Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sediaan farmasi yang dapat memudahkan dalam
penggunaannya adalah salep, dipilih sediaan salep karena merupakan
sediaan dengan konsistensi yang cocok untuk terapi penyakit kulit.
Salep terdiri dari bahan obat yang terlarut ataupun terdispersi di
dalam basis atau basis salep sebagai pembawa zat aktif. Basis salep yang
digunakan dalam sebuah formulasi obat harus bersifat inert dengan kata
lain tidak merusak ataupun mengurangi efek terapi dari obat yang
dikandungnya (Soediono et al., 2019).
Pelepasan obat dari basisnya merupakan faktor penting dalam
keberhasilan terapi dengan menggunakan sediaan salep. Pelepasan
obat dari sediaan salep sangat dipengaruhi oleh sifat fisika kimia
obat seperti kelarutan, ukuran partikel dan kekuatan ikatan antara
obat dengan pembawanya, dan untuk basis yang berbeda factor-faktor
diatas mempunyai nilai yang berbeda (Soediono et al., 2019). salep
serap bersifat mudah menyebar diatas kulit, sukar dihilangkan dari kulit
dan dapat mengabsorpsi air lebih banyak (Sandi & Musfirah, 2018).

B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan sediaan salep
2. Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sediaan salep
3. Mahasiswa mampu memahami formulasi serta evaluasinya

C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sediaan salep?
2. Apa saja jenis basis salep?
3. Bagaimana cara pembuatan salep?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Salep
Menurut Farmakope Edisi III, Salep adalah sediaan
setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat
luar. Bahan obat harus larut dan terdispersi homogen dalam dasar
salep yang cocok.
Menurut Farmakope Edisi IV, Salep adalah sediaan
setengah padat ditunjukkan untuk pemakaian topikal pada kulit
atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik kecuali
dinyatakan lain, kadar bahan obat salep yang mengandung obat
keras narkotika 10 %.
Salep yang baik seharusnya stabil secara kimia, lembut dan
rata, tidak berbutir-butir atau bergumpal-gumpal, mudah
dipergunakan, agak mencair atau lembek pada suhu tubuh dan
menghasilkan pengobatan yang sempurna dan seragam
(Kemendikbud, 2013).
2. Penggolongan Salep (Kemendikbud, 2013)
1) Menurut Efek terapinya, salep terbagi menjadi :
 Salep Epidermic (Salep Penutup) Digunakan pada
permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi
kulit dan menghasilkan efek lokal, karena bahan obat tidak
diabsorbsi. Kadang-kadang ditambahkan antiseptik,
astringen untuk meredakan rangsangan. Dasar salep yang
terbaik adalah senyawa hidrokarbon (vaselin).
 Salep Endodermic Salep dimana bahan obatnya menembus
ke dalam tetapi tidak melalui kulit dan terabsorbsi sebagian.
Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi lokal
iritan. Dasar salep yang baik adalah minyak lemak.
 Salep Diadermic (Salep Serap). Salep dimana bahan
obatnya menembus ke dalam melalui kulit dan mencapai
efek yang diinginkan karena diabsorbsi seluruhnya,
misalnya pada salep yang mengandung senyawa Mercuri,
Iodida, Belladonnae. Dasar salep yang baik adalah adeps
lanae dan oleum cacao.

2) Menurut Dasar Salepnya, salep dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :


 Salep Hydrophobic yaitu salep-salep dengan bahan dasar
berlemak, misalnya: campuran dari lemak-lemak, minyak
lemak, malam yang tak tercuci dengan air.
 Salep hydrophillic yaitu salep yang kuat menarik air,
biasanya dasar salep tipe o/w atau seperti dasar
hydrophobic tetapi konsistensinya lebih lembek,
kemungkinan juga tipe w/o antara lain campuran sterol dan
petrolatum.

3) Komposisi dasar salep :


Menurut FI. IV, dasar salep yang digunakan sebagai
pembawa dibagi dalam 4 kelompok, yaitu dasar salep senyawa
hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci
dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat
menggunakan salah satu dasar salep tersebut.
a) Dasar Salep Hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep
berlemak, antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya
sejumlah kecil komponen berair yang dapat dicampurkan
kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang
kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai
pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan
terutama sebagai emolien, sukar dicuci, tidak mengering
dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Contohnya:
senyawa hidrocarbon (vaselinum dan petroleum jelly)
b) Dasar Salep serap
Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok,
yaitu :
- Kelompok pertama, dasar salep anhydrous yaitu dasar
salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi
air dalam minyak, misalnya parafin hidrofilik dan lanolin
anhidrat.
- Kelompok kedua, dasar salep yang telah mengandung air,
sudah menjadi emulsi air dalam minyak, tetapi masih dapat
menyerap air yang ditambahkan, misalnya lanoline dan
Rose water ointment.
Dasar salep ini juga berfungsi sebagai emolien.
c) Dasar Salep yang dapat dicuci dengan air.
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air,
antara lain salep hidrofilik (krim). Dasar salep ini
dinyatakan juga sebagai dapat dicuci dengan air, karena
mudah dicuci dari kulit atau dilap basah sehingga lebih
dapat diterima untuk dasar kosmetika. Beberapa bahan obat
dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini
dari pada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari
dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan
mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan
dermatologik.
d) Dasar Salep Larut Dalam Air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak
dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini
memberikan banyak keuntungannya seperti dasar salep
yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan
tak larut dalam air, seperti paraffin, lanolin anhidrat atau
malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel. Contohnya:
Salep Polietilenglikol (USP 27, 2911)
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor yaitu
khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan,
ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam
beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal
untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-
obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep
hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air,
meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep
yang mengandung air.
3. Kualitas Dasar Salep yang baik (Kemendikbud, 2013)
1) Stabil, selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas, tidak
terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar.
2) Lunak, semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan
halus, dan seluruh produk harus lunak dan homogen.
3) Mudah dipakai
4) Dasar salep yang cocok
5) Dapat terdistribusi merata

4. Ketentuan Umum cara Pembuatan Salep (Kemendikbud, 2013)


1) Peraturan Salep Pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan
kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.
2) Peraturan Salep Kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada
peraturan-peraturan lain dilarutkan lebih dahulu dalam air,
asalkan air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis
salep. Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.
3) Peraturan Salep Ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam
lemak dan air, harus diserbuk lebih dahulu kemudian diayak
dengan pengayak B40.
4) Peraturan Salep Keempat
Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan,
campurannya harus digerus sampai dingin.

5. Evaluasi Sediaan Salep


1) Organoleptis
Dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau, dan tekstur
sediaan masing-masing formula sebaiknya berbentuk setengah
padat, berawarnaputih kekuningan, berbau khas, dan bertekstur
halus.
2) Homogenitas
Dilakukan dengan menggunakan kaca objek. Suatu sediaan
harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat
butiran kasar.
3) Uji daya sebar
Untuk melihat kemampuan sediaan menyebar pada kulit,
dimana suatu basis salep sebaiknya memiliki daya sebar yang
baik untuk menjamin pemberian bahan obat yang baik.
Standarnya kurang lebih 252,67 gr masing-masing 4,79 cm
4,81 cm.
4) Uji pH salep
Untuk melihat pH salep apakah berada pada rentang pH normal
kulit yaitu 4,5-7. Jika pH terlalu basa dapat mengakibatkan
kulit kering, jika pH kuli terlalu asam dapat memicu iritasi
kulit.
5) Uji daya lekat
Dilakukan untuk mengetahui salep yang lebih lama melekat
pada kulit. Semakin lama daya lekat salep melekat anatar salep
dengan kulit semakin baik sehingga absors obat oleh kulit akan
semakin baik. Daya lekat yang baik menurut literature yaitu
lebih dari 4 detik.
6) Uji viskositas
Pengukuran viskositas salep dilakukan menggunakan spindle L No.
4, dengan durasi 60 detik dan dengan kecepatan 60 rpm.

6. Kelebihan Dan kekurangan Salep


1) Kelebihan Salep
Salep memiliki kelebihan antara lain sebagai berikut (Van
Duin, 1947):
a. Dapat diatur daya penetrasi dengan memodifikasi
basisnya.
b. Misalnya pada salep lanolin, walaupun memiliki sifat
lengket, salep ini mudah dicuci dengan air.
c. Kontak sediaan dengan kulit lebih lama.
d. Lebih sedikit mengandung air sehingga sulit ditumbuhi
bakteri.
e. Lebih mudah digunakan tanpa alat bantu.

2) Kekurangan Salep
Salep memiliki beberapa kerugian sebagai berikut (V an
Duin, 1947):
a. Pada salep basis hidrokarbon, sifat berminyaknya dapat
meninggalkan noda di pakaian.
b. Pada salep basis hidrokarbon, salep ini sulit dibersihkan
dari permukaan kulit.
c. Pada basis lanonin, dasar ini kurang tepat bila digunakan
sebagai pendukung zat aktif antibiotik dan bahan lain yang
kurang stabil dengan adanya air.
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Formulasi
Absorption ointment (hydrophylic petrolatum, USP)
R/ White petrolatum 86% (w/w)
Stearyl alcohol 3%
White wax 8%
Cholesterol 3%

B. Monografi

1. White Petrolatum HOPE


hal 481
a. Pemerian : berwarna putih sampai kuning
pucat, terang, massa lembut. Tidak berbau dan
tidak berwarna, walaupun terfluorosensi oleh
cahaya matahari, terlebih ketika meleleh.
b. Nama lain : Vaselinum album ; white petroleu
jelly ; paraffin putih lembut
Nama kimia : White petrolatum
Struktur kimia : -
c. Rumus molekul : C n H 2 n +¿2 ¿
Bobot Molekul : -
d. Kelarutan : praktis tidak larut dalam aseton,
ethanol, ethanol (95%) panas atau dingin,
gliserin, dan air ; larut dalam benzena, karbon
disulfida, kloroform, heksana, dan kebanyakan
dalam campuran minyak dan minyak
menguap.
e. pH stabil : -
f. Titik didih : -
Titik leleh : 38-60℃
g. Koefisien partisi zat aktif : -
h. Stabilitas : Masalah kestabilan biasa muncul
karena kehadiran dari ketidakmurnian dengan
jumlah yang sedikit. Ketika terpapar sinar,
ketidakmurnian ini bisa teroksidasi menjadi
perubahan warna dari petrolatum dan
menghasilkan bau yang tidak enak. Oksidasi
bisa dihambat dengan menambahkan
antioksidan seperti butylated hydroxyanisole,
butylated hydroxytoluene, atau alpha
tocopherol. Petrolatum tidak boleh dipanaskan
dalam waktu lama di atas suhu yang
diperlukan untuk mencapai fluiditas sempurna
(kira-kira
70°C.
i. Inkompatibilitas : Petrolatum adalah bahan
inert dengan sedikit inkompatibilitas.
j. Wadah dan penyimpanan : Simpan dalam
kontainer tertutup, terlindungi dari cahaya
dalam tempat yang dingin dan kering.
k. Khasiat dan penggunaan : basis salep.

2. Hope hal
Stearyl Alcohol 700
a. Pemerian : berbentuk potongan keras, putih,
seperti lilin, serpihan, atau butiran dengan
sedikit bau khas dan rasa hambar.
b. Nama lain : alcohol stearylicus ; cachalot;
crodacol S95
Nama kimia : 1-Octadecanol
Struktur kimia :

c. Rumus Molekul : C18H38O


Bobot Molekul : 270,84
d. Kelarutan larut dalam kloroform, etanol
(95%), eter, heksana, propilen glikol, henzena,
aceron dan minyak nabati; pestisida tidak larut
dalam air.
e. pH stabil -
f. Titik didih :210,5°C
Titik leleh 59,4-59,8℃
g. Stabilitas Stabil terhadap asam dan basa
biasanya tidak menjadi tengik.
h. Inkompatibilitas inkompatibel dengan bahan
oksidasi kuat dan asam kuat
i. Wadah dan penyimpanan disimpan dalam
kontainer tertutup rapat, dalam tempat sejuk
dan kering.
j. Khasiat dan penggunaan bahan pengeras

3. Cholesterolum HOPE
HAL
a. Pemerian : putih atau agak kuning, hampir tidak 178
berbau, selebaran mutiara, jarum, bubuk, atau
butiran. Pada berkepanjangan Paparan cahaya
dan udara, kolesterol memperoleh warna kuning
hingga cokelat.
Nama lain : Cholesterin; cholesterolum.
Struktur kimia :

b. Rumus molekul : C27H46O


Bobot Molekul : 386.67
c. Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, larut
dalam aseton, benzene dalam 7 bagian, larut
dalam klorofom 4,5 bagian, larut dalam etanol
147 bagian, larut pada eter dalam 2.8 bagian.
d. pH stabil : -
e. Titik didih : 360o C
Titik leleh : 147–150o C
f. Koefisien partisi zat aktif : -
g. Stabilitas : -
h. Inkompatibilitas : Kolesterol diendapkan oleh
digitonin
i. Wadah dan penyimpanan : harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya
j. Khasiat dan penggunaan : emulsifying agent
4. HOPE
White Wax HAL
a. Pemerian : berwarna putih atau agak kuning 779
lembaran atau butiran halus dengan sedikit
tembus cahaya. Baunya mirip dengan seperti
lilin kuning tetapi kurang intens.
Nama lain : Bleached wax; cera alba; E901
b. Struktur kimia : -
Rumus molekul : -
Bobot Molekul : -
c. Kelarutan Larut dalam kloroform, eter, minyak
tetap, minyak atsiri, dan karbon disulfida hangat;
sedikit larut dalam etanol (95%); praktis
tidak larut dalam air.
d. pH stabil : -
e. Titik didih : 245-258oC
Titik leleh : 61-65o C
f. Koefisien partisi zat aktif : -
g. Stabilitas : Ketika lilin dipanaskan di atas
150°C, terjadi esterifikasi yang mengakibatkan
penurunan nilai asam dan
peningkatan titik leleh.
h. Inkompatibilitas : tidak kompatibel dengan agen
pengoksidasi
ii. Wadah dan penyimpanan : harus disimpan dalam
wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
k. Khasiat dan penggunaan : bahan pengeras

C. Kegunaan
1. White Petrolatum sebagai basis salep
2. Stearyl Alcohol sebagai bahan pengeras
3. Cholesterolum sebagai emulsifying agent
4. White wax sebagai bahan pengeras

D. Alasan penggunaan bahan


1. White Petrolatum
White petrolatum, sering digunakan sebagai basis untuk banyak
salep, dihargai karena kemampuannya mengunci kelembapan dan
berfungsi sebagai penghalang pelindung terhadap faktor eksternal. Ini
membantu dalam mempercepat proses penyembuhan luka dengan
menjaga lingkungan yang lembap. Dalam konteks farmasi, white
petrolatum dianggap inert, membuatnya cocok sebagai basis untuk
formulasi yang sensitif dan untuk pasien dengan kulit sensitif.
2. Stearyl Alcohol
Dapat meningkatkan viskositas suatu emulsi dan meningkatkan
stabilitasnya. Dalam sediaan salep menggunakan basis petrolatum,
stearyl alcohol dapat meningkatkan kapasitas menahan air salep.
3. Cholesterolum
Memberikan kekuatan menyerap air pada salep dan memiliki efek
yang baik sebagai emolien
4. White Wax
white wax (juga sering disebut sebagai beeswax putih) digunakan
dalam formulasi farmasi sebagai agen pengental dan emulsifier.
Fungsi utamanya adalah untuk memberikan konsistensi yang
diinginkan dalam sediaan salep dan krim, serta membantu dalam
membentuk pelindung di permukaan kulit yang mengurangi TEWL
(Transepidermal Water Loss). Ini juga memperpanjang waktu kontak
bahan aktif dengan kulit, yang bisa meningkatkan efikasi terapeutik

E. Perhitungan bahan
86
 White petrolatum ×100=86 gram
100
Dilebihkan 10% = 0 , 1× 86 g=8 ,6 gra m
Total = 94,6 gram
3
 Stearyl alcohol ×100=3 gram
100
Dilebihkan 10% = 0 , 1× 3 g=0 , 3 gram
Total = 3,3 gram
8
 White wax ×100=8 gram
100
Dilebihkan 10% = 0 , 1× 8 g=0 ,8 gram
Total = 8,8 gram
3
 Cholesterol ×100=3 gram
100
Dilebihkan 10% = 0 , 1× 3 g=0 , 3 gram
Total = 3,3 gram

F. Penimbangan bahan
White petrolatum 94,6 gram
Stearyl alcohol 3,3 gram
White wax 8,8 gram
Cholesterol 3,3 gram

G. Alat dan bahan


 Hot plate
 Cawan porselen
 Batang pengaduk
 Lumpang dan alu
 White petrolatum
 Stearyl alcohol
 White wax
 Cholesterol

H. Cara kerja
 Siapkan alat dan bahan
 Setarakan timbangan timbang bahan obat
 Lelehkan secara bertahap cholesterol, stearil alcohol dan white wax
menggunakan hotplate
 Tambahkan white petrolatum sedikit demi sedikit sambil diaduk
hingga homogen, dingin dan membentuk massa salep
 Petrolatum hidrofilik dapat mengabsorpsi jumlah air yang banyak
dengan membentuk emulsi air dalam minyak

I. Bagan kerja

1.Lelehkan atau lebur


secara bertahap cholesterol,
stearyl alkohol, white wax
menggunakan hotplate

2.Kemudian tambahkan
white petrolatum sedikit
demi sedikit sambil diaduk
hingga homogen dan
dingin dan membentuk
massa salep

3.Petrolatum hidrofilik dapat


mengabsorbsi jumlah air yang
banyak dengan membentuk
emulsi air dalam minyak
J. Evaluasi sediaan
1. Uji organoleptis
Dilakukan pengamatan secara visual terhadap bau dan warna
sediaan.
2. Uji pH
Sediaan ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dilarutkan dengan
5 ml aquades lalu kertas pH indikator dicelupkan kedalam sediaan
kemudian dicocokkan dengan warna indikator yang tertera di
wadahnya.
3. Uji homogenitas
Sediaan salep dioleskan sedikit diatas kaca objek kemudian
amati adanya partikel kasar atau tidak. Salep yang di uji diambil dari
tiga tempat, yaitu bagian atas, tengah dan bawah dari wadah salep.
4. Uji daya sebar
Sediaan ditimbang sebanyak 0,5 gram lalu diletakkan diatas
kaca bulat yang berdiameter. yang kaca lainya diletakkan diatasnya dan
dibiarkan selama 1 menit kemudian ukur diameter sebar salep.
Setelahnya, ditambahkan 50%. 100 g, 150 g, 200 g, 250 g beban
tambahan dan didiamkan selama 1 menit lalu diukur
diameter yang konstan.
5. Uji daya lekat
Daya lekat salep diletakan salep secukupnya (0,5gr) diatas
objek glas yang telah ditentukan luasnya, letakan objek glass yang
lainnya diatas salep tersebut. Tekan dengan beban 1 kg selama 5
menit. Pasang objek glass pada alat tes, lepaskan beban 80gr dan
catat waktunya sehingga kedua objek glass tersebut terlepas.
6. Uji viskositas
Pengukuran viskositas salep dilakukan menggunakan spindle L No. 4,
dengan durasi 60 detik dan dengan kecepatan 60 rpm.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, LV., dan Lunner, PE., 2009, Magnesium Stearate. In: Rowe, R.C., Sheskey,
P.J. dan Quinn M.E. (eds.) Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th
Edition, Minneapolis, Pharmaceutical Press.

Depkes RI. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 1979.

Depkes RI. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 1995.

Depkes RI. Farmakope Indonesia edisi VI. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2020.

Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J & Quinn, Marian E., 2009, Handbook Of
Pharmaceutical Excipients, USA, RPS.
Kemendikbud. (2013). Dasar-dasar Kefarmasian. Kementrian Pendidikan Dan
Kebudayaan, 168. BSE.Mahoni.com
Sandi, D. A. D., & Musfirah, Y. (2018). PENGARUH BASIS SALEP
HIDROKARBON DAN BASIS SALEP SERAP TERHADAP
FORMULASI SALEP SARANG BURUNG WALET PUTIH (Aerodramus
fuciphagus). Jurnal Ilmiah Manuntung, 4(2), 149–155.
https://doi.org/10.51352/jim.v4i2.194
Soediono, J. B., Zaini, M., Sholeha, D. N., & Jannah, N. (2019). UJI
SKRINNING FITOKIMIA DAN EVALUASI SIFAT FISIK SEDIAAN
SALEP EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI (Ocimum Sanctum (L.))
DENGAN MENGGUNAKAN BASIS SALEP HIDROKARBON DAN
BASIS SALEP SERAP. Jurnal Kajian Ilmiah Kesehatan Dan Teknologi,
1(1), 17–33. https://doi.org/10.52674/jkikt.v1i1.4
Van Duin. 1947. Ilmu Resep. Jakarta : Soeroengan

Anda mungkin juga menyukai