sampel insektisida dengan massa 1,6270 g untuk
menentukan kadar arsen(III)oksida secara gravimetri. Sampel tersebut
direaksikan dengan asam nitrat untuk mengokidasi arsen(III)oksida
menjadi asam arsenat (H3AsO4). Larutan ini selanjutnya diendapkan
sebagai MgNH4AsO4 dengan menambahkan larutan NH4Cl dan MgCl2.
Endapan yang terjadi dipijarkan kemudian ditimbang sebagai Mg2As2O7
dengan berat konstan 106,5 mg. Berapa persentase (% massa)
arsen(III)oksida dalam sampel tersebut berdasarkan hasil analisis
Anda? . (Diketahui Ar Mg = 24,30; As = 74,92; O = 16,00)

Kimia Analitik Dasar 83


Penyelesaian:
Identifikasi masalah
Diketahui: massa sampel insektisida = 1,6270 g
massa endapan yang dihasilkan = 106,5 mg
Ditanyakan: % massa As2O3 dalam insektisida
Representasi Masalah

Persamaan reaksi:
As2O3(s) + 4 HNO3(aq) + H2O(l) → 2 H3AsO4(aq) + 4 NO2(aq)
2 H3AsO4(aq) + 2 NH4Cl(aq) + 2 MgCl2(aq)→2 MgNH4AsO4(s)+6 HCl(aq)
2 MgNH4AsO4(s) → Mg2As2O7(s) + 2 NH3(g) + H2O(g)

Perencanaan solusi
1) perbandingan mol As2O3 : mol Mg2As2O7 = 1 : 1
2) massa As2O3 :
massa As 2 O 3 massa Mg 2 As 2 O 7
=
Mr As 2 O 3 Mr Mg 2 As 2 O 7
massa As 2 O 3
3) % massa As2O3 dalam insektisida = 𝑥 100%
massa sampel insektisida

Pelaksanaan solusi
mol As2O3 = mol Mg2As2O7
massa As 2 O 3 massa Mg 2 As 2 O 7
Mr As O
= Mr Mg As O
2 3 2 2 7

Mr As2O3 = 197,84 dan Mr Mg2As2O7 = 310,44, sehingga:


massa As 2 O 3 106,5 mg
197,84
= 310,44

84 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


106,5 mg
Massa As2O3 = 310,44
x 197,84 = 67, 88 mg
67,88 mg
% massa As2O3 = 1627 mg 𝑥 100% = 4,17%
Kesimpulan
Persentase (% massa) As2O3 dalam insektisida adalah 4,17%
Evaluasi solusi
• persamaan reaksi:
• perbandingan mol As2O3 : mol Mg2As2O7 = 1 : 1 (oke)
reaksi sebelum reaksi sesudah reaksi Cek
1 As = 2, O =16, H = 6, N = 4 As = 2, O =16, H = 6, N = 4 oke
2 As = 2, O = 8, H = 14, N = As = 2, O = 8, H = 14, N = oke
2, Mg = 2, Cl = 6 2, Mg = 2, Cl = 6
3 As =2, Mg = 2, N = 2, H = As =2, Mg = 2, N = 2, H = oke
8, O = 8 8, O = 8
Penyelesaian soal seperti dicontohkan di atas menggunakan
tahapan problem solving. Tahapan tersebut adalah identifikasi masalah,
representasi masalah, persamaan reaksi, perencanaan solusi, peren-
canaan solusi, pelaksanaan rencana solusi, kesimpulan, dan evaluasi
solusi (Pursitasari, 2012). Tahapan tersebut dapat membantu Anda
dalam menyelesaikan permasalahan dalam analisis kuantitatif. Apabila
Anda sudah terbiasa dan mahir, maka Anda dapat menyelesaikan soal
dengan lebih cepat.

Problem 5.6
Bagaimana Anda dapat menyelesaikan soal tersebut dengan
menggunakan faktor gravimetri?

3. Penerapan Analisis Gravimetri


Analisis gravimetri dapat digunakan untuk menentukan kadar
senyawa anorganik (senyawaan kalsium, barium, klorin, magnesium,
besi, nikel, dll.) dan senyawa organik (kolesterol dalam sereal dan
laktosa dalam produk susu). Contoh penerapan analisis gravimetri pada
zat anorganik terdapat pada Tabel 5.1.

a. Penentuan besi
Besi diendapkan sebagai besi(III)hidroksida, kemudian
dipijarkan pada temperatur tinggi menjadi Fe2O3. Pada analisis
batuan, besi dipisahkan dahulu dari unsur-unsur yang mengganggu.

Kimia Analitik Dasar 85


Bijih besi biasanya dilarutkan dalam asam klorida dan asam nitrat
yang berfungsi untuk mengoksidasi besi(II) menjadi besi(III).
Selanjutnya larutan yang mengandung besi(III) ditambahkan
larutan amonia sedikit demi sedikit hingga membentuk endapan
Fe(OH)3.
Endapan dicuci dengan air yang mengandung sedikit amonium
nitrat untuk mencegah peptisasi. Penyaringan dilakukan dengan
menggunakan kertas saring, kemudian kertas dan endapan dibakar
pada temperatur yang cukup tinggi untuk membentuk Fe2O3.
Tuliskan reaksi yang terjadi pada analisis besi dengan pereaksi
amonia hingga terbentuk endapan Fe2O3!

86 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Tabel 5.1 Daftar Unsur yang Dapat Dianalisis secara Gravimetri
Zat yang Warna Zat
Pereaksi Endapan yang Warna Zat yang Matrik Peng-
dianali- yang
pengendap Dihasilkan Endapan Ditimbang ganggu
sis Ditimbang

Fe NH4OH Fe(OH)3 coklat Fe2O3 Merah Al, Ti, Cr


Al NH4OH Al(OH)3 putih Al2O3 coklat Fe, Ti, Cr
Asam Al(OX)3 kuning Al(OX)3 kuning Banyak,
oksinat kecuali Mg
dalam larutan
asam
Ba K2CrO4 BaCrO4 kuning BaCrO4 kuning Pb
SO42- BaCl2 BaSO4 putih BaSO4 putih NO3-, PO43-,
ClO3-
Cl- AgNO3 AgCl putih AgCl putih Br-, I-, SCN-,
CN-
Ag HCl AgCl putih AgCl putih Hg(I)
PO43- NH4Cl + MgNH4PO4 abu-abu Mg2P2O7 abu-abu C2O42-, K+
MgCl2
Ni DMG Ni(DMG)2 merah Ni(DMG)2 merah Pd
bata bata
OX = 8-hidroksikuinolin, DMG = dimetilglioksim

Prosedur Analisis Besi


1) Cawan porselen dipanaskan sampai pijar, didinginkan dalam
desikator kemudian ditimbang. Ulangi lagi sampai diperoleh
berat cawan krus yang konstan.
2) Timbang dengan teliti kira-kira 0,8 gram amonium
besi(II)sulfat pro-analysis; (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O ke dalam gelas
kimia 400 mL. Selanjutnya larutkan dalam 50 mL air dan 10
mL HCl encer (1:1).
3) Tambahkan 1-2 mL asam nitrat pekat kemudian dididihkan
secara perlahan-lahan sampai berwarna kuning jernih. Ujilah
larutan Anda untuk mengetahui apakah oksidasi besi telah
berlangsung sempurna atau belum dengan menggunakan
larutan kalium heksasianoferat (II).
4) Encerkan larutan besi (III) hingga volumenya 200 mL. Panaskan
sampai mendidih kemudian tambahkan larutan amonia (1:1)
sedikit demi sedikit sampai semua besi mengendap.
5) Didihkan campuran selama 1 menit, selanjutnya dinginkan dan
setelah endapan dingin dilakukan penyaringan.
6) Cuci endapan dengan amonium nitrat 1% sampai bebas klorida
7) Endapan yang dihasilkan kemudian dipijarkan, didinginkan
dalam desikator kemudian ditimbang. Ulangi lagi sampai
beratnya konstan.
8) Hitung kadar besi dalam cuplikan.

Kimia Analitik Dasar 87


Problem
a) Mengapa harus ditambahkan asam nitrat pekat?
b) Mengapa endapan dicuci dengan larutan amonium nitrat 1%?

b. Penentuan klorida
Ion klorida dalam larutan diendapkan sebagai perak klorida
(AgCl). Endapan yang terbentuk mula–mula berbentuk koloid tetapi
kemudian akan menggumpal.
Ag+(aq) + Cl-(aq)→ AgCl(s)
Endapan yang terbentuk tersebut mudah dicuci dan disaring.
Sebagai pencuci digunakan larutan asam nitrat (HNO3) encer. Air
tidak dapat digunakan sebagai pencuci. Apakah endapan perak
klorida dapat dicuci dengan larutan NH4OH?
Perak klorida yang terbentuk disaring melalui sintered-glass
cawan, bukan dengan kertas saring biasa karena AgCl mudah
direduksi menjadi Ag bebas oleh karbon dalam kertas saring
selama pembakaran kertas saring.

Prosedur Analisis Klorida


1) Sampel yang mengandung ion klorida (misal garam dapur di
Pantai Talise) dikeringkan dalam oven sekitar 1 jam pada
temperatur 1100C.
2) Dinginkan dalam desikator.
3) Timbang sekitar 0,4–0,7 gram sampel tersebut di dalam gelas
kimia 400 mL.
4) Tambahkan 150 mL akuades bebas klorida dan 0,5 mL (10
tetes) asam nitrat pekat.
5) Aduk sampai merata dengan batang pengaduk dan tinggalkan
batang pengaduk pada gelas kimia.
6) Tambahkan larutan AgNO3 tersebut secara perlahan- lahan
sambil diaduk. Volume larutan AgNO3 dilebihkan sekitar 10%
setelah terbentuk endapan. Mengapa AgNO3 harus
ditambahkan berlebih?
7) Panaskan gelas kimia yang berisi larutan, sampai hampir
mendidih sambil diaduk terus menerus. Hindarkan gelas kimia
tersebut dari sinar matahari langsung. Mengapa?
8) Tuangkan larutan sampel yang telah diendapkan ion
kloridanya ke wadah.
9) Tambahkan beberapa tetes larutan AgNO3 untuk mengetahui
apakah semua klorida dalam sampel telah diendapkan atau

88 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


belum. Bila dengan penambahan larutan menjadi keruh,
tambahkan lagi AgNO3 dan panaskan kembali. Dinginkan
larutan dan tutup dengan kaca arloji sekitar satu jam.
10) Tempatkan wadah kaca masir (yang telah ditimbang) pada
perlengkapan penghisap.
11) Cuci endapan dengan larutan HNO3 encer (0,6 mL HNO3 pekat
dalam 200 mL). Demikian juga sisa yang ada dalam gelas kimia
harus dicuci beberapa kali.
12) Keringkan endapan di dalam oven selama 2 jam pada
temperatur 1100C. Selanjutnya dinginkan dalam desikator.
13) Timbang endapan yang telah dingin hingga diperoleh berat
konstan.
14) Hitung kadar klorida dalam sampel menggunakan Ar Cl = 35,45
dan Mr AgCl = 143,32
http://www.chem-is try.org/materi_kimia/
Problem
Mengapa endapan AgCl harus dicuci dengan asam nitrat?
Larutan pencuci apa yang dapat digunakan jika tidak tersedia asam
nitrat di laboratorium?

c. Penentuan alumunium
Alumunium bereaksi dengan pereaksi pengendap organik
seperti 5-hydroxy-quinoline (oksin, C9H6(OH)N ) untuk membentuk
kelat tak larut yaitu alumunium oksinat pada pH sekitar 4,5–9,5.
Al3+(aq) + 3 C9H6(OH)N(aq) → Al[C9H6ON:]3(s) + 3 H+(aq)
Pengendapan dapat terbentuk secara sempurna jika pH larutan
di atas pH 4,5. Satu keuntungan dari penggunaan pengendap
organik adalah pada pengeringan dapat digunakan temperatur
rendah. Aseton perlu ditambahkan untuk menghindari adanya
kopresipitasi.

Prosedur Analisis Aluminium


1) Sampel alum, AlK(SO4)2.12H2O ditimbang sekitar 0,3–0,4 gram
dalam gelas kimia 250 mL.
2) Tambahkan 50 mL akuades, 60 mL aseton, 4 mL 8-
hydroxyquinoline(oksin) 5% dan 40 mL amonium asetat 2 M ke
dalam sampel. Panaskan/uapkan aseton yang ada dalam
sampel di atas hot plate atau penangas air pada temperatur
sekitar 700C selama 2-3 jam. Endapan akan terlihat setelah 15
menit (temperatur harus dijaga tetap sekitar 700C selama
pemanasan). Setelah 2-3 jam kemudian larutan didinginkan.

Kimia Analitik Dasar 89


3) Tempatkan wadah (yang telah ditimbang dan dibersihkan)
pada corong Buchner yang dilengkapi dengan penghisap.
4) Tuangkan larutan dan endapan yang terjadi ke dalam wadah
dan cuci beberapa kali gelas kimia dengan akuades. Keringkan
endapan bersama wadah di dalam oven selama 2,5 jam dengan
temperatur 1350C.
5) Dinginkan selama 30 menit dan keringkan lagi 30 menit
sampai diperoleh berat konstan.
6) Hitung kadar Al dalam sampel sebagai Al atau Al2O3.
http://www.chem-is try.org/materi_kimia/

Problem 5.7
Analisis Sulfat dalam Air
Senyawa sulfat mudah dijumpai di alam, seperti dalam
air hujan. Senyawa sulfat juga berasal dari hasil buangan pabrik
(limbah) kertas, tekstil (karena proses pembuatannya atau
pewarnaan memakai asam sulfat) dan industri lainnya. Air laut dan
air sumur penduduk dapat tercemari oleh limbah tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka:
1) Rancanglah suatu prosedur untuk menganalisis kadar sulfat
dalam air laut dan air sumur?
2) Berdasarkan prosedur yang telah Anda buat, maka lakukan
eksperimen untuk menentukan kadar sulfat dalam air
tersebut?
3) Prediksikan sumber-sumber galat yang mungkin terjadi dalam
analisis sulfat tersebut!
4) Berapakah kadar sulfat dalam air laut dan air sumur?
5) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar sulfat
dalam air laut dan air sumur?

B. RINGKASAN
1. Prinsip analisis gravimetri adalah sampel dilarutkan dengan
pelarut yang sesuai, kemudian ditambahkan zat pengendap dan
endapan yang dihasilkan kemudian ditimbang hingga diperoleh
bobot yang konstan.
2. Langkah-langkah dalam analisis gravimetri adalah pelarutan
sampel, menambahkan pereaksi, digest, penyaringan endapan,
pencucian endapan, pengeringan atau pemijaran endapan,
penimbangan endapan, dan perhitungan.

90 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


3. Proses pengendapan terjadi diawali dengan pembentukan inti yang
selanjutnya inti tersebut ukurannya semakin besar dan mengendap
ke dasar wadah.
4. Analisis gravimetri dapat dilakukan untuk menentukan kuantitas
besi, aluminium, barium, klorida, sulfat, fosfat, nikel, dan lain-lain

C. PERTANYAAN
1. Mengapa dalam analisis gravimetri dapat terjadi koagulasi,
kopresipitasi, dan . pasca pengendapan (postprecipitation)?
2. Cuplikan garam dapur kotor yang beratnya 0,36 gram, setelah
dilarutkan dalam air kemudian disaring, selanjutnya ion kloridanya
diendapkan dengan larutan perak nitrat. Apabila endapan AgCl (Mr
=143,5) yang terjadi setelah dipanaskan pada temperatur 110–
120⁰C memiliki berat 1,0 gram. Berapa % berat Cl dalam cuplikan
garam dapur kotor tersebut?
3. Dalam suatu sampel batuan fosfat seberat 0,5428 gram, fosfor
diendapkan sebagai MgNH4PO4.6H2O dan dipanggang menjadi
Mg2P2O7. Jika berat endapan Mg2P2O7 adalah 0,2234 gram, maka
hitunglah persentase P2O5 dalam sampel!.
4. Besi yang terkandung dalam cuplikan ferrokarbonat kotor
ditetapkan secara gravimetri. Mula-mula cuplikan dilarutkan dalam
asam encer, kemudian ke dalam larutannya ditambahkan brom,
sehingga semua ion ferro teroksidasi menjadi ferri. Setelah oksidasi
sempurna, ke dalam larutan tersebut ditambahkan larutan
amonium hidroksida berlebihan. Endapan yang terjadi kemudian
dipijarkan, ditimbang dan ternyata beratnya 1,0 gram.
a. Tuliskan semua reaksi yang terjadi!
b. Berapa gram berat besi tersebut, jika dalam bentuk
ferrokarbonat (Mr = 116), sebagai Fe (Mr = 56), dan sebagai
FeO (Mr = 72) dari cuplikan semula?
5. Berapa berat K4Fe(CN)6 yang dihasilkan dari 1,68 g cuplikan yang
mengandung 82,5% K4Fe(CN)6?
6. Hitunglah berat kalsium oksida yang dihasilkan dari 3,164 g
kalsium oksalat yang dipanaskan pada temperatur tinggi. Reaksinya
adalah:
CaC2O4 → CaO + CO + CO2
7. Sampel bijih yang mengandung magnetit (Fe3O4) dianalisis secara
gravimetri. Pelarutan 1,5419 g sampel dalam HCl pekat
menghasilkan campuran Fe2+ dan Fe3+. Larutan tersebut ditambah
HNO3 untuk mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ kemudian diencerkan

Kimia Analitik Dasar 91


dengan akuades. Ion Fe3+ diendapkan sebagai Fe(OH)3 dengan
menambahkan larutan ammonia. Endapan yang dihasilkan disaring,
dicuci, dan dipijarkan membentuk 0,8525 g Fe2O3. Berapakah
persentase Fe3O4 dalam sampel?
8. Sebanyak 516,7 mg sampel yang mengandung campuran K2SO4 dan
(NH4)2SO4 dilarutkan dalam akuades dan direaksikan dengan BaCl2
untuk mengendapkan ion sulfat sebagai BaSO4. Endapan yang
dihasilkan dipisahkan dengan penyaringan, dicuci sehingga bebas
pengotor, dan dikeringkan sampai diperoleh berat konstan sebesar
863,5 mg BaSO4. Berapakah persentase K2SO4 dan (NH4)2SO4 dalam
sampel?
9. Setelah menyiapkan sampel alum, K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O, seorang
mahasiswa ingin menentukan kemurniannya secara gravimetri.
Sampel dengan massa 1,2931 g dilarutkan dan aluminium diendap-
kan sebagai Al(OH)3. Endapan dikumpulkan melalui penyaringan,
dicuci, dan dipijarkan menjadi Al2O3 dengan massa 0,1357 g.
Berapakah kemurnian dari sampel alum tersebut?

D. DAFTAR PUSTAKA
Bassett, et al., Pudhaatmaka, A. H. dan Setiono, L. 1994. Buku Ajar Vogel
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 2001. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Boston: McGraw-Hill
Companies, Inc
Pursitasari, I. D. 2012. Pengembangan Perkuliahan Dasar-dasar Kimia
Analitik dengan Open-ended Experiment Berbasis Investigasi
Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving dan
Penguasan Materi Mahasiswa Calon Guru. Disertasi pada SPs UPI
Bandung: tidak diterbitkan.
Skoog, D. A., West, D.M., Holler, F.J., & Crouch, S.R. 2004. Fundamentals of
Analyitical Chemistry. 8th. ed. Canada: Brooks/Cole-Thomson
Learning Academic Resource
Tim Kimia Analitik. 2000. Dasar-dasar Kimia Analitik. Bandung: Jurdik
Kimia UPI
Wirawan, A. 2011. Analisis Gravimetri.
Tersedia di. http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/gravimetri/

92 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


BAB TITRASI ASAM-BASA
6

1. Prinsip Titrasi Asam Basa


2. Kurva Titrasi Asam Basa
3. Indikator Asam Basa
4. Penerapan Titrasi Asam Basa

Setelah mempelajari Bab VI


diharapkan mahasiswa dapat:
1. menjelaskan konsep dan
prinsip titrasi asam basa,
2. menggambarkan kurva
titrasi asam basa,
3. memilih indikator asam basa
yang sesuai
4. menghitung kadar analit
dalam sampel
5. menganalisis dan menentukan kadar analit dalam sampel
yang terdapat di alam melalui kegiatan eksperimen dan
strategi problem solving

Salah satu jenis analisis titrimetri adalah titrasi asam basa. Prinsip
titrasi ini adalah reaksi yang terjadi antara larutan asam dengan larutan
basa. Bab VI akan membahas tentang kurva titrasi berdasarkan jenis
asam atau basa yang digunakan. Selain itu, Bab VI juga akan membahas
indikator asam-basa, cara pemilihan indikator, penerapan dan
perhitungan terkait dengan titrasi asam basa yang diselesaikan dengan
strategi problem solving.

Kimia Analitik Dasar 93


A. URAIAN MATERI

1. Prinsip Titrasi Asam Basa


Titrasi asam-basa pada prinsipnya merupakan reaksi netralisasi.
Oleh karena itu titrasi asam basa biasa disebut titrasi netralisasi. Reaksi
netralisasi merupakan reaksi antara asam dan basa membentuk garam
dan air. Pada Bab IV sudah dijelaskan bahwa metode analisis titrimetri
berdasarkan pada reaksi kimia antara larutan analit dengan larutan
titran. Larutan analit pada titrasi netralisasi bisa berupa asam lemah,
asam kuat, basa lemah, basa kuat, ataupun garam yang bersifat asam
maupun basa. Adapun larutan yang bertindak sebagai titran (larutan
standar) adalah asam kuat atau basa kuat. Seperti sudah diuraikan pada
Bab IV, jika larutan standarnya adalah asam kuat maka disebut titrasi
asidimetri dan jika larutan standarnya adalah basa kuat maka disebut
titrasi alkalimetri.
Pada saat Anda melakukan titrasi asam-basa, maka Anda perlu
memperhatikan kemungkinan terjadinya larutan buffer maupun
hidrolisis. Selain itu, Anda juga harus memilih indikator yang sesuai
untuk menentukan titik akhir titrasi. Idealnya titik akhir titrasi sama
dengan titik ekuivalen. Titik ekuivalen tercapai ketika asam dan basa
tepat habis bereaksi dengan sempurna. Pada saat Anda melakukan
titrasi asam basa akan terjadi perubahan derajat keasaman atau pH.
Derajat keasaman pada titrasi asam basa dipengaruhi oleh kekuatan
asam dan basa yang bereaksi.

Problem 6.1
Bagaimanakah prediksi Anda dalam menentukan pH pada titik
ekuivalen jika yang direaksikan adalah: (a) asam kuat dengan basa
kuat, (b) asam kuat dengan basa lemah. (c) basa kuat dengan asam
lemah, dan (d) basa lemah dengan asam lemah.

Titrasi asam kuat dengan basa kuat melibatkan reaksi antara asam
kuat dan basa kuat. Pada titik ekuivalen, larutan asam kuat akan tepat
habis bereaksi dengan basa kuat, sehingga pH larutan hanya ditentukan
oleh pH air. Reaksi yang terjadi adalah:
 H2O(l)
H+(aq) + OH-(aq) 

94 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Dengan demikian pada titik ekuivalen larutan yang terjadi bersifat
netral, sehingga diprediksikan larutan memiliki pH = 7. Penentuan pH
titik ekuivalen untuk titrasi asam kuat dengan basa lemah, basa kuat
dengan asam lemah, dan basa lemah dengan asam lemah dapat Anda
prediksikan dengan pola yang sama.

2. Kurva Titrasi Asam Basa


Problem 6.2
Penambahan larutan titran sedikit demi sedikit ke dalam
larutan analit pada titrasi asam basa akan menyebabkan
perubahan pH larutan yang terjadi. Bagaimanakah Anda dapat
menggambarkan hubungan antara volume larutan titran yang
ditambahkan selama titrasi dengan pH larutan berdasarkan jenis
reaksi asam dan basa?

Kurva titrasi asam basa menggambarkan hubungan antara pH


larutan pada keadaan tertentu sebagai fungsi dari volume larutan
standar yang ditambahkan melalui buret. Larutan standar yang
ditambahkan adalah larutan asam kuat atau basa kuat. Anda dapat
menggambarkan kurva titrasi asam basa berdasarkan jenis reaksi yang
terjadi. Jenis titrasi asam basa meliputi: (a) titrasi asam kuat dengan
basa kuat, (b) titrasi asam lemah dengan basa kuat, (c) titrasi basa
lemah dengan asam kuat, dan (d) titrasi basa lemah dengan asam kuat.

a. Titrasi Asam Kuat dengan Basa Kuat


Asam kuat dan basa kuat terurai sempurna dalam larutan
berair, sehingga pH larutan pada berbagai titik selama titrasi dapat
dihitung langsung dari jumlah stoikiometri asam basa yang
bereaksi. Pada titik ekuivalen, pH larutan dari reaksi asam kuat dan
basa kuat ditentukan oleh peruraian air. Pada temperatur 25⁰C
maka pH air murni adalah 7. Mengapa? Sebagai contoh titrasi asam
kuat dengan basa kuat adalah titrasi asam klorida dengan natrium
hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah:
HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)

Kimia Analitik Dasar 95


Larutan HCl dalam air terionisasi sempurna menjadi ion H+
dan Cl-. Demikian juga larutan NaOH terionisasi sempurna enjadi
Na+ dan OH-. Reaksi yang terjadi adalah:
H+(aq) + Cl-(aq) + Na+(aq) + OH-(aq) → Na+(aq) + Cl-(aq) + H2O(l)
Dengan demikian reaksi ion antara asam kuat dan basa kuat
adalah:
H+(aq) + OH-(aq) H2O(l)
Ion H bereaksi dengan ion OH membentuk H2O sehingga
+ -

kondisi larutan pada saat titik ekuivalen adalah netral dan memiliki
pH = 7. Kurva titrasi antara 50 mL HCl 0,1 M dengan NaOH 0,20 M
ditunjukkan oleh Gambar 6.1.

Gambar 6.1 Kurva Titrasi 50 mL HCl 0,1 M dengan NaOH 0,2 M

Lima puluh mililiter HCl 0,1 M yang terdapat dalam erlenmeyer


dititrasi dengan larutan NaOH 0,2 M. Setiap penambahan volume
NaOH akan dicatat derajat keasamannya (pH). Sebelum titrasi
berlangsung maka dalam erlenmeyer hanya terdapat 0,1 M HCl
sehingga pH larutan adalah 1. Begitu titrasi berlangsung, maka pH
meningkat sedikit demi sedikit dikarenakan jumlah ion H+ semakin
berkurang. Penambahan 10 mL larutan NaOH menyebabkan
konsentrasi H+ dalam larutan sebesar 0,05 M, sehingga derajat
keasaman larutan menjadi 1,3. Selanjutnya pH larutan meningkat
hingga tercapai titik ekuivalen. Pada titik ekuivalen, maka pH
larutan adalah sama dengan 7. Penambahan NaOH selanjutnya akan
membuat pH semakin meningkat dari konsentrasi 10-7 M untuk ion
OH- menjadi 0,0125 M hanya dengan penambahan 5 mL NaOH saja.
Berdasarkan pada penjelasan yang baru Anda pelajari dan
Gambar 6.1, maka perhitungan pH larutan dapat Anda tentukan
dengan membagi kurva tersebut menjadi empat daerah perhi-

96 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


tungan pH yaitu (1) pH awal, (2) pH setelah penambahan titran,
namun belum mencapai titik ekuivalen, (3) pH pada titik ekuivalen,
dan (4) pH setelah titik ekuivalen. Kapan Anda mengetahui
terjadinya titik ekuivalen? Titik ekuivalen dapat dideteksi dengan
menambahkan indikator. Pembahasan tentang indikator akan Anda
pelajari pada sub bab 2. Pada titrasi HCl dan NaOH, maka indikator
yang dapat digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi adalah
indikator fenolftalein (pp). Hal ini disebabkan rentang perubahan
warna indikator pp terjadi pada rentang pH 8,3–10. Rentang pH
tersebut adalah dekat dengan pH titik ekuivalen titrasi HCl dengan
NaOH yaitu pada pH 7. Pemilihan indikator yang baik setidaknya
berkisar antara pH titik ekuivalen ± 1. Indikator lain yang bisa
dipakai adalah bromtimol biru (bromothymol blue). Mengapa?
Bagaimana jika menggunakan indikator metil oranye?
Gambar 6.1 merupakan kurva titrasi antara asam kuat dengan
larutan standar basa (proses alkalimetri). Bagaimana bentuk kurva
titrasi, jika basa kuat dititrasi menggunakan larutan standar asam
kuat (asidimetri)?

b. Titrasi asam lemah vs basa kuat


Asam lemah yang dicontohkan disini adalah asam asetat,
CH3COOH yang dititrasi dengan basa kuat NaOH. Reaksi yang terjadi
dapat ditulis sebagai berikut:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3COONa(aq) + H2O(l)
CH3COOH(aq) H+(aq) + CH3COO⁻(aq) pKa = 4,76
Kurva titrasi antara 50 mL larutan CH3COOH 0,1 M dengan
larutan NaOH 0,100 M ditunjukkan pada Gambar 6.2. Sebelum
titrasi dimulai, dalam Erlenmeyer hanya terdapat asam asetat.
Asam asetat merupakan asam lemah, sehingga dalam larutan tidak
terionisasi sempurna. Oleh karena itu konsentrasi ion H+ tidak sama
dengan konsentrasi asam lemah, tetapi harus memperhitungkan
besarnya tetapan kesetimbangan asam (Ka) dari asam asetat.
Bagaimana rumus yang akan Anda gunakan untuk menghitung pH
larutan asam lemah? Hasil perhitungan menunjukkan larutan
CH3COOH 0,1 M dengan volume 50 mL memiliki pH = 2,88.
Setelah titrasi dilakukan dengan penambahan larutan NaOH
sedikit demi sedikit, maka dalam larutan akan terbentuk CH3COONa
sebagai hasil reaksi antara NaOH dan CH3COOH. Dalam larutan
sekarang terdapat CH3COOH yang belum bereaksi serta CH3COONa,
sehingga terbentuk sistem buffer. Derajat keasaman secara
perlahan beranjak naik sebagai fungsi dari perubahan

Kimia Analitik Dasar 97


perbandingan [CH3COO⁻] dengan [CH3COOH]. Penambahan 10 mL
NaOH 0,100 M pada analit CH3COOH akan mengubah pH larutan
menjadi 4,16 (Bagaimana rumus yang digunakan?).

Gambar 6.2 Kurva titrasi CH3COOH 0.1 M dengan larutan NaOH 0,100 M

Pada titik tengah titrasi, maka setengah dari jumlah total mol
NaOH maupun CH3COOH telah bereaksi, Dengan demikian
konsentrasi CH3COO⁻ akan sama dengan konsentrasi CH3COOH,
sehingga pH nya akan sama dengan pKa yaitu 4,76. Pada titik
ekuivalen, CH3COOH habis bereaksi sehingga di dalam erlenmeyer
terdapat larutan CH3COONa. Larutan CH3COONa merupakan garam
yang terbentuk dari basa kuat dan asam lemah, sehingga dalam air
akan terhidrolisis sebagian sesuai reaksi berikut:
CH3COONa(aq) → Na+(aq) + CH3COO⁻(aq)
CH3COO⁻(aq) + H2O(l) CH3COOH(aq) + OH⁻(aq)
Keberadaan ion OH⁻ dalam larutan sebagai akibat hidrolisis
parsial dari CH3COON menyebabkan pH larutan meningkat dan
larutan bersifat basa. Dengan demikian perhitungan pH larutan
ditentukan oleh konsentrasi CH3COONa, tetapan kesetimbangan
asam, dan tetapan kesetimbangan air. Jadi pH larutan pada saat titik
ekuivalen adalah 8,73. Nilai pH tersebut berada pada trayek pH
indikator fenolftalein. Oleh sebab itu titrasi asam asetat dengan
natrium hidroksida menggunakan indikator fenolftalein. Bagaimana
jika menggunakan indikator metil oranye?
Penambahan larutan NaOH setelah titik ekuivalen menyebab-
kan ion OH⁻ dari hasil hidrolisis CH3COONa dapat diabaikan. Hal ini
disebabkan ion OH⁻ dari NaOH lebih mendominasi daripada ion
OH⁻ dari hidrolisis CH3COONa. Oleh sebab itu dengan adanya
penambahan NaOH setelah titik ekuivalen, maka pH larutan akan

98 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


ditentukan oleh konsentrasi ion OH⁻ dari NaOH. Hal ini berarti pH
larutan akan semakin meningkat dan semakin bersifat basa.
Gambar 6.3 menunjukkan kurva titrasi dari 100 mL larutan
asam lemah 0,1 M yang memiliki nilai pKa bervariasi dengan
larutan standar larutan NaOH 0,100 M. Perhatikan dan cermati
Gambar 6.3 dengan seksama dan berikan penjelasannya!

Gambar 6.3 Kurva Titrasi 100 mL Larutan Asam Lemah 0,1 M (pKa
bervariasi) dengan NaOH 0,1 (Sumber: Christian, 2004: 277).

c. Titrasi basa lemah vs asam kuat


Proses titrasi antara basa lemah dan asam kuat hampir serupa
dengan titrasi asam lemah dengan basa kuat. Sebagai contoh disini
adalah sejumlah 100 mL larutan amonium hidroksida (NH4OH) 0,1
M dititrasi dengan 100 mL larutan HCl 0,100 M. Reaksi yang terjadi
adalah:
NH4OH(aq) + HCl(aq) → NH4Cl(aq) + H2O(l)
NH4OH(aq) NH4+(aq) + OH⁻(aq) Kb = 10-5
Kurva titrasinya ditunjukkan pada Gambar 6.4.

Kimia Analitik Dasar 99


Gambar 6.4 Kurva Titrasi 100 mL NH4OH 0,1 M dengan HCl 0,1 M
(Sumber: Christian, 2004: 278)
Pada permulaan titrasi, larutan yang terdapat dalam
erlenmeyer hanya NH4OH. Larutan NH4OH (pKb = 5) merupakan
basa lemah, sehingga larutan tersebut tidak mengalami ionisasi
sempurna atau hanya terionisasi sebagian. Oleh karena itu pH pada
awal titrasi adalah 11. Mengapa?
Pada saat penambahan larutan HCl, maka akan terbentuk
sistem buffer disebabkan dalam larutan sekarang terdapat NH4OH
dan NH4Cl. Pada awal dimulainya penambahan volume HCl ke
dalam larutan analit, maka kurva titrasi berada pada daerah yang
landai dan pH larutan ditentukan oleh perbandingan [NH4Cl]
dengan [NH4OH].
Pada titik tengah titrasi yaitu ketika setengah dari jumlah mol
NH4OH habis bereaksi, maka [NH4Cl] akan sama dengan [NH4OH].
Oleh karena itu nilai pOH akan sama dengan pKb atau pH = pKw –
pKb, yaitu sekitar 9. Pada saat titik ekuivalen, maka dalam
erlenmeyer sekarang hanya terdapat amonium klorida. Amonium
klorida merupakan garam yang terbemtuk dari asam kuat dan basa
lemah, sehingga larutan garam tersebut akan terhidrolisis parsial
sesuai reaksi berikut:
NH4Cl(aq) → NH4+(aq) + Cl-(aq)
NH4+(aq) + H2O(l) NH4OH(aq) + H+(aq)
Keberadaan ion H+ sebagai hasil hidrolisis parsial garam
amonium klorida menyebabkan larutan bersifat asam. Derajat
keasaman larutan pada titik ekuivalen titrasi NH4OH dengan HCl
sekitar 5,2. Oleh karena itu indikator yang dapat digunakan sebagai
petunjuk telah terjadi titik ekuivalen adalah indikator metil merah

100 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


yang memiliki trayek perubahan warna pada pH 4,4 sampai 6,2.
Indikator metil oranye (mo) juga dapat digunakan karena memiliki
trayek pH antara 3,1 sampai 4,4. Bagaimana jika menggunakan
indikator fenolftalein (pp)?
Penambahan larutan HCl setelah titik ekuivalen menyebabkan
larutan bersifat asam. Dalam hal ini, ion H+ sebagai hasil hidrolisis
dari garam amonium klorida dapat diabaikan. Oleh karena itu, pH
setelah titik ekuivalen ditentukan berdasarkan besarnya
konsentrasi ion H+ sebagai hasil ionisasi dari HCl. Dengan demikian
larutan semakin bersifat asam.
Gambar 6.5 menunjukkan grafik titrasi 100 mL basa lemah 0,1
M dengan larutan HCl 0,100 M (nilai pKb yang bervariasi). Berikan
penjelasan dari grafik tersebut!

Gambar 6.5 Kurva titrasi 100 mL basa lemah 0,1 M (pKb bervariasi)
dengan HCl 0,100 M
(Sumber: Christian, 2004: 279)

d. Titrasi asam lemah dengan basa lemah


Pada titrasi antara asam lemah dengan basa lemah tidak terjadi
kenaikan yang tajam pada kurva titrasinya, sehingga sulit
menentukan indikator yang cocok untuk digunakan sebagai
penanda berakhirnya titrasi. Oleh karena itu titrasi asam lemah
dengan basa lemah jarang digunakan dalam metode analisis
kuantitatif.

Kimia Analitik Dasar 101


Problem 6.3

(Sumber: Harvey, 2000)

Perhatikan kurva dari (a), (b), (c), dan (d). Menurut Anda,
apakah yang membedakan bentuk kurva –kurva tersebut? Jelaskan!

3. Indikator Asam Basa

Problem 6.4
Indikator asam basa menunjukkan warna yang berbeda
dalam suasana asam maupun suasana basa. Oleh karena itu
indikator digunakan dalam titrasi asam basa untuk mengetahui
tercapainya titik ekuivalen. Ketika telah terjadi perubahan warna
pada larutan yang dititrasi, maka Anda harus segera
menghentikan proses titrasi. Apakah setiap indikator asam basa
dapat digunakan untuk semua jenis reaksi asam basa? Bagaimana
cara Anda menentukan indikator yang akan digunakan dalam
titrasi?

Indikator yang ditambahkan pada titrasi asam basa memegang


peranan yang sangat penting. Hal ini disebabkan indikator tersebut
akan menunjukkan kepada Anda kapan titik akhir titrasi terjadi.
Pemilihan indikator yang tepat akan sangat membantu dalam
keberhasilan titrasi yang Anda lakukan. Penentuan indikator yang tidak

102 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


sesuai akan menyebabkan terjadinya kesalahan dalam penentuan titik
akhir titrasi.
Pemilihan indikator yang akan digunakan dalam titrasi asam basa
harus memperhatikan trayek pH indikator tersebut. Indikator asam
basa menurut Ostwald adalah suatu asam atau basa organik lemah yang
mempunyai warna berbeda dalam bentuk molekul dan ionnya pada
keadaan kesetimbangan. Misalkan Anda memiliki indikator asam lemah
HIn. Bentuk molekul HIn berwarna merah, sedangkan bentuk
terionisasinya berwarna kuning.
HIn H+ + In⁻
merah kuning
Perubahan warna HIn terjadi pada kisaran pH tertentu. Perubahan
warna tersebut tergantung pada kejelian penglihatan orang yang
melakukan titrasi. Sebelum terjadi perubahan warna, maka akan terjadi
transisi dari warna HIn ke warna In⁻. Misalkan perubahan warna HIn
(merah) menjadi In⁻ (kuning), maka kemungkinan warna transisinya
adalah oranye. Umumnya hanya satu warna yang akan teramati, yaitu
ketika perbandingan [In⁻] dan [HIn] adalah 10 : 1. Dengan demikian
hanya warna dengan konsentrasi paling dominan yang akan terlihat.
Sebagai contoh jika hanya warna kuning yang terlihat maka konsentrasi
[In-]/[HIn] = 10/1, sehingga jika kita masukkan ke persamaan
Henderson-Hasselbalch diperoleh:
pH = pKa + log 10/1 = pKa + 1
dan jika hanya warna merah yang terlihat maka konsentrasi [In-
]/HIn] = 1/10 sehingga diperoleh:
pH = pKa + log 1/10 = pKa – 1
Dengan demikian perubahan pH indikator dari warna yang satu ke
warna yang lain akan terjadi pada pH antara pKa - 1 sampai dengan pKa
+ 1. Pada titik tengah, daerah transisi perubahan warna indikator, maka
konsentrasi [In⁻] akan sama dengan [HIn]. Oleh sebab itu pH = pKa. Jadi
rentang perubahan warna indikator merupakan trayek perubahan
warna indikator yang nilainya mencakup dua satuan pH. Contoh
indikator asam-basa adalah fenolftalein (Gambar 6.6) dan metil oranye
(Gambar 6.7).

Kimia Analitik Dasar 103


HO OH -O O

O OH-

H3O+
C O COO-

tak berwarna merah


Gambar 6.6 Struktur molekul indikator fenolftalein

H+
O3S- N N N(CH3)2

red
= O3S- N N N(CH3)2 + H+
H+
- H
O3S N N N(CH3)2

merah kuning
Gambar 6.7 Struktur molekul indikator metil oranye

Indikator yang digunakan dalam titrasi harus memberikan


perubahan warna yang jelas di sekitar pH titik ekuivalen. Dengan
demikian Anda dapat memilih suatu indikator dengan cara memilih
indikator yang nilai pKa-nya mendekati nilai pH pada titik ekuivalen
atau untuk pH indikator dari basa lemah maka dipilih indikator dengan
nilai pKb yang mendekati nilai pH ekuivalen. Contoh indikator
fenolftalein (pp) digunakan untuk titrasi asam kuat dengan basa kuat
atau asam lemah dengan basa kuat, sedangkan indikator metil merah
atau metil oranye biasa dipakai untuk titrasi basa lemah dengan asam
kuat. Beberapa contoh indikator dan perubahan warnanya ditunjukkan
pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1 Indikator, Trayek pH, dan Transisi Perubahan Warna Asam Basa
Warna pada pH Warna pada
Indikator Rentang pH
rendah pH tinggi
Asam pikrat tak berwarna 0,1-0,8 Kuning
Timol biru Merah 1,2-2,8 Kuning
2,6-dinitrifenol tak berwarna 2,0-4,0 Kuning
Metil kuning Merah 2,9-4,0 Kuning
Bromfenol biru Kuning 3,0-4,6 Biru
Metil oranye Merah 3,1-4,4 Kuning

104 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Bromkresol biru Kuning 3,8-5,4 Biru
Metil merah Merah 4,2-6,2 Kuning
Lakmus/litmus Merah 5,0-8,0 Biru
Metil ungu Ungu 4,8-5,4 Hijau
p-nitrofenol tak berwarna 5,6-7,6 Kuning
Bromkresol ungu Kuning 5,2-6,8 Ungu
Bromtimol biru Kuning 6,0-7,6 Biru
Fenol merah Kuning 6,8-8,4 Biru
Fenolftalein tak berwarna 8,3-10,0 Merah
Timolftalein tak berwarna 9,3-10,6 Biru
Alizarin kuning R Kuning 10,1-12,0 Ungu
(Sumber: Day & Underwood, 2001)

4. Penerapan Titrasi Asam Basa


Sebelum membahas tentang penerapan titrasi asam basa, maka
perlu diingat kembali tentang larutan standar. Larutan standar yang
sering digunakan dalam titrasi netralisasi adalah NaOH atau KOH
(alkalimetri) dan HCl (asidimetri). Larutan standar tersebut merupakan
larutan standar sekunder, sehingga sebelum digunakan untuk
menentukan konsentrasi analit harus distandardisasi dulu dengan
larutan standar primer. Berikut adalah contoh standardisasi larutan HCl
dengan larutan standar natrium tetraborat dan standardisasi larutan
NaOH dengan asam oksalat.

a. Standardisasi larutan HCl dengan larutan standar natrium


tetraborat atau boraks (Na2B4O7.10H2O) 0,100 N.
Larutan HCl merupakan larutan standar sekunder, sehingga
larutan tersebut harus distandardisasi terlebih dahulu sebelum
digunakan untuk menitrasi suatu analit. Larutan standar primer
yang dapat Anda gunakan untuk menstandardisasi larutan HCl
adalah natrium tetraborat atau boraks. Senyawa boraks merupakan
garam berbasa dua. Penggunaan boraks sebagai larutan standar
primer memiliki kelebihan sebagai berikut: (1) mempunyai massa
ekuivalen yang besar (ME = 190,72 g/ek); (2) dapat dimurnikan
secara kristalisasi dengan mudah dan ekonomis; (3) tidak
memerlukan pemanasan sampai berat konstan; (4) tidak
higroskopis; dan (5) memiliki titik akhir yang tajam dengan
indikator metil merah pada temperatur kamar. Reaksi yang terjadi
pada standardisasi HCl dengan larutan boraks adalah:
Na2B4O7(aq) + 2 HCl(aq) + 5 H2O(l) → 4 H3BO3(aq) + 2 NaCl(aq)

Kimia Analitik Dasar 105


Larutan HCl yang telah distandardisasi misalnya dengan
boraks dapat digunakan untuk menstandardisasi larutan NaOH.
Reaksi yang terjadi adalah:
HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)

Prosedur Standardisasi Larutan HCl dengan Na2B4O7.10H2O


a. Siapkan larutan standar boraks 0,100 M dan larutan HCl
dengan konsentrasi tertentu.
b. Dipipet 25,00 mL larutan Boraks dengan pipet volume,
tuangkan ke dalam erlenmeyer 250 mL, tambahkan 2-3 tetes
indikator metil merah.
c. Masukkan larutan HCl ke dalam buret.
d. Titrasi larutan boraks tersebut dengan larutan HCl sampai titik
akhir (terjadi perubahan warna).
e. Percobaan diulang 3 kali
f. Hitung konsentrasi larutan HCl hasil standardisasi
Problem
a. Bagaimana Anda dapat membuat larutan boraks 0,100 M dan
HCl 0,1 M.
b. Mengapa yang dimasukkan ke dalam buret adalah larutan HCl?
c. Seandainya di laboratorium tidak tersedia boraks, apa yang
akan Anda lakukan untuk dapat menstandardisasi larutan HCl
tersebut?

b. Standardisasi larutan NaOH dengan asam oksalat


Larutan NaOH dapat distandardisasi dengan larutan standar
asam oksalat. Reaksi yang terjadi adalah:
NaOH(aq) + H2C2O4(aq) → Na2C2O4(aq) + 2 H2O(l)
Prosedur Standardisasi Larutan NaOH dengan H2C2O4.2H2O
a. Siapkan larutan standar asam oksalat 0,100 M.
b. Diambil 25 mL larutan asam oksalat 0,100 M dengan pipet
volume, tuangkan ke dalam erlenmeyer 250 mL, tambahkan 2-
3 tetes indikator fenolftalin (pp).
c. Masukkan larutan NaOH ke dalam buret.
d. Titrasi asam oksalat tersebut dengan larutan NaOH yang sudah
disiapkan sampai titik akhir titrasi (terjadi perubahan warna).
e. Percobaan dilakukan 3 kali
f. Hitung konsentrasi larutan NaOH

106 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Problem
a. Bagaimana Anda dapat membuat larutan asam oksalat 0,100 M
dan NaOH 0,1 M?
b. Seandainya di laboratorium tidak tersedia asam oksalat, apa
yang akan Anda lakukan untuk dapat menstandardisasi larutan
NaOH tersebut?
Setelah konsentrasi larutan standar sudah diketahui dengan
pasti berdasarkan hasil standardisasi, maka larutan standar
tersebut dapat Anda kapai untuk menentukan kuantitatis analit
dalam sampel. Simpanlah larutan standar tersebut dengan diberi
label, apabila Anda akan menggunakannya pada waktu lain.
Beberapa contoh penerapan titrasi asam basa adalah:
1) Penentuan cuka
Asam cuka atau asam asetat yang biasa digunakan untuk
membuat acar maupun ditambahkan ke dalam masakan
merupakan larutan asam lemah dengan pKa = 5. Asam tersebut
dapat ditentukan kadarnya menggunakan titrasi dengan
larutan NaOH yang telah distandardisasi. Reaksi yang terjadi
adalah:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq → CH3COONa(aq) + H2O(l)
2) Penetapan angka penyabunan (bilangan saponifikasi)
Bilangan saponifikasi didefinisikan sebagai miligram KOH
yang diperlukan untuk menitrasi 1 gram lemak dengan reaksi:
CH2CO2R CH2OH

CHCO2R (aq) + 3 KOH(aq) CHOH (aq) + 3 RCO2K(aq)

CH2CO2R CH2OH
Contoh Soal.
Sebanyak 1,10 gram mentega dititrasi dengan mengguna-
kan 25 mL KOH 0,250 M. Setelah proses saponifikasi
berlangsung sempurna maka KOH yang tidak bereaksi dengan
mentega dititrasi dengan larutan HCl 0,250 M dan
membutuhkan 9,26 mL menggunakan indikator pp untuk
menentukan titik akhir. Berapakah bilangan saponifikasi atau
bilangan penyabunan dari mentega tersebut? Dan hitung pula
berapa massa molekul lemak dalam mentega tersebut
(asumsikan semua mentega adalah lemak). Diketahui Mr KOH =
56,106)

Kimia Analitik Dasar 107


Penyelesaian:
a. Identifikasi
Diketahui; m mentega = 1,10 g
v KOH = 25 mL dan [KOH] = 0,250 M
v HCl = 9,26 mL dan [HCl] = 0,250 M (titran untuk KOH
sisa)
Ditanyakan: bilangan saponifikasi dan Mr lemak
Representasi

b. Penulisan Reaksi

c. Perencanaan Solusi
• menentukan jumlah KOH yang ditambahkan yaitu
VKOH x MKOH
• menentukan jumlah KOH yang tidak bereaksi (sisa)
yaitu VHCl x MHCl
• menentukan jumlah KOH yang bereaksi dengan lemak
= (VKOH x MKOH) – (VHCl x MHCl)
• menentukan jumlah lemak yaitu 1/3 x jumlah KOH
yang bereaksi
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑡𝑒𝑔𝑎
• menentukan Mr lemak yaitu 𝑚𝑜𝑙 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘

108 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


d. Pelaksanaan Solusi
 jumlah KOH yang ditambahkan = 25 mL x 0,250 M =
6,25 mmol
 jumlah KOH yang tidak bereaksi (sisa) = 9,26 mL x
0,250 M = 2,312 mmol
 jumlah KOH yang bereaksi dengan mentega = (6,25 –
2,312) mmol = 3,94 mmol
 massa KOH = 3,94 mmol x 56,106 mg/mmol = 221,1
mg.
 Bilangan saponifikasi = 221,1 mg KOH/1,1 g lemak =
201
 jumlah lemak = 1/3 x 3,94 mmol = 1,31 mmol = 1,31 x
10-3 mol
1,10 𝑔
 Mr lemak = 1,31 𝑥 10 −3 𝑚𝑜𝑙 = 839,7 𝑔/𝑚𝑜𝑙
e. Kesimpulan
1) bilangan saponifikasi mentega adalah 201 mg KOH/g
lemak artinya setiap gram lemak akan dititrasi
dengan 201 mg KOH.
2) berat formula lemaknya adalah 839,7 gram/mol.
f. Evaluasi solusi atau pengecekan
• reaksi sudah lengkap
• rumus dan perhitungan sudah sesuai

c. Penentuan Na2CO3 dan NaHCO3 dalam campuran.


Campuran karbonat dan bikarbonat (misal Na2CO3 dan
NaHCO3) serta campuran karbonat dan hidroksida (misal Na2CO3
dan NaOH) dapat ditentukan melalui titrasi asidimetri
menggunakan indikator fenolftalein dan metil oranye. Nilai pKa
asam karbonat yang pertama adalah 6,34 dan yang kedua adalah
10,36. Titrasi Na2CO3 dengan HCl disajikan pada Gambar 6.8.
CO32- + H+ 
 HCO3- pKa = 6,34
HCO3- + H+ 
 H2CO2 pKa = 10,36
Mengapa fenolftalein digunakan sebagai indikator dalam
menentukan titik akhir pertama dan metil oranye digunakan untuk
menentukan titik akhir kedua?

Kimia Analitik Dasar 109


Gambar 6.8 Kurva titrasi 50,0 mL Na2CO3 0,1 M dengan HCl 0,1 M
(Sumber: Christian, 2004: 277)
.
Titrasi campuran karbonat dan bikarbonat dengan larutan
standar HCl menunjukkan terdapat dua titik akhir (Gambar 6.8).
Penentuan titik akhir pertama menggunakan indikator fenolftalein
menunjukkan bahwa setengah jumlah mol Na2CO3 telah
ternetralisasi, sedangkan HCO3⁻ belum bereaksi. Penambahan
volume HCl selanjutnya menyebabkan ion bikarbonat mulai
terionisasi. Titik akhir kedua ditandai dengan perubahan warna
indikator metil oranye.
Volume larutan HCl yang diperlukan sejak awal titrasi sampai
titik akhir pertama dengan indikator fenolftalein adalah V1,,
sedangkan V2 merupakan volume larutan HCl yang diperlukan dari
titik akhir pertama sampai titik akhir kedua dengan indikator metil
oranye.
Tabel 6.2 menunjukkan hubungan antara volume HCl yang
digunakan untuk mencapai titik akhir komponen tunggal dan
campuran. Molaritas HCl dinyatakan dengan M. Anda harus dapat
memeriksa hubungan-hubungan tersebut dengan menganggap
larutan NaOH bereaksi lengkap pada tahap pertama, NaHCO3 hanya
pada tahap kedua, dan Na2CO3 bereaksi dalam dua tahap
menggunakan volume titran yang sama dalam kedua tahap.
Bagaimana dengan campuran NaOH dan NaHCO3?

Tabel 6.2 Hubungan Volume dalam Titrasi Karbonat


Senyawa Hubungan Volume Milimol Senyawa
untuk Identifikasi yang Ada
Kualitatif
NaOH V2 = 0 M x V1
Na2CO3 V1 = V2 M x V1

110 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


NaHCO3 V1 = 0 M x V2
NaOH dan Na2CO3 V1 > V2 NaOH: M(V1 - V2)
Na2CO3: M x V2
NaHCO3 dan V1 < V2 NaHCO3: M x (V2 – V1)
Na2CO3 Na2CO3: M x V1
V1,: volume larutan HCl yang diperlukan untuk mencapai titik
ekuivalen pertama
V2 : volume larutan HCl yang diperlukan dari titik akhir pertama
sampai titik akhir kedua
M : molaritas larutan HCl

Contoh
Suatu padatan cuplikan hanya mengandung 1,372 g Na2CO3
dan NaHCO3. Padatan tersebut ditritrasi dengan larutan standar HCl
0.7344 M dan membutuhkan volume total 29.11 mL untuk
menyelesaikan titrasi tersebut. Hitung massa masing-masing
komponen dalam campuran? (Diketahui Mr Na2CO3 = 105,99 g/mol
dan NaHCO3 = 84,01 g/mol).
Penyelesaian:
Identifikasi masalah
Diketahui: massa sampel = 1,372 g
[HCl] = 0,7344 M dengan volume total = 29,11 mL
Ditanyakan: massa Na2CO3 dan massa NaHCO3
Representasi

Penulisan reaksi
Campuran basa dapat dititrasi secara asidimetri dengan
syarat perbedaan antara Kb basa pertama dan Kb basa kedua
minimal adalah 10-4. Reaksi yang terjadi pada waktu melakukan
titrasi di atas adalah sebagai berikut:
Na2CO3(aq) + 2 HCl(aq) → 2 NaCl(aq) + H2O(l) + CO2(g)
NaHCO3(aq) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l) + CO2(g)

Kimia Analitik Dasar 111


Perencanaan solusi
 memperkirakan massa Na2CO3 (misal x g) dan NaHCO3 (misal
1,372 - x) g dan jumlah molnya.
 menghitung jumlah total HCl yang diperlukan.
 menentukan massa Na2CO3 dan NaHCO3
Pelaksanaan solusi
𝑥𝑔 𝑥
 mol Na2CO3 = 105,99 𝑔/𝑚𝑜𝑙 = 105,99 𝑚𝑜𝑙 dan mol NaHCO3 =
(1,372−𝑥) 𝑔 (1,372−𝑥)
84,01 𝑔/𝑚𝑜𝑙
= 84,01
𝑚𝑜𝑙
 jumlah total HCl = 0,029 L x 0,3744 M = 0,0214 mol
 dari persamaan reaksi diketahui bahwa:
 2 mol Na2CO3 + 1 mol NaHCO3 = 0.0214 mol
maka :
x 1,372−x
mol + mol = 0,0214 mol
105,99 84,01
penyelesaian persamaan matematis akan menghasilkan:
x = 0,724 g (massa Na2CO3), sehingga massa NaHCO3 = 0.648
gram
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan maka massa
Na2CO3 = 0,724 g dan massa NaHCO3 = 0.648 gram
Evaluasi solusi atau pengecekan
 persamaan reaksi sudah setara
 rumus dan perhitungan sudah sesuai

d. Penentuan Nitrogen secara Kjeldahl.


Penggunaan lain dari titrasi asam basa adalah untuk
menganalisis nitrogen dengan bilangan oksidasi -3. Penentuan
nitrogen tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur
Kjeldahl. Pada prosedur Kjeldahl, maka pertama kali yang harus
Anda lakukan adalah mereaksikan sampel dengan larutan asam
sulfat untuk mengubah nitrogen organik menjadi ion ammonium
(NH4⁺). Ion amonium ini kemudian berubah menjadi gas NH3
dengan penambahan larutan NaOH. Gas NH3 yang dihasilkan
selanjutnya didistilasi dan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi
larutan asam klorida dalam jumlah berlebih. Jumlah asam klorida
yang tersisa ditentukan secara alkalimetri. Gambar 6.9
menunjukkan peralatan yang digunakan untuk analisis nitrogen
dengan prosedur Kjeldahl. Reaksi yang terjadi pada analisis
nitrogen dengan prosedur Kjeldahl adalah sebagai berikut:

112 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


1) Destruksi (digestion)
protein + oksidator  NH4+ (aq) + CO2(g) + H2O(l)
2) Distilasi
NH4+(aq) + OH⁻(aq)  H2O(l) + NH3(g)
NH3(g) + HCl(aq) (berlebih)  NH4Cl(aq)
3) Titrasi, HCl(aq) + NaOH(aq)  NaCl(aq) + H2O(l)
Analisis Kjeldahl juga dapat digunakan untuk penentuan
kandungan protein dalam sampel makanan, analisis air permukaan
dan air limbah. Kandungan total nitrogen dalam sampel air dengan
analisis Kjeldahl merupakan ukuran konsentrasi total nitrogen
dengan bilangan oksidasi -3 (ammonia, ammonium dan nitrogen
organik) yang terdapat dalam sampel.

Gambar 6.9 Peralatan untuk Analisis Kjeldahl

B. RINGKASAN
1. Titrasi asam basa merupakan titrasi antara asam atau basa dengan
menggunakan larutan standar asam kuat (asidimetri) atau basa
kuat (alkalimetri).
2. Kurva titrasi menggambarkan hubungan antara volume larutan
standar yang ditambahkan dengan pH larutan.
3. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna indikator asam
dan basa,.
4. Pemilihan indikator yang digunakan untuk menentukan titik akhir
harus secermat mungkin untuk meminimalkan kesalahan titrasi.

Kimia Analitik Dasar 113


5. Titrasi asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar asam
cuka, angka penyabunan, campuran karbonat dan bikarbonat, dan
analisis nitrogen.

C. PERTANYAAN
1. Tiga orang mahasiswa melakukan titrasi terhadap larutan X dengan
larutan Y sebagai titran (Tabel 6.3).

Tabel 6.3 Jenis Larutan Asam-Basa untuk Titrasi Netralisasi


Mahasiswa 100 mL Larutan X Larutan Y
A NaOH 0,05 M HCl 0,100 M
B CH3COOH 0,05 M NaOH 0,100 M
C NH4OH 0,05M HCl 0,100 M
a. Bagaimana bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara
volume titran yang ditambahkan dengan pH larutan dari ketiga
mahasiswa tersebut?
b. Menurut Anda, indikator apa yang dapat digunakan untuk
menentukan titik akhir dari ketiga proses titrasi tersebut?
c. Mengapa Anda memilih indikator-indikator tersebut?
2. Larutan HCl encer dibuat dengan mengambil 3,81 ml HCl pekat
yang memiliki densitas 1,198 gram/mL dan mengandung 40%
berat HCl (BM = 36,5). Larutan HCl pekat tersebut selanjutnya
ditambah akuades hingga volumenya 500 mL. Larutan HCl yang
dihasilkan selanjutnya distandardisasi dengan natrium tetraborat
dekahidrat. Hasil standardisasi menunjukkan 0,48 gram natrium
tetraborat dekahidrat dapat dititrasi sempurna dengan 25 mL
larutan HCl encer. Berapakah molaritas dari larutan HCl encer
tersebut!
3. Anda menimbang 0,2000 g sampel karang di pantai Tanjungkarang
kabupaten Donggala untuk menentukan kandungan CaCO3. Sampel
tersebut dipanaskan untuk mengubah CaCO3 menjadi CaO, lalu
diberi H2O sehingga terbentuk Ca(OH)2. Larutan Ca(OH)2 yang
dihasilkan selanjutnya dititrasi dengan 30,30 mL larutan HCl 0,100
M. Berapakah persentase (% massa) CaCO3 dalam sampel?
(Diketahui Ar Ca = 40,08; C = 12,01; O = 16,00)
4. Protein dalam sampel keju ditentukan dengan analisis Kjeldahl.
Sebanyak 0,9814 g sampel keju didestruksi sehingga nitrogen
dioksidasi menjadi NH4+ kemudian berubah menjadi NH3 dengan
penambahan larutan NaOH. Selanjutnya ammonia yang dihasilkan
ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi 50 mL larutan HCl
0,1047 M. Kelebihan HCl kemudian dititrasi balik dengan 22,84 mL

114 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


larutan NaOH 0,1183 M untuk mencapai titik akhir dengan
indikator bromtimolbiru. Berapakah persentase (% massa) protein
dalam keju dengan ketentuan terdapat 6,38 g protein untuk setiap g
nitrogen? (Diketahui Ar N =14,01)
5. Sifat basa (alkalinitas) air sumur biasanya dikontrol oleh OH-, CO32-,
dan HCO3- dalam keadaan senyawa tunggal ataupun kombinasi.
Titrasi 100,0 mL sampel sampai pH 8,3 menggunakan indikator
fenolftalein memerlukan 18,67 mL HCl 0,0281 M. Titrasi
dilanjutkan menggunakan indikator metil oranye. Volume HCl
0,0281 M yang diperlukan untuk tercapainya perubahan warna
indikator adalah 48,12 mL. Menurut Anda, ion manakah yang
merupakan sumber alkalinitas dan berapakah konsentrasinya
dalam satuan ppm?

D. DAFTAR PUSTAKA
Bassett, et al., Pudhaatmaka, A. H. dan Setiono, L. 1994. Buku Ajar Vogel
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Christian, G. D. 2004. Analytical Chemistry. America Serikat: John Wiley
and Sons.
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 2001. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Boston: McGraw-Hill
Companies, Inc
Skoog, D. A., West, D.M., Holler, F.J., & Crouch, S.R. 2004. Fundamentals of
Analyitical Chemistry. 8th. ed. Canada: Brooks/Cole-Thomson
Learning Academic Resource
Tim Kimia Analitik. 2000. Dasar-dasar Kimia Analitik. Bandung: Jurdik
Kimia UPI
Wirawan, A. 2011. Analisis Titrimetri. Tersedia di. http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/titrimetri/

Kimia Analitik Dasar 115


BAB TITRASI PENGENDAPAN
7 (ARGENTOMETRI)

1. Prinsip Titrasi Argentometri


2. Kurva Titrasi Argentometri
3, Jenis Titrasi Argentometri
4. Penerapan dan Perhitungan dalam Titrasi Argentometri

Setelah mempelajari Bab VII


diharapkan mahasiswa dapat:
1. menjelaskan prinsip titrasi
argentometri,
2. menggambarkan kurva
titrasi argentometri,
3. mendeskripsikan jenis-
jenis reaksi argentometri,
4. menghitung kadar analit
dalam sampel
5. menganalisis dan menentukan kuantitas analit dalam sampel
terkait dengan titrasi argentometri melalui kegiatan
eksperimen dan strategi problem solving.

Pada Bab VII, Anda akan mempelajari jenis analisis titrimetri


lainnya yaitu titrasi pengendapan. Reaksi yang terjadi pada titrasi
pengendapan berlangsung cukup cepat dan indikator yang memenuhi
syarat untuk titrasi pengendapan jumlahnya sangat terbatas. Pereaksi
pengendap yang banyak digunakan adalah perak nitrat. Pereaksi
pengendap lain jarang sekali digunakan dalam titrasi. Berdasarkan jenis
pereaksi pengendap tersebut maka titrasi pengendapan disebut juga
titrasi argentometri. Pembahasan tentang titrasi argentometri dimulai

116 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


dengan prinsip titrasi argentometri dilanjutkan dengan pengkajian
tentang pembuatan kurva titrasi argentometri, jenis titrasi
argentometri, dan penerapan titrasi argentometri disertai perhitungan
analit dalam sampel.

A. URAIAN MATERI

1. Prinsip Titrasi Argentometri


Problem 7.1
Air minum dari PDAM umumnya mengandung ion klor dalam
jumlah tertentu. Kandungan ion ini harus dipantau karena
kandungan klorin berbahaya bagi tubuh manusia. Orang yang sering
minum air ledeng beresiko terkena kanker kandung kemih atau usus
besar. Adapun bagi wanita hamil berpeluang melahirkan bayi
dengan kelainan otak atau kelainan urat saraf tulang belakang, bayi
lahir dengan berat rendah, bayi lahir prematur atau keguguran
kandungan (Maula, 2010). Bagaimanakah cara Anda menentukan
kadar klor yang ada dalam air PDAM untuk memonitor apakah kadar
klor tersebut masih berada dalam ambang batas yang disyaratkan
oleh Departemen Kesehatan RI?

Salah satu cara untuk menentukan kadar klor dalam air PDAM
adalah titrasi argentometri. Titrasi argentometri merupakan titrasi
terhadap larutan analit dengan larutan standar perak nitrat. Titrasi
argentometri menggunakan prinsip reaksi pengendapan. Zat yang akan
ditentukan dititrasi dengan larutan standar yang mampu mengen-
dapkan zat tersebut. Contoh pada penentuan ion klorida. Ion klorida
dalam sampel dititrasi dengan perak nitrat, sehingga terbentuk endapan
perak klorida. Pada saat semua ion klorida telah bereaksi dengan ion
perak, maka terjadi titik ekuivalen.
Pendeteksian titik ekuivalen titrasi dilakukan dengan menggunakan
indikator. Berdasarkan jenis indikator yang digunakan tersebut, maka
terdapat beberapa jenis titrasi argentometri, yaitu titrasi dengan
metode Mohr, metode Volhard, dan metode Fajans. Ketiga metode
tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci pada sub bab berikutnya
setelah Anda mempelajari kurva titrasi argentometri.

Kimia Analitik Dasar 117


2. Kurva Titrasi Argentometri

Problem 7.2
Penambahan larutan titran (ion Ag⁺) sedikit demi sedikit ke
dalam larutan analit (ion Cl⁻) pada titrasi argentometri akan
menyebabkan perubahan pCl atau pAg. Bagaimanakah Anda dapat
menggambarkan hubungan antara volume larutan titran yang
diperlukan selama titrasi dengan nilai pCl atau pAg?

Kurva titrasi argentometri menyatakan hubungan antara volume


titran (zat pengendap) yang ditambahkan dengan –log [analit]. Kurva
titrasi argentometri dibuat serupa dengan kurva titrasi asam-basa yaitu
dengan memplotkan -log [analit] terhadap volume titran. Bila dalam
titrasi asam-basa dikenal istilah pH, maka dalam titrasi argentometri
digunakan istilah pAg atau pCl. Oleh karena itulah pada kurva titrasi
argentometri dapat pula dibuat dengan plot pAg atau pCl vs volume
larutan titran (zat pengendap). Kurva dibuat berdasarkan perhitungan
pada empat lokasi yaitu (1) sebelum penambahan titran, (2) ketika
penambahan titran namun sebelum titik ekuivalen, (3) pada titik
ekuivalen, dan (4) setelah titik ekuivalen.
Bagaimanakah bentuk kurva titrasi antara 50 mL ion Cl⁻ 0,05
dengan larutan AgNO3 0,100M?
Penyelesaian problem tersebut dapat Anda lakukan dengan
menentukan pCl maupun pAg berdasarkan reaksi yang terjadi yaitu:
Cl⁻(aq) + AgNO3(aq) → AgCl(s) + NO3⁻(aq)

a. Sebelum penambahan titran (keadaan awal)


pCl = - log 0,05 = 1,3

b. Sebelum titik ekuivalen


• Penambahan 10 mL titran
mmol Cl- = 50,0 mL x 0,05 mmol/mL = 2,5 mmol
mmol Ag+ = 10 mL x 0,100 mmol/mL = 1,0 mmol
mmol Cl- akhir reaksi = (2,5 – 1,0) mmol = 1,5 mmol
volume total = (50 + 10) mL = 60 mL
[Cl⁻] = 1,5 mmol/60 mL = 0,025 M
pCl = -log 0,025 = 1,6

118 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Oleh karena Ksp AgCl = 1,8 x 10-10 maka:
KspAgCl 1,8 x 10-10
Ag+ = == = 7,2 x 10-9 M
Cl- 0,025

pAg = 8,1
• penambahan 20 mL titran
mmol Cl- = 50,0 mL x 0,05 mmol/mL = 2,5 mmol
mmol Ag+ = 20 mL x 0,100 mmol/mL = 2,0 mmol
mmol Cl- akhir reaksi = (2,5 – 2,0) mmol = 0,5 mmol
volume total larutan = (50 + 20) mL = 70 mL
[Cl⁻] = 0,5 mmol/70 mL = 7,1 x 10-3 M
pCl = -log 7,1 x 10-3 = 2,2
KspAgCl 1,8 x 10-10
Ag+ = = = = 2,5 x 10-8 M
Cl- 7,1 x 10 -3

pAg = -log 2,5 x 10-8 = 7,6

c. Pada titik ekuivalen (25 mL titran)


Pada titik ekuivalen, semua ion Cl⁻ habis bereaksi dengan ion
Ag+. Konsentrasi ion Cl⁻ maupun ion Ag+ dihitung berdasarkan
harga Ksp yaitu:

[Cl⁻] = [Ag+] = Ksp = 1,8 x 10-10 = 1,3 x 10-5


pCl = pAg = - log (1,3 x 10-5 ) = 4,9

d. Setelah titik ekuivalen


- penambahan 30 mL titran
mmol Cl⁻ = 50 mL x 0,05 mmol/mL = 2,5 mmol
mmol Ag+ = 30 mL x 0,100 mmol/mL = 3,0 mmol
mmol Ag+ akhir reaksi = (3,0 – 2 ,5) mmol = 0,5 mmol
volume total = 80 mL
[Ag+] = 0,5 mmol/80 mL = 6,3 x 10-3 M
pAg = -log (6,3 x 10-3) = 2,2
Ksp 1,8 x 10-10
[Cl⁻] = [Ag+] = -3
=2,9 x 10-8 M
6,3 x 10
pCl = - log (2,9 x 10-8) = 7,5
Apabila pCl atau pAg diplotkan terhadap volume titran yang
ditambahkan maka diperoleh kurva titrasi seperti tampak pada

Kimia Analitik Dasar 119


Gambar 7.1 dan 7.2. Apa yang dapat Anda simpulkan dari kedua
gambar tersebut?

Gambar 7.1 Kurva titrasi pCl vs volume AgNO3 yang ditambahkan pada
pengendapan 50 mL larutan Cl⁻ 0,050 M dengan larutan Ag⁺ 0,100 M

Gambar 7.2 Kurva titrasi pAg vs volume AgNO3 yang ditambahkan pada
pengendapan 50 mL larutan Cl⁻ 0,050 M dengan larutan Ag⁺ 0,100 M

Titrasi terhadap ion halida terdapat pada Gambar 7.3. Nilai Ksp
AgBr dan AgI lebih kecil daripada AgCl. Nilai Ksp AgBr adalah 4 x
10-13 dan Ksp AgI adalah 8,3 x 10-17. Apa yang dapat Anda
simpulkan dari Gambar 7.3?

120 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Gambar 7.3. Kurva titrasi ion klorida, bromida, dan iodida masing-masing
memiliki volume 100 mL dan konsentrasi 0,1 M dengan AgNO 3 0,100 M
(Sumber: Christian, 2004)

3. Jenis Titrasi Argentometri

Problem 7.3
Sekelompok mahasiswa menentukan kemurnian garam dapur
yang beredar di kota Palu. Mahasiswa tersebut melarutkan garam
dalam air kemudian melakukan penyaringan. Filtrat yang
dihasilkan selanjutnya dititrasi dengan larutan AgNO3
menggunakan indikator kalium kromat. Hasil yang diperoleh
menunjukkan kandungan NaCl dalam garam tersebut adalah 94%.
Menurut Anda, metode argentometri jenis apa yang digunakan
oleh sekelompok mahasiswa tersebut? Mengapa demikian?
Tuliskan reaksi yang terjadi!

Anda telah mempelajari bahwa jenis titrasi asam basa dibedakan


berdasarkan jenis larutan standar yang digunakan. Bagaimana dengan
titrasi argentometri? Pada umumnya titrasi argentometri dapat
dibedakan berdasarkan indikator yang dipakai dalam titrasi tersebut.
Ada tiga jenis titrasi argentometri, yaitu:

Kimia Analitik Dasar 121


a. Metode Mohr
Metode Mohr merupakan titrasi argentometri dengan
menggunakan indikator kalium kromat (K2CrO4). Metode ini
merupakan titrasi langsung analit dengan titran menggunakan
larutan standar perak nitrat (AgNO3). Larutan analit yang dapat
ditentukan dengan metode Mohr antara lain ion klorida. Endapan
putih perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi. Indikator
yang digunakan dalam titrasi tersebut adalah larutan kalium
kromat encer (sekitar 2%). Reaksi yang terjadi adalah:
Ag+(aq) + Cl⁻(aq) → AgCl(s)putih Ksp AgCl = 1,8 x 10-10
K2CrO4(aq) + 2 AgNO3(aq) → 2 KNO3(aq) + Ag2CrO4(s) Ksp
Ag2CrO4 = 1,7 x 10-12 coklat kemerahan

Berdasarkan data Ksp di atas, manakah yang terbentuk


pertama kali, endapan AgCl atau Ag2CrO4?
Berdasarkan data Ksp tersebut, maka kita dapat menghitung
kelarutan dari AgCl dan Ag2CrO4 yaitu:
• AgCl(s) Ag+(aq) + Cl⁻(aq)
misal kelarutan AgCl = s mol/L, maka: [Ag+] = [Cl⁻] = s mol/L,
sehingga:
Ksp= Ag + Cl-
1,8 x 10-10 = (s)(s)
s = 1,3 x 10-5 mol/L
• Ag2CrO4(s) 2 Ag+(aq) + CrO42⁻(aq)
misal kelarutan Ag2CrO4 = s mol/L, maka: [Ag+] = 2s dan
[CrO42⁻] = s mol/L,
sehingga:
2-
Ksp = Ag + 2 CrO4
1,7 x 10-12 = (2s)2 (s)
s3 = (1,7 x 10-12)/4
s = 7,5 x 10-5 mol/L
Oleh karena kelarutan AgCl lebih kecil daripada kelarutan
Ag2CrO4, maka yang mengendap lebih dulu adalah AgCl. Setelah
semua ion klorida terendapkan, maka kelebihan ion Ag+ akan
bereaksi dengan indikator kalium kromat membentuk endapan
Ag2CrO4 yang berwarna coklat kemerahan (Gambar 7.4).

122 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Sumber: wahyudwisetiawan3k2.wordpress.com
Gambar 7.4. Perubahan warna yang terjadi pada titrasi dengan metode
Mohr

Konsentrasi ion perak pada titik ekuivalen ditentukan oleh


harga Ksp AgCl yaitu:

[Ag+] = Ksp = 1,8 x 10-10 = 1,3 x 10-5 M


Dengan demikian konsentrasi ion kromat yang diperlukan
untuk memperoleh endapan perak kromat adalah:
Ksp 1,7 x 10-12
CrO2-
4 = = = 0,01 M
Ag+ 2 1,3 x 10-5
2

Pada dasarnya untuk mencapai terbentuknya endapan perak


kromat, konsentrasi ion kromat yang harus ditambahkan sebesar
0,01 M. Namun demikian jika Anda menambahkan konsentrasi ion
kromat dengan konsentrasi 0,01 M, maka akan menyebabkan
terbentuknya warna kuning yang sangat intensif pada larutan
analit. Hal ini mengakibatkan warna endapan perak kromat akan
susah sekali untuk diamati. Oleh sebab itu, konsentrasi ion kromat
yang sering digunakan lebih kecil dari 0,01 M. Konsentrasi ion
kromat yang dapat digunakan adalah 0,005 M sampai 0,01 M.
Ketika Anda melakukan titrasi argentometri dengan metode
Mohr, maka Anda harus memperhatikan kondisi keasaman larutan.
Titrasi sebaiknya Anda lakukan pada pH sekitar pH 6,5 hingga pH
10. Hal ini disebabkan ion kromat adalah basa konjugasi dari asam
kromat. Oleh sebab itu, jika titrasi dilakukan pada pH di bawah 6,5,
maka ion kromat akan terprotonasi dalam bentuk HCrO4⁻. Ion
tersebut selanjutnya berubah menjadi ion dikromat. Ion dikromat
inilah yang menndominasi di dalam larutan. Reaksi yang terjadi
adalah:
2 H+ (aq) + 2 CrO42-(aq) 2 HCrO4⁻(aq) Cr2O72-(aq) + H2O(l)

Kimia Analitik Dasar 123


Kondisi tersebut mengakibatkan konsentrasi ion kromat akan
terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4..
Akibatnya Anda akan mengalami kesulitan dalam mendeteksi titik
akhir titrasi. Oleh karena itu, pada analisis analit yang bersifat asam
perlu ditambahkan kalsium karbonat agar pH larutan berada pada
kisaran pH 6,5 hingga pH 10. Cara lain dapat juga dilakukan melalui
penjenuhan analit dengan menambahkan padatan natrium
hidrogen karbonat. Sebaliknya pada pH lebih besar daripada pH 10,
maka ion Ag⁺ akan bereaksi dengan ion OH⁻ membentuk endapan
AgOH yang berwarna kecoklatan. Endapan tersebut akan
menghalangi pengamatan Anda dalam menentukan titik akhir
titrasi. Reaksi yang terjadi adalah:
Ag+(aq) + OH⁻(aq) AgOH(s)
Pada waktu melakukan titrasi sebaiknya dilakukan
pengadukan. Pengadukan selama penambahan larutan standar
akan memudahkan Anda dalam mengamati tercapainya titik akhir
titrasi. Selain itu, pengadukan juga menyebabkan endapan perak
kromat yang terbentuk sebelum titik akhir titrasi akan terurai atau
terlarut kembali. Hal lain yang perlu Anda perhatikan dalam
melakukan titrasi argentometri adalah larutan perak nitrat dan
endapan perak klorida yang terbentuk harus dilindungi dari sinar
matahari. Hal ini disebabkan perak klorida dapat terdekomposisi
menjadi logam perak dan klor menurut reaksi berikut:
2 AgCl(s) → 2 Ag(s) + Cl2(g)
Kedua hal yang telah dikemukakan di atas akan mempengaruhi
ketepatan dan kecermatan hasil analisis. Oleh karena itu, ketika
Anda melakukan titrasi argentometri, maka Anda memerlukan
larutan blanko untuk mengoreksi hasil titrasi. Larutan blanko
diperlakukan dengan metode yang sama selama analisis akan tetapi
tanpa kehadiran analit.
Larutan perak nitrat merupakan larutan standar sekunder,
sehingga larutan tersebut harus distandardisasi terlebih dahulu
sebelum digunakan untuk menentukan kuantitas analit.
Standardisasi larutan perak nitrat dapat Anda lakukan dengan
menggunakan larutan natrium klorida standar.
Penerapan titrasi metode Mohr
Penerapan metode Mohr terbatas penggunaannya dibanding-
kan dengan metode Volhard dan metode Fajans. Metode Mohr
hanya dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi ion Cl⁻, CN⁻,
dan Br⁻. Metode Mohr banyak dipakai untuk menentukan

124 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


kandungan klorida dalam berbagai sampel air, contohnya air
sungai, air laut, air sumur, dan air hasil pengolahan industri sabun.

Prosedur Standardisasi Larutan Perak Nitrat


a. Siapkan larutan NaCl 0,100 M yang dibuat dari NaCl p.a
(telah dikeringkan dalam oven 110⁰C selama 1 jam).
b. Siapkan larutan AgNO3 0,100 M.
c. Ambil 25,00 mL NaCl dengan pipet volume, tuangkan ke
dalam erlenmeyer 250 ml, tambah 1,0 mL larutan K2CrO4
2% sebagai indikator
d. Titrasi dengan larutan AgNO3 yang telah disiapkan sampai
pertama kali terbentuk warna merah bata.
e. Percobaan diulang 3 kali
Problem
a. Bagaimana cara membuat 500 mL larutan NaCl 0,100 M
dan larutan AgNO3 0,100 M?
b. Apabila di laboratorium ternyata tidak ada natrium
klorida, apa yang akan Anda lakukan untuk dapat
menstandardisasi larutan AgNO3?

b. Metode Volhard
Metode Volhard meru-
pakan titrasi argentometri
dengan menggunakan larutan
standar ion tiosianat (SCN⁻)
dan Fe(III) atau ion Fe3+
sebagai indikator. Titrasi
dengan metode Volhard meru-
pakan titrasi langsung terhadap
Ag+ serta merupakan titrasi
balik terhadap ion klorida,
bromida, dan iodida. Larutan Sumber: www.
AgNO3 ditambahkan dalam rismakan.wordpress.com
jumlah tertentu dan berlebih, Gambar 7.5.Perubahan warna
kemudian kelebihan larutan yang terjadi pada titrasi dengan
perak nitrat tersebut dititrasi metode Volhard
dengan larutan standar ion tiosianat (SCN⁻). Penambahan ion SCN⁻
setelah titik ekuivalen akan bereaksi dengan indikator Fe(III)
membentuk ion kompleks yang berwarna merah (Gambar 7.5).
Pada saat terbentuk warna merah, maka Anda harus segera
menghentikan titrasi.

Kimia Analitik Dasar 125


Reaksi yang terjadi dalam titrasi argentometri dengan metode
Volhard adalah:
Ag+(aq)berlebih + Cl⁻(aq) → AgCl(s)(putih)
Ag+(aq)sisa + SCN⁻(aq) → AgSCN(s)(putih)
Fe3+(aq) + SCN⁻(aq) → Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)
Titrasi dengan cara ini disebut sebagai titrasi balik atau titrasi
kembali. Mol analit ditentukan dari pengurangan jumlah mol perak
yang ditambahkan dengan mol larutan standar tiosianat. Seperti
halnya larutan perak nitrat, maka larutan tiosianat juga harus
distandardisasi terlebih dahulu menggunakan perak nitrat standar.

Prosedur Standardisasi Larutan Kalium Tiosianat


a. Siapkan larutan AgNO3 0,100 M dengan cara melarutkan
4,225 g AgNO3 ke dalam 250 mL larutan.
b. Siapkan larutan NH4SCN 0.1 M dengan cara melarutkan
7,60 gram NH4SCN dalam 1 L.
c. Ambil 25,00 mL larutan standar AgNO3 0,100 M dengan
pipet volume, tuangkan ke dalam erlenmeyer 250 mL,
tambahkan 5 mL larutan Fe(NH4)2SO4 1 N sebagai
indikator
d. Titrasi larutan tersebut dengan larutan standar NH4SCN
sampai pertama kali terbentuk warna merah kecoklatan.
e. Percobaan dilakukan 3 kali

Penerapan metode Volhard


Penerapan titrasi pengendapan dengan metode Volhard antara
lain untuk menentukan konsentrasi ion halida, ion karbonat, dan
belerang. Kondisi titrasi dengan metode Volhard harus dijaga dalam
kondisi asam. Hal ini disebabkan jika larutan analit bersifat basa,
maka akan terbentuk endapan Fe(OH)3. Dengan demikian ketika
Anda menganalisis larutan sampel yang bersifat agak basa atau
netral, maka sebaiknya Anda melakukan titrasi dengan metode
Mohr atau Fajans.

b. Metode Fajans
Metode Fajans merupakan titrasi argentometri dengan
menggunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi merupakan
senyawa organik yang dapat berubah warnanya jika teradsorpsi

126 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


pada permukaan endapan. Misalkan titrasi antara ion klorida
dengan larutan standar Ag+ sesuai reaksi:
Ag+(aq) + Cl⁻(aq) → AgCl(s)(putih)
Gambar 7.6 menunjukkan proses adsorpsi dengan mengguna-
kan indikator yang bermuatan negatif seperti flouroscein.
Flouroscein dilambangkan sebagai Fl⁻. Pada saat belum mencapai
titik ekuivalen maka larutan kelebihan ion Cl⁻, sehingga indikator
Fl⁻ tidak teradsorpsi pada permukaan endapan. Hal ini disebabkan
permukaan endapan masih dikelilingi oleh ion Cl⁻ bebas sehingga
antara endapan dan Fl⁻ saling tolak-menolak.
(AgCl)Cl- + Fl⁻ → tidak ada adsorpsi
Pada saat titik ekuivalen, endapan bersifat netral karena tidak
ada lagi ion Cl⁻ maupun ion Ag⁺. Kedua ion tersebut telah habis
bereaksi. Setelah titik ekuivalen, penambahan sejumlah kecil ion
Ag+ menyebabkan kelebihan jumlah ion Ag+ dalam larutan, sehingga
pada permukaan endapan terdapat ion Ag+ dan Fl⁻. Ion Fl⁻ akan
teradsorpsi melalui gaya elektrostatis pada permukaan endapan.
Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan warna indikator.
(AgCl)Ag+ + Fl⁻ → (AgCl)(Ag+Fl⁻)
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik, sehingga dapat
teradsorpsi pada permukaan endapan. Indikator adsorpsi yang
biasa digunakan untuk menitrasi ion sulfat dengan ion barium
dalam pelarut aseton adalah thorin atau alizarin.

Sebelum titik ekivaen Saat ekuivalen Saat titik akhir


Gambar 7.6. Mekanisme teradsorpsinya indikator pada metode Fajans

Keuntungan penggunaan indikator adsorpsi adalah memiliki


galat yang kecil dalam penentuan titik akhir titrasi. Selain itu
perubahan warna pada saat indikator teradsorpsi juga dapat
terlihat dengan jelas. Indikator adsorpsi dapat Anda gunakan untuk
titrasi argentometri yang menghasilkan endapan dengan luas
permukaan yang besar, sehingga indikator dapat teradsorpsi
dengan baik. Beberapa contoh penggunaan indikator adsorpsi

Kimia Analitik Dasar 127


terdapat pada Tabel 7.1 dan contoh struktur molekul dari indikator
terdapat pada Gambar 7.7.
Tabel 7.1 Jenis Indikator Adsorpsi dan Penggunaannya
Indikator Titrasi Kondisi Larutan
Fluorescein Cl⁻ dengan Ag+ pH 7-8
Diklorofluorescein Cl⁻ dengan Ag+
Bromkresol hijau SCN⁻ dengan Ag+ pH 4-5
Eosin Br- , I-, SCN⁻ dengan Ag+ pH 2
Metil ungu Ag+ dengan Cl⁻ larutan asam
Rhodamin 6 G Ag+ dengan Cl⁻ HNO3 (0,3 M)
Thorin SO42- dengan Ba2+ pH 1,5-3,5
Bromfenol biru Hg2+ dengan Cl⁻ larutan 0,1M
Ortokrom T Pb2+ dengan CrO42- netral, larutan 0,02 M
(Sumber: Christian, 2004)

COOH COO-

Cl Cl
C C

O+ O+
HO OH HO OH
Fluorescein Diklorofluorescein

COO- COO-

Br Br I I
C C

O+ O+
HO OH HO OH

Br Br I I
Eosin Eritrosin
HC2NH5 NHC2H5
O O
Cl
S O

Br CH3 CH3
Br
CO2C2H5

OH
HO

Br Br
Bromtimol biru Rhodamin 6 G

Gambar 7.7 Struktur Molekul Beberapa Jenis Indikator Adsorpsi

128 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Penerapan metode Fajans
Metode Fajans dapat digunakan untuk menentukan kadar
sulfat dalam sampel. Titrasi dilakukan pada pH 3,5 di dalam
campuran air dan alkohol dengan perbandingan 1 : 1. Sulfat
diendapkan sebagai barium sulfat, BaSO4 dengan penetrasi barium
klorida, BaCl2 menggunakan indikator Alizarin. Indikator berwarna
kuning di dalam larutannya, tetapi akan membentuk warna merah
muda ketika kelebihan ion barium (Ba2+). Mekanisme reaksi untuk
titik akhir titrasi penentuan sulfat ini adalah:
Selama titrasi (sebelum titik ekuivalen)
Ba2+ + SO42- → (BaSO4)(SO42-)Ba2+
Kuning
Sesudah titik ekuivalen
(BaSO4)Ba2+ + Ind⁻ → (BaSO4)(Ba2+) Ind⁻ (merah muda)

4. Penerapan dan Perhitungan dalam Titrasi


Argentometri

Problem 7.4
Seorang mahasiswa melarutkan satu gram garam dapur dengan
akuades dan mengencerkannya sampai volume 250 mL. Selanjutnya
25 mL larutan garam tersebut dimasukkan ke erlenmeyer lalu
ditambah 1 mL indikator K2CrO4. Larutan yang dihasilkan kemudian
dititrasi dengan larutan AgNO3 0,1 M. Hasil percobaan menunjukkan
volume AgNO3 yang diperlukan sebanyak 15,9 mL; 16,2 mL; dan 15,8
mL.
a. Jelaskan jenis metode yang digunakan oleh mahasiswa tersebut
dalam menentukan kemurnian garam dapur?
b. Berapa kemurnian garam dapur tersebut?

Salah satu cara untuk menganalisis kandungan NaCl dalam garam


dapur adalah menggunakan titrasi argentometri. Selain itu titrasi
argentometri juga dapat digunakan untuk menentukan beberapa anion
yang lain (Tabel 7.2).

Kimia Analitik Dasar 129


Tabel 7.2 Penerapan dari Titrasi Pengendapan
Analit Titran Metode
AsO43- AgNO3, KSCN Volhard
Br- AgNO3 Mohr atau Fajans
AgNO3, KSCN Volhard
Cl- AgNO3, KSCN Volhard
AgNO3, Mohr atau Fajans
CO32- AgNO3, KSCN Volhard
C2O42- AgNO3, KSCN Volhard
CrO42- AgNO3, KSCN Volhard
I- AgNO3, KSCN Volhard
AgNO3, Fajans
PO43- AgNO3, KSCN Volhard
S2- AgNO3, KSCN Volhard
SCN- AgNO3, KSCN Volhard
AgNO3, KSCN Volhard
Sumber: Harvey, 2000
CONTOH
1. Suatu campuran yang hanya mengandung KCl dan KBr dianalisis
dengan metode Mohr. Sebanyak 0,3172 g sampel dilarutkan dalam
50,00 mL air dan dititrasi dengan larutan AgNO3. Titik akhir
tercapai ketikua terbentuk endapan Ag2CrO4 dengan memerlukan
larutan AgNO3 0,1120 M sebanyak 36,85 mL. Titrasi terhadap
blanko memerlukan 0,71 mL titran untuk mencapai titik akhir yang
sama. Berapakah persentase (%b/b) KCl dan NaBr dalam sampel?
(Diketahui Mr KCl = 74,551 g/mol dan Mr KBr = 102,89 g/mol)
Penyelesaian.
a. Identifikasi masalah
Diketahui: massa sampel = 0,3172 g
volume larutan sampel 50,00 mL
volume AgNO3 0,1120 M = 36,85 mL (untuk titrasi larutan
sampel)
volume AgNO3 0,1120 M = 0,71 mL (untuk titrasi blanko)
Ditanya: %b/b KCl dan NaBr dalam sampel

130 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


b. Representasi masalah

c. Penulisan reaksi
KCl AgCl + KNO3
+ AgNO3 →
KBr AgBr + KNO3
AgNO3(aq) + K2CrO4(aq) → Ag2CrO4(s) + 2 KNO3(aq) (TE)
d. Perencanaan solusi
 Memisalkan massa KCl = x g dan KBr = (0,3172 – x) g
 menghitung jumlah AgNO3 yang bereaksi dengan sampel =
(V AgNO3 sampel - V AgNO3 blanko) x M AgNO3
 menghitung jumlah KCl dan KBr = mmol AgNO3
 menghitung % b/b KCl dan NaBr dalam sampel

e. Pelaksanaan solusi
 jumlah AgNO3 yang bereaksi dengan sampel = (36,85 –
0,71) mL x 0,1120 M = 4,0477 mmol
 jumlah KCl dan KBr = 4,0477 mmol
 perhitungan massa KCl dan KBr =
𝑥𝑔 0,3172−𝑥 𝑔
74,551 𝑔/𝑚𝑜𝑙
+ 102,89 𝑔/𝑚𝑜𝑙 = 4,048 𝑥 10−3 𝑚𝑜𝑙
1,341 x 10-2 x + 3,083 x 10-3 – 9,719 x 10-3 x =
4,048 𝑥 10−3
3,691 x 10-3 x = 9,650 x 10-4
x = 0,2614 g (massa KCl)
massa KBr = 0,3172 g – 0,2614 g = 0,0558 g
0,2614 g
%b/b KCl = 0,3172 g x 100%=82,41 %
0,0558 g
%b/b KBr = x 100%=17,59 %
0,3172 g

Kimia Analitik Dasar 131


f. Kesimpulan
Persentase KCl dan KBr dalam sampel masing-masing adalah
82,41% dan 17,59%.
g. Pengecekan
 persamaan reaksi sudah setara
 rumus dan perhitungan sudah sesuai
2. Uang perak yang beratnya 0,5 gram mengandung 90% berat Ag
dilarutkan dalam HCl dan dianalisis secara Volhard. Hitunglah
berapa molaritas larutan KCNS yang diperlukan untuk menetapkan
Ag dalam mata uang tersebut, agar banyaknya volume KCNS tidak
lebih dari 50 ml. Diketahui Ar Ag = 107,88 g/mol.

Penyelesaian
a. Identifikasi masalah
Diketahui: massa uang perak = 0,5000 g
kadar Ag = 90%
volume KCNS < 50 mL
Ditanyakan: KCNS =…M

b. Representasi masalah

c. Penulisan reaksi
Ag+(aq) + SCN⁻(aq) → AgSCN(s)(putih)

d. Perencanaan solusi
 menghitung jumlah Ag dalam sampel = kadar Ag x massa
sampel
 menghitung jumlah KSCN = mol Ag
 menentukan konsentrasi KSCN = mol/volume

132 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


e. Pelaksanaan solusi
0,4500 g
 jumlah Ag = 90% x 0,5000 g = 0,4500 g = 107,88 g/mol = 4,17
x 10-3 mol
 jumlah KSCN = 4,17 x 10-3 mol
4,17 x 10-3 mol
 konsentrasi KSCN = =0,0834 M
0,0500 L
f. Kesimpulan
Konsentrasi KSCN yang diperlukan untuk menitrasi mata uang
perak adalah 0,0834 M
g. Pengecekan
 persamaan reaksi sudah setara
 rumus dan perhitungan sudah sesuai
(Pursitasari, 2012)

B. RINGKASAN
Setelah mempelajari Bab VII, maka kesimpulan yang dihasilkan
adalah:
1. Titrasi pengendapan atau biasa disebut titrasi argentometri
merupakan titrasi terhadap larutan analit dengan larutan standar
perak nitrat.
2. Kurva titrasi argentometri menyatakan hubungan antara volume
titran (zat pengendap) yang ditambahkan dengan pCl atau pAg.
3. Titrasi argentometri dapat dibedakan atas tiga metode berdasarkan
indikator yang digunakan untuk penentuan titik akhir, yaitu:
metode Mohr, metode Volhard, dan metode Fajans.
4. Metode Mohr merupakan titrasi larutan analit dengan larutan yang
mengandung ion perak sebagai larutan standar menggunakan
indikator kalium kromat untuk menentukan titik akhir.
5. Metode Volhard merupakan tirasi terhadap larutan analit yang
direaksikan dengan larutan yang mengandung ion perak berlebih.
Kelebihan ion perak akan dititrasi oleh larutan kalium tiosianat
sebagai larutan standar. Indikator ion Fe3+ digunakan untuk
menentukan titik akhir titrasi
6. Metode Fajans merupakan titrasi larutan analit dengan larutan
yang mengandung ion perak sebagai larutan standar menggunakan
indikator adsorpsi.
7. Analit yang dapat ditentukan dengan titrasi argentometri dapat
antara lain ion Cl⁻ , CN⁻, dan Br⁻, S

Kimia Analitik Dasar 133


C. PERTANYAAN
1. Limapuluh mililiter larutan NaBr 0,1 M dititrasi dengan larutan
AgNO3 0,1 M.
a. Berapakah pBr pada saat penambahan 49,90 mL dan 50,10 mL
larutan AgNO3?
b. Jika larutan yang dititrasi adalah garam NaI, maka berapakah
pI pada saat penambahan 49,90 mL dan 50,10 mL larutan
AgNO3?
Diketahui Ksp AgBr = 4,0 x 10-13 dan Ksp AgI = 1,0 x 10-16

2. Air limbah pembuatan film (kertas foto) mengandung ion


bromida. Anda menitrasi 75 mL sampel tersebut dengan larutan
perak nitrat 0,04614 M untuk menentukan kandungan bromida
yang terdapat dalam limbah pembuatan film menggunakan
indikator kalium kromat. Volume larutan perak nitrat yang
dibutuhkan adalah 15,13 mL sampai terbentuk endapan perak
kromat yang berwarna merah coklat. Berapa konsentrasi (ppm)
bromida dalam sampel tersebut? (Diketahui Ar Br = 79,90)
3. Berdasarkan hasil eksperimen menunjukkan bahwa rata-rata
observer untuk dapat mendeteksi warna merah Fe(SCN)2+ adalah
ketika konsentrasi Fe(SCN)2+ sebesar 6,4 x 10-6 M. Pada titrasi
50,0 mL larutan AgNO3 0,050 M dengan larutan KSCN 0,100 M,
maka berapakah konsentrasi indikator Fe3+ yang harus digunakan
agar kesalahan titrasinya kecil sekali sampai mendekati nol?
4. Uang perak yang massanya 0,5000 g mengandung 90%(b/b) Ag.
Uang tersebut dianalisis menggunakan metode Volhard.
Berapakah molaritas KCNS yang diperlukan untuk menentukan
Ag dalam mata uang tersebut agar banyaknya volume KCNS
yang digunakan tidak lebih dari 50,00 mL! (Diketahui Ar Ag =
107,87)
5. Larutan NaCl 0,1 M dititrasi dengan larutan AgNO3 0,1 M
menggunakan metode Mohr. Untuk maksud tersebut, ke dalam
larutan NaCl ditambahkan larutan K2CrO4 5% (b/v) sebagai
indikator sebanyak 5 tetes untuk setiap 100 mL larutan. Jika
diketahui 1 tetes K2CrO4 = 0,01 mL; Ksp AgCl = 1,2 x 10-10; Ksp
Ag2CrO4 = 1,7 x 10-12; dan perubahan volume karena
penambahan indikator diabaikan, maka berapakah konsentrasi ion
Cl⁻ dalam larutan pada saat garam Ag2CrO4 mulai mengendap?

134 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


6. Setengah gram cuplikan yang terdiri dari campuran 80% berat
KCN (Mr = 65): 15% berat KCl (Mr = 74,5) dan 5% berat K2SO4
(Mr = 174), dilarutkan dalam akuades, kemudian larutannya
dititrir dengan larutan perak nitrat sampai terjadi endapan yang
permanen. Apabila larutan penitrir tersebut mengandung 17 mg
garam AgNO3 (Mr = 170) setiap mL nya, hitunglah :
a. Berapa ml larutan standar AgNO3 yang diperlukan
b. Apabila ke dalam larutan hasil titrasi tersebut kemudian
ditambahkan lagi 80 ml larutan AgNO3 yang sama, berapa ml
larutan NH4CNS 0,2 M yang diperlukan agar titrasi berlangsung
sempurna.
7. Arsen dalam 1,010 g sampel pestisida dilarutkan dalam asam
menjadi H3AsO4. Setelah asam arsenat dinetralkan lalu
ditambahkan 40,00 mL larutan AgNO3 0,00622 M membentuk
endapan Ag3AsO4. Ion Ag+ yang tersisa dititrasi dengan 10,76 mL
larutan KSCN. Berapakah persentase (%b/b) As2O3 dalam sampel?
8. Sampel pupuk dengan massa 0,5131 g mengandung KBr. Sampel
tersebut dilarutkan dalam 50,00 mL akuades dan dititrasi dengan
AgNO3 0,04614 M. Volume larutan AgNO3 yang dibutuhkan untuk
tercapainya titik akhir adalah 25,13 mL. Titrasi terhadap blanko
memerlukan AgNO3 sebanyak 0,65 mL untuk mencapai titik akhir
yang sama. Berapakah persentase (%b/b) KBr dalam sampel pupuk
tersebut?
9. Sebanyak 0,1036 g sampel yang hanya mengandung NaCl dan BaCl2
dilarutkan dalam 50,00 mL akuades. Larutan sampel dititrasi
dengan larutan AgNO3 0,07916 M sebanyak 19,46 mL untuk
mencapai titik akhir dengan metode Fajans. Berapakah persentase
(%b/b) BaCl2 dalam sampel?
10. Sampel Na2CO3 murni dengan massa 0,1093 g dianalisis
menggunakan metode Volhard. Setelah penambahan 50,00 mL
larutan AgNO3 0,06911 M, larutan dititrasi balik dengan larutan
KSCN 0,05781 M. Volume larutan KSCN yang diperlukan untuk
mencapai titik akhir adalah 27,36 mL. Berapakah kemurnian
Na2CO3 tersebut?

Kimia Analitik Dasar 135


D. DAFTAR PUSTAKA
Bassett, et al., Pudhaatmaka, A. H. dan Setiono, L. 1994. Buku Ajar Vogel
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Christian, G.D. 2004. Analytical Chemistry. New York: John Wiley & Sons
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 2001. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Boston: McGraw-Hill
Companies, Inc
Maula, I. 2010. Bahaya Klorin yang Terkandung dalam Air. Tersedia di:
http://www.scribd.com/doc/94371798/Bahaya-Klorin-Yang-
Terkandung-Dalam-Air. Diakses tanggal 18 Oktober 2013
Pursitasari, I. D. 2012. Pengembangan Perkuliahan Dasar-dasar Kimia
Analitik dengan Open-ended Experiment Berbasis Investigasi
Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving dan
Penguasan Materi Mahasiswa Calon Guru. Disertasi pada SPs UPI
Bandung: tidak diterbitkan.
Skoog, D. A., West, D.M., Holler, F.J., & Crouch, S.R. 2004. Fundamentals of
Analyitical Chemistry. 8th. ed. Canada: Brooks/Cole-Thomson
Learning Academic Resource
Tim Kimia Analitik. 2000. Dasar-dasar Kimia Analitik. Bandung: Jurdik
Kimia UPI

136 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


TITRASI PEMBENTUKAN
BAB KOMPLEKS
8 (KOMPLEKSOMETRI)

1. Pembentukan Senyawa Kompleks


2. Prinsip Titrasi Kompleksometri
3. Kurva Titrasi Kompleksometri
4. Penerapan Titrasi Kompleksometri dan Perhitungan
Kuantitatif

Setelah mempelajari Bab VIII


diharapkan mahasiswa dapat:
1. menjelaskan prinsip titrasi
kompleksometri,
2. menggambarkan kurva
titrasi kompleksometri,
3. membedakan jenis titrasi
kompleksometri, serta
4. menganalisis dan
menentukan kuantitas analit dalam sampel terkait dengan
titrasi kompleksometri melalui kegiatan eksperimen dan
strategi problem solving.

Pernahkah Anda memperhatikan mata uang logam senilai Rp.


1.000,00 yang terbaru? Amatilah baik-baik. Bila dibiarkan terkena air
dan udara, lama kelamaan akan muncul noda kehijauan yang
mengindikasikan bahwa mata uang tersebut mengandung unsur nikel
dengan kadar tertentu. Bagaimana Anda dapat menentukan kadar nikel
dalam mata uang tersebut?

Kimia Analitik Dasar 137


Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan kadar
nikel dalam suatu sampel adalah titrasi kompleksometri. Titrasi
kompleksometri merupakan salah satu jenis analisis titrimetri yang
berdasarkan pada reaksi pembentukan kompleks. Oleh karena itu, pada
pembahasan Bab VIII diawali dengan penjelasan tentang pembentukan
senyawa kompleks. Pembahasan berikutnya meliputi prinsip titrasi
kompleksometri, kurva titrasi kompleksometri, jenis titrasi
kompleksometri, dan penerapan titrasi kompleksometri disertai dengan
perhitungan menggunakan strategi problem solving. Kegiatan praktikum
dapat Anda lakukan dengan menyelesaikan eksperimen yang terdapat
pada Bab IV.

A. URAIAN MATERI

1. Pembentukan Senyawa Kompleks


Banyak ion logam yang dapat dititrasi dengan suatu larutan
pengompleks untuk membentuk ion/senyawa kompleks. Ion logam
dalam pembentukan kompleks tersebut berperan sebagai akseptor
pasangan elektron (penyedia ruang), sehingga disebut atom pusat,
sedangkan larutan pengompleks atau titran adalah donor pasangan
elektron yang dikenal sebagai ligan. Jumlah ligan yang dapat diikat oleh
suatu ion logam dinyatakan dengan bilangan koordinasi. Bilangan
koordinasi biasanya berjumlah 2, 4, 6, atau 8. Bilangan koordinasi yang
dimiliki oleh senyawa kompleks umumnya berjumlah 4 atau 6. Bilangan
koordinasi 4 dijumpai pada ion: Zn2+, Cd2+, Hg2+, Pt2+, Pd2+, Bi3+, dan Al3+,
sedangkan bilangan koordinasi 6 dijumpai pada ion: Fe2+, Co2+, Ni2+,
Al3+, Co3+, Fe3+, Cr3+, Tr3+, Sn4+, Pb4+, Pt4+, dan Tr4+.
Reaksi antara ion perak dengan ion sianida membentuk kompleks
disiano argentat(I) merupakan contoh reaksi kompleksometri.
Persamaan reaksi yang terjadi adalah:
Ag+(aq) + 2 CN⁻(aq) Ag(CN)2⁻(aq)

Pada reaksi tersebut, ion Ag⁺ merupakan atom pusat dan ion
sianida merupakan ligan dengan bilangan koordinasi dua. Beberapa
contoh ion logam, ligan dan ion kompleks dapat dilihat pada Tabel 8.1.

138 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Tabel 8.1 Jenis Kompleks yang Khas
Ion Bilangan
Ligan Kompleks Nama Kompleks
Logam Koordinasi
Ag+ NH3 Ag(NH3)2+ Ion diamin perak(I) 2
Hg2+ Cl- HgCl2 Ion dikloro merkuri(I) 2
Cu2+ NH3 Cu(NH3)42+ Ion tetramin tembaga(II) 4
Ni2+ CN- Ni(CN)42- Ion tetrasiano nikel(II) 4
Co2+ H2O Co(H2O)62+ Ion heksaakuo kobal(II) 6
Co3+ NH3 Co(NH3)63+ Ion heksamin kobal(III) 6
Cr3+ CN- Cr(CN)63- Ion heksasiano krom(III) 6
Fe3+ CN- Fe(CN)63- Ion heksasiano besi(III) 6
Sumber: Day & Underwood, 2001

Reaksi pembentukan kompleks juga merupakan reaksi asam-basa


menurut definisi Lewis. Dalam hal ini ion logam bertindak sebagai basa
(akseptor pasangan elektron) dan ligan sebagai asam (donor pasangan
elektron). Ligan atau donor pasangan elektron harus memiliki paling
sedikit sepasang elektron bebas untuk bisa berikatan dengan ion logam.
Ligan-ligan yang memiliki sepasang elektron disebut ligan monodentat
atau unidentat. Amonia (NH3) adalah contoh ligan monodentat. Ligan
dengan dua pasang elektron disebut ligan bidentat. Contoh ligan
bidentat adalah etilendiamin (NH2CH2CH2NH2). Ligan ini memiliki dua
pasang elektron bebas, sehingga dapat berikatan dengan ion logam
melalui dua atom nitrogen.
2+
NH HN
H2C CH2
Cu2+(aq) + 2NH2CH2CH2NH2(aq) Cu + H2(g)
H2C CH2
NH HN (aq)

Gambar 8.1 Reaksi Ion Tembaga dengan Etilendiamin

Ligand polidentat atau ligan multidentat dikenal dengan sebutan


pengkelat. Istilah kelat berasal dari bahasa Yunani “Chele” yang berarti
cakar. Hal ini disebabkan pada pembentukan senyawa kompleks maka
ligan polidentat akan mencengkram atom logam dengan sangat kuat.
Senyawa kompleks yang dihasilkan disebut kompleks kelat. Contoh ligan
polidentat yang banyak digunakan adalah EDTA (asam
etilendiamintetraasetat). EDTA merupakan asam amino karboksilat
yaitu suatu asam lemah yang dalam struktur molekulnya mengandung

Kimia Analitik Dasar 139


gugus amina dan karboksilat. EDTA memiliki enam pasang elektron
bebas, sehingga mampu mencengkeram atom pusat dengan sangat kuat
(Gambar 8.2).
H2C COO-
COO- CH2
N
N
H2C COO-
COO- CH2
Gambar 8.2 Struktur Ligan EDTA

Ikatan antara ion logam dengan EDTA membentuk kompleks yang


sangat stabil dengan struktur yang sangat kuat (Gambar 8.3 ).
O

O
O

O N
M
O N

O
O

O
Gambar 8.3. Senyawa Kompleks Logam-EDTA (M: logam)

Perhatikan rumus struktur EDTA. EDTA termasuk asam lemah yang


memiliki poliproton. Bentuk asam dari EDTA dituliskan sebagai H4Y dan
reaksi ionisasinya adalah:
H4Y H3Y- + H+ pKα1 = 1,92
H3Y⁻ H2Y2- + H+ pK α2 = 2,76
H2Y2- HY3- + H+ pK α3 = 6,16
HY3- Y4- + H+ pK α4 = 10,26

Nilai pK α3 dan pK α4 lebih besar dibandingkan dengan nilai pKα1 dan


pKα2. Hal ini berarti ionisasi ketiga dan keempat jauh lebih lemah
daripada ionisasi pertama dan kedua. Distribusi dari kelima spesi EDTA
yaitu H4Y, H3Y⁻, H2Y2-, HY3-, dan Y4- sebagai fungsi pH ditunjukkan
pada Gambar 8.4.

140 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


F
R
A
K
S
i,
α

(Sumber: Christian, 2004: 299)


Gambar 8.4. Fraksi EDTA Sebagai Fungsi dari pH.

Senyawa EDTA yang biasa digunakan sebagai penitran atau


pengompleks yaitu garam Na2EDTA atau disimbolkan Na2H2Y. Senyawa
EDTA dalam bentuk H4Y dan NaH3Y tidak atau sukar larut dalam air.
Bentuk garam dinatriumnya digunakan dalam titrasi kompleksometri
karena dapat dengan mudah larut dalam air. Senyawa NA-EDTA dapat
mengomplekskan hampir semua ion logam dengan perbandingan mol 1
: 1. Ion/senyawa kompleks yang terbentuk dari ion logam dan EDTA
mempunyai kestabilan tertentu. Kestabilan suatu senyawa kompleks
dinyatakan oleh tetapan kesetimbangannya. Reaksi kesetimbangan
antara ion logam Mn+ dengan ligan L membentuk ion kompleks MLn+
adalah:
Mn+ + L MLn+
Tetapan pembentukan kompleks (Kf) atau tetapan kestabilan
kompleks (Kstab) reaksi tersebut adalah:
MLn+
K f = K stab =
M n+ L
Besarnya nilai tetapan pembentukan kompleks menyatakan tingkat
kestabilan suatu senyawa kompleks. Makin besar nilai tetapan
pembentukan senyawa kompleks, maka senyawa kompleks tersebut
semakin stabil. Sebaliknya makin kecil harga konstanta kestabilan
senyawa kompleks, maka senyawa kompleks tersebut semakin tidak
stabil.

Kimia Analitik Dasar 141


Kestabilan ion/senyawa kompleks dipengaruhi oleh jenis ligan
maupun jenis kation. Ciri ligan yang mempengaruhi kestabilan
kompleks antara lain (1) kekuatan basa dari ligan itu, (2) sifat-sifat
penyempitan (jika ada), dan (3) efek-efek sterik (ruang). Adapun ciri ion
logam yang mempengaruhi kestabilan ion kompleks antara lain: (1)
unsur golongan utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil;
(2) unsur transisi baris pertama kecuali Cr(III) dan Co(III) membentuk
kompleks-kompleks labil; dan (3) unsur transisi baris kedua dan baris
ketiga, cenderung membentuk kompleks-kompleks inert.

2. Prinsip Titrasi Kompleksometri


Titrasi kompleksometri merupakan titrasi terhadap larutan analit
dengan titran pengompleks untuk membentuk ion atau senyawa
kompleks dengan menggunakan indikator tertentu. Syarat titrasi
kompleksometri adalah reaksi antara ion logam dengan ligan harus
membentuk ion kompleks yang stabil. Contoh reaksi antara ion tembaga
dengan amoniak membentuk ion tetramin tembaga(II) sesuai reaksi:
Cu2+(aq) + 4 NH3(aq) [Cu(NH3)4]2+(aq)
Pada reaksi tersebut, ion perak sebagai larutan analit dan amoniak
sebagai titran. Reaksi yang terjadi tidak mengalami perubahan bilangan
oksidasi.
Apakah semua logam yang membentuk ion/senyawa kompleks
dapat ditentukan menggunakan metode titrasi kompleksometri? Reaksi
kompleks dapat digunakan dalam proses titrasi, jika reaksi kompleks
tersebut memberikan perbedaan pH yang cukup besar pada daerah titik
ekuivalen dan reaksinya berlangsung cepat.

3. Kurva Titrasi Kompleksometri


Problem 8.1
Kurva titrasi asam basa maupun titrasi pengendapan
menggambarkan hubungan antara volume titran yang
ditambahkan dengan pH, dan volume titran dengan pCl atau pAg.
Bagaimana Anda menggambarkan kurva titrasi kompleksometri?

Pusat perhatian dalam titrasi kompleksometri adalah jumlah ion


logam bebas yang tidak bereaksi dengan pengompleks. Oleh karena itu

142 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


maka kurva titrasi kompleksometri dibuat dengan memplot pM
(logaritma negatif dari konsentrasi ion logam bebas yaitu pM = -
log[Mn+]) pada sumbu Y terhadap volume larutan titran yang
ditambahkan terletak pada sumbu X. Faktor-faktor yang perlu Anda
perhatikan dalam membuat kurva titrasi kompleksometri adalah harga
pH dan harga pKf.
Mari kita pelajari contoh perhitungan berikut untuk membuat
kurva titrasi kompleksometri antara 50,0 mL larutan Ca2+ 0,010 M
dengan EDTA 0,010 M pada pH 10,0. Diketahui tetapan pembentukan
kompleks Ca2+-EDTA adalah 5,0 x 1010 dan tetapan kondisionalnya
sebesar 1,8 x 1010. Tetapan kondisional atau tetapan stabilitas efektif
merupakan tetapan pembentukan kompleks dengan memperhitungkan
kesetimbangan-kesetimbangan lainnya yang saling bersaing dalam
pembentukan suatu kompleks. Nilai tetapan kondisional dapat
dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi zat-zat pembentuk kompleks
lainya.
Oleh karena titrasi kompleksometri berlangsung pada pH 10, maka
bentuk EDTA yang ada dalam larutan adalah Y4-. Perhitungan pCa dapat
dilakukan dengan menghitung pCa sebelum titrasi, sebelum titik
ekuivalen, pada saat titik ekuivalen, dan setelah titik ekuivalen.
Sebelum titrasi: pCa = -log[Ca2+] = -log 0,01 = 2

a. Penambahan 10 mL EDTA (sebelum titik ekuivalen)


Jumlah Ca2+ awal adalah 50,0 mL x 0,010 M = 0,5 mmol. Jumlah
EDTA yang ditambahkan adalah 10,0 mL x 0,010 M = 0,1 mmol.
Reaksinya adalah:
Ca2+ + Y4- → CaY2-
Nilai tetapan kondisionalnya cukup besar sehingga reaksi
berlangsung ke kanan. Jumlah Ca2+ dari ionisasi CaY2- dapat
diabaikan dan jumlah Ca2+ bebas sama dengan jumlah Ca2+ yang
tidak beraksi yaitu:
mmol Ca2+ = (0,5 – 0,1) mmol = 0,4 mmol
[Ca2+] = 0,4 mmol/60 mL = 0,0067 M
pCa = -log[0,0067] = 2,17

b. Penambahan 50,0 mL EDTA (Titik ekuivalen)


Jumlah Ca2+ awal adalah 50,0 mL x 0,010 M = 0,5 mmol. Jumlah
EDTA yang ditambahkan adalah 50,0 mL x 0,010 M = 0,5 mmol.

Kimia Analitik Dasar 143


Pada titik ini [Ca2+] = CY = x dan [CaY2-] yang terbentuk adalah 0,5
mmol/100 mL = 0,005 M.
Persamaan kesetimbangannya adalah:
[𝐶𝑎𝑌 2− ]
= 𝐾𝑒𝑓𝑓
[𝐶𝑎2+ ]. 𝐶𝑌
0,005
= 1,8 x 1010
𝑥. 𝑥
𝑥 = 5,2 x 10-7 M = [Ca2+] sehingga pCa = -log(5,2 x 10-7) = 6,28

c. Penambahan 60 mL EDTA
Jumlah Ca2+ awal adalah 0,5 mmol. Jumlah EDTA yang
ditambahkan adalah 60,0 mL x 0,010 M = 0,6 mmol. Konsentrasi
0,6−0,5 𝑚𝑚𝑜𝑙
EDTA adalah EDTAsisa yaitu 𝐶𝑌 = 110 𝑚𝐿
= 9,1 𝑥 10−4 𝑀dan
0,50 𝑚𝑚𝑜𝑙
[𝐶𝑎𝑌 2− ] = 110 𝑚𝐿
= 4,55 𝑥 10−3 𝑀 sehingga:
2−
[𝐶𝑎𝑌 ]
= 𝐾𝑒𝑓𝑓
[𝐶𝑎2+ ]. 𝐶𝑌
4,55 𝑥 10−3
= 1,8 x 1010
[𝐶𝑎2+ ]. (9,1 𝑥 104 )
[𝐶𝑎2+ ] = 2,8 𝑥 10−10
pCa = -log (2,8 x 10-10) = 9,55

Perhitungan yang serupa dapat dilakukan untuk penambahan


volume EDTA dengan jumlah tertentu (Gambar 8.5). Bentuk kurva
titrasi menunjukkan peningkatan nilai pCa yang tajam pada titik
ekuivalen.

144 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


2+
Gambar 8.5. Kurva Titrasi 50 mL Larutan Ca 0,01 M dengan Larutan EDTA
0,01 M
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa titrasi
kompleksometri dengan EDTA selalu menghasilkan ion hidrogen.
Oleh karena itu maka titrasi sangat dipengaruhi oleh pH larutan.
Gambar 8.6 menunjukkan pengaruh pH larutan terhadap
kecenderungan kurva titrasi. Pada titrasi dengan kondisi pH yang
berbeda yaitu pada pH 7 dan 10, ternyata kedua kurva
menunjukkan kemiripan sampai titik ekuivalen. Setelah titik
ekuivalen, semakin besar pH maka pCa semakin besar. Hal ini
disebabkan nilai 𝐾𝑒𝑓𝑓 menjadi lebih besar dalam larutan yang
memiliki konsentrasi ion hidrogen kecil (Silahkan Anda buktikan
lebih lanjut mengapa hal ini terjadi). Oleh karena itu pada pH
rendah, 𝐾𝑒𝑓𝑓 menjadi sangat kecil, sehingga titrasi menjadi sulit
dilakukan.

2+
Gambar 8.6. Kurva Titrasi Kompleksometri antara 100 mL Larutan Ca 0,100
M dengan EDTA 0,100 M pada pH 7 dan pH 10
(Sumber: Christian, 2004: 304)

Seperti pada titrasi asam basa dan titrasi pengendapan, titik


akhir titrasi tidak dapat diamati secara visual karena tidak ada
perubahan fisik yang menandainya. Oleh karena itu titrasi
kompleksometri juga memerlukan indikator untuk menentukan
titik akhir titrasi. Indikator yang biasa digunakan dalam titrasi
kompleksometri merupakan indikator logam.

4. Indikator Logam
Indikator logam merupakan zat warna organik yang membentuk

Kimia Analitik Dasar 145


kelat berwarna dengan ion logam. Kriteria yang menjadi patokan dalam
memilih indikator ion logam adalah ikatan antara indikator dengan ion
logam harus lebih lemah daripada ikatan ion logam dengan EDTA dan
menunjukkan perubahan warna yang terjadi harus mudah teramati.
Contoh indikator logam adalah Eriochrome Black T (EBT), murexide, biru
tua solochrome atau Kalkon. Kalmagit (calmagite), Kalsikrom
(calcichrome), Hitam Sulfon F Permanen, Violet Katekol (Catechol
Violet) atau Violet Pirokatekol (Pyrocatechol Violet), merah
Bromopirogalol (Bromopyrogalol Red), Jingga Xilenol (Xylenol Orange),
Timolftalein (Timolphtalein), biru Metiltimol, Zinkon (Zincon) atau 1-(2-
hidroksi-5-sulfofenil)-3-fenil-5-(2-karboksifenil)-formazan, atau biru
Variamine (Day & Underwood, 2001).
Tabel 8.2 menunjukkan sebagian jenis indikator logam, kondisi pH,
dan analit (ion logam). Apabila tidak ada indikator yang cocok untuk
digunakan dalam titrasi kompleksometri, maka Anda dapat melakukan
titrasi dengan mereaksikannya terhadap kompleks M-EDTA sekunder.
Ion logam dari kompleks ini membentuk kompleks yang lebih kuat
dengan indikator, namun lebih lemah daripada kompleks EDTA-analit.
Titrasi ini merupakan titrasi penggantian (reaksi substitusi) yang akan
dibahas pada sub pokok bahasan jenis titrasi dengan logam polidentat.
Contoh titrasi kompleksometri adalah titrasi antara ion Mg2+ dengan
EDTA sebagai titran dan menggunakan indikator kalmagit. Reaksi an-
tara ion Mg2+ dengan EDTA tanpa adanya penambahan indikator adalah:
Mg2+(aq) + H2Y2-(aq) → MgY2-(aq) + 2 H+(aq)
Tabel 8.2 Jenis Indikator Logam
Indikator Rentang pH Analit
Kalmagit 9-11 Ba, Ca, Mg, Zn
Eriochrome Black T (EBT) 7,5-10,5 Ba, Ca, Mg, Zn
Eriochrome Blue Black R 8-12 Ca, Mg, Zn, Cu
Murexide 6-13 Ca, Ni, Cu
PAN 2-11 Cd, Cu. Zn
Asam salisilat 2-3 Fe
(Sumber: Harvey, 2000: 323)
Penambahan indikator terhadap larutan Mg2+ yang dilakukan
sebelum penambahan titran menyebabkan terbentuknya kompleks
MgIn⁻ yang berwarna merah muda. Ion kompleks ini terbentuk karena
indikator In⁻ bereaksi dengan ion Mg2+. Ketika titrasi dimulai, maka
kompleks MgIn⁻ akan bereaksi dengan EDTA. Apabila semua ion Mg2+
sudah bereaksi dengan EDTA, maka warna merah akan hilang,

146 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Penambahan EDTA sesudah titik ekuivalen menyebabkan warna larutan
berubah menjadi berwarna biru, sehingga titrasi harus segera
dihentikan. Reaksi yang terjadi adalah:
Mg2+ + In3- MgIn-
merah muda
MgIn- + H2 Y2- MgY2- + HIn2- + H+
merah muda tak berwarna tak berwarna biru

Perubahan warna dari merah muda ke biru akan lebih mudah


teramati pada pMg antara 4,7 sampai 6,7 dan pH = 10. Struktur dari
beberapa indikator yang dapat digunakan dalam titrasi kompleksometri
terdapat pada Gambar 8.4 (Fifield & Kealey, 2000:):

OH OH

0,5 N N

NO2

Eriochrome black T (EBT)


O O

HN C C NH
C O
C N CH
O C
NH
HN C
-
O
O
murexide

N N
N

HO

pirydilazonaphtol (PAN)
Gambar 8.7. Struktur Kimia Indikator dalam Titrasi Kompleksometri

Kimia Analitik Dasar 147


5. Jenis Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri digolongkan berdasarkan pada jenis ligan
(titran). Anda tentunya masih ingat bahwa jenis ligan ada yang berupa
ligan monodentat, dan ligan polidentat. Oleh karena itu penggolongan
titrasi kompleksometri berdasarkan jenis ligannya terdiri atas:

a. Titrasi yang melibatkan ligan monodentat


Ligan monodentat jarang digunakan sebagai titran. Namun
demikian setidaknya terdapat dua jenis ligan monodentat yang
dapat digunakan dalam titrasi kompleksometri yaitu: sianida
dengan ion perak yang dikenal sebagai metode titrasi Liebig dan ion
klorida dengan merkuri(II).
1) Titrasi ion sianida dengan ion perak
Titrasi ion sianida dengan ion perak dikenal sebagai metode
Liebig. Analisis kimia dengan metode Liebig dapat Anda lakukan
dengan menambahkan larutan perak nitrat sedikit demi sedikit
melalui buret ke dalam larutan yang mengandung sianida. Pada
awalnya Anda akan melihat endapan putih dari perak sianida yang
kemudian larut kembali membentuk kompleks disianoargentat(I)
sesuai reaksi.
Ag+(aq) + CN⁻(aq) AgCN(s)
AgCN(s) + CN⁻(aq) Ag(CN)2⁻(aq)
Jika kedua reaksi di atas Anda jumlahkan maka terjadi reaksi:
Ag⁺(aq) + 2 CN⁻(aq) Ag(CN)2⁻(aq)
Setelah terjadi reaksi yang sempurna antara ion perak dengan
ion sianida, maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan
Ag(CN)2⁻ membentuk endapan perak disiano argentat.
Ag+ + Ag(CN)2- Ag[Ag(CN)2](s)putih atau
Ag + Ag(CN)2
+ - 2 AgCN(s)
Terjadinya endapan tersebut merupakan indikasi telah
tercapai titik ekuivalen, sehingga Anda harus segera menghentikan
titrasi. Namun demikian endapan perak sianida yang dihasilkan
sulit teramati dengan baik, sehingga metode Liebig dimodifikasi
oleh Deniges. Modifikasi yang dilakukan Deniges adalah
menambahkan ion iodida sebagai indikator. Masalah baru yang
kemudian timbul adalah titik akhir muncul lebih awal karena
endapan perak iodida lebih mudah teramati dan kurang larut
dibandingkan perak sianida (Ksp AgI = 1 x 10-16 dan Ksp

148 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Ag[Ag(CN)2] = 2 x 10-12). Masalah tersebut dapat teratasi dengan
menambahkan amonia untuk membentuk kompleks Ag(NH3)2+. Ion
kompleks tersebut dapat memperlambat pengendapan perak
iodida sampai waktu yang tepat. Keberadaan amonia tidak
mencegah pembentukan kompleks Ag(CN)2⁻ karena ion kompleks
tersebut lebih stabil dan tidak mengganggu reaksi titrasi. Reaksi
yang terjadi adalah:

Ag[Ag(CN)2] (s) + 4 NH3(g) 2 Ag(NH3)2+(aq)


Ag(NH3)2⁺(aq) + I⁻(aq) AgI(s) + 2 NH3(aq)
kuning pucat
Terbentuknya endapan perak iodida merupakan petunjuk
terjadinya titik akhir
2) Titrasi ion klorida dengan merkuri(II)
Merkuri(II) atau raksa(II) dapat bereaksi dengan anion seperti
ion halida, sianida, dan tiosianat. Reaksi ion Hg2+ dengan ion Cl⁻
membentuk ion kompleks HgCl42-. Pembentukan kompleks tersebut
dilakukan secara bertahap. Berdasarkan nilai konstanta
kesetimbangan yang dimiliki pada setiap tahapannya, maka dua
kompleks yang terakhir jauh kurang stabil dibandingkan dengan
dua kompleks yang pertama. Hal ini dapat dilihat dari tetapan
pembentukan kompleks sebagai berikut:
Hg2+ + Cl⁻ HgCl+ K1 = 5,5 x 106
HgCl+ + Cl⁻ HgCl2 K2 = 3,05 x 106
HgCl2 + Cl⁻ HgCl3- K3 = 7,1
HgCl3- + Cl⁻ HgCl42- K4 = 10
Indikator yang biasa digunakan dalam titrasi klorida dengan
merkuri adalah natrium nitroprusida (Na2Fe(CN)5NO). Indikator ini
membentuk endapan putih merkuri nitroprusida yang merupakan
petunjuk bagi Anda bahwa telah terjadi titik ekuivalen.
Nitroprusida tidak dapat digunakan sebagai indikator dalam titrasi
tiosianat karena endapan merkuri(II)nitroprusida agak sedikit
larut. Masalah tersebut dapat Anda atasi dengan menggunakan
indikator ion Fe3+. Seperti yang sudah dibahas pada Bab VII, ion Fe3+
bereaksi dengan ion SCN⁻ membentuk ion kompleks FeSCN2+ yang
berwarna merah.
Senyawa organik lainnya yang dapat digunakan dalam titrasi
tersebut adalah difenilkarbasida (tidak berwarna) dan difenil-
karbazon (berwarna oranye) membentuk kompleks merkuri(II)

Kimia Analitik Dasar 149


yang berwarna ungu. Penggunaan kedua indikator ini perlu
memperhatikan pH larutan. Menurut Roberts (dalam Day dan
Underwood, 2002: 218), difenilkarbasida bekerja optimum pada pH
1,5-2,0. Adapun menurut Clark dalam Day dan Underwood (2001),
difenilkarbazon paling baik digunakan pada pH 3,2-3,3.

b. Titrasi yang melibatkan ligan polidentat


Ligan polidentat seperti EDTA telah banyak digunakan dalam
titrasi kompleksometri. Reaksi antara EDTA dengan ion logam
hanya berlangsung dalam satu tahap dengan membentuk kompleks
yang mempunyai perbandingan 1 : 1. Beberapa prosedur yang
dapat digunakan dalam titrasi dengan EDTA adalah:
a) Titrasi langsung
Larutan EDTA dapat digunakan untuk titrasi langsung ion
logam dengan EDTA dapat dilakukan untuk beberapa kation.
Bahan pengompleks seperti sitrat dan tartrat sering
ditambahkan untuk mencegah pengendapan hidroksida logam.
Disamping itu juga sering ditambahkan larutan penyangga
NH3-NH4Cl pada pH 9-10 untuk logam yang dapat membentuk
kompleks dengan amonia. Indikator yang dapat Anda
pergunakan adalah EBT untuk titrasi ion Mg, Zn, Ca, dan Cd
serta indikator murexide untuk ion logam Co, Cu, dan Ni.
Titrasi dengan EDTA sering digunakan dalam penentuan
kesadahan air. Air sadah mengandung ion kalsium dan
magnesium. Ion magnesium membentuk kompleks yang lebih
kuat dengan indikator EBT daripada ion kalsium, sehingga
warna kompleks magnesium indikator lebih mudah teramati.
Anda sebaiknya melakukan titrasi pada pH = 10 dengan
menggunakan larutan bufer.

Problem 8.2
Mengapa larutan sampel harus di bufer sampai pH =
10? Permasalahan apa yang timbul apabila titrasi dilakukan
pada pH yang lebih tinggi atau lebih rendah darpada pH 10?

Apabila pada sampel yang akan dititrasi dengan EDTA


tidak mengandung magnesium, maka Anda dapat menambah-
kan garam magnesium kepada larutan EDTA sebelum larutan
tersebut distandardisasi. Dengan demikian titran merupakan
campuran dari MgY2- dan Y4-. Ketika campuran ini ditambahkan
ke larutan yang mengandung ion Ca2+ akan membentuk ion

150 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


CaY2- yang lebih stabil dengan membebaskan ion Mg2+ yang
akan bereaksi dengan indikator membentuk MgIn- yang
berwarna merah. Setelah kalsium habis bereaksi, maka
penambahan volume titran berikutnya akan mengubah MgIn⁻
menjadi MgY2- dan indikator berubah menjadi HIn2- yang
berwarna biru. Bagaimana persamaan reaksinya?
b) Titrasi balik
Titrasi balik atau ada juga yang menamakan titrasi
mundur atau titrasi kembali digunakan ketika reaksi antara
kation dan EDTA berjalan lambat atau tidak ada indikator
logam yang sesuai. Pada titrasi balik, larutan sampel ditambah
EDTA dalam jumlah tertentu dan berlebih serta ditambah
larutan penyangga. Sejumlah EDTA yang tidak bereaksi dengan
larutan sampel selanjutnya dititrasi dengan larutan standar
seperti seng klorida atau seng sulfat. Larutan standar lainnya
yang juga dapat Anda pakai adalah magnesium klorida atau
magnesium sulfat. Metode ini dapat digunakan untuk
menentukan logam-logam dalam pengendapan, misal timbal
dalam timbal sulfat dan kalsium dalam kalsium oksalat.
Berikanlah contoh reaksinya?
c) Titrasi penggantian atau titrasi substitusi
Titrasi substitusi digunakan ketika reaksi antara kation
dan EDTA tidak ada indikator logam yang sesuai. Sebuah
larutan kompleks Mg-EDTA dalam jumlah tertentu dan
berlebih ditambahkan ke larutan analit yang mengandung
kation (ion logam) tertentu. Selanjutnya ion logam (M2+)
menggantikan magnesium dari kompleks EDTA yang relatif
lebih lemah.
M2+ + MgY2- MY2- + Mg2+
Jumlah Mg yang dibebaskan sebanding dengan jumlah
2+

ion logam tersebut. Kemudian ion Mg2+ dititrasi dengan EDTA


menggunakan indikator kalmagit.
d) Titrasi tidak langsung
Titrasi tidak langsung telah banyak digunakan untuk
penentuan anion yang mengendap dengan kation logam
tertentu. Misal sulfat (SO42-) ditentukan dengan menambahkan
ion barium berlebih untuk mengendapkan barium sulfat pada
pH 1. Endapan disaring dan dicuci. Ion barium yang tersisa
dititrasi dengan larutan EDTA. Tuliskan reaksi yang terjadi!.

Kimia Analitik Dasar 151


Anion lain yang dapat ditentukan dengan titrasi tidak langsung
adalah ion karbonat (CO32-), kromat (CrO42-), dan sulfida (S2-).
e) Titrasi alkalimetri
Titrasi alkalimetri dilakukan dengan menambahkan
larutan standar dinatrium etilendamintetraasetat (Na2H2Y)
kepada larutan yang mengandung ion logam untuk membentuk
kompleks dengan membebaskan 2 mol ion H+. Reaksi yang
terjadi adalah:
Mn+ + H2Y2- (MY)(n-4) + 2 H+
ion H yang dibebaskan selanjutnya dititrasi dengan
+

larutan standar basa menggunakan indikator asam basa.

6. Penerapan Titrasi Kompleksometri dan Perhitungan


Kuantitatif
a. Penentuan Kesadahan Air
Salah satu penerapan titrasi kompleksometri dengan
menggunakan EDTA adalah penentuan kesadahan air. Sebelum
digunakan sebagai titran, maka larutan harus distandardisasi
terlebih dulu.
Standardisasi larutan EDTA dengan CaCl2
Larutan EDTA distandardisasi dengan larutan CaCl2 secara
kompleksometri menggunakan indikator EBT. Prosedur
standardisasi yang harus Anda lakukan adalah:
1. Siapkan larutan standar CaCl2 0,1M sebanyak 250 mL
2. Ambil 25,0 mL larutan standar CaCl2 kemudian dimasukkan ke
erlenmeyer 250 mL
3. Tambahkan dengan 1,0 mL larutan bufer pH = 10 dan 2-3 tetes
indikator EBT. Larutan akan berwarna merah.
4. Lakukan titrasi dengan larutan EDTA yang telah disiapkan
hingga terjadi perubahan warna dari merah ke biru.
5. Percobaan diulang 3 kali
6. Hitung molaritas larutan EDTA
Penentuan kesadahan total dalam air laut
Konsentrasi kesadahan total dalam air laut dapat ditentukan
secara kompleksometri dengan menitrasi air laut dengan larutan
standar EDTA. Kesadahan menyatakan konsentrasi total alkali

152 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


tanah dalam air. Konsentrasi ion kalsium dan magnesium dalam air
biasanya jauh lebih besar daripada konsentrasi ion alkali tanah
yang lain. Oleh karena itu kesadahan dinyatakan dalam bentuk
[Ca2+] dan [Mg2+]. Kesadahan biasa dinyatakan sebagai jumlah
miligram CaCO3 atau CaCO3 per liter (ppm). Air dengan kesadahan
kurang dari 60 ppm disebut air lunak. Prosedur penentuan
kesadahan total adalah:
1. Ambil 2,00 mL sampel air laut, masukkan ke dalam erlenmeyer
250 mL, kemudian tambahkan dengan 25 mL akuades.
2. Tambah dengan 1,0 mL larutan bufer pH 10 dan 2-3 tetes
indikator EBT. Larutan akan berwarna merah.
3. Titrasi dengan larutan standar EDTA sampai terjadi perubahan
warna dari merah ke biru.
4. Percobaan diulang 3 kali
5. Hitung kesadahan total dalam air laut

b. Perhitungan kuantitatif dalam titrasi kompleksometri


Contoh Soal.
Suatu paduan kromel (chromel) mengandung logam nikel, besi,
dan krom dianalisis secara titrasi kompleksometri menggunakan
EDTA sebagai titran. Sampel paduan sebanyak 0,7176 g dilarutkan
dalam HNO3 dan diencerkan sampai 250 mL dalam labu ukur.
Sebanyak 50,00 mL alikuot ditambahkan pirofosfat (untuk
menopeng besi dan krom). Larutan EDTA 0,05831 M yang
diperlukan untuk mencapai titik akhir dengan indikator murexide
sebanyak 26,14 mL. Selanjutnya 50,00 mL alikuot kedua
ditambahkan heksametiltetramin untuk menopeng krom. Dalam hal
ini volume EDTA 0,058 M yang diperlukan untuk mencapai titik
akhir sebanyak 35,43 mL. Sedangkan 50,00 mL alikuot ketiga
ditambahkan 50,00 mL EDTA dan dititrasi balik dengan 6,21 mL
larutan Cu2+ 0,064 M. Berapakah persentase (%b/b) dari Ni, Fe, dan
Cr dalam paduan tersebut?
Penyelesaian
a. Identifikasi masalah
Diketahui:
massa paduan = 0,7176 g
volume larutan sampel = 250 mL
volume alikuot1, alikuot2, dan alikuot3 = @ 50,00 mL
[EDTA] = 0,058 M

Kimia Analitik Dasar 153


volume EDTA1 = 26,14 mL; volume EDTA2 = 35,43 mL; volume
EDTA3 = 50,00 mL
volume Cu2+ = 6,21 mL
[Cu2+] = 0,064 M
Ditanyakan: % b/b dari Ni, Fe, dan Cr dalam paduan
b. Representasi masalah

c. Penulisan reaksi
Ni2+ + Y4- → NiY2-
Fe2+ + Y4- → FeY2-
Cr3+ + Y4- → CrY-
Cu2+ + Y4- → CuY2-
d. Perencanaan solusi
 Titrasi 1: mmol Ni = mmol EDTA1 (Fe, Cr ditopeng)
 Titrasi 2: mmol Ni + mmol Fe = mmol EDTA2 (Cr
ditopeng)
 Titrasi 3: mol Ni + mol Fe + mol Cr + mol Cu = mol EDTA3
 menghitung massa dan persentase Ni. Fe, dan Cu
e. Pelaksanaan solusi
Titrasi 1:
mmol Ni = VEDTA1 x MEDTA1 = 26,14 mL x 0,058M = 1,516 mmol
massa Ni = 1,516 mmol x 58,69 mg/mmol = 88,98 mg
Titrasi 2:
1,516 mmol + mmol Fe = VEDTA2 x MEDTA2
1,516 mmol + mmol Fe = 35,43 mL x 0,058 M
mmol Fe = 2,055 mmol – 1,516 mmol
mmol Fe = 0,539 mmol

154 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


massa Fe = 0,539 mmol x 55,85 mg/mmol = 30,10 mg
Titrasi 3:
1,516 mmol + 0,539 mmol + mmol Cr + VCu 2+ x MCu 2+ = VEDTA2 x
MEDTA2
2,055 mmol + mmol Cr + (6,21 mL x 0,063 M) = 50,00 mL x
0,058 M
2,055 mmol + mmol Cr + 0,392 mmol = 2,900 mmol
mmol Cr = 2,900 - 2,447 = 0,453 mmol
massa Cr = 0,453 mmol x 52,0 mg/mmol = 23,56 mg
Dalam 50,00 mL larutan sampel terdapat 88,98 mg Ni;
30,10 mg Fe; dan 23,56 mg Cr, sehingga dalam 250 mL larutan
sampel terdapat 444,9 mg Ni; 150,5 mg Fe; dan 117,8 mg Cr
Persentase dari:
444,9 𝑚𝑔
%b/b Ni = 717,6 𝑚𝑔 𝑥 100% = 62,0%
150,5 𝑚𝑔
%b/b Fe = 𝑥 100% = 21,0%
717,6 𝑚𝑔
117,8 𝑚𝑔
%b/b Cr = 𝑥 100% = 16,4%
717,6 𝑚𝑔
f. Kesimpulan
Persentase (%b/b) dari nikel, besi, dan krom dalam
sampel paduan kromel masing-masing sebanyak 62,0%;
21,0%; dan 16,4%.
g. Evaluasi
persamaan reaksi sudah setara
rumus dan perhitungan sudah sesuai

c. Hasil Open-ended Experiment


Sekelompok mahasiswa menentukan kadar kalsium dan
kalsium karbonat dalam cangkang telur menggunakan larutan
EDTA sebagai titran. Prosedur eksperimennya adalah:
1) Pelarutan sampel
a) Membersihkan kulit telur dari membran yang tersisa.
b) Memasukkan kulit telur kedalam cawan penguap dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 30
menit.
c) Mendinginkan kulit telur, kemudian menggerus hingga
halus menggunakan lumpang dan alu.
d) Menimbang kulit telur yang telah dihaluskan sebanyak 3
gram, kemudian memasukkannnya kedalam gelas kimia
dan menambahkan aquades dan 50 mL larutan HCl 6 M
sambil diaduk.

Kimia Analitik Dasar 155


e) Memanaskan larutan kulit telur dan mengaduk hingga
larut, kemudian mendinginkannya.
f) Menyaring larutan tersebut, dan mengencerkannya di
dalam labu ukur 250 mL hingga tanda batas.
2) Titrasi larutan sampel dengan larutan standar EDTA
a) Memasukkan 5 mL larutan tersebut kedalam erlenmeyer,
dan menambahkan 50 mL akuades, 1 mL larutan bufer
amoniak dengan pH 10 dan indikator EBT dalam NaCl.
b) Menitrasi larutan tersebut dengan larutan EDTA hingga
berwarna ungu kebiruan.
c) Menentukan % Ca dalam kulit telur yang telah ditentukan.
Hasil eksperimen menunjukkan konsentrasi EDTA standar
yang digunakan adalah 0,033 M serta perolehan kadar Ca = 38,53%
dan kadar CaCO3 = 96,43% (Pursitasari, 2012).

B. RINGKASAN
1. Titrasi kompleksometri merupakan titrasi terhadap larutan analit
dengan titran yang mampu membentuk ion atau senyawa
kompleks.
2. Kurva pada titrasi EDTA dibuat dengan memplot pM (logaritma
negatif dari konsentrasi ion logam bebas yaitu pM = -log[Mn+]) pada
sumbu y dan volume larutan EDTA yang ditambahkan pada sumbu x.
3. Titrasi kompleksometri digolongkan menjadi dua yaitu: titrasi yang
melibatkan ligan monodentat dan titrasi yang melibatkan ligan
polidentat.
4. Prosedur yang dapat digunakan dalam titrasi dengan EDTA antara
lain titrasi langsung, titrasi balik, titrasi substitusi, titrasi tidak
langsung, dan titrasi alkalimetri.

C. PERTANYAAN
1. Sebanyak 50,0 mL larutan ion logam M2+ 0,0100 M dibufer pada pH
10,0 kemudian dititrasi dengan 0,0100 M EDTA. Harga Kef untuk
MY2- adalah 4,0 x1014. Bagaimana Anda dapat menggambarkan
kurva titrasi yang menghubungkan antara volume titran yang
ditambahkan dengan harga pM?
2. Anda menimbang 5,6130 g cangkang telur yang telah dikeringkan
dan dimasukkan ke gelas kimia 250 mL untuk menentukan
kandungan kalsium karbonat yang terdapat di dalamnya.
Selanjutnya ditambah 25 mL larutan HCl 6,00 M untuk melarutkan

156 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


cangkang telur tersebut. Setelah penyaringan, filtrat diencerkan
sampai volume 250 mL dalam labu takar. Sebanyak 10 mL alikuot
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 125 mL dan dibufer sampai
pH 10. Alikuot tersebut dititrasi dengan larutan EDTA 0,04988 M
dan memerlukan 44,11 mL untuk tercapainya titik akhir. Berapa
persentase (% massa) kalsium karbonat dalam cangkang telur!
(Ar Ca = 40,08; C = 12,01; O = 16,00)
3. Konsentrasi larutan EDTA ditentukan dengan standardisasi dengan
larutan Ca2+ yang diperoleh dari larutan standar primer CaCO3.
Sebanyak 0,4071 g CaCO3 dimasukkan ke labu ukur 500 mL,
ditambah sedikit larutan HCl 6 M dan diencerkan sampai tanda
batas. Lima puluh alikuot larutan tersebut dipindahkan ke
Erlenmeyer 250 mL, pH diatur dengan menambahkan 5 mL bufer
NH3-NH4Cl pH 10 yang mengandung sejumlah kecil Mg2+-EDTA, dan
ditambah indikator kalmagit. Selanjutnya larutan dititrasi dengan
larutan EDTA sebanyak 42,63 mL untuk mencapai titik akhir.
Berapakah konsentrasi EDTA? (Diketahui Mr CaCO3 = 100,09).
4. Suatu sampel dengan massa 0,5012 g mengandung 34,14% KCN
dan 65,18% NaCN. Berapakah volume larutan AgNO3 0,1102 M
yang dibutuhkan untuk analisis sampel tersebut? (Diketahui Mr
KCN = 65,116; NaCN = 49,007)
5. Sebuah sampel air sebanyak 100 mL yang mengandung ion-ion Ca2+
dan Mg2+ dititrasi dengan 15,28 mL EDTA 0,01016 M dalam suatu
bufer amoniak pada pH 10,0. Suatu sampel lain dengan volume 100
mL dititrasi dengan NaOH untuk mengendapkan Mg(OH)2, dan
kemudian dititrasi pada pH 13 dengan 10,43 ml larutan EDTA yang
sama. Hitung bagian per seribu CaCO3 dan MgCO3 di dalam sampel?
6. Sebuah sampel paduan yang sebagian besar mengandung bismut
dan timbal dengan massa 0,5745 g dilarutkan dalam asam nitrat
dan diencerkan menjadi 250,0 mL dalam sebuah labu ukur. Sebuah
50,00 ml alikuot diambil, pH diatur pada 1,5 dan bismutnya dititrasi
dengan 30,26 mL EDTA 0,01024 M, pH larutan kemudian dinaikkan
sampai 5,0 dan timbalnya dititarsi dengan 20,42 ml larutan EDTA
yang sama. Hitung persentase timbal dan bismut di dalam sampel
paduan tersebut!
7. Sebanyak 0,7562 g sampel yang mengandung NaCN dilarutkan
dalam air dan kemudian ditambah amoniak pekat dan beberapa
larutan KI. Larutan ini memerlukan 23,58 ml 0,0988 M AgNO3
0,0988 M untuk tercapainya titik akhir. Berapakah persentase
NaCN di dalam sampel?

Kimia Analitik Dasar 157


D. DAFTAR PUSTAKA
Bassett, et al., Pudhaatmaka, A. H. dan Setiono, L. 1994. Buku Ajar Vogel
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Christian, G.D. 2004. Analytical Chemistry. New York: John Wiley &
Sons
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 2001. Analisa Kimia Kuantitatif.
Jakarta: Erlangga
Fifield, F.W., & Kealey, D. 2000. Principles and Practice of
Analytical Chemistry. 5th.ed. Germany: Blackwell Science Ltd
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Boston: McGraw-
Hill Companies, Inc
Pursitasari, I. D. 2012. Pengembangan Perkuliahan Dasar-dasar Kimia
Analitik dengan Open-ended Experiment Berbasis Investigasi
Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving
dan Penguasan Materi Mahasiswa Calon Guru. Disertasi pada SPs
UPI Bandung: tidak diterbitkan
Skoog, D. A., West, D.M., Holler, F.J., & Crouch, S.R. 2004.
Fundamentals of Analyitical Chemistry. 8th.ed. Canada:
Brooks/Cole-Thomson Learning Academic Resource
Tim Kimia Analitik. 2000. Dasar-dasar Kimia Analitik. Bandung:
Jurdik Kimia UPI
http://kimiaanalisa.web.id/

158 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


BAB TITRASI REDUKSI OKSIDASI
9 (REDOKS)

1. Prinsip Titrasi Redoks


2. Kurva Titrasi Redoks
3. Indikator Titrasi Redoks
4. Jenis Titrasi Redoks
5. Perhitungan Kuantitatif dalam Titrasi Redoks

Setelah mempelajari Bab IX


diharapkan mahasiswa dapat:
1. menjelaskan konsep dan
prinsip titrasi redoks,
2. menggambarkan kurva
titrasi redoks,
3. memilih indikator redoks
yang sesuai,
4. membedakan jenis-jenis
titrasi redoks, serta
5. menganalisis dan menentukan kuantitas analit dalam sampel
melalui kegiatan eksperimen dan perhitungan menggunakan
strategi problem solving.

Pernahkah Anda memakan vitamin C? Mengapa vitamin C rasanya


masam? Rasa masam pada vitamin C disebabkan vitamin C mengandung
asam askorbat. Berapa kandungan asam askorbat dalam vitamin C?
Salah satu metode yang dapat Anda pakai untuk menentukan kadar
asam askorbat adalah titrasi reduksi oksidasi. Hal ini disebabkan asam
askorbat mudah teroksidasi. Pada Bab IX, Anda akan mempelajari
tentang titrasi reduksi oksidasi (redoks).
Penyajian materi dalam Bab IX diawali dengan prinsip titrasi
redoks, dilanjutkan uraian materi tentang kurva titrasi redoks, indikator

Kimia Analitik Dasar 159


redoks, jenis titrasi redoks, dan penerapan titrasi redoks dalam analisis
kimia. Bagian akhir Bab IX membahas tentang permasalahan analisis
kuantitatif terkait dengan reaksi redoks menggunakan strategi problem
solving. Kegiatan praktikum dapat Anda lakukan dengan menyelesaikan
eksperimen yang terdapat pada Bab IV

A. URAIAN MATERI

1. Prinsip Titrasi Redoks


Titrasi redoks merupakan titrasi terhadap larutan analit berupa
reduktor atau oksidator dengan titran berupa larutan dari zat standar
oksidator atau reduktor. Prinsip yang digunakan dalam titrasi redoks
adalah reaksi reduksi oksidasi atau dikenal dengan reaksi redoks.
Reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapan dan
pelepasan elektron, sehingga terjadi perubahan bilangan oksidasi.
Contoh reaksi redoks adalah:
Sn2+(aq) + I2(aq) → Sn4+ (aq) + 2 I-(aq)
Cu(s) + 4 HNO3(aq)pekat → Cu(NO3)2(aq) + 2 NO2(g) + 2
H2O(l)
Apakah semua reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis
titrimetri? Reaksi redoks yang dapat digunakan dalam analisis
titrimetri harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) hanya ada satu reaksi yang terjadi pada keadaan tertentu,
b) reaksi harus berkesudahan pada titik ekuivalen, dan
c) harus ada indikator yang dapat digunakan untuk menunjukkan titik
akhir titrasi.

2. Kurva Titrasi Redoks


Problem 9.1
Anda telah mempelajari dan menggambarkan kurva titrasi
netralisasi, pengendapan, dan pembentukan kompleks. Bagaimana
Anda dapat menggambarkan kurva titrasi redoks?

Pada Bab VI telah dijelaskan cara menghitung perubahan pH


larutan selama titrasi asam-basa serta membuat kurva titrasinya. Pada
titrasi redoks, karena di dalamnya melibatkan reaksi redoks, maka

160 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


perubahan potensial yang menyertai reaksi dapat digunakan sebagai
parameter reaksi. Oleh karena itu, maka kurva titrasi redoks dapat
dinyatakan melalui hubungan antara volume oksidator/reduktor yang
ditambahkan dengan potensial sel yang terukur selama berlangsungnya
titrasi.
Sebelum Anda mempelajari cara menggambarkan kurva titrasi
redoks, maka Anda perlu mempelajari kembali cara untuk mencari
potensial sel pada saat titik ekuivalen terjadi. Besarnya potensial sel
ditentukan dengan menggunakan persamaan Nernst.
Persamaan Nernst untuk reaksi: a Oks + n e → b Red dapat
dinyatakan sebagai berikut:
𝑅𝑇 [𝑅𝑒𝑑 ]𝑏
𝐸 = 𝐸 0 − 2,3026 𝑛𝐹 𝑙𝑜𝑔 [𝑂𝑘𝑠 ]𝑎 ....................................................... (9.1)

E menyatakan potensial sel reaksi, E0: potensial sel awal, R:


tetapan gas = 8,31 J.mol-1.K-1, T: temperatur (K), n: jumlah mol
elektron yang terlibat dalam reaksi, F: tetapan Faraday = 96.500
C.mol-1, Red: reduktor, dan Oks: oksidator.
𝑅𝑇 0,059
Pada 25oC nilai 2,3026 adalah , sehingga persamaan (9.1)
𝑛𝐹 𝑛
dapat ditulis lagi menjadi:
0,059 [𝑅𝑒𝑑 ]𝑏
𝐸 = 𝐸0 − 𝑙𝑜𝑔 ............................................................................. (9.2)
𝑛 [𝑂𝑘𝑠 ]𝑎

Contoh perhitungan potensial sel pada saat titik ekuivalen (Eek)


dapat Anda perhatikan pada reaksi antara ion besi(II) dengan ion
serium(IV) yang menghasilkan ion besi(III) dan ion serium(III) menurut
reaksi:
Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+
Pada reaksi tersebut ion besi(II) mengalami reaksi oksidasi menjadi
ion besi(III) dan ion serium (IV) mengalami reaksi reduksi menjadi ion
serium (III). Mengapa? Reaksi setengah sel oksidasi dan reduksi yang
terjadi adalah:
𝟎,𝟎𝟓𝟗 𝑭𝒆𝟐+
Fe2+ Fe3+ + e 𝑬𝒌𝒔𝒕𝒃 = 𝑬𝒐𝑭𝒆𝟑+ /𝑭𝒆𝟐+ − 𝐥𝐨𝐠 𝟑+
𝟏 𝑭𝒆
Ce4+ + e Ce3+ 𝑬𝒌𝒔𝒕𝒃 = 𝑬𝒐𝑪𝒆𝟒+ /𝑪𝒆𝟑+ −
𝟎,𝟎𝟓𝟗 𝑪𝒆𝟑+
𝐥𝐨𝐠 𝟒+
𝟏 𝑪𝒆

Kimia Analitik Dasar 161


Potensial sel pada saat titik ekuivalen dihitung dengan
menjumlahkan dua persamaan Nernst tersebut, sehingga diperoleh:
𝑜 𝑜 0,059 𝐹𝑒 2+ 𝐶𝑒 3+
2 𝐸𝑒𝑘 = 𝐸𝐹𝑒 3+ /𝐹𝑒 2+ + 𝐸𝐶𝑒 4+ /𝐶𝑒 3+ −
1
log 𝐹𝑒 3+ 𝐶𝑒 4+
........................ (9.3)

Pada saat titik ekuivalen jumlah analit sama dengan jumlah titran,
yaitu [Fe2+] = [Ce4+] dan [Fe3+] = [Ce3+], sehingga persamaan (9.3)
menjadi:
𝐸 𝑜 3+ 2+ + 𝐸 𝑜 4+ 3+
𝑜 𝑜 𝐹𝑒 /𝐹𝑒 𝐶𝑒 /𝐶𝑒
2 𝐸𝑒𝑘 = 𝐸𝐹𝑒 3+ /𝐹𝑒 2+ + 𝐸𝐶𝑒 4+ /𝐶𝑒 3+ 𝐸𝑒𝑘 =
2
..... (9.4)

Secara umum potensial larutan pada titik ekuivalen dapat dicari


dengan persamaan berikut :
(𝑛 1 𝐸10 + 𝑛 2 𝐸20 )
𝐸= 𝑛1+ 𝑛2
........................................................................................... (9.5)

Indeks 1 untuk setengah reaksi oksidasi dan indeks 2 untuk


setengah reaksi reduksi.
Apakah persamaan 9.5 berlaku juga untuk reaksi antara ion
Fe2+ dengan ion Sn4+? Jelaskan jawaban Anda!
Persyaratan yang harus dipenuhi pada penggunaan persamaan
(9.5) adalah reaksi tidak melibatkan ion poliatomik (MnO4⁻, CrO42⁻) dan
ion H⁺.

Problem 9.2
Bagaimana Anda menentukan potensial titik ekuivalen pada
titrasi antara ion Fe2+ dengan ion dikromat?

Kurva titrasi menunjukkan hubungan antara volume larutan titran


yang ditambahkan (sumbu X) dan potensial sel larutan yang terukur
(sumbu Y). Pembuatan kurva titrasi dapat Anda lakukan dengan
memperhatikan contoh berikut ini.
Sebanyak 50 mL larutan Fe2+ 0,100 M dititrasi dengan larutan Ce4+
0,1000 M. Gambarkan kurva titrasinya!
(Diketahui 𝑬𝒐𝑭𝒆𝟑+/𝑭𝒆𝟐+ = 𝟎, 𝟕𝟕 𝑽 dan 𝑬𝒐𝑪𝒆𝟒+/𝑪𝒆𝟑+ = 𝟏, 𝟕𝟎 𝑽)
Langkah pertama yang harus Anda lakukan adalah menuliskan
persamaan reaksi yang terjadi. Selanjutnya Anda dapat menentukan

162 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


potensial sel awal, potensial sel yang terukur setiap penambahan
volume titran namun belum terjadi titik ekuivalen, potensial sel pada
saat titik ekuivalen dan potensial sel sesudah titik ekuivalen. Reaksi
yang terjadi adalah: Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+
• awal titrasi
Pada awal titrasi, jumlah ion Fe3+ belum diketahui padahal
potensial sel ditentukan oleh perbandingan [Fe2+]/[Fe3+]. Jika
diasumsikan ion besi yang ada tidak lebih dari 0,1%, maka
perbandingan [Fe2+]/[Fe3+] adalah 1000 : 1. Dalam kondisi seperti
ini potensial dapat dihitung yang besarnya adalah:
E = 0,77 V – 0,059 log 1000
E = 0,59 V

• penambahan 5 mL larutan Ce4+ 0,1000 M (sebelum titik ekuivalen)


Reaksi Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+
Awal 5 mmol 0,5 mmol - -
Perubahan -0,5 mmol -0,5 mmol + 0,5 mmol 0,5 mmol
Akhir/Kstb 4,5 mmol - 0,5 mmol 0,5 mmol
Volume total = 55,0 mL, sehingga potensial selnya adalah:
o [Fe 2+ ]
E = EFe 3+ /Fe 2+ − 0,059 log
[Fe 3+ ]
4,5 mmol
55 mL
E = 0,77 V − 0,059 log 0,5 mmol
55 mL
E = 0,71 V

• penambahan 50 mL larutan Ce4+ 0,1000 M (titik ekuivalen)


Pada titik ekuivalen [Fe2+] = [Ce4+] dan [Fe3+] = [Ce3+], sehingga
dengan menggunakan persamaan (9.4) diperoleh potensial sel
sebesar:
E 0 3+ 2+ + E 0 4+ 3+ 0,77 V+1,70 V
Fe /Fe Ce /Ce
E= = = 1,23 V
2 2

• penambahan 60 mL larutan Ce4+ 0,1000 M (setelah titik ekuivalen)


Setelah penambahan 60 mL larutan Ce4+ 0,1000 M atau 6 mmol
larutan Ce4+ maka jumlah Ce4+ = 1 mmol dan jumlah Ce3+ = 5 mmol.
Volume total adalah 110 mL, sehingga potensial yang terjadi
adalah:
o [Ce 3+ ]
E = ECe 4+ /Ce 3+ − 0,059 log
[Ce 4+ ]

Kimia Analitik Dasar 163


5 mmol
110 mL
E = 1,70 V − 0,059 log 1 mmol = 1,66 V
110 mL

Nilai potensial sel pada penambahan sejumlah tertentu volume


titran lainnya disajikan pada Tabel 9.1.
2+ 4+
Tabel 9.1 Data Titrasi 50 mL larutan Fe 0,1000 M dengan larutan Ce
0,1000 M
Volume Ce4+ (mL) E (V) Volume Ce4+ (mL) E (V)
5 0,71 55 1,64
10 0,73 60 1,66
15 0,74 65 1,67
20 0,76 70 1,68
25 0,77 75 1,68
30 0,78 80 1,69
35 0,79 85 1,69
40 0,80 90 1,69
45 0,82 95 1,70
50 1,23 100 1,70

Apabila Tabel 9.1 dibuat kurva titrasinya, maka hubungan


antara volume titran yang ditambahkan dengan potensial sel yang
terukur dinyatakan oleh Gambar 9.1.

2+ 4+
Gambar 9.1 Kurva titrasi 50 mL larutan Fe 0,100 M dengan larutan Ce
0,1000 M

Seperti halnya pada titrasi lain, pada titrasi redoks apabila titik
akhir titrasi tidak dapat diamati secara nyata, perlu digunakan
indikator. Prinsip penggunaan indikator pada dasarnya sama yaitu

164 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


indikator dapat memberikan perubahan warna pada saat titik
ekuivalen tercapai.

3. Indikator Titrasi Redoks


Indikator redoks merupakan zat atau senyawa yang dapat berubah
warnanya karena terjadi reaksi reduksi-oksidasi (redoks). Seperti
halnya pada indikator yang digunakan dalam titrasi asam basa, titrasi
pembentukan kompleks, maupun titrasi pengendapan, maka indikator
redoks juga memperlihatkan warna yang berbeda pada keadaan
teroksidasi dan warna tereduksi. Jenis indikator yang dapat digunakan
dalam titrasi redoks adalah:

a. Indikator redoks reversible


Indikator redoks reversible merupakan indikator redoks yang
tidak tergantung pada salah satu zat, tetapi tergantung pada
perubahan potensial larutan selama titrasi. Oleh karena itu
indikator reversible digunakan secara luas dalam penentuan titik
akhir titrasi redoks. Indikator ini dapat dioksidasi dan direduksi
secara reversible (bolak-balik). Hubungan antara perubahan warna
indikator reversible dengan potensial elektrokimia dapat Anda
perhatikan dari setengah reaksi untuk indikator yaitu:
Inoks + n e Inred
warna A warna B
dengan Inoks adalah indikator dalam bentuk oksidator dan Inred
adalah indikator dalam bentuk reduktor. Persamaan Nernst untuk
reaksi tersebut adalah:
0 0,059 [In ]
E = EIn oks / In red
− n
log [In red ]
oks

Perubahan warna indikator diasumsikan terjadi ketika


perbandingan [Inred]/[Inoks] berubah dari 0,1 ke 10. Dengan
demikian, jika perbandingannya lebih kecil atau sama dengan 0,1,
maka hanya warna A yang teramati. Sebaliknya jika
perbandingannya adalah lebih besar atau sama dengan 10, maka
warna B yang akan teramati. Dengan demikian daerah perubahan
warna indikator (∆E indikator) adalah ± 2 x 0,059 V = ± 0,12 V.
Tabel 9.2 menunjukkan beberapa jenis indikator redoks
reversible dengan warna-warna yang teramati pada keadaan
tereduksi maupun teroksidasi disertai dengan potensial

Kimia Analitik Dasar 165


peralihannya. Potensial peralihan (transition potensial), yaitu
potensial sel yang terukur ketika konsentrasi Inoks dan Inred masing–
masing sebesar 50 %..

Tabel 9.2 Indikator Redoks dan Potensial Transisinya


Potensial
Warna Warna
Indikator Transisi Kondisi
Reduktor Oksidator
(V)
Metilen biru tak berwarna Biru 0,53 1 M asam
Difenilamin tak berwarna Ungu 0,76 1 M H2SO4
Difenilbenzidin tak berwarna Ungu 0,76 1 M H2SO4
Asam
merah-
difenilamin tak berwarna 0,85 asam encer
ungu
sulfonat
Ferroin Merah biru muda 1,11 1 M H2SO4
Nitroferroin Merah biru muda 1,25 1 M H2SO4
(Sumber: Day & Underwood, 2001: 280)

Penggunaan indikator redoks reversible harus sesuai dengan


reaksi redoks yang terjadi pada saat titrasi. Dengan kata lain, tidak
semua indikator redoks reversible dapat digunakan untuk semua
jenis titrasi redoks. Pemilihan indikator yang cocok ditentukan oleh
kekuatan oksidasi titran dan analit atau potensial pada saat titik
ekuivalen titrasi tersebut. Apabila potensial peralihan indikator
tergantung pada pH larutan, maka Anda juga harus mengusahakan
agar tidak terjadi perubahan pH larutan selama titrasi berlangsung.

Problem 9.3
Berdasarkan hasil perhitungan pada saat Anda membuat
kurva titrasi antara 50 mL larutan Fe2+ 0,100 M dititrasi
dengan larutan Ce4+ 0,1000 M, maka indikator apa yang cocok
digunakan dalam titrasi tersebut?

Berdasarkan hasil perhitungan dan Gambar 9,1 ternyata pada


titrasi antara 50 mL larutan Fe2+ 0,100 M dengan larutan Ce4+
0,1000 M, maka titik ekuivalen terjadi pada potensial 1,23 V. Oleh
karena itu indikator yang dapat Anda gunakan ketika melakukan
titrasi dengan menggunakan larutan standar Ce4+ adalah
nitroferroin yang memiliki potensial peralihan sebesar 1,25 V.
Menurut Anda, apakah indikator nitroferroin juga dapat
digunakan untuk titrasi dengan menggunakan larutan standar
ion Cr2O7=?

166 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Indikator nitroferroin tidak cocok untuk digunakan pada titrasi
dengan ion Cr2O7=, karena potensial peralihannya terlalu tinggi
dibandingkan dengan potensial titik ekuivalen. Indikator yang
dapat digunakan ketika melakukan titrasi dengan ion Cr2O7= adalah
difenilamin atau difenilamin sulfonat. Namun demikian, kedua
indikator tersebut memiliki potensial peralihan yang terlalu
rendah. Bagaimana Anda dapat mengatasi kesulitan tersebut?
Kesulitan tersebut dapat Anda atasi dengan menambahkan
asam fosfat 3 M. Penambahan asam fosfat dilakukan untuk
menurunkan potensial titik ekuivalen (TE), Penurunan potensial TE
dapat terjadi karena asam fosfat (H3PO4) mampu membentuk
senyawa kompleks dengan ion Fe3+, tetapi tidak dapat membentuk
senyawa kompleks dengan Fe2+. Hal ini berakibat konsentrasi Fe3+
bebas selalu rendah. Beberapa contoh indikator redoks yang sering
digunakan antara lain:
1) Kompleks Fe(II)–ortofenantrolin
Ortofenantrolin (1,10-fenantrolin) merupakan golongan
senyawa organik yang mampu membentuk senyawa kompleks yang
stabil dengan Fe(II) dan ion-ion lain melalui kedua atom N pada
struktur induknya. Ikatan antara ion Fe2+ dengan tiga buah molekul
fenantrolin membentuk struktur kelat. Senyawa kompleks yang
dihasilkan adalah ferroin yang untuk penyederhanaan rumus
strukturnya sering dinyatakan sebagai (Ph)3Fe2+. Besi yang terikat
dalam ferroin tersebut dapat mengalami reaksi oksidasi reduksi
secara reversible.
(Ph)3Fe3+ + e (Ph)3Fe2+ E0 = 1,06 V
biru muda (ferriin) merah gelap (ferroin)
Meskipun kompleks (Ph)3Fe3+ berwarna biru muda, namun
ketika digunakan dalam proses titrasi ternyata perubahan warna
yang terjadi adalah dari hampir tak berwarna menjadi merah. Hasil
pengukuran menunjukkan potensial peralihan indikator ferroin
sekitar 1,11 V dalam larutan H2SO4 1 M. Di antara semua indikator
redoks, ferroin merupakan indikator yang paling mendekati ideal.
Perubahan warnanya sangat tajam dan larutannya mudah dibuat
serta sangat stabil. Selain itu bentuk teroksidasi dari ferroin sangat
tahan terhadap oksidator kuat serta reaksinya berlangsung dengan
cepat dan reversibel.
2) Difenilamin dan turunannya.
Indikator difenilamin sering digunakan untuk titrasi ion Fe2+
dengan larutan standar kalium bikromat (titrasi bikomatometri).

Kimia Analitik Dasar 167


Difenilamin merupakan senyawa yang sangat sulit larut dalam air,
sehingga harus dilarutkan dalam asam sulfat pekat. Bentuk
tereduksinya tak berwarna, sedangkan bentuk teroksidasinya
berwarna ungu tua. Awalnya difenilamin membentuk
difenilbenzidin yang tak berwarna. Reaksi yang terjadi tidak
reversible. Selanjutnya difenilbenzidin akan berubah menjadi
difenilbenzidin bermuatan positif dengan melepaskan dua elektron.
Difenilbenzidin tersebut berwarna ungu tua. Indikator difenilamin
memiliki potensial peralihan sebesar 0,76 V.
Turunan difenilamin yaitu asam difenilamin sulfonat. Garam
barium atau natrium dari asam difenilamin sulfonat dapat Anda
pergunakan sebagai larutan indikator. Larutan garam difenilamin
sulfonat tersebut larut dalam air dan memiliki sifat seperti senyawa
induknya. Perubahan warna yang terjadi sedikit lebih tajam yaitu
dari tak berwarna – hijau – ungu dengan potensial peralihannya
sebesar 0.80 volt. Indikator tersebut tidak dipengaruhi oleh
konsentrasi asam dan sudah banyak digunakan dalam titrasi
redoks.

b. Indikator redoks khusus


Pernahkah Anda membuat dan menikmati jajanan yang terbuat
dari amilum atau tepung kanji? Selain diolah sebagai makanan
ringan, ternyata amilum juga dapat berfungsi sebagai indikator
dalam titrasi redoks, khususnya titrasi iodometri/iodimetri. Oleh
karena kekhususannya dalam titrasi redoks, maka amilum
merupakan indikator redoks khusus.
Indikator redoks khusus merupakan indaktor yang dapat
bereaksi dengan salah satu komponen pereaksi dan tidak
dipengaruhi oleh potensial redoks. Indikator khusus seperti amilum
membentuk kompleks berwarna biru tua dengan iodium.
Penggunaan amilum berdasarkan pada reaksi pembentukan
kompleks amilum dengan iodium. Reaksi yang terjadi adalah:.
I2 + Amilum → Iod-Amilum (biru)
Iod-Amilum + S2O32- → warna hilang (tak berwarna)
Reaksi antara Iod dengan amilum membentuk kompleks iod-
amilum yang berwarna biru tua. Pada waktu penambahan titran ion
tiosulfat, maka kompleks iod-amilum pecah, sehingga ketika
konsentrasi Iod habis, maka warna biru tua tadi akan hilang. Pada
saat inilah Anda harus segera menghentikan titrasi.

168 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Latihan Soal.
Diketahui dua setengah reaksi redoks dengan potensial selnya
sebagai berikut:
Fe3+ + e Fe2+ E: = 0,77 V
I3⁻ + 2 e 3I⁻ E: = 0,54 V
Berdasarkan data potensial sel tersebut, maka:
a. Tuliskan setengah reaksi reduksi dan reaksi oksidasi agar reaksi
dapat berlangsung dengan baik!
b. Tuliskan reaksi redoks beserta potensial selnya!
c. Bagaimana Anda menentukan potensial pada saat titik
ekuivalen?
d. Berdasarkan jenis indikator dan potensial peralihannya pada
Tabel 9.2, tentukan indikator yang cocok digunakan dalam
titrasi tersebut?
Penyelesaian:
a. E: Fe3+/Fe2+ nilainya lebih positif daripada E: I3⁻/I⁻, sehingga
Fe3+ merupakan oksidator dan ion I⁻ sebagai reduktor. Reaksi
setengah sel oksidasi dan reduksi adalah sebagai berikut:
Fe3+ + e Fe2+ E: = +0,77 V
3 I⁻ 3I3⁻ + 2 e E: = -0,54 V
b. Fe3+ + 3 I⁻ Fe2+ + 3I⁻
E: sel = 0,77 V + (-0,54 V) = 0,23 V
c. Berdasarkan persamaan (9.5), maka potensial pada titik
ekuivalen adalah:
0 0
(𝐸𝐹𝑒 3+ /𝐹𝑒 2+ + 2 𝐸𝐼 − /𝐼 − )
3 0,77 𝑉 + 2(0,54 𝑉)
𝐸𝑒𝑘 = = = 0,62 𝑉
1+ 2 3
d. Berdasarkan nilai potensial pada titik ekuivalen dan Tabel 9.2,
maka indikator redoks yang dapat digunakan adalah metilen
biru dengan potensial peralihan sebesar 0,53.

4. Jenis Titrasi Redoks


Titrasi redoks terdiri dari beberapa jenis. Penggolongan jenis titrasi
redoks berdasarkan pada jenis oksidator maupun reduktor yng
digunakan sebagai titran atau larutan standar. Kelima jenis titrasi
redoks tersebut adalah: (a) Permanganometri (larutan standar: KMnO4);
(b) Bikromatometri (larutan standar: K2Cr2O7); (c) Bromatometri
(larutan standar: KBrO3); serta (4) Iodimetri (larutan standar: I2) dan

Kimia Analitik Dasar 169


Iodometri (larutan standar: Na2S2O3). Penjelasan secara rinci dari
masing-masing jenis titrasi redoks tersebut adalah sebagai berikut:

a. Titrasi permanganometri
Titrasi permanganometri merupakan titrasi redoks yang
menggunakan larutan standar larutan kalium permanganat
(KMnO4). Kalium permanganat merupakan oksidator yang mudah
diperoleh, murah, dan tidak memerlukan indikator (autoredoks)
untuk menunjukkan perubahan warna yang terjadi. Mengapa
demikian? Setetes larutan KMnO4 0,1 N memberikan warna merah
muda yang jelas. Apabila belum tercapai titik ekuivalen, maka
warna tersebut akan hilang kembali ketika dilakukan pengadukan
atau pengocokan. Pada saat warna larutan analit berubah menjadi
merah muda dan warna tersebut relatif permanen, maka Anda
harus segera menghentikan proses titrasi.
Reaksi antara larutan kalium permanganat dengan suatu
reduktor menghasilkan senyawa mangan dengan beberapa jenis
bilangan oksidasi. Jumlah bilangan oksidasi mangan yang
dihasilkan tergantung pada pH larutan seperti tampak pada reaksi
reduksi berikut ini:
 MnO4- + 8 H+ + 5e Mn2+ + 4 H2O E0 = 1,51 V (suasana
asam kuat)
 MnO4- + 8 H+ + 4e Mn3+ + 4 H2O E0 = 1,50 V (suasana
asam)
 MnO4- + 4 H+ + 3e MnO2 + 2 H2O E0 = 1,70 V (pH 2-12)
 MnO4- + e MnO42- E0 = 0,56 V (suasana
basa kuat)

Reaksi (2) dan (4) relatif kurang stabil dibandingkan dengan


reaksi (1) dan (3). Dengan demikian larutan standar KMnO4 akan
berubah menjadi ion Mn2+ pada suasana asam kuat, sedangkan
pada suasana basa berubah menjadi mangan dioksida (MnO2).
Larutan kalium permanganat merupakan larutan standar
sekunder karena larutan tersebut mudah terurai oleh cahaya,
temperatur tinggi, dan asam atau basa. Oleh karena itu, larutan
kalium permanganat harus distandardisasi terlebih dahulu sebelum
digunakan untuk analisis kimia. Bagaimana cara standardisasi
larutan kalium permanganat?

170 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Standardisasi larutan kalium permanganat
Standardisasi larutan kalium permanganat dilakukan dengan
menggunakan larutan standar primer seperti arsen trioksida
(As2O3) dan natrium oksalat (Na2C2O4).
1) Arsen trioksida (As2O3)
Senyawa arsen trioksida merupakan senyawa yang stabil, tidak
higroskopis, dan tersedia dengan kemurnian tinggi. Senyawa As2O3
dilarutkan dalam natrium hidroksida, kemudian diasamkan dengan
asam klorida dan selanjutnya dititrasi dengan ion permanganat.
Dengan demikian arsen trioksida yang digunakan untuk
standardisasi larutan kalium permanganat berada dalam bentuk
senyawa asam arsenit. Reaksi asam arsenit dengan larutan
permanganat adalah:
5 HAsO2 + 2 MnO4⁻ + 6 H+ + 2 H2O → 2 Mn2+ + 5 H3AsO4
Pada temperatur ruangan, reaksi tersebut berjalan lambat,
sehingga Anda perlu menambahkan katalis. Katalis yang dapat
Anda digunakan untuk reaksi tersebut adalah kalium iodida (KI),
kalium iodat (KIO3), dan iodin monoklorida (ICl).
2) Natrium oksalat (Na2C2O4)
Standar primer lainnya yang dapat digunakan adalah natrium
oksalat. Hal ini disebabkan natrium oksalat memiliki tingkat
kemurnian yang tinggi, stabil pada saat pengeringan, dan tidak
higroskopis. Reaksinya berjalan lambat pada temperatur ruangan,
sehingga perlu dipanaskan sampai sekitar temperatur 60oC. Namun
pada temperatur yang lebih tinggi, reaksinya berjalan lambat dan
meningkat ketika terbentuk ion Mn(II). Hal ini disebabkan ion
Mn(II) yang dihasilkan bertindak sebagai katalis dalam reaksi
tersebut, sehingga Mn(II) merupakan autokatalis dan reaksinya
disebut reaksi autokatalis. Persamaan reaksi antara oksalat dan
permanganat adalah:
5 C2O42- + 2 MnO4⁻ + 16 H+ → 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O

Penerapan Titrasi Permanganometri


Titrasi permanagometri dapat digunakan untuk menentukan
besi dalam bijih besi. Bijih besi terlebih dulu dilarutkan dalam asam
klorida dan biasanya ditambahkan timah(II) klorida untuk
membantu proses pelarutan dan mereduksi seluruh besi(III) yang
ada menjadi besi(II). Larutan yang terjadi selanjutnya dititrasi

Kimia Analitik Dasar 171


dengan larutan permanganat yang telah distandardisasi. Reaksi
yang terjadi adalah:
5 Fe2+ + MnO4⁻ + 8 H⁺ → 5 Fe3+ + Mn2+ + 4 H2O
Reduktor selain besi adalah antimon(III), arsen(III), hidrogen
peroksida (H2O2), molibdenum(III), nitrit, oksalat, timah(II),
titanium(III), tungsten(III), uranium(IV), dan vanadium(IV) dapat
juga ditentukan dengan titrasi permanganometri dalam suasana
asam. Tuliskan reaksi yang terjadi dalam titrasi
permanganometri dengan analit-analit tersebut!
Titrasi permanganometri selain untuk menentukan reduktor,
maka dapat juga digunakan untuk menentukan kadar oksidator
atau ion kalsium dengan cara titrasi balik maupun titrasi tidak
langsung. Kalsium diendapkan sebagai kalsium oksalat. Endapan
disaring, dicuci, dan dilarutkan dalam asam sulfat. Larutan yang
diperoleh mengandung ion oksalat sehingga dapat dititrasi dengan
larutan permanganat.
Beberapa oksidator (misal pirolusit, MnO2) dapat ditentukan
secara tidak langsung dengan permanganometri. Sampel direaksi-
kan dengan sejumlah tertentu reduktor (misal As2O3 dan Na2C2O4)
berlebih, kemudian kelebihan reduktor ini dititrasi dengan
permanganat. Reaksi antara pirolusit dengan asam arsenit adalah:
MnO2(s) + HAsO2 (jumlah berlebih) + 2 H+ → Mn2+ + H3AsO4

Problem 9.4
Sampel tanah mengandung besi(III) oksida. Rizki
melarutkan sampel tersebut dengan HCl dan menambahkan
timah(II) klorida. Selanjutnya larutan tersebut dalam suasana
asam dititrasi menggunakan larutan KMnO4 yang telah
distandardisasi dengan larutan Na2C2O4. Larutan yang dititrasi
harus dipanaskan sampai temperatur 60-70⁰C.
a. Mengapa titrasi permangometri harus dilakukan pada
temperatur 60-70:C?
b. Mengapa pada proses pelarutan sampel, Rizki
menambahkan timah(II) klorida? Tuliskan reaksi yang
terjadi!
c. Mengapa larutan KMnO4 distandardisasi terlebih dulu
dengan larutan Na2C2O4?
d. Apakah Rizki menggunakan indikator untuk menentukan
titik akhir titrasi? Mengapa?

172 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


b. Titrasi bikromatometri atau dikromatometri
Titrasi dikromatometri merupakan titrasi redoks yang
menggunakan larutan dikromat (Cr2O72-) sebagai larutan standar.
Senyawa kalium dikromat merupakan oksidator yang kuat namun,
lebih lemah daripada kalium permanganat (E: Cr2O72- ˂ E0 MnO4⁻).
Reaksi reduksi dan potensial reduksi dari kalium dikromat adalah:
Cr2O72- + 14 H+ + 6e 2 Cr3+ + 7 H2O E0 = 1,33 V
Keuntungan menggunakan kalium dikromat sebagai larutan
standar adalah harganya tidak mahal, larutannya sangat stabil, dan
merupakan standar primer. Penggunaan utamanya adalah untuk
titrasi besi(II) dalam larutan asam klorida ([HCl] < 2 M). Indikator
yang cocok digunakan adalah asam difenilaminsulfonat (E0 = 0,85
V) atau natrium difenilbenzidin (E0 = 0,87 V). Reaksi yang terjadi
antara ion besi(II) dengan ion dikromat adalah:
Cr2O72- + 6 Fe2+ + 14 H+ 2 Cr3+ + 6 Fe3+ + 7 H2O
Pada reaksi tersebut ion kalium dikromat mengalami reduksi
menjadi ion krom(III), sedangkan ion besi(II) mengalami oksidasi
menjadi ion besi(III).
Kalium dikromat dapat digunakan untuk penentuan zat
oksidator yang lain melalui titrasi balik. Caranya dengan menam-
bahkan sejumlah tertentu besi(II) berlebih selanjutnya menitrasi
kelebihan besi(II) tersebut dengan kalium dikromat. Contoh
oksidator yang dapat ditentukan dengan titrasi bikromatometri
antara lain nitrat (NO3-), klorat (ClO3-), dan hidrogen peroksida
(H2O2). Bagaimana persamaan reaksi yang terjadi pada titrasi
balik antara oksidator-oksidator tersebut dengan kalium
dikromat?

Tips
Kalium dikromat seringkali digunakan sebagai perendam
buret yang kotor, karena sifat oksidatornya. Sifat oksidator
kalium dikromat dapat menghancurkan lemak yang biasa
digunakan untuk pelicin kran buret.

c. Titrasi Bromatometri
Titrasi bromatometri merupakan titrasi redoks yang
menggunakan ion bromat sebagai larutan standar. Kalium bromat
merupakan oksidator yang kuat dan memiliki potensial reduksi
standar sebesar 1,44 volt menurut reaksi reduksi berikut ini:

Kimia Analitik Dasar 173


BrO3⁻ + 6 H+ + 6e Br- + 3 H2O E0 = 1,44 V
Titrasi bromatometri dapat digunakan untuk titrasi langsung
terhadap beberapa reduktor seperti As(III), Sb(III), Fe(II), atau
sulfida organik. Contoh titrasi langsung adalah reaksi antara As(III)
dengan ion bromat menurut reaksi:
BrO3⁻ + 3 HAsO2 → Br- + 3 HAsO3
Reaksi biasanya berlangsung dalam larutan HCl 1 M. Apabila
HAsO2 telah habis bereaksi dengan ion bromat, maka penambahan
ion bromat akan bereaksi dengan ion bromida menghasilkan brom.
Dengan demikian titik akhir titrasi ditandai oleh munculnya brom
menurut reaksi:
BrO3- + 5 Br⁻ + 6 H+ → 3 Br2 + 3 H2O
Selain penggunaannya dalam titrasi langsung terhadap
sejumlah reduktor, kalium bromat juga dapat digunakan
menghasilkan sejumlah brom (Br2). Brom yang dihasilkan tersebut
dapat digunakan untuk brominasi senyawa organik seperti 8-
hidroksikuinolin (oksin). Reaksi antara brom dengan oksin
merupakan reaksi substitusi. Reaksi yang terjadi adalah:
C9H7ON + 2 Br2 → C9H5ONBr2 + 2 HBr
Senyawa oksin dapat bereaksi dengan sejumlah logam. Salah
satu logam yang dapat bereaksi dengan oksin adalah aluminium.
Analisis aluminium dalam larutan sampel Anda lakukan dengan
mereaksikan larutan sampel dengan larutan oksin. Ion aluminium
dengan oksin akan membentuk endapan yang berwarna kuning.
Endapan yang dihasilkan selanjutnya disaring, dicuci, dan
dilarutkan dalam asam klorida. Larutan yang terjadi selanjutnya
ditambah larutan standar KBr-KBrO3. Larutan standar tersebut
menghasilkan Br2 yang selanjutnya akan membrominasi larutan
sampel. Reaksi-reaksi yang terjadi pada analisis aluminium dengan
oksin adalah sebagai berikut:
Al3+ + 3 HQ → AlQ3(s) + 3 H+ (pengendapan)
AlQ3(s) + 3 H+ → Al3+ + 3 HQ (pelarutan kembali)
3 HQ + 6 Br2 → 3 HQBr2 + 6 HBr (brominasi)
dengan HQ adalah singkatan dari 8-hidroksikuinolin (oksin).
Selain mengalami reaksi substitusi, brom juga dapat
mengalami reaksi adisi apabila direaksikan dengan etilen. Reaksi
antara brom dengan etilen menghasilkan dibromida etana sesuai
reaksi:

174 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


H2C=CH2 + Br2 → H2CBr–CBrH2
Setelah terjadi reaksi brominasi secara sempurna, kelebihan
brom selanjutnya ditambah ion iodida menghasilkan iod. Iod yang
dihasilkan kemudin dititrasi dengan ion tiosulfat.

d. Titrasi Iodimetri
Iodin (I2) sukar larut dalam air, namun mudah larut dalam
larutan yang mengandung ion iodida membentuk triiodida (I3⁻).
I2 + I⁻ → I3⁻
Kelarutannya dapat ditingkatkan dengan menambahkan
kalium iodida. Penambahan kalium iodida juga dapat mengurangi
sifat mudah menguap dari iodin. Iodin (dalam bentuk triiodida, I3⁻)
merupakan oksidator yang lebih lemah daripada kalium
permanganat dan kalium dikromat. Potensial reduksi standar dari
iodin sebesar 0,54 V sesuai reaksi:
I3- + 2 e 2 I⁻ E0 = 0,54 V
Meskipun iodin sebenarnya dalam bentuk triiodida, namun
untuk mempermudah pembahasan dalam buku ini akan ditulis
dalam bentuk I2. Analisis titrimetri yang melibatkan iodin
dibedakan menjadi dua yaitu titrasi iodometri langsung dan titrasi
iodometri tidak langsung.
1) Titrasi iodometri langsung (Iodimetri)
Iodometri langsung merupakan titrasi terhadap larutan
analit dengan larutan iodin sebagai larutan standar (titran)
menggunakan indikator amilum. Oleh karena itu titrasi iodo-
metri langsung disebut titrasi iodimetri. Beberapa senyawa
yang dapat dititrasi dengan larutan iodin adalah tiosulfat
(S2O32-), arsen(III), antimony(III), sulfida (S2-), sulfit (SO32-), dan
ferosianida [Fe(CN)6]4+. Larutan iodin merupakan larutan
standar sekunder, sehingga sebelum Anda gunakan untuk
menentukan kuantitas analit, maka larutan iodin harus Anda
standardisasi terlebih dulu dengan larutan standar primer.
Standardisasi larutan iodin dapat Anda lakukan dengan
menggunakan arsen trioksida (As2O3) sebagai larutan standar
primer. Senyawa As2O3 dilarutkan dalam natrium hidroksida
dan kemudian dinetralkan dengan penambahan asam. Reaksi
yang terjadi adalah:
As2O3 + 2 NaOH → 2 NaAsO2 + H2O
NaAsO2 + HNO3 → HAsO2 + NaNO3r

Kimia Analitik Dasar 175


Asam arsenit yang dihasilkan selanjutnya dititrasi dengan
larutan iodin. Asam arsenit teroksidasi menjadi asam arsenat,
sedangkan larutan iodin berubah menjadi iodida sesuai reaksi:
HAsO2 + I2 + 2 H2O → H3AsO4 + 3 H⁺ + 2 I⁻
Penerapan titrasi iodimetri
Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau
dalam suasana asam lemah sampai basa lemah. Pada pH tinggi
(basa kuat) maka larutan iodin dapat mengalami reaksi
disproporsionasi menjadi hipoiodat.
I2 + 2 OH- → IO⁻ + I⁻ + H2O
sedangkan jika titrasi berlangsung pada pH rendah, maka
indikator amilum akan terhidrolisis. Selain itu, ion iodida (I⁻)
yang dihasilkan pada suasana asam juga dapat teroksidasi
menjadi I2 dengan adanya O2 yang berasal dari udara bebas.
Dengan demikian dalam suasana asam terjadi oksidasi ion
iodida menjadi iodin sesuai reaksi:
4I- + O2 + 4 H+ → 2 I2 + 2 H2O
Beberapa reaksi penentuan analit dengan menggunakan
titrasi iodimetri ditulis dalam reaksi berikut:
 H2S + I2 → S + 2 I- + 2 H+
 SO32- + I2 + H2O → SO42- + 2 I⁻ + 2 H+
 Sn2+ + I2 → Sn4+ + 2 I⁻-
• HAsO2 + I2 + 2 H2O → H3AsO4 + 3 H+ + 2 I⁻
• 2 S2O32- + I2 → 2 I⁻ + S4O62-
• HSbOC4H6O6 + I2 + H2O → HSbO2C4H4O6 + 2 I⁻ + 2 H+
 2 Fe(CN)64- + I2 + H2O → 2 Fe(CN)63- + 2 I⁻
2) Iodometri tak langsung (Iodometri)
Iodometri tak langsung merupakan titrasi terhadap
larutan analit dengan larutan natrium tiosulfat sebagai larutan
standar (titran) menggunakan indikator amilum. Titrasi
iodometri tak langsung disebut juga titraso iodometri. Banyak
oksidator kuat yang dianalisis dengan menambahkan sejumlah
tertentu kalium iodida berlebih dan menitrasi iodin yang
dibebaskan dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi yang
terjadi adalah:
oksidator + 2 I⁻ → I2 + reduktor
I2 + 2 Na2S2O3 → 2 I⁻ + Na2S4O6
Titik akhir titrasi ditentukan menggunakan indikator
amilum yang ditambahkan sesaat sebelum titik akhir tercapai.

176 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Warna biru gelap dari kompleks iodin amilum akan hilang
pada saat titik akhir tercapai.
Penerapan titrasi iodometri
Proses iodimetri banyak digunakan seperti analisis besi
dalam bijih besi maupun paduannya. Selain itu titrasi
iodometri juga dapat Anda lakukan untuk menentukan oksigen
terlarut dalam air (terkenal sebagai metode klasik dari
Winkler). Sampel air dilarutkan dengan sejumlah garam
Mn(II), natrium iodida berlebih, dan natrium hidroksida.
Endapan yang dihasilkan berupa Mn(OH)2 berwarna putih
yang secara cepat dioksidasi menjadi Mn(OH)3 yang berwarna
coklat. Larutannya kemudian diasamkan dan Mn(OH)3 meng-
oksidasi iodida menjadi iodin. Iodin yang dibebaskan selanjut-
nya dititrasi dengan natrium tiosulfat. Beberapa reaksi penen-
tuan analit melalui titrasi iodometri terdapat pada Tabel 9.3.
Indikator amilum (kanji)
Amilum merupakan indikator redoks khusus yang digu-
nakan sebagai petunjuk telah terjadi titik ekuivalen pada titrasi
iodometri. Hal ini disebabkan warna biru gelap dari kompleks
iodin-amilum merupakan warna yang spesifik untuk titrasi io-
dometri. Mekanismenya belum diketahui dengan pasti namun
ada asumsi bahwa molekul iodin tertahan di permukaan β-
amilosa. Larutan amilum mudah terdekomposisi oleh bakteri,
sehingga biasanya ditambahkan asam borat sebagai pengawet.
Tabel 9.3 Penentuan Analit melalui Titrasi Iodometri
Analit Reaksi
Arsen (V) H3AsO4 + 2 H+ + 2 I⁻ → HasO2 + I2 + 2 H2O
Bromin Br2 + 2 I⁻ → 2 Br⁻ + I2
Bromat BrO3⁻ + 6 H+ + 6 I⁻ → 3 I2 + Br⁻ + 3 H2O
Klorin Cl2 + 2 I⁻ → 2 Cl⁻ + I2
Klorat ClO3⁻ + 6 H+ + 6 I⁻ → Cl⁻ + I2 + 3 H2O
Tembaga(II) 2 Cu2+ + 4 I⁻ → 2 CuI(s) + I2
Dikromat Cr2O72- + 14 H+ + 6 I⁻ → 2 Cr3+ + 3 I2 + 7 H2O
Hidrogen H2O2 + 2 H+ + 2 I⁻ → I2 + 2 H2O
peroksida
Iodat IO3⁻ + 6 H+ + 5 I⁻ → 3 I2 + 3 H2O
Nitrit 2 HNO2 + 2 I⁻ + 2 H+ → 2 NO + I2 + 2 H2O
Oksigen O2 + 4 Mn(OH)2 + 2 H2O → 4 Mn(OH)3
2 Mn(OH)3 + 2 I⁻ + 6 H+ → 2 Mn2+ + I2 + 6 H2O
Ozon O3 + 2 I⁻ + 2 H⁺ → O2 + I2 + H2O
Periodat IO4⁻ + 7 I⁻ + 8 H+ → 4 I2 + 4 H2O
Permanganat 2 MnO4⁻ + 10 I⁻ + 16 H+ → 2 Mn2+ + 5 I2 + 8 H2O
(Sumber: Christian, 2004: 428)

Kimia Analitik Dasar 177


Larutan natrium tiosulfat
Senyawa natrium tiosulfat mengikat lima molekul air
dengan rumus kimia Na2S2O3.5H2O. Natrium tiosulfat
merupakan larutan standar sekunder karena tidak stabil
terhadap oksidasi dari udara, asam, dan bakteri. Penambahan
boraks atau natrium karbonat terhadap larutan natrium
tiosulfat dilakukan untuk sebagai pengawet. Iodin
mengoksidasi ion tiosulfat menjadi ion tetrationat. Pada
larutan dengan pH lebih dari 9 menyebabkan ion tiosulfat
teroksidasi secara parsial menjadi sulfat:
4 I2 + S2O32- + 5 H2O → 8 I⁻ + 2 SO42- + 10 H+
Standardisasi larutan tiosulfat
Larutan natrium tiosulfat sebagai larutan standar
sekunder harus dititrasi dengan larutan standar primer.
Larutan standar primer yang dapat digunakan untuk
menstandardisasi larutan natrium tiosulfat adalah kalium
dikromat (K2Cr2O7) dalam larutan asam encer (0,2-0,4 M),
kalium bromat (KBrO3), atau kalium iodat (KIO3). Reaksi yang
terjadi pada standardisasi natrium tiosulfat adalah:
Cr2O72- + 14 H+ + 6 S2O32- → 3 S4O62- + 2 Cr3+ + 7 H2O
IO3⁻ + 6 H+ + 6 S2O32- → 3 S4O62- + I⁻ + 3 H2O
BrO3- + 6 H+ + 6 S2O32- → 3 S4O62- + Br⁻ + 3 H2O
Kelemahan dari penggunaan KIO3 dan KBrO3 sebagai
larutan standar primer adalah massa ekuivalennya yang kecil.
Massa ekuivalen KIO3 adalah 35,67, dan KBrO3 adalah 27,84.
Untuk meminimalkan kesalahan maka biasanya sampel
ditimbang dalam jumlah besar dan dilarutkan dalam labu ukur.

5. Perhitungan Kuantitatif dalam Titrasi Redoks


Beberapa contoh penerapan titrasi redoks untuk penentuan analit
dalam sampel antara lain penentuan besi dalam bijih besi, penentuan
asam askorbat dalam jus jeruk, dan penentuan sulfanilamida dalam
bedak antibiotik.
1. Sejumlah Fe dalam 0,4891 g sampel bijih besi ditentukan dengan
titrasi redoks menggunakan kalium dikromat. Sampel dilarutkan
dalam HCl dan besi diubah menjadi besi(II) dengan reduktor Jones
{Zn(Hg)}. Selanjutnya besi(II) dititrasi dengan K2Cr2O7 0,0215 M
mengunakan indikator asam difenilaminsulfonat. Titik akhir
diperoleh setelah penambahan 36,92 mL larutan K2Cr2O7 0,0215 M.

178 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Berapakah kadar besi yang terkandung dalam sampel bijih besi
sebagai %b/b Fe2O3? (Diketahui Mr Fe2O3 = 159,69 g/mol)
Penyelesaian:
a. Identifikasi masalah
Diketahui: m bijih besi = 0,4891 g
V K2Cr2O7 = 36,92 mL dan [K2Cr2O7] = 0,0215 M
Ditanyakan: %b/b Fe2O3?.

b. Representasi masalah

Penulisan reaksi
Fe2O3(s) + 6 HCl(aq) → 2 Fe(Cl)3(aq) + 3 H2O(l)
2 Fe3+(aq) + Zn(Hg)(s) → Zn2+(aq) + Hg(l) + 2 Fe2+(aq)
Cr2O72-(aq) + 6 Fe2+(aq) + 14 H+(aq) 2 Cr3+(aq) + 6
Fe3+(aq) + 7 H2O(l)

c. Perencanaan solusi
• menentukan jumlah mmol K2Cr2O7 = V x M
• menentukan jumlah mmol Fe2+ = 6 x mmol K2Cr2O7
(perbandingan mmol K2Cr2O7 dan Fe2+ = 1 : 6)
• menentukan jumlah mol Fe2O3 = ½ x mmol Fe2+
• menghitung massa dan % b/b Fe2O3 dalam sampel
d. Pelaksanaan solusi
• jumlah K2Cr2O7 = 36,92 mL x 0,0215 M = 0,7938 mmol
• jumlah Fe2+ = 6 x 0,7938 mmol = 4,7628 mmol
• jumlah Fe2O3 = ½ x 4,7628 mmol = 2,3814 mmol
• massa Fe2O3 = 2,3814 mmol x 159,69 mg/mmol = 380,29
mg = 0,3803 g
0,3803 𝑔
% b/b Fe2O3 = 𝑥 100% = 77,8%
0,4891 𝑔

Kimia Analitik Dasar 179


e. Kesimpulan
Persentase (%b/b) Fe2O3 dalam sampel bijih besi adalah 77,8%
f. Evaluasi
 persamaan reaksi sudah setara
 rumus dan perhitungan sudah sesuai
2. Jumlah asam askorbat (C6H8O6) dalam 5,00 mL jus jeruk ditentukan
dengan mengoksidasi asam askorbat menjadi asam dehidro-
askorbat (C6H8O6) dengan menambahkan 50,00 mL I2 0,0102 M.
Jumlah I2 yang tidak bereaksi dengan asam askorbat dititrasi
dengan larutan Na2S2O3 0,0720 M menggunakan indikator kanji.
Titik akhir tercapai setelah penambahan 13,82 mL larutan Na2S2O3
0,0720 M. Nyatakan konsentrasi asam askorbat dalam mg/100 mL!
(Diketahui Mr C6H8O6 = 176,13 mg/mmol)
Penyelesaian:
a. Identifikasi masalah
Diketahui: volume jus jeruk = 5,00 mL
volume I2 = 50,00 mL dan [I2] = 0,0102 M
volume Na2S2O3 = 13,82 mL dan [Na2S2O3] = 0,0720 M
Ditanyakan: konsentrasi C6H8O6 = … mg/100 mL
b. Representasi masalah

c. Penulisan reaksi
C6H8O6(aq) + I2(aq) → C6H8O6(aq) + 2 HI(aq)
I2(aq) + 2 Na2S2O3(aq) → 2 NaI(aq) + Na2S4O6(aq)
d. Perencanaan solusi
 menentukan mmol Na2S2O3 = V x M
 menentukan mmol I2(sisa) = ½ x mmol Na2S2O3
 menentukan mmol I2 yang bereaksi dengan asam askorbat
= (V x M)iodin awal – mmol I2(sisa)
 menentukan mmol C6H8O6 = mmol I2 yang bereaksi

180 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


 menentukan konsentrasi C6H8O6 dalam satuan mg/100 mL
e. Pelaksanaan solusi
jumlah Na2S2O3 = 13,82 mL x 0,0720 M = 0,9950 mmol
jumlah I2(sisa) = ½ x 0,9950 mmol = 0,4975 mmol
jumlah I2 yang bereaksi dengan asam askorbat =
(50,00 mL x 0,0102 M) – 0,4975 mmol = 0,0125 mmol
jumlah C6H8O6 = 0,0125 mmol = 0,0125 mmol x 176,13
mg/mmol = 2,2016 mg (dalam 5 mL)
100 𝑚𝐿
jumlah C6H8O6 dalam 100 mL = 2,2016 mg x 5 𝑚𝐿 = 44,03 mg
f. Kesimpulan
Konsentrasi C6H8O6 dalam jus jeruk adalah 44,03 mg/100 mL
g. Evaluasi
• persamaan reaksi sudah setara
• rumus dan perhitungan sudah sesuai
3. Sebanyak 0,2891 g sampel bedak antibiotik yang mengandung
sulfanilamida dilarutkan dalam HCl dan diencerkan sampai volume
100,0 mL. Sejumlah 20,00 mL alikuot di masukkan ke labu
kemudian ditambah 25,00 mL larutan KBrO3 0,0177 M. Selanjutnya
ditambahkan KBr berlebih untuk membentuk Br2. Labu ditutup dan
setelah 10 menit (waktu yang diperlukan untuk brominasi
sulfanilamide) ditambahkan sejumlah KI berlabih. Iodin yang
dibebaskan dititrasi dengan 12,92 mL larutan Na2S2O3 0,1215 M.
Berapakah persentase sulfanilamide (NH2C6H4SO2NH2, Mr = 172,21
g/mol)? (Skoog hal 578 or p.599)
a. Identifikasi masalah
Diketahui: massa bedak = 0,2891 g dalam 100 mL larutan
volume yang dianalisis = 20,00 mL
volume KBrO3 = 25,00 mL, [KBrO3] = 0,0177 M
volume Na2S2O3 = 12,92 mL , [Na2S2O3] = 0,1215 M
Ditanyakan: %b/b sulfanilamide dalam bedak?

Kimia Analitik Dasar 181


b. Representasi masalah

c. Penulisan reaksi
KBrO3 + 5 KBr + 6 HCl → 3 Br2 + 3 H2O + 6 KCl
NH2C6H4SO2NH2 + 2 Br2 → NH2C6H2Br2SO2NH2 + 2 HBr
Br2 + 2 KIexc → 2 KBr + I2
I2 + 2 Na2S2O3 → 2 NaI + N2S4O6

d. Perencanaan solusi
 menghitung mmol KBrO3 = V x M
 menghitung mmol Br2 yang dihasilkan = 3 x mmol KBrO3
 menghitung mmol Na2S2O3 = V x M
 menghitung mmol Br2 yang bereaksi dengan KI = I2 yang
dititrasi = ½ x mmol Na2S2O3
 menghitung mmol Br2 yang bereaksi dengan sulfanilamide
=
 mmol Br2 yang dihasilkan - mmol Br2 yang bereaksi
dengan KI
 menentukan mmol NH2C6H4SO2NH2 dan massanya
 menentukan %b/b sulfanilamide dalam bedak

e. Pelaksanaan solusi
 jumlah KBrO3 = 25,00 mL x 0,0177 M = 0,4425 mmol
 jumlah Br2 yang dihasilkan = 3 x 0,4425 mmol = 1,3275
mmol
 jumlah Na2S2O3 = 12,92 mL x 0,1215 M = 1,5698 mmol
 jumlah Br2 yang bereaksi dengan KI = I2 yang dititrasi = ½
x 1,5698 mmol = 0,7849 mmol
 jumlah Br2 yang bereaksi dengan sulfanilamide = (1,3275
– 0,7849) mmol = 0,5426 mmol

182 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


 jumlah NH2C6H4SO2NH2 = ½ x 0,5426 mmol = 0,2713
mmol x 172,21 mg/mmol = 46,72 mg (dalam 20 mL
larutan), sehingga dalam 100 mL larutan sampel = 100
mL/20 mL x 46,72 mg = 233,6 mg = 0,2336 g
0,2336 g
 %b/b NH2C6H4SO2NH2 dalam sampel = x 100% =
0,2891 g
80,8%
f. Kesimpulan
Persentase (%b/b) sulfanilamide dalam sampel bedak
antibiotic sebesar 80,8%
g. Evaluasi
persamaan reaksi sudah setara dan rumus dan perhitungan
sudah sesuai

6. Hasil Open-ended Experiment


Sekelompok mahasiswa melakukan eksperimen menentukan
kadar tembaga dalam uang logam Rp. 500,- yang berwarna kuning
dengan metode iodometri. Prosedur eksperimennya adalah:

a. Pelarutan uang logam


1) Menimbang uang logam yang telah dihancurkan (sampel)
kemudian melarutkan sampel dengan larutan asam nitrat
(HNO3) pekat.
2) Memanaskan larutan dengan suhu rendah sampai sampel
tersebut larut, menambahkan aquades dengan hati-hati dan
memanaskannya kembali. Selanjutnya menyaring campuran
tersebut agar filtrat dan residu dapat dipisahkan.
3) Filtrat ditambah air serta pH diatur dengan menambahkan
amoniak dan larutan asam.
4) Filtrat dimasukkan ke labu ukur 250 mL.

b. Standardisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan KIO3


1) Menimbang 0,300 gram padatan KIO3 dan melarutkannya
dengan sedikit akuades. Larutan dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 mL dan ditambah akuades sampai tanda batas.
2) Menimbang 2,500 gram padatan Na2S2O3.5H2O dan
melarutkannya dengan sedikit akuades lalu mengencerkannya
ke dalam labu ukur 100 mL.
3) Mengambil 3 mL larutan KIO3 dan memasukkannya ke dalam
erlenmeyer serta menambahkannya dengan padatan KI dan 2

Kimia Analitik Dasar 183


mL larutan amilum 0,8 % selanjutnya melakukan titrasi
sampai warna biru gelap (ungu) hilang.
4) Menghitung konsentrasi Na2S2O3

c. Titrasi sampel dengan larutan Na2S2O3


1) Menambahkan 10 mL larutan KI 20% ke dalam erlenmeyer
yang berisi 10 mL larutan sampel, kemudian melakukan titrasi
dengan larutan standar Na2S2O3.
2) Menambahkan 2 mL larutan amilum 0,8%.
3) Menghentikan titrasi ketika warna biru hilang dan mencatat
volume titran yang digunakan. Titrasi sebanyak tiga kali.
4) Menghitung kadar tembaga.
Hasil eksperimen menunjukkan konsentrasi natrium tiosulfat hasil
standardisasi adalah 0,1050 M dan kadar tembaga dalam uang logam
Rp. 500,00 yang berwarna kuning sebesar 44,2%. (Pursitasari, 2012).

B. RINGKASAN
1. Titrasi redoks merupakan titrasi terhadap larutan analit dengan
larutan standar oksidator atau reduktor.
2. Kurva titrasi redoks menyatakan hubungan antara volume
oksidator/reduktor yang ditambahkan dengan potensial sel yang
terukur selama berlangsungnya titrasi.
3. Indikator yang digunakan dalam titrasi redoks adalah indikator
redoks reversible dan indikator redoks khusus.
4. Jenis titrasi redoks yang menggunakan larutan standar berupa
oksidator antara lain: permanganometri (larutan standar KMnO4),
bikromatometri (larutan standar K2Cr2O7), bromatometri (larutan
standar KBrO3), iodimetri (larutan standar I2) / iodometri (larutan
standar Na2S2O3),
5. Metode titrasi redoks dapat digunakan untuk menentukan
kuantitas analit seperti besi, antimon(III), arsen(III), bromin,
hidrogen peroksida, molibdenum(III), nitrit, oksalat, timah(II),
titanium(III), tungsten(III), uranium(IV), dan vanadium(IV),
kalsium, dll.

184 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


C. PERTANYAAN
1. Bagaimana bentuk persamaan yang digunakan untuk menghitung
potensial reaksi pada titik ekuivalen untuk titrasi ion Fe2+ dengan
ion permangat, MnO4⁻ sesuai reaksi:
5 Fe2+(aq) + MnO4⁻(aq) + 8 H3O+(aq) 5 Fe3+(aq) + Mn2+(aq) +
12 H2O(l)

2. Sebanyak 50,0 mL larutan Sn2+ 0,0400 M dititrasi dengan larutan


Ce4+ 0,0800 M dalam larutan asam sulfat. Bagaimana Anda
menggambarkan kurva titrasi nya?
3. Meteorit mengandung besi(III) oksida. Sampel seberat 0,4185 g
dilarutkan dalam asam dan ion Fe3+ yang dibebaskan direduksi oleh
timah(II) klorida menjadi ion Fe2+. Selanjutnya dalam suasana asam
dititrasi menggunakan larutan KMnO4 sebanyak 41,27 mL untuk
mencapai titik akhir. Standardisasi terhadap 10 mL larutan KMnO4
dengan larutan Na2C2O4 0,0500 M secara triplo memerlukan
volume larutan NaC2O4 sebesar 12,50 mL, 12,56 mL, dan 12,47 mL.
Berapakah persentase (% massa) besi oksida dalam sampel
tersebut? (Diketahui Ar P = 30,97 g/mol; O = 16,00 g/mol)
4. Jumlah Fe dalam 0,4891g bijih besi ditentukan dengan titrasi
bikromatometri. Sampel dilarutkan dalam HCl dan besi diubah
menjadi Fe2+. Titrasi terhadap Fe2+ dengan larutan bikromat
memerlukan 36,92 mL larutan K2Cr2O7 0,0215 M untuk tercapainya
titik akhir menggunakan indikator asam difenilamin sulfonat.
Berapakah persentase (%b/b) besi dalam sampel?
5. Sebanyak 25,00 mL sampel cairan pemutih diencerkan menjadi
1000 mL dalam labu ukur. Kemudian 25,00 mL larutan dimasukan
ke Erlenmeyer dan direaksikan dengan KI berlebih untuk
mengoksidasi OCl- menjadi Cl-. Selanjutnya I2 yang dihasilkan
dititrasi dengan 8,96 mL larutan Na2S2O3 0,09892 M menggunakan
indikator amilum untuk tercapainya titik ekuivalen. Berapakah
persentase (%b/v) NaOCl (Mr = 74,44 g/mol) dalam cairan
pemutih?
6. Kemurnian hidrazin (N2H4, Mr = 32,045 g/mol) dalam sampel
ditentukan melalui titrasi dengan iodin. Sampel dalam cairan
berminyak dengan massa 1,4286 g dilarutkan dalam air dan
diencerkan sampai 1 L dalam labu ukur. Sebanyak 50,00 mL alikuot
dititrasi dengan larutan standar iodin memerlukan 42,41 mL.
Larutan iodin tersebut distandardisasi dengan 0,4123 g standar
primer As2O3 yang dilarutkan dalam sejumlah larutan NaOH pada
pH 8. Titrasi larutan As2O3 dengan iodin memerlukan 40,28 mL

Kimia Analitik Dasar 185


larutan iodin untuk mencapai titik ekuivalen. Berapakah persentase
kemurnian hidrazin dalam sampel tersebut?
7. Titanium yang terkandung dalam suatu larutan ditetapkan secara
Bromatometri. Mula-mula Ti diendapkan dengan pereaksi oksin
(C9H6NOH), kemudian endapan titanil oksinat, TiO(C9H6NO)2
disaring dan dilarutkan kembali dengan suatu asam. Apabila
larutan tersebut ternyata dapat dititrir dengan 15 ml larutan KBrO3
0,06 N, maka tuliskan persamaan reaksi kimia yang terjadi dan
hitunglah berapa mgram titanium (ArTi = 48) terkandung dalam
larutan tersebut?

D. DAFTAR PUSTAKA
Bassett, et al., Pudhaatmaka, A. H. dan Setiono, L. 1994. Buku Ajar Vogel
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Christian, G.D. 2004. Analytical Chemistry. New York: John Wiley & Sons
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 2001. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Boston: McGraw-Hill
Companies, Inc
Pursitasari, I. D. 2012. Pengembangan Perkuliahan Dasar-dasar Kimia
Analitik dengan Open-ended Experiment Berbasis Investigasi
Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving dan
Penguasan Materi Mahasiswa Calon Guru. Disertasi pada SPs UPI
Bandung: tidak diterbitkan
Skoog, D. A., West, D.M., Holler, F.J., & Crouch, S.R. 2004. Fundamentals of
Analyitical Chemistry. 8th. ed. Canada: Brooks/Cole-Thomson
Learning Academic Resource
Tim Kimia Analitik. 2000. Dasar-dasar Kimia Analitik. Bandung: Jurdik
Kimia UPI
http://kimiaanalisa.web.id/

186 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1:
INDEKS

A G
Adsorpsi · 75 galat
air raja · 46 acak · 18
amilum · 177 mutlak · 19
analisis pasti · 17
gravimetri · 59, 71 relatif · 19
Kjeldahl · 112 gelas
titrimetri · 60 arloji · 39
Analit · 2 kimia · 37
angka bermakna. · 22 ukur · 37
angka penyabunan · 107 gravimetri
autokatalis · 171 elektrolisis · 57
pengendapan · 58
B penguapan · 57
batang pengaduk · 43
batas ketangguhan · 25 H
bijih besi · 86 higroskopis · 171
bola hisap · 42
botol semprot · 42
I
indikator · 125
buret · 35
adsorpsi · 126
C asam basa · 103
cawan porselen · 40 logam · 145
corong indikator redoks · 164
Buchner · 40 khusus · 168
kaca · 40 reversible · 165
iodin · 177
D ion logam · 142
desikator · 41
destruksi · 113 K
Digest · 72 karakterisasi · 3
distilasi · 113 katalis · 171
Kecermatan · 29
E kelat · 139
EDTA · 140
kelewatjenuhan relatif · 82
Erlenmeyer · 41
kesadahan air · 152
F Ketepatan · 28
faktor gravimetri · 83 konsentrasi · 47
fundamental · 3 Kopresipitasi · 75
kurva titrasi

Kimia Analitik Dasar 187


argentometri · 118 pipet volume · 35
asam basa · 95 Postpresipitation · 75
kompleksometri · 143 potensial sel · 161
redoks · 161 Problem solving · 5
L R
labu ukur · 36 reaksi kompleksometri · 138
larutan standar reduktor · 172
primer · 51 Rerata · 24
sekunder · 52
Larutan standar · 51
S
sampling · 3, 45
ligan · 139
senyawa kompleks · 138
bidentat · 139
signifikansi · 24
monodentat · 139
Simpangan baku · 24
multidentat · 139
spatula · 43
M standardisasi · 106
median · 25
metode
T
tabung reaksi · 43
Fajans · 126
tetapan Faraday · 161
Liebig · 148
titik
Mohr · 122
ekuivalen · 94, 123, 162
Volhard · 125
titik akhir · 94
N titrasi
neraca · 34 argentometri · 117
nukleasi · 82 balik · 125, 151
bromatometri · 173
O iodimetri · 175
Oklusi · 75
iodometri · 176
oksidator · 172
kompleksometri · 142
oksin · 174
langsung · 150
open ended
netralisasi · 61
experiment · 10
pembentukan kompleks · 62
Open-ended
pengendapan · 62
problem · 10
permanganometri · 170
outlier · 27
redoks · 62, 160
oven · 39
substitusi · 151
P tidak langsung · 151
Pemijaran · 79 titrasi alkalimetri · 152
Peptisasi · 74 Titrasi dikromatometri · 173
pereaksi pengendap · 72 tungku pengabuan · 39
Persamaan Nernst · 161 V
pipet
varians · 20
tetes · 38
Von Weimarn · 82
Pipet
ukur · 36

188 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Lampiran 2: GLOSARIUM

A
Adsorpsi. Penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain
Alkalimetri: Titrasi antara larutan asam atau garam terhidrolisis yang berasal
dari basa lemah dengan larutan standar basa
Asidimetri. Titrasi terhadap larutan basa atau garam terhidrolisis yang berasal
dari asam lemah dengan larutan standar asam
Atom logam. Ion pusat dalam senyawa kompleks yang berfungsi sebagai
penerima pasangan elektron dari ligan.

B
Berpikir kritis. Proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan
dalam proses mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah
dengan menganalisis dan menginterpretasi data dalam kegiatan inkuiri
ilmiah.
C
Cincin kelat. Cincin heterosiklik yang terbentuk dari interaksi ion logam
dengan satu atau lebih gugus fungsional

E
EDTA. Etilen diamin tetra asetat
Empiris. Proses penyelesaian masalah didukung oleh data dan fakta yang
dapat dipercaya.

F
Faktor gravimetri. Jumlah gram analit dalam 1 gram endapan

I
Indikator. Zat yang bisa berubah warna saat terjadi kelebihan jumlah titran
yang ditambahkan
Indikator adsorpsi. Senyawa organik yang terserap pada permukaan endapan,
sehingga akan terjadi perubahan warna
Indikator redoks. Zat yang berubah warnanya karena terjadi reaksi reduksi-
oksidasi secara lengkap
Indikator logam. suatu zat warna organik yang membentuk kelat berwarna
dengan ion logam pada rentang (-log[Mn+]).
Iodimetri. Proses yang terjadi ketika reduktor dititrasi langsung dengan iodin
(oksidator)

Kimia Analitik Dasar 189


Iodometri. Proses yang terjadi secara tidak langsung. Ion iodida ditambahkan
ke oksidator secara berlebih sehingga akan melepaskan iodin, selanjutnya
dititrasi dengan natrium tiosulfat.

K
Kelewatjenuhan relatif. Perbandingan konsentrasi suatu zat terhadap
kelarutan kesetimbangannya
Keterampilan berpikir kreatif. Keterampilan kognitif untuk memunculkan
dan mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan dari
ide yang telah lahir sebelumnya dan keterampilan untuk memecahkan
masalah secara divergen
Kopresipitasi. Pengendapan ikutan
Kurva titrasi. Grafik yang menyatakan hubungan antara pH larutan pada
keadaan tertentu sebagai fungsi dari volume larutan standar yang
ditambahkan melalui buret

L
Larutan standar. Larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan tepat
Ligan. Zat yang memiliki satu atau lebih pasangan elektron bebas yang akan
diberikan ke atom pusat untuk menjadi senyawa kompleks.

M
Metode Denigs. Modifikasi metode Liebig dengan menambahkan ion iodida
dan amoniak.
Metode Fajans. Titrasi pengendapan dengan menggunakan ion perak sebagai
titran dan indikator adsorpsi untuk menentukan titik akhir.
Metode Liebig. Metode yang digunakan untuk menentukan kuantitas ion
sianida (ion CN-)
Metode Mohr. Titrasi pengendapan dengan menggunakan ion perak sebagai
titran dan kalium kromat sebagai indikator
Metode Volhard. Titrasi pengendapan yang menggunakan kalium sianida
sebagai titran untuk mengendapakan ion perak dan menggunakan
indikator Fe(III).
Molaritas. sejumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan

O
Oklusi. Peristiwa tertahannya zat pengotor dalam kristal
Open-ended experiment. Kegiatan laboratorium yang dilakukan oleh siswa
berdasarkan prosedur yang dirancang.

P
Persen berat. Gram zat terlarut dalam 100 gram larutan
Persen volume. Volume zat terlarut (mL) dalam 100 mL larutan
Penopengan (masking). Suatu senyawa yang dapat bereaksi dengan senyawa
pengganggu tanpa bereaksi dengan analit.

190 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Problem solving. Aktivitas maupun proses kognitif individu yang terdiri dari
beberapa tahapan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan
menggunakan segenap pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan
pengalaman yang dimilikinya sehingga memperoleh pemahaman ataupun
pengetahuan baru.

S
Senyawa kompleks. Molekul atau ion yang terbentuk karena interaksi antara
atom pusat dengan ligan.
Sistematis Penyelesaian masalah dilakukan dengan menggunakan tahapan
tertentu.
Standar primer. zat dengan tingkat kemurnian tinggi yang digunakan untuk
menstandardisasi zat lain

T
Titik akhir. Keadaan saat terjadinya perubahan warna indikator
Titik ekivalen. keadaan saat jumlah titran yang ditambahkan tepat bereaksi
sempurna dengan analit.
Trayek indikator. Bagian dari skala pH yang menyatakan terjadinya
perubahan warna. Biasanya berkisar pKindikator ± 1

Kimia Analitik Dasar 191


Lampiran 3: Nilai Quasi Penolakan (Rejection
Quotient)
Jumlah Nilai Q
pengamatan t.k 90% t.k t.k 99%
95%
3 0,94 0,98 0,99
4 0,76 0,85 0,93
5 0,64 0,73 0,82
6 0,56 0,64 0,74
7 0,51 0,59 0,68
8 0,47 0,54 0,63
9 0,44 0,51 0,60
10 0,41 0,48 0,57

Lampiran 4: Daftar Nilai Distribusi-t


Tingkat Kepercayaan
db
50% 90% 95% 99%
1 1,000 6,314 12,706 63,665
2 0,816 2,920 4,303 9,925
3 0,765 2,353 3,182 5,841
4 0,741 2,132 2,776 4,604
5 0,727 2,015 2,571 4,032
6 0,718 1,943 2,447 3,707
7 0,711 1,895 2,365 3,500
8 0,706 1,860 2,306 3,355
9 0,703 1,833 2,262 3,250
10 0,700 1,812 2,228 3,169

192 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Lampiran 5: Daftar Potensial Reduksi
Setengah Reaksi E0 (V)
Sr+ + e →Sr -4,1
Ca+ + e →Ca -3,8
Pr3+ + e →Pr2+ -3,1
3N2 + 2H+ + 2e →2HN3 -3,09
Li+ + e →Li -3,0401
Cs+ + e →Cs -3,026
Ca(OH)2 + 2e →Ca + 2OH- -3,02
Cm4+ + e →Cm3+ -3
Er3+ + e →Er2+ -3
Ba(OH) 2 + 2e →Ba + 2OH- -2,99
Rb+ + e →Rb -2,98
K+ + e →K -2,931
Ba2+ + 2e →Ba -2,912
Fr+ + e →Fr -2,9
La(OH)3 + 3e →La + 3OH- -2,9
Sr2+ + 2e →Sr -2,899
Sr(OH)2 + 2e →Sr + 2OH- -2,88
Ca2+ + e →Ca -2,868
Eu2+ + 2e →Eu -2,812
Bk3+ + e →Bk2+ -2,8
Ho3+ + e →Ho2+ -2,8
Ra2+ + 2e →Ra -2,8
Yb2+ + 2e →Yb -2,76
Lu(OH)3 + 3e →Lu + 3OH- -2,72
Na+ + e →Na -2,71
Mg+ + e →Mg -2,7
Nd3+ + e →Nd2+ -2,7
Mg(OH)2 + 2e →Mg + 2OH- -2,69
Sm2+ + 2e →Sm -2,68
Be2O32- + 3H2O + 4e →2Be + 6OH- -2,63
Dy3+ + e →Dy2+ -2,6
Pm3+ + e →Pm2+ -2,6
Setengah Reaksi E0 (V)
Sc(OH)3 + 3e →Sc + 3OH- -2,6
HfO(OH)2 + H2O + 4e →Hf + 4OH- -2,5
No2+ + 2e →No -2,5

Kimia Analitik Dasar 193


Setengah Reaksi E0 (V)
Th(OH)4 + 4e →Th + 4OH- -2,48
Bk3+ + 3e →Bk -2,4
Md2+ + 2e →Md -2,4
Tm2+ + 2e →Tm -2,4
La3+ + 3e →La -2,379
Mg2+ + 2e →Mg -2,372
Y3+ + 3e →Y -2,372
ZrO(OH)2 + H2O + 4e →Zr + 4OH- -2,36
Pr3+ + 3e →Pr -2,353
Ce3+ + 3e →Ce -2,336
Er3+ + 3e →Er -2,331
H2AlO3- + H2O + 3e →Al + 4OH- -2,33
Ho3+ + 3e →Ho -2,33
Al(OH)4- + 3e →Al + 4OH- -2,328
Nd3+ + 3e →Nd -2,323
Tm3+ + 3e →Tm -2,319
Al(OH)3 + 3e →Al + 3OH- -2,31
Sm3+ + 3e →Sm -2,304
Am3+ + e →Am2+ -2,3
Fm2+ + 2e →Fm -2,3
Pm3+ + 3e →Pm -2,3
Dy3+ + 3e →Dy -2,295
Lu3+ + 3e →Lu -2,28
Tb3+ + 3e →Tb -2,28
Gd3+ + 3e →Gd -2,279
Es2+ + 2e →Es -2,23
H2+ 2e →2H- -2,23
Ac3+ + 3e →Ac -2,2
Dy2+ + 2e →Dy -2,2
Tm3+ + e →Tm2+ -2,2
Yb3+ + 3e →Yb -2,19
Cf2+ + 2e →Cf -2,12
Ho2+ + 2e →Ho -2,1
Nd2+ + 2e →Nd -2,1
Setengah Reaksi E0 (V)
Sc + 3e →Sc
3+ -2,077
AlF63- + 3e →Al + 6F- -2,069
Am3+ + 3e →Am -2,048

194 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Setengah Reaksi E0 (V)
Cm3+ + 3e →Cm -2,04
Pu3+ + 3e →Pu -2,031
Er2+ + 2e →Er -2
Pr3+ + 2e →Pr -2
Eu3+ + 3e →Eu -1,991
Lr3+ + 3e →Lr -1,96
Cf3+ + 3e →Cf -1,94
Es3+ + 3e →Es -1,91
Am2+ + 2e →Am -1,9
Pa4+ + e →Pa3+ -1,9
Th4+ + 4e →Th -1,899
Fm3+ + 3e →Fm -1,89
N2 + 2H2O + 4H+ + 2e →2NH3OH+ -1,87
Np3+ + 3e →Np -1,856
Be2+ + 2e →Be -1,847
H2P2- + e →P + 2OH- -1,82
U3+ + 3e →U -1,798
Sr2+ + 2e →Sr(Hg) -1,793
H2BO3- + H2O + 3e →B + 4OH- -1,79
ThO2 + 4H+ + 4e →Th + 2H2O -1,789
HfO22+ + 2H+ + 4e →Hf + H2O -1,724
HPO32- + 2H2O + 3e →P + 5OH- -1,71
Hf3+ + 3e →Hf -1,7
SiO32- + 3H2O + 4e →Si + 6OH- -1,697
Al3+ + 3e →Al -1,662
Md3+ + 3e →Md -1,65
HPO32- + 2H2O + 2e →H2PO2- + 3OH- -1,65
Ti2+ + 2e →Ti -1,63
Bk2+ + 2e →Bk -1,6
Cf3+ + e →Cf2+ -1,6
Ba2+ + 2e →Ba(g) -1,57
Mn(OH) 2 + 2e →Mn + 2OH- -1,56
ZrO2 + 4H+ + 4e →Zr + 2H2O -1,553
Hf4+ + 4e →Hf -1,55
Setengah Reaksi E0 (V)
Sm + e →Sm
3+ 2+ -1,55
HfO2 + 4H+ + 4e →Hf + 2H2O -1,505
Pa4+ + 4e →Pa -1,49

Kimia Analitik Dasar 195


Setengah Reaksi E0 (V)
Cr(OH)3 + 3e →Cr + 3OH- -1,48
Zr4+ + 4e →Zr -1,45
UO22+ + 4H+ + 6e →U + 2H2O -1,444
Ce3+ + 3e →Ce(Hg) -1,4373
U4+ + 4e →U -1,4
Ti3+ + 3e →Ti -1,37
Pa3+ + 3e →Pa -1,34
ZnO + H2O + 2e →Zn + 2OH- -1,26
Zn(OH)2 + 2e →Zn + 2OH- -1,249
H2BO3- + 5H2O + 8e →BH4- + 8OH- -1,24
SiF62- + 4e →Si + 6F- -1,24
H2GaO3- + H2O + 3e →Ga + 4OH- -1,219
ZnO22- + 2H2O + 2e →Zn + 4OH- -1,215
CrO2- + 2H2O + 3e →Cr + 4OH- -1,2
No3+ + 3e →No -1,2
Zn(OH)42- + 2e →Zn + 4OH- -1,199
Mn2+ + 2e →Mn -1,185
V2+ + 2e →V -1,175
Te + 2e →Te2- -1,143
2SO32- + 2H2O + 2e →S2O42- + 4OH- -1,12
Fm3+ + e →Fm2+ -1,1
Nb3+ + 3e →Nb -1,099
PO43- + 2H2O + 3e →HPO32- + 3OH- -1,05
Yb3+ + e →Yb2+ -1,05
In2O3 + 3H2O + 6e →2In + 6OH- -1,007
In(OH)3 + 3e →In + 3OH- -0,99
NpO2 + H2O + H+ + e →Np(OH)3 -0,962
SnO2 + 2H2O + 4e →Sn + 4OH- -0,945
SO42- + H2O + 2e →SO32- + 2OH- -0,93
Sn(OH)62- + 2e →HSnO2- + 3OH- + H2O -0,93
Se + 2e →Se2- -0,924
HSnO2- + H2O + 2e →Sn + 3OH- -0,909
Ti3+ + e →Ti2+ -0,9
P + 3H2O + 3e →PH3(g) + 3OH- -0,87
Setengah Reaksi E0 (V)
H3BO3 + 3H + 3e →B + 3H2O
+ -0,8698
SiO2 + 4H+ + 4e →Si + 2H2O -0,857
2NO3- + 2H2O + 2e →N2O4 + 4OH- -0,85

196 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Setengah Reaksi E0 (V)
2H2O + 2e →H2 + 2OH- -0,8277
Cd(OH)2 + 2e →Cd + 2OH- -0,82
Cd(OH)2 + 2e →Cd(Hg) + 2OH- -0,809
Bi + 3H+ + 3e →BiH3 -0,8
RuO2 + 4H+ + 4e →Ru + 2H2O -0,8
SiO + 2H+ + 2e →Si + H2O -0,8
Te + 2H+ + 2e →H2Te -0,793
CdO + H2O + 2e →Cd + 2OH- -0,783
Zn2+ + 2e →Zn(Hg) -0,7628
Zn2+ + 2e →Zn -0,7618
TlI + e →Tl + I- -0,752
Ta2O5 + 10H+ + 10e →2Ta + 5H2O -0,75
Cr3+ + 3e →Cr -0,744
NbO + 2H+ + 2e →Nb + H2O -0,733
Co(OH)2 + 2e →Co + 2OH- -0,73
AsO43- + 2H2O + 2e →AsO2- + 4OH- -0,71
Ag2S + 2e →2Ag + S2+ -0,691
NbO2 + 4H+ + 4e →Nb + 2H2O -0,69
AsO2- + 2H2O + 3e →As + 4OH- -0,68
SbO2- + 2H2O + 3e →Sb + 4OH- -0,66
Cd(OH)42- + 2e →Cd + 4OH- -0,658
TlBr + e →Tl + Br- -0,658
Ga3+ + e →Ga2+ -0,65
NbO2 + 2H+ + 2e →NbO + H2O -0,646
Nb2O5 + 10H+ + 10e →2Nb + 5H2O -0,644
P(white) + 3H+ + 3e →PH3(g) -0,63
As + 3H+ + 3e →H3As -0,608
U4+ + e →U3+ -0,607
Ta3+ + 3e →Ta -0,6
SbO3- + H2O + 2e →SbO2- + 2OH- -0,59
PbO + H2O + 2e →Pb + 2OH- -0,58
PbO + H2O + 2e →Pb + 2OH- -0,58
2SO32- + 3H2O + 4e →S2O32- + 6OH- -0,571
TeO32- + 3H2O + 4e →Te + 6OH- -0,57
Setengah Reaksi E0 (V)
Fe(OH)3 + e →Fe(OH) 2 + OH- -0,56
TlCl + e →Tl + Cl- -0,5568
Ga3+ + 3e →Ga -0,549

Kimia Analitik Dasar 197


Setengah Reaksi E0 (V)
HPbO2- + H2O + 2e →Pb + 3OH- -0,537
Sb + 3H+ + 3e →H3Sb -0,51
H3PO2 + H+ + e →P + 2H2O -0,508
TiO2 + 4H+ + 2e →Ti2+ + 2H2O -0,502
H3PO3 + 2H+ + 2e →H3PO2 + H2O -0,499
GaOH2+ + H+ + 3e →Ga + H2O -0,498
ZnOH+ + H+ + 2e →Zn + H2O -0,497
2CO2 + 2H+ + 2e →H2C2O4 -0,49
In3+ + e →In2+ -0,49
NiO2 + 2H2O + 2e →Ni(OH) 2 + 2OH- -0,49
B(OH)3 + 7H+ + 8e →BH4+ + 3H2O -0,481
S + 2e →S2- -0,47627
PbHPO4 + 2e →Pb + HPO42- -0,465
Bi2O3 + 3H2O + 6e →2Bi + 6OH- -0,46
NO2- + H2O + 3e →NO + 2OH- -0,46
H3PO3 + 3H+ + 3e →P + 3H2O -0,454
Fe2+ + 2e →Fe -0,447
In3+ + 2e →In+ -0,443
2S + 2e →S22- -0,42836
Cr3+ + e →Cr2+ -0,407
Cd2+ + 2e →Cd -0,403
In2+ + e →In+ -0,4
Se + 2H+ + 2e →H2Se(aq) -0,399
Eu4+ + e →Eu3+ -0,37
SeO32- + 3H2O + 4e →Se + 6OH- -0,366
PbI2 + 2e →Pb + 2I- -0,365
Cu2O + H2O + 2e →2Cu + 2OH- -0,36
Eu3+ + e →Eu2+ -0,36
PbSO4 + 2e →Pb + SO42- -0,3588
Cd2+ + 2e →Cd(Hg) -0,3521
PbSO4 + 2e →Pb(Hg) + SO42- -0,3505
PbF2 + 2e →Pb + 2F- -0,3444
TlOH + e →Tl + OH- -0,34
In3+ + 3e →In -0,3382
Setengah Reaksi E0 (V)
Tl + e →Tl
+ -0,336
Tl+ + e →Tl(Hg) -0,3338
PbBr2 + 2e →Pb + 2Br- -0,284

198 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Setengah Reaksi E0 (V)
Co2+ + 2e →Co -0,28
H3PO4 + 2H+ + 2e →H3PO3 + H2O -0,276
PbCl2 + 2e →Pb + 2Cl- -0,2675
Ni2+ + 2e →Ni -0,257
V3+ + e →V2+ -0,255
V(OH)4+ + 4H+ + 5e →V + 4H2O -0,254
CdSO4 + 2e →Cd + SO42- -0,246
V2O5 + 10H+ + 10e →2V + 5H2O -0,242
Cu(OH)2 + 2e →Cu + 2OH- -0,222
2SO42- + 4H+ + 2e →S2O62- + 2H2O -0,22
Ga+ + e →Ga -0,2
Mo3+ + 3e →Mo -0,2
CO2 + 2H+ + 2e →HCOOH -0,199
SnO2 + 3H+ + 2e →SnOH+ + H2O -0,194
H2GeO3 + 4H+ + 4e →Ge + 3H2O -0,182
2NO2- + 2H2O + 4e →N22- + 4OH- -0,18
AgI + e →Ag + I- -0,15224
MoO2 + 4H+ + e →Mo + 4H2O -0,152
GeO2 + 4H+ + 4e →Ge + 2H2O -0,15
O2 + 2H2O + 2e →H2O2 + 2OH- -0,146
In+ + e →In -0,14
Sn2+ + 2e →Sn -0,1375
CrO42- + 4H2O + 3e →Cr(OH)3 + 5OH- -0,13
Pb2+ + 2e →Pb -0,1262
Pb2+ + 2e →Pb(Hg) -0,1205
WO2 + 4H+ + 4e →W + 2H2O -0,119
GeO2 + 2H+ + 2e →GeO + H2O -0,118
SnO2 + 4H+ + 4e →Sn + 2H2O -0,117
P(red) + 3H+ + 3e →PH3(g) -0,111
Co(NH3)63+ + e →Co(NH3)62+ -0,108
Md3+ + e →Md2+ -0,1
SnO2 + 4H+ + 2e →Sn2+ + 2H2O -0,094
WO4 + 6H+ + 6e →W + 3H2O -0,09
Se + 2H+ + 2e →H2Se -0,082
Setengah Reaksi E0 (V)
2Cu(OH)2 + 2e →Cu2O + 2OH- + H2O -0,08
O2 + H2O + 2e →HO2- + OH- -0,076
2H2SO3 + H+ + 2e →HS2O4- + 2H2O -0,056

Kimia Analitik Dasar 199


Setengah Reaksi E0 (V)
TiOH3+ + + e →Ti3+ + H2O
H+ -0,055
Tl(OH)3 + 2e →TlOH + 2OH- -0,05
Hg2I2 + 2e →2Hg + 2I- -0,0405
Fe3+ + 3e →Fe -0,037
Ag2S + 2H+ + 2e →2Ag + H2S -0,0366
W2O5 + 2H+ + 2e →2WO2 + H2O -0,031
2WO3 + 2H+ + 2e →W2O5 + H2O -0,029
AgCN + e →Ag + CN- -0,017
NO3- + H2O + 2e →NO2- + 2OH- 0,01
Tl2O3 + 3H2O + 4e →2Tl+ + 6OH- 0,02
WO4 + 2H+ + 2e →WO2 + H2O 0,036
SeO42- + H2O + 2e →SeO32- + 2OH- 0,05
UO22+ + e →UO2+ 0,062
Pd(OH)2 + 2e →Pd + 2OH- 0,07
Pm2+ + 2e →Pm 0,07
AgBr + e →Ag + Br- 0,07133
MoO3 + 6H+ + 6e →Mo + 3H2O 0,075
S4O62- + 2e →2S2O32- 0,08
AgSCN + e →Ag + SCN- 0,08951
N2 + 2H2O + 6H+ + 6e →2NH4OH 0,092
HgO + H2O + 2e →Hg + 2OH- 0,0977
Ir2O3 + 3H2O + 6e →2Ir + 6OH- 0,098
Ru(NH3)63+ + e →Ru(NH3)62+ 0,1
W3+ + 3e →W 0,1
Hg2O + H2O + 2e →2Hg + 2OH- 0,123
Ge4+ + 4e →Ge 0,124
C + 4H+ + 4e →CH4 0,13
Hg2Br2 + 2e →2Hg + 2Br- 0,13923
Pt(OH)2 + 2e →Pt + 2OH- 0,14
S + 2H+ + 2e →H2S 0,142
Sn(OH)3+ + 3H+ + 2e →Sn2+ + 3H2O 0,142
Np4+ + e →Np3+ 0,147
Ag4Fe(CN)6 + 4e →4Ag + Fe(CN)64- 0,1478
IO3- + 2H2O + 4e →IO- + 4OH- 0,15
Setengah Reaksi E0 (V)
Mn(OH)3 + e →Mn(OH) 2 + OH- 0,15
2NO2- + 3H2O + 4e →N2O + 6OH- 0,15
Sn4+ + 2e →Sn2+ 0,151

200 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Setengah Reaksi E0 (V)
Sb2O3 +6H+ + 6e →2Sb + 3H2O 0,152
Cu2+ + 2e →Cu+ 0,153
BiOCl + 2H+ + 2e →Bi + Cl- + H2O 0,1583
BiCl4- + 3e →Bi + 4Cl- 0,16
Co(OH)3 + e →Co(OH)2 + OH- 0,17
Cr2+ + 2e →Cr 0,17
SO42- + 4H+ + 2e →H2SO3 + H2O 0,172
Bi3+ + 3e →Bi+ 0,2
SbO+ + 2H+ + 3e →Sb + H2O 0,212
AgCl + e →Ag + Cl- 0,22233
Ru(H2O)63+ + e →Ru(H2O)62+ 0,23
As2O3 + 6H+ + 6e →2As + 3H2O 0,234
Ge2+ + 2e →Ge 0,24
PbO2 + H2O + 2e →PbO + 2OH- 0,247
Ru3+ + e →Ru2+ 0,2487
IO3- + 3H2O + 6e →IO- + 6OH- 0,26
ReO2 + 4H+ + 4e →Re + 2H2O 0,26
ReO2 + 4H+ + 4e →Re + 2H2O 0,26
Hg2Cl2 + 2e →2Hg + 2Cl- 0,26808
TcO2 + 4H+ + 4e →Tc + 2H2O 0,27
At2 + 2e →2At- 0,3
Re3+ + 3e →Re 0,3
Tc3+ + e →Tc2+ 0,3
Bi3+ + 3e →Bi 0,308
BiO+ + 2H+ + 3e →Bi + H2O 0,32
UO22+ + 4H+ + 2e →U4+ + 2H2O 0,327
2HCNO + 2H+ + 2e →(CN) 2 + 2H2O 0,33
ClO3- + H2O + 2e →ClO2- + 2OH- 0,33
VO2+ 2H+ + e →V3+ + H2O 0,337
Cu2+ + 2e →Cu 0,3419
Ag2O + H2O + 2e →2Ag + 2OH- 0,342
Cu2+ + 2e →Cu(Hg) 0,345
AgIO3 + e →Ag + IO3- 0,354
Fe(CN)63- + e →Fe(CN)64- 0,358
Setengah Reaksi E0 (V)
ClO4 + H2O + 2e →ClO3- + 2OH-
- 0,36
ReO4- + 8H+ + 7e →Re + 4H2O 0,368
(CN)2 + 2H+ + 2e →2HCN 0,373

Kimia Analitik Dasar 201


Setengah Reaksi E0 (V)
2H2SO3 + 2H+ + 4e →S2O32- + 3H2O 0,4
Tc2+ + 2e →Tc 0,4
O2 + 2H2O + 4e →4OH- 0,401
AgOCN + e →Ag + OCN- 0,41
RhCl63- + 3e →Rh + 6Cl- 0,431
Ag2CrO4 + 2e →2Ag + CrO42- 0,447
H2SO3 + 4H+ + 4e →S + 3H2O 0,449
Ru2+ + 2e →Ru 0,455
Ag2MoO4 + 2e →2Ag + MoO42- 0,4573
Ag2C2O4 + 2e →2Ag + C2O42- 0,4647
Ag2WO4 + 2e →2Ag + WO42- 0,466
Ag2CO3 + 2e →2Ag + CO32- 0,47
TcO4- + 8H+ + 7e →Tc + 4H2O 0,472
TeO4- + 8H+ + 7e →Te + 4H2O 0,472
IO- + H2O + 2e →I- + 2OH- 0,485
Bi+ + e →Bi 0,5
S2O32- + 6H+ + 4e →2S + 3H2O 0,5
ReO4- + 4H+ + 3e →ReO2 + 2H2O 0,51
Cu+ + e →Cu 0,521
I2 (s) + 2e →2I- 0,5355
I3- + 2e →3I- 0,536
AgBrO3 + e →Ag + BrO3- 0,546
MnO4- + e →MnO42- 0,558
H3AsO4 + 2H+ + 2e →HAsO2 + 2H2O 0,56
S2O62- + 4H+ + 2e →2H2SO3 0,564
Te4+ + 4e →Te 0,568
Sb2O5 + 6H+ + 4e →2SbO+ + 3H2O 0,581
ReO4- + 4H2O + 7e →Re + 8OH- 0,584
RuO4- + e →RuO42- 0,59
PdCl42- + 2e →Pd + 4Cl- 0,591
TeO2 + 4H+ + 4e →Te + 2H2O 0,593
MnO4- + 2H2O + 3e →MnO2 + 4OH- 0,595
MnO42- + 2H2O + 2e →MnO2 + 4OH- 0,6
2AgO + H2O + 2e →Ag2O + 2OH- 0,607
Setengah Reaksi E0 (V)
BrO3 + 3H2O + 6e →Br- + 6OH-
- 0,61
UO2+ + 4H+ + e →U4+ + 2H2O 0,612
Hg2SO4 + 2e →2Hg + SO42- 0,6125

202 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Setengah Reaksi E0 (V)
ClO3- + 3H2O + 6e →Cl- + 6OH- 0,62
Hg2HPO4 + 2e →2Hg + HPO42- 0,6359
Ag2SO4 + 2e →2Ag + SO42- 0,654
ClO2- + H2O + 2e →ClO- + 2OH- 0,66
PtCl62- + 2e →PtCl42- + 2Cl- 0,68
Sb2O4 + 4H+ + 2e →2SbO+ + 2H2O 0,68
Sb2O5 + 4H+ + 4e →Sb2O3 + 2H2O 0,69
O2 + 2H+ + 2e →H2O2 0,695
H3IO6 + 2e →IO3 + 3OH- 0,7
2NO + 2H+ + 2e →H2N2O2 0,71
Ni(OH) 2 + 2e →Ni + 2OH- 0,72
Ag2O3 + H2O + 2e →2AgO + 2OH- 0,739
H2SeO3 + 4H+ + 4e →Se + 3H2O 0,74
Tl3+ + 3e →Tl 0,741
PtCl42- + 2e →Pt + 4Cl- 0,755
Rh3+ + 3e →Rh 0,758
ClO2- + 2H2O + 4e →Cl- + 4OH- 0,76
2NO + H2O + 2e →N2O + 2OH- 0,76
Po4+ + 4e →Po 0,76
BrO- + H2O + 2e →Br- + 2OH- 0,761
ReO4- + 2H+ + e →ReO3 + H2O 0,768
(CNS)2 + 2e →2CNS- 0,77
IrCl63- + 3e →Ir + 6Cl- 0,77
Fe3+ + e →Fe2+ 0,771
AgF + e →Ag + F- 0,779
TcO4- + 4H+ + 3e →TcO2 + 2H2O 0,782
Hg22+ + 2e →2Hg 0,7973
Ag+ + e →Ag 0,799
2NO3- + 4H+ + 2e →N2O4 + 2H2O 0,8
2NO3- + 4H+ + 2e →N2O4 + 2H2O 0,8
ClO- + H2O + 2e →Cl- + 2OH- 0,81
RhOH2+ + H+ + 3e →Rh + H2O 0,83
OsO4 + 8H+ + 8e →Os + 4H2O 0,838
Hg2+ + 2e →Hg 0,851
Setengah Reaksi E0 (V)
AuBr4 + 3e →Au + 4Br-
- 0,854
2HNO2 + 4H+ + 4e →H2N2O2 + 2H2O 0,86
Ru(CN)63- + e →Ru(CN)64- 0,86

Kimia Analitik Dasar 203


Setengah Reaksi E0 (V)
TiO2 +4H+ + 4e →Ti + 2H2O 0,86
IrCl62- + e →IrCl63- 0,8665
N2O4 + 2e →2NO2- 0,867
HO2-+ H2O + 2e →3OH- 0,88
2Hg2+ + 2e →Hg22+ 0,92
NO3- + 3H+ + 2e →HNO2 + H2O 0,934
Pd2+ + 2e →Pd 0,951
ClO2 (aq) + e →ClO2- 0,954
NO3- + 4H+ + 3e →NO + 2H2O 0,957
V2O5 + 6H+ + 2e →2VO2+ + 3H2O 0,957
AuBr2- + e →Au + 2Br- 0,959
HNO2 + H+ + e →NO + H2O 0,983
HIO + H+ + 2e →I- + H2O 0,987
VO2+ + 2H+ + e →VO2+ + H2O 0,991
PtO2 + 4H+ + 4e →Pt + 2H2O 1
RuO4 + e →RuO4- 1
V(OH)4+ + 2H+ + e →VO2+ + 3H2O 1
AuCl4- + 3e →Au + 4Cl- 1,002
Pu4+ + e →Pu3+ 1,006
PtO2 + 4H+ + 2e →PtO + 2H2O 1,01
OsO4 + 4H+ + 4e →OsO2 + 2H2O 1,02
H6TeO6 + 2H+ + 2e →TeO2 + 4H2O 1,02
Hg(OH) 2 + 2H+ + 2e →Hg + 2H2O 1,034
N2O4 + 4H+ + 4e →2NO + 2H2O 1,035
RuO4 + 8H+ + 8e →Ru + 4H2O 1,038
PuO2(OH)2 + H+ + e →PuO2OH + H2O 1,062
N2O4 + 2H+ + 2e →2HNO2 1,065
Br2 (l) + 2e →2Br- 1,066
IO3- + 6H+ + 6e →I- + 3H2O 1,085
Br2 (aq) + 2e →2Br- 1,0873
Pu5+ + e →Pu4+ 1,099
Cu2+ + 2CN- + e →Cu(CN) 2- 1,103
RuO2 + 4H+ + 2e →Ru2+ + 2H2O 1,12
SeO42- + 4H+ + 2e →H2SeO3 + H2O 1,151
Setengah Reaksi E0 (V)
ClO3 + 2H + e →ClO2 + H2O
- + 1,152
IrO2 + 4H+ + e →Ir3+ + 2H2O 1,156
Pt2+ + 2e →Pt 1,18

204 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Setengah Reaksi E0 (V)
ClO4- +2H+ + 2e →ClO3- + H2O 1,19
ClO4- + 2H+ + 2e →ClO3- + H2O 1,19
2IO3 + 12H+ + 10e →I2 + 6H2O
- 1,195
PtOH+ + H+ + 2e →Pt + H2O 1,2
ClO3- + 3H+ + 2e →HClO2 + H2O 1,214
MnO2 + 4H+ + 2e →Mn2+ + 2H2O 1,224
O2 + 4H+ + 4e →2H2O 1,229
Cr2O72- + 14H+ + 6e →2Cr3+ + 7H2O 1,232
O3 + H2O + 2e →O2 + 2OH- 1,24
Tl2+ + 2e →Tl+ 1,252
N2H5+ + 3H+ + 2e →2NH4+ 1,27
ClO2 + H+ + e →HClO2 1,277
PdCl62- + 2e →PdCl42- + 2Cl- 1,288
2HNO2 + 4H+ + 4e →N2O + 3H2O 1,297
Cr2O5 + 10H+ + e →CrO2.5H2O 1,3
AuOH2-+ H+ + 2e →Au + H2O 1,32
PuO2(OH)2 + 2H+ + 2e →Pu(OH)4 1,325
HBrO + H+ + 2e →Br- + H2O 1,331
HCrO4- + 7H+ + 3e →Cr3+ + 4H2O 1,35
Cl2(g) + 2e →2Cl- 1,35827
ClO4- + 8H+ + 8e →Cl- + 4H2O 1,389
No3+ + e →No2+ 1,4
RuO4 + 6H+ + 4e →Ru(OH)22+ + 2H2O 1,4
Au3+ + 2e →Au+ 1,401
2NH3OH+ + H+ + 2e →N2H5+ + 2H2O 1,42
BrO3- + 6H+ + 6e →Br- + 3H2O 1,423
Rh4+ + e →Rh3+ 1,43
2HIO + 2H+ + 2e →I2 + 2H2O 1,439
Au(OH)3 + 3H+ + 3e →Au + 3H2O 1,45
ClO3- + 6H+ + 6e →Cl- + 3H2O 1,451
PbO2 + 4H+ + 2e →Pb2+ + 2H2O 1,455
2ClO3- + 12H+ + 10e →Cl2 + 6H2O 1,47
CrO2 + 4H+ + e →Cr3+.2H2O 1,48
HClO + H+ + 2e →Cl- + H2O 1,482
Setengah Reaksi E0 (V)
Mn2O3 + 6H + e →Mn2+ + 3H2O
+ 1,485
HO2 + H+ + e →H2O2 1,495
Au3+ + 3e →Au 1,498

Kimia Analitik Dasar 205


Setengah Reaksi E0 (V)
2BrO3- +12H+ + 10e →Br2 + 6H2O 1,5
PtO3 + 4H+ + 2e →Pt(OH) 22+ + H2O 1,5
MnO4- + 8H+ + 5e →Mn2+ + 4H2O 1,507
Mn3+ + e →Mn2+ 1,5415
HClO2 + 3H+ + 4e →Cl- + 2H2O 1,57
2HBrO + 2H+ + 2e →Br2 (aq) + 2H2O 1,574
2NO + 2H+ + 2e →N2O + H2O 1,591
Bi2O4 + 4H+ + 2e →2BiO+ + 2H2O 1,593
2HBrO + 2H+ + 2e →Br2 (l) + 2H2O 1,596
H5IO6 + H+ + 2e →IO3- + 3H2O 1,601
2HClO + 2H+ + 2e →Cl2 + 2H2O 1,611
HClO2 + 2H+ + 2e →HClO + H2O 1,645
NiO2 + 4H+ + 2e →Ni2+ + 2H2O 1,678
MnO4- + 4H+ + 3e →MnO2 + 2H2O 1,679
Pb4+ + 2e →Pb2+ 1,69
PbO2 + SO42- + 4H+ + 2e →PbSO4 + 2H2O 1,6913
Au+ + e →Au 1,692
PtO3 + 2H+ + 2e →PtO2 + H2O 1,7
CeOH3+ + H+ + e →Ce3+ + H2O 1,715
Ce4+ + e →Ce3+ 1,72
N2O + 2H+ + 2e →N2 + H2O 1,766
H2O2 + 2H+ + 2e →2H2O 1,776
H2O2 + 2H+ + 2e →2H2O 1,776
Ag3+ + e →Ag2+ 1,8
Au2+ + e →Au+ 1,8
Ag2O2 + 4H+ + e →2Ag + 2H2O 1,802
Ag2+ + 2e →Ag+ 1,9
Co3+ + e →Co2+ 1,92
Ag2+ + e →Ag+ 1,98
Cu2O3 + 6H+ + e →Cu2+ + 3H2O 2
S2O82- + 2e →2SO42- 2,01
O3 + 2H+ + 2e →O2 + H2O 2,076
XeO3 + 6H+ + 6e →Xe + 3H2O 2,1
F2O + 2H+ + 4e →H2O + 2F- 2,153
Setengah Reaksi E0 (V)
FeO4 + 8H + 3e →Fe3+ + 4H2O
2- + 2,2
Cu3+ + e →Cu2+ 2,4
H4XeO6 + 2H+ + 2e →XeO3 + 3H2O 2,42

206 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment


Setengah Reaksi E0 (V)
O(g) + 2H+ + 2e →H2O 2,421
Am4+ + e →Am3+ 2,6
H2N2O2 + 2H+ + 2e →N3 + 2H2O 2,65
F2 + 2e →2F- 2,866
F2 + 2H+ + 4e →2HF 3,053
Tb4+ + e →Tb3+ 3,1
Pr4+ + e →Pr3+ 3,2
Cf4+ + e →Cf3+ 3,3
XeF + e →Xe + F- 3,4

Chemical Predictor Ver 3.0


Copyright © 1997-1998 Ivan Kassal
(http://kimia.unnes.ac.id/kasmui/elektrokimia/Tabel%20potensial%20reduksi%2
0lengkap.htm)

Lampiran 6: Kunci Jawaban


Bab II
4. Rerata 5,57; median 5,55; jangkauan = 0,14; s = 0,075; dan s2 = 5,62
x 10-3
6. Rerata = 98,59% dengan s = 0,00973
Ho: 𝑋 = μ dan Ha: 𝑋 ≠ μ
𝑋− 𝜇 𝑥 𝑛 98,76− 98,59 𝑥 5
Uji statistik: 𝑡𝑕𝑖𝑡 = 𝑠
= 0,0973
= 3,91
Nilai ttabel pada db = 4 dan α = 0,05 adalah 2,776 (tabel 1.2). Oleh
karena 𝑡𝑕𝑖𝑡 lebih besar daripada ttabel , maka Ho ditolak. Ini berarti
terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata kadar hasil
pengukuran dengan kadar sesungguhnya.
7. Mahasiswa A lebih akurat daripada mahasiswa B
Mahasiswa B lebih teliti daripada mahasiswa A

Bab III
2. TC = to content TD = to deliver

Bab V
2. 68,72%
3. 26,25%

Kimia Analitik Dasar 207


4. Sebagai ferrokarobonat = 1,45 gram, sebagai Fe = 0,7 gram, dan
sebagai FeO = 0,9 gram
7. 53,44%
8. 22.22% w/w K2SO4
9. 97.65%

Bab VI
2. f = 1,007
3. 75,80%
4. 23,10%
5. a. karena Vmo > 2 Vpp maka sumber alkalinitas merupakan
campuran CO32- dan HCO3-
b. konsentrasi CO32- = 315,0 ppm dan HCO3- = 184,9 ppm

Bab VII
1. pBr = 3,9996 (penambahan volume 49,90 mL AgNO3)
pBr = 8,3975 (penambahan volume 50,10 mL AgNO3)
pI = 3,9996 (penambahan volume 49,90 mL AgNO3)
pI = 11,9996 (penambahan volume 49,90 mL AgNO3)
2. 743, 73 𝑝𝑝𝑚
3. [Fe3+] = 0,036 M
6. a. 136,02 ml b. 40 ml
7. 4,61%
8. 26,19%
9. 29,86%
10. 90,92%

Bab VIII
1. (a) pM = 2,00; (b) pM = 2,48; (c) pM = 5,00; (d) pM = 8,22; (e) pM
= 11,45; dan (f) pM = 13,15
2. 98,12%
3. [EDTA] = 9,547 x 10-3 M
4. Volume AgNO3 = 42,17 mL
5. (a) CaCO3= 106,1 ppm dan (b) MgCO3 = 41,55 ppm
6. Bi = 56,36%; Pb= 37,71%
7. NaCN = 30,20%

208 dengan Strategi Problem Solving dan Open-ended Experiment

Anda mungkin juga menyukai