Anda di halaman 1dari 17

PRAKTIKUM 3 SALEP

1. TINJAUAN PUSTAKA

Salep adalah sediaan setengah padat yang lembut dan mudah dioleskan, umumnya disusun
dari hidrokarbon cair yang dicampur dalam suatu kelompok hidrokarbon padat dengan titik leleh
yang lebih tinggi, ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau membran mukosa tetapi
tidak selalu mengandung bahan obat, bahan obat ini harus larut atau terdispersi homogen dalam
dasar salep yang cocok, serta menunjukkan karakteristik aliran plastis. (Robert, 2020) Robert,
Tungadi, M.Si., Apt. 2020. TEKNOLOGI NANO SEDIAAN LIQUIDA DAN SEMISOLIDA.
CV. Sagung Seto: gorontalo

Menurut FI. ed III, salep adalah sediaan semi padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Sedangkan Menurut FI.ed IV, salep adalah sediaan setengah padat ditunjukan
untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali
dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep mengandung obat keras atau narkotika adalah
10%. (DIRJEN POM,1995)

Salep diklasifikan berdasarkan beberapa yaitu:

a. Sifat terapeutik berdasarkan penetrasinya


1. Sifat terapeutik berdasarkan penetrasinya • Salep epidermik: ditujukan semata-mata
untuk aksi pada permukaan dan bereaksi sebagai pelindung antiseptik, astringen,
counter iritan, dan parasitis. (Robert, 2020)
2. Salep endodermic Salep dimana bahan obatnya menembus kedalam terapi tidak
melalui kulit dan terabsobsi sebagian. Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir
diberi local iritan. Dasar salep yang baik adalah minyak lemak. (RUKMANA,2017)
RUKMANA, wulan. 2017. FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK SEDIAAN
SALEP ANTIFUNGI EKSTRAK DAUN KETEPENG CINA (Cassia alata L.).
skripsi UIN ALAUDDIN :MAKASSAR
3. Salep diadermic (salep serap) Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam
melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan karena diabsorbsi seluruhnya.
(RUKMANA,2017)
b. Menurut dasar salepnya, salep dibagi atasa
1. Salep hidrofobik; salep dengan basis berminyak. Mengandung campuran lemak-
lemak, minyak dan lilin dan dapat dicuci dengan air. (Robert, 2020)
2. Salep hidrofilik; salep dengan sifat mempunyai jumlah air yang agak banyak
walaupun biasanya emulsi minyak dalam air dengan konsistensi ringan dari pada
salep hidrofobik. Salep ini dapat juga menjadi air dalam minyak, campuran yang
mengandung sterol dari petrolatum. Emulsi m/a lebih mudah dibersihkan dari kulit
dengan air (Robert, 2020)

Menurut FI 4d IV, dasar salep atau biasa disesebut basis salep adalah bahan atau bagian
dari salep yang berfungsi sebagai carrier atau pembawa untuk obat.basis dibagi dalam 4
kelompok, yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon,dasar salep serap,dasar salep yang dapat dicuci
dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep
tersebut. Adapun penjelasanya adalah sebagai berikut : (DIRJEN POM, 1995)

1. Dasar salep hidrokarbon Yaitu dasar salep yang berlemak, bebas air, dimana
preparat yang mengandung air dapat ditambahkan dalam jumlah sedikit saja.
Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak obat dengan kulit,
berfungsi sebagai pembalut/penutup, emollient.( Fauzi, 2019) Fauzi , Kasim.
2019. PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SEMISOLID &
LIQUID. ISTN Press: jakarta
2. Dasar Salep Serap, dasar salep ini dibagi dalam dua kelompok. Kelompok
pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk
emulsi air dalam minyak,dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam
minyak dan dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan(lanolin)
Dasar salep ini juga berFungsi sebagai emolien.
3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air Yaitu emulsi minyak dalam air, dapat
dicuci dengan air, biasanya sering dipakai dalam sediaan kosmetik. .( Fauzi,
2019)
4. Dasar salep yang dapat larut dalam air Disebut juga dasar salep tidak berlemak
dan mengandung bahan yang larut dalam air. Disebut juga gel, tidak dapat
dicampur dengan bahan yang berair. Dapat dicampur dengan bahan yang tidak
berair atau bahan padat. .( Fauzi, 2019)
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan,
sifat bahan obat yang dicampurkan, stabilitas, dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal
perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan,
misalnya obat yang cepat terhidrolisa lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon dari pada dasar
salep yang mengandung air. Meskipun obat tersebut bekerja dalam dasar salep yang
mengandung air. (Robert, 2020)

Pemilihan basis salep yang tepat sangat penting karena basis salep mempengaruhi efek
terapeutik dari suatu salep. Salep yang digunakan pada epidermis, mukosa, salep penetrasi atau
bentuk cream memerlukan basis salep yang berbeda-beda. Kelarutan dan stabilitas obat di dalam
basis, juga sifat luka pada kulit, menentukan pilihan dari pembawa sediaan semipadat. (elya,
2020) Elya, Zulfa. 2020. FORMULASI SALEP EKSTRAK ETANOLIK DAUN BINAHONG
(Anrederacordifolia (Ten.) Steenis) DENGAN VARIASI BASIS SALEP. J.pharmateucal. vol.1
no.1

beberapa peneliti telah menggambarkan basis yang ideal seperti yang ditunjukkan dengan
sifat fisika kimia dibawah ini:

a. Stabil, Netral dalam reaksi ,Tidak berlemak


b. Lemak tidak dihilangkan dalam reaksi, Tidak mengiritasi, Tidak higroskopis, Dapat
dicuci dengan air
c. Dapat bercampur dengan semua bahan obat, Bebas dari bau yang tidak enak, Tidak
meninggalkan noda
d. Efisien pada kulit kering, berminyak dan lembut, Dapat membantu sebagai medium
untuk zat kimia yang larut air atau lemak, Dapat sebagai sediaan stok untuk
penggunaan selanjutnya, Tersusun atas bahan kimia yang diketahui komposisinya
(Robert, 2020)

Salep biasanya disiapkan dengan tiga metode umum yaitu pencampuran mekanik dari
bahan-bahan, peleburan, dan reaksi kimia. Metode pertama digunakan jika basis terdiri dari
lemak lembut dan minyak. Metode kedua digunakan jika lilin dan bahan-bahan yang mempunyai
titik lebur lebih tinggi dicampurkan, dan metode ketiga digunakan jika ingin dibuat salep yang
khusus dengan metode tertentu. (Robert, 2020)
Persyaratan salep menurut (Formularium Indonesia III, 1979):

1. Pemerian yaitu tidak boleh berbau tengik.


2. Kadar yaitu kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras
atau obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10%.
3. Dasar salep yaitu kecuali dinyatakan lain, sebagai bahandasar salep (basis salep)
digunakan vaselin putih (vaselinalbum). Tergantung dari sifat bahan obat dan
tujuanpemakaian salep.
4. Homogenitas yaitu jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok, harus menunjukansusunan yang homogen.
5. Penandaan: pada etiket harus tertera “obat luar” (DIRJEN POM, 1979)

Adapun kualitas dasar salep yang baik adalah

- Stabil, selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas, tidak terpengaruh oleh suhu dan
kelembaban kamar.
- Lunak, semua zat yang ada dalam salep harus dalam salep harus dalam keadaan halus,
dan seluruh produk harus lunak dan homongen
- Mudah dipakai
- Dasar salep yang cocok
- Dapat terdistribusi merata. (RUKMANA,2017)
EVALUASI

1. UJI ORGANOLEPTIS
Pengujian kualitas salep yang dibuat diawali dengan uji organoleptis. Pengamatan yang
dilakukan dalam uji ini adalah bentuk sediaan, bau dan warna sediaan. Parameter kualitas
salep yang baik adalah bentuk sediaan setengah padat, salep berbau khas ekstrak yang
digunakan dan berwarna seperti ekstrak (Parwanto,2013) Parwanto, Edy. 2013.
FORMULASI SALEP ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBELEKAN
(Lantana camara L). Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 03
2. UJI HOMOGENITAS
Uji Homogenitas sediaan dilakukan dengan cara mengamati hasil pengolesan salep pada
plat kaca. Salep yang homogen ditandai dengan tidak terdapatnya gumpalan pada hasil
pengolesan, struktur yang rata dan memiliki warna yang seragam dari titik awal
pengolesan sampai titik akhir pengolesan. Salep yang diuji diambil dari tiga tempat yaitu
bagian atas, tengah dan bawah dari wadah salep. (Parwanto,2013
3. UJI DAYA LEKAT
Uji daya lekat merupakan salah satu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
kekuatan salep melekat pada kulit, semakin lama salep melekat pada kulit maka semakin
efektif. Syarat waktu daya lekat salep yang baik adalah tidak kurang dari 4 detik.
(lestari,2016) lestari,dkk.2016. EVALUASI MUTU SALEP DENGAN BAHAN AKTIF
TEMUGIRING, KENCUR DAN KUNYIT. Journal farmasi indonesia.vol2.no.3
4. UJI DAYA PROTEKSI
Pengujian Daya Proteksi salep diartiakan sebgai kemampuan salep untuk melindungi
kulit dari pengaruh luar seperti asam, basa, debu, polusi dan sinar matahari. Pengujian
daya proteksi salep dilakukan dengan menambahkan larutan asam dll. Syarat sediaan
salep yang baik yaitu mampu memberikan proteksi terhadap semua pengaruh luar.
(rahmawati, 2017) rahmawati,farida. 2017. UJI KONTROL KUALITAS SEDIAAN
SALEP GETAH PEPAYA (Carica papaya L) MENGGUNAKAN BASIS
HIDROKARBON. CERATA Journal Of Pharmacy Science. Vol.2 no.1
5. UJI DAYA SEBAR
Daya sebar salep dapat didefinisikan sebagai kemampuan menyebarnya salep pada
permukaan kulit yang akan diobati. Suatu sediaan salep yang baik mampu menyebar
dengan mudah di tempat pemberian tanpa menggunakan tekanan yang berarti.Semakin
mudah dioleskan maka luas permukaan kontak obat dengan kulit semakin besar, sehingga
absorbsi obat di tempat pemberian semakin optimal. Natalia,2017)
F. MANFAAT UJI
1. UJI ORGANOLEPTIK
Uji organoleptis bertujuan untuk mengetahui warna, bau, dan tekstur salep
(Depkes RI, 2000). Depkes RI., 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat, Cetakan Pertama, Departemen Kesehatan Indonesia, Jakarta
2. UJI HOMOGENITAS
Pengujian homogenitas dimaksud untuk melihat apakah salep yang dibuat
homogen atau tercampur merata antara zat aktif dengan basis salep. Pengujian
homogenitas juga untuk melihat apakah salep yang dibuat mengumpal atau
terdapat partikel yang dapat mengiritasi kulit. Parwanto,2013
3. UJI DAYA LEKAT
Pengujian daya lekat salep dilakukan untuk mengetahui kemampuan salep untuk
menempel pada permukaan kulit. Semakin besar daya lekat salep maka absorbsi
obat akan semakin besar karena ikatan yang terjadi antara salep dengan kulit
semakin lama, sehingga basis dapat melepaskan obat lebih optimal.
(Natalia,2017) Natalia, Dyan.DKK 2017. UJI EVALUASI SALEP MINYAK
ATSIRI RIMPANG LENGKUAS MERAH BASIS LEMAK DAN BASIS
LARUT AIR TERHADAP AKTIVITAS Candida albicans.
J.PHARMATEUCITAL Vol.1 no.2
4. UJI DAYA PROTEKSI
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan salep melindungi kulit dari
pengaruh luar pada waktu pengobatan. (Natalia,2017)
5. UJI DAYA SEBAR
Pengujian daya sebar tiap sediaan dengan variasi tipe basis bertujuan untuk
melihat kemampuan sediaan menyebar pada kulit, dimana suatu basis salep
sebaiknya memiliki daya sebar yang baik untuk menjamin pemberian obat yang
memuaskan. Perbedaan daya sebar sangat berpengaruh terhadap kecepatan difusi
zat aktif dalam melewati membran (RUKMANA,2017)
PEMBAHASAN CARA KERJA SALEP

Praktikum yang telah dilakukan adalah pembuatan salep. Salep memiliki definisi sebagai sediaan
semi padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. (DIRJEN POM 1979).
Dalam pembuatan salep kali ini menggunakan bahan acid salicyl, acid benzoicum, sulfur
praeciptatum, champora dan vasellin. Salep yang dibuat yaitu sebanyak 5 gr. Langkah awal
pembuatan salep yaitu menimbang bahan bahan yang telah disebutkan, dimana acid calicyl
ditimbang sebanyak 0,3 gr., acid benzoicum 0,325 gr, sulfur 0,3 gr, champora 0,15 gr dan
vaseliin sebanyak 3,925 gr.

Salah satu Bahan aktif pada pembuatan salep kali ini adalah acid salicyl yang merupakan
turunan dari aspirin dan merupakan obat golongan keratolitik, yaitu obat-obatan yang bertindak
sebagai agen pengelupas kulit (Depkes RI., 2000). Acid salicyl yang digunakan dikombinasikan
dengan asam benzoat dimana asan benzoat telah dikenal sebagai antimikroba dapat menghambat
jamur dan bakteri. Kedua bahan (asam salisilat dan asam benzoat) yang telah ditimbang
dimasukan kedalam mortir dan digerus hingga halus, penggerusan tidak boleh dilakukan dengan
penekanan yang tinggi hal ini dikarenakan apabila bahan terlalu tertekan maka akan gepeng dan
mengumpal sehingga sulit untuk tercampur. Proses penggerusan ini bertujuan
untuk memperkecil ukuran zat padat yang selanjutnya akan mempengaruhi luas
permukaan, tingkat homogenitas dan juga tingkat kerja optimal dari zat aktif.

Selanjutnya bahan yang telah halus ditetesi menggunakan etanol dan dikeringkan dengan
sulfur praciptatum. Bahan Sulfur praecipitatum memiliki fungsi sebagai keratolitik agent
yaitu suatu zat yang dapat menghilangkan sisik-sisik kulit yang kasar atau
melunakkan/menipiskan lapisan keratin, di samping itu juga memiliki aktivitas antifungi dan
antibakteri lemah..

Setelah ketiga bahan telah halus dan homogen campuran ditambahkan champora,
Champora sendiri berfungsi sebagai antiiritan dan menghilangkan rasa gatal. Hal ini apabila
dibandingkan dengan bahan sebelumnya, bahan yang digunakan pada pembuatan salep kali ini
memiliki keterkaitan yaitu sama-sama sebagai obat iritasi pada kulit. Campora digerus hingga
homogen dan tercampur sempurna dalam sediaan yang akan dibuat. Selanjutnya campuran bahan
obat ditambahkan dengan vaseliin, dalam hal ini vasilin merupakan bahan basis salep. Menurut
FI 4 IV, dasar salep atau biasa disesebut basis salep adalah bahan atau bagian dari salep yang
berfungsi sebagai carrier atau pembawa untuk obat. Vaselin merupakan basis salep hidrokarbon
Yaitu dasar salep yang berlemak dan bebas air. Menurut .( Fauzi, 2019) penggunaan basis
vaseliin dimaksudkan untuk memperpanjang waktu kontak obat dengan kulit, dan berfungsi
sebagai pembalut/penutup. Campuran yang telah ditambahkan vaselin kembali digerus hingga
benar benar homogen dan tidak ada partikel yang menggumpal. Selanjutnya formula salep yang
telah jadi akan dievaluasi, tujuan dari dilakukanya evalausi terhadap sediaam salep adalah Untuk
mengetahuii apakah salep tersebut layak digunakan dan memenuhi standar mutu salep yang telah
ditentukan baik terkait ph sediaan, daya lekat sediaan, daya sebar sediaan dll. Pengujian evaluasi
salep akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.
PEMBAHASAN

Salep adalah sediaan setengah padat yang lembut dan mudah dioleskan, umumnya
disusun dari hidrokarbon cair yang dicampur dalam suatu kelompok hidrokarbon padat dengan
titik leleh yang lebih tinggi, ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau membran mukosa
tetapi tidak selalu mengandung bahan obat, bahan obat ini harus larut atau terdispersi homogen
dalam dasar salep yang cocok, serta menunjukkan karakteristik aliran plastis. (Robert, 2020)

Pembuatan salep yang telah dilakukan mengandung berbagai macam zat yaitu asam
salisilat, asam benzoat, sulfu praeciptatum dan cgampora. acid salicyl merupakan senyawa
turunan dari aspirin, berfungsi mengurangi peradangan di tubuh. Karena sifat anti-inflamasi-
nya, maka zat asam ini dapat membantu mengurangi peradangan saat kulit iritasi. Pernyataan
lain menyatakan bahwa Asam salisilat adalah salah satu obat golongan keratolitik, yaitu obat-
obatan yang bertindak sebagai agen pengelupas kulit (Depkes RI., 2000).

(menurut, rorong 2016) Rorong, J. A. 2016. Analisis benzoat dengan perbedaan preparasi
pada kulit dan daun kayu manis Asam salisilat sering dikombinasikan dengan asam benzoat
dalam salep kulit. Kedua bahan ini efektif untuk mengobati infeksi kulit yang disebabkan oleh
jamur atau bakteri. Kombinasi keduanya dapat digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi
pada kulit, seperti luka bakar, gigitan serangga, eksim, dan infeksi jamur. Tidak hanya
dikombinasikan dengan asam benzoat, dalam formula kali ini bahan yang lain juga digunakan
yaitu seperti sulfur praeciptatum dan champora. Sulfur atau belerang merupakan unsur kimia
murni non-logam yang tersedia di alam. Sulfur telah lama digunakan sebagai sediaan topikal atau
sediaan yang digunakan di kulit. Sulfur atau belerang merupakan unsur kimia murni non-logam
yang tersedia di alam. Sulfur telah lama digunakan sebagai sediaan topikal atau sediaan yang
digunakan di kulit. Menurut (amirah dkk,2019) PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
MELALUI PELATIHAN PEMBUATAN obat dari SULFUR UNTUK PENCEGAHAN
DERMATITIS  Journal of Community Service and Engagements 01 (2) fungsi utama sulfur
adalah sebagai keratolitik agent yaitu suatu zat yang dapat menghilangkan sisik-sisik kulit yang
kasar atau melunakkan/menipiskan lapisan keratin, di samping itu juga memiliki aktivitas
antifungi dan antibakteri lemah. Sedangkan untu bahan champora menurut (DIRJEN POM 1979)
berkhasiat sebagai penghilang rasa gatal pada kulit.
Selain bahan obat yang telah disebutkan, dalam pembuatan salep digunakan basis vaselin,
pada dasarnya Pemilihan basis salep yang tepat sangat penting karena basis salep mempengaruhi
efek terapeutik dari suatu salep. Salep yang digunakan pada epidermis, mukosa, salep penetrasi
atau bentuk cream memerlukan basis salep yang berbeda-beda. Kelarutan dan stabilitas obat di
dalam basis, juga sifat luka pada kulit, menentukan pilihan dari pembawa sediaan semipadat.
(elya, 2020). Vaselin dipilih sebagai basis salep dikarenakan vaselin mengandung minyak yang
memiliki konsistensi lebih lembek sehingga daya sebar yang dihasilkan lebih besar dibandingkan
dengan jenis basis lainnya. Pemilihan basis salep vaselin merupakan pemilihan yang tepat untuk
menjadikan sebuah sediaan salep yang baik. Hal ini dikuatkan dengan penelitian (Olivia dkk,
2015) PENGARUH BASIS SALEP TERHADAP FORMULASI SEDIAAN SALEP EKSTRAK
DAUN KEMANGI PADA KULIT PUNGGUNG KELINCI YANG DIBUAT INFEKSI Jurnal
Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 02 yang menyatakan Tipe basis berpengaruh terhadap
daya antibakteri salep. Basis hidrokarbon (vaselin) menunjukkan daya antibakteri lebih besar
dibandingkan basis lainnya, ditandai dengan penyembuhan infeksi pada kulit kelinci percobaan
yang lebih cepat.

Formula salep dari bahan bahan campuran (basis dan zat aktif lainya) yang telah jadi
disebut dengan salep 88. Salep Kulit 88 adalah obat topikal anti-fungal yang telah dipercaya
oleh masyarakat Indonesia dari generasi ke generasi, dan menjadi pilihan utama masyarakat
Indonesia untuk mengatasi permasalahan penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur,
scabies (kudis), serta infeksi bakteri ringan. Basis dari Salep Kulit 88 dapat melindungi bagian
kulit yang terkena infeksi dari kotoran dan air serta cocok untuk beraktivitas di daerah tropis dan
kondisi yang basah & lembab. (mecaya,2020) Ringkasan Karakteristik Obat - SPC Salep 88. M.
pharmaceutical

Dalam praktikum ini, sediaan salep 88 yang telah jadi selanjutnya dilakukan evaluasi,
evaluasi tersebut meliputi, uji organoleptik,uji homogenitas, uji ph, uji daya lekat, uji daya
proteksi dan uji daya sebar. Adapun penjelasan hasil mengenai masing masing uji adalah sebagai
berikut:

1. Uji organoleptik
Uji organoleptis sediaan salep dilakukan dengan mengamati bau, warna, bentuk dan
tekstur dari sediaan salep tersebut, hasilnya didapatkan bahwa salep memiliki warna
putih kekuningan, bau sulfur, dan bentuk semi padat seperti salep pada umumnya.
Pada dasarnya pembuatan salep yang dilakukan tidak menambahkan pewarna
sehingga warna yang dihasilkan putih kekuningan yang terbentuk dari pencampuran
bahan bahan. Bau sulfur pada salep berasal dari bahan salep yaitu sulfur
praeciptatum. Dari uji organoleptik didapatkan bahwa sediaan salep yang dibuat
memenuhi persyaratan dimana tidak berbau apek dan tidak enecer.
2. Uji ph
Uji pH terhadap sediaan bertujuan untuk mengetahui keamanan dari sediaan tersebut
pada saat digunakan. Uji ph perlu dilakukan karena jika pH salep tidak sesuai dengan
pH kulit maka akan menyebabkan gangguan pada kulit, apabila salep terlalu asam
akan menimbulkan iritasi kulit dan apabila salep memiliki pH basa akan
menyebabkan kulit menjadi bersisik atau kering (ELMITRA, 2019) Evaluasi
dilakukan dengan mengencerkan sediaan salep 1 ml dengan aquadest 10 ml. hal ini
dilakukan agar sediaan salep dapat mudah terserap oleh ph meter kertas. Pengukuran
ph dilakukan sebanyak 3 kali replikasi tujuanya agar mendapatkan ph yang akurat.
Menurut (ELMITRA, 2019) Nilai pH salep adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai
pH kulit manusia. adapun hasil uji ph yang dilakukan oleh keompok 3 adalah 3
(asam) yang menandakan salep tidak memenuhi persyartaan ph yang baik. Menurut
(WIJAYANTI,2017) WIJAYANTI,rina 2017 PENGARUH BASIS SALEP TERHADAP SIFAT FISIK
SEDIAAN SALEP EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA. Media Farmasi Indonesia Vol 9 No 2
jika basis mengandung minyak maka nilai pH akan semakin tinggi dibanding dengan basis
yang mengandung air. Sediaan yang dibuat seharusnya memiliki ph yang tinggi dikarenakan
basis yang digunakan adalah vaselin yang mengandung minyak, akan tetapi hasilnya
berbanding terbalik dan tidak sesuai. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan praktikan
dalam pembuatan sediaan, kemungkinan alat yang digunakan dalam pencucian sebelumnya
tidak bersih sehingga sediaan terkontaminasi
3. Uji daya lekat
Pengujian daya lekat salep dilakukan untuk mengetahui kemampuan salep untuk
menempel pada permukaan kulit. Semakin besar daya lekat salep maka absorbsi obat
akan semakin besar karena ikatan yang terjadi antara salep dengan kulit semakin
lama, sehingga basis dapat melepaskan obat lebih optimal. (Natalia,2017). Uji daya
lekat dilakukan dengan mengoleskan salep pada plat kaca, kedua plat ditempelkan
sampai plat menyatu. Krim diantara plat kaca ditekan dengan beban 1 kg selama 5
menit. kemudian dicatat waktu saat kedua plat kaca tersebut lepas. Hasil uji yang
didapatkan pada uji daya lekat adalah selama 1 detik. Hal ini menandakan bahwa
sediaan salep yang dibuat tidak memenuhi persyaratan. Kemungkinan besar salep
yang dibuat terlalu encer sehingga memiliki daya lekat yang kurang baik
4. Uji homogenitas
Menurut Parwanto,2015 Pengujian homogenitas dimaksudkan untuk melihat apakah
salep yang dibuat homogen atau tercampur merata antara zat aktif dengan basis salep.
Pengujian homogenitas juga untuk melihat apakah salep yang dibuat mengumpal atau
terdapat partikel yang dapat mengiritasi kulit. Salep yang homogen ditandai dengan
tidak terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, struktur yang rata dan memiliki
warna yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik akhir pengolesan.
Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan salep diatas permukaan kulit.
Hasilnya didapatkan tidak ada partikel yang menggumpal sehingga dapat dinyatakan
bahwa salep yang dbuat oleh kelompok 3 memenuhi persyaratan homogen.
5. Uji daya proteksi
Pengujian Daya Proteksi salep diartiakan sebgai kemampuan salep untuk melindungi
kulit dari pengaruh luar seperti asam, basa, debu, polusi dan sinar matahari, tujuannya
untuk mengetahui kekuatan salep apakah melindungi kulit dari pengaruh luar pada
waktu pengobatan. Uji daya proteksi dilakukan dengan meneteskan indikator pp pada
kertas saring 10x10 yang telah dibuat. Selanjutnya kertas saring diangin anginkan
agar kering dan diolesi dengan salep. pada kertas saring lain selebar 2,5x2,5
ditutupkan diatas olesan salep dan ditetesi dengan koh diamati pada detik ke 5 sampai
15. Apabila terdapat warna merah pada kertas saring maka salep tidak memiliki
proteksi sehingga tidak aman untuk digunakan. Hasil yang didapatkan oleh kelompok
3 adalah : pada menit ke 5 sampai 15 tidak menimbulkan reaksi warna, hal ini
menandakan bahwa salep yang dibuat oleh kelompok 3 memiliki proteksi yang baik.
6. Uji daya sebar
Daya sebar salep dapat didefinisikan sebagai kemampuan menyebarnya salep pada
permukaan kulit yang akan diobati. Suatu sediaan salep yang baik mampu menyebar
dengan mudah di tempat pemberian tanpa menggunakan tekanan yang
berarti.Semakin mudah dioleskan maka luas permukaan kontak obat dengan kulit
semakin besar, sehingga absorbsi obat di tempat pemberian semakin optimal.
(Natalia,2017), uji daya sebar dilakukan dengan mengukur 0,5 gr salep yang di
letakan pada cawan yang selanjutnya di tindih oleh beban 500 gr dan dibiarkan
selama 1 mnit. pengukura yang dimaksudkan adalah diameter lingkaran yang
terbentuk. Didapatkan hasil bahwa sediaan salep yang dibuat memiliki diamter 1,2
cm. luas lingkaran yang terbentuk adalah 1,13 cm dan keliling lingkaran yang
didaptkan adalah 3,786 cm.  Menurut Parwanto,2015 Daya sebar salep yang baik
yaitu 5-7 cm, sehingga dapat dinyatakan salep yang dibuat oleh kelompok 3 tidak
memenuhi persyaratan uji daya sebar.

Dari evaluasi yang telah dilakukan pada sediaan salep,hanya pada uji organoleptik, uji proteksi
dan uji homogenitas yang memenuhi persyaratan sediaan salep yang baik, selebihnya seperti uji
ph uji daya sebar dan uji daya lekat, salep yang dibuat tidak memenuhi persyaratan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa sediaan salep dari kelompok 3 bukan merupakan sediaan yang baik
dan belum layak untuk digunakan. Hal ini dapat disebabkan oleh konsentrasi zat yang yang
digunakan dan cara pembuatan terutama pada proses pengadukan yang tidak tepat. Tidak hanya
itu bahan dasar yang dipakai sebagai salep juga dapat mempengaruhi kegagalan dalam
pembuatan sediaan salep.
KESIMPULAN

- Salep adalah sediaan setengah padat yang lembut dan mudah dioleskan, umumnya
disusun dari hidrokarbon cair yang dicampur dalam suatu kelompok hidrokarbon padat,
ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau membran mukosa dan bahan obat
harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok
- Campuran dari bahan-bahan aktif asam salisilat, asam benzoat, sulfur dan champora
menjadikan salep yang dibuat mempunyai efek sebagai pengobatan infeksi jamur, scabies
(kudis), serta infeksi bakteri ringan.
- Sediaan salep yang didapatkan setelah evaluasi yaitu: salep dari kel.3 bukan merupakan
sediaan yang baik dan belum layak untuk digunakan. Dikarenakan banyak pengujian
pada salep yang tidak lolos persyaratan seperti uji ph, uji daya lekat, dan uji daya sebar.
- Faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas salep yaitu konsentrasi zat yang digunakan,
cara pembuatan terutama pada proses pengadukan yang tidak tepat dan kurangnya
ketelitian praktikan dalam membuat sediaan.
amirah dkk,2019) PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PELATIHAN
PEMBUATAN obat salep dari SULFUR Journal of Community Service and Engagements 01 (2)

Depkes RI., 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan Pertama,
Departemen Kesehatan Indonesia, Jakarta

DIRJEN POM.1979. farmakope indonesia edisi 3 .DIPEKES RI : jakarta

DIRJEN POM.1995. farmakope indonesia edisi 4 .DIPEKES RI : jakarta

Elya, Zulfa. 2020. FORMULASI SALEP EKSTRAK ETANOLIK DAUN BINAHONG


(Anrederacordifolia (Ten.) Steenis) DENGAN VARIASI BASIS SALEP. J.pharmateucal. vol.1
no.1

Fauzi , Kasim. 2019. PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SEMISOLID &


LIQUID. ISTN Press: jakarta

lestari,dkk.2016. EVALUASI MUTU SALEP DENGAN BAHAN AKTIF TEMUGIRING,


KENCUR DAN KUNYIT. Journal farmasi indonesia.vol2.no.3

(mecaya,2020) Ringkasan Karakteristik Obat - SPC Salep 88. M. pharmaceutical

Natalia, Dyan.DKK 2017. UJI EVALUASI SALEP MINYAK ATSIRI RIMPANG


LENGKUAS MERAH BASIS LEMAK DAN BASIS LARUT AIR TERHADAP AKTIVITAS
Candida albicans. J.PHARMATEUCITAL Vol.1 no.2

Olivia dkk, 2015) PENGARUH BASIS SALEP TERHADAP FORMULASI SEDIAAN SALEP
PADA KULIT PUNGGUNG KELINCI YANG DIBUAT INFEKSI Jurnal Ilmiah Farmasi –
UNSRAT Vol. 2 No. 02

Parwanto, Edy. 2015. FORMULASI SALEP ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN


TEMBELEKAN (Lantana camara L). Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 03

rahmawati,farida. 2017. UJI KONTROL KUALITAS SEDIAAN SALEP GETAH PEPAYA


(Carica papaya L) MENGGUNAKAN BASIS HIDROKARBON. CERATA Journal Of
Pharmacy Science. Vol.2 no.1
Robert, Tungadi, M.Si., Apt. 2020. TEKNOLOGI NANO SEDIAAN LIQUIDA DAN
SEMISOLIDA. CV. Sagung Seto: gorontalo

Rorong, J. A. 2016. Analisis benzoat untuk formulasi salep dengan perbedaan preparasi pada
kulit kayu manis. Journal farmasi vol 2no 1

RUKMANA, wulan. 2017. FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK SEDIAAN SALEP
ANTIFUNGI EKSTRAK DAUN KETEPENG CINA (Cassia alata L.). skripsi UIN
ALAUDDIN :MAKASSAR

(WIJAYANTI,2017) WIJAYANTI,rina 2017 PENGARUH BASIS SALEP TERHADAP SIFAT FISIK SEDIAAN SALEP
EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA. Media Farmasi Indonesia Vol 9 No 2

Anda mungkin juga menyukai