Anda di halaman 1dari 20

SEDIAAN SEMI PADAT

“SALEP”

Makalah Mata Kuliah Formulasi Teknologi Sediaan Farmasi


Dosen Pengampu : Elya Zulfa, M.Sc., Apt.

Disusun Oleh :
Nur Chakim 155020002
Ayyu Khairunnisa 155020003
Nori Lovita Sari 155020004
Antung Lisa Ariati 155020005
Risma Putri Fauziah 155020010
Muhammad Alsefta 155020016
Martin Januar Setyo Prabowo 155020024
Ivo Yolantina 155020031

PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu sediaan topikal yang sering digunakan dalam farmasi adalah
sediaan salep. Pada umumnya penelitian ditujukan untuk merancang suatu bentuk
sediaan yang sesuai untuk diberikan lewat kulit. Tujuan pertama menyangkut hal-
hal yang berhubungan dengan bahan pembawa yang dapat mengubah struktur
sawar kulit dan meningkatkan penyerapan senyawa yang terkait. Tujuan kedua
berkaitan dengan pemilihan badan pembawa sehingga bahan aktif dapat berdifusi
dengan mudah ke dalam struktur kulit.
Indonesia memiliki iklim tropis, dengan udara lembab dan panas. Dengan
suasana yang demikian apabila hygiene lingkungan kurang diperhatikan,
lingkungan yang padat dan sosio ekonomi yang rendah, maka infeksi jamur/ fungi
akan mudah menyerang. Bentuk sediaan topikal yang paling tepat digunakan
adalah salep. Pengobatan dengan menggunakan salep akan lebih efektif apabila
obat dapat lepas dari basisnya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
faktor fisiologis dan fisika kimia. Faktor fisiologis meliputi keadaan kulit, luas
daerah permukaan dan banyaknya pemakaian.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan sediaan salep ?
2. Bagaimanakah stabilitas salep dengan basis salep serap dan basis salep
yang larut dalam air ?
1.3 Tujuan Makalah
Tujuan dari penulisan makah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dan memahami tentang sediaan salep.
2. Mengetahui stabilitas salep dengan basis salep serap dan basis salep yang
larut dalam air.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Definisi Salep


Salep merupakan bentuk sediaan semi padat yang digunakan untuk
pemakaian luar yang diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa. Syarat
utama salep ialah bahan obat yang terkandung harus larut homogen dalam basis
salep. Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat (basis salep).
Salep dibuat dengan mencampurkan dua unsur, yaitu zat berkhasiat yang dapat
berupa zat tunggal atau campuran beberapa zat dan dasar salep.
2.2 Basis Salep
Basis salep merupakan komponen yang terbesar dalam sediaan salep, yang
sangat menentukan baik/ buruknya sediaan salep tersebut. Salah satu hal penting
yang harus diperhatikan dalam memformulasikan sediaan salep adalah seleksi
basis salep yang cocok.
Basis berfungsi sebagai pembawa, pelindung, dan pelunak kulit yang harus
dapat melepaskan obat secara optimal (tidak boleh merusak atau menghambat aksi
terapi). Basis salep yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Tidak iritasi
2. Mudah dibersihkan
3. Tidak meninggalkan bekas
4. Stabil
5. Tidak tergantung pH
6. Dapat bercampur dengan banyak obat
7. Memiliki daya sebar yang baik/ mudah dioleskan
Pemilihan basis salep yang tepat sangat penting karena basis salep
mempengaruhi efek terapeutik dari suatu salep. Kelarutan dan stabilitas obat
dalam salep, serta sifat luka pada kulit juga menentukan basis salep yang akan
digunakan. Basis salep dibagi menjadi 4 golongan, yaitu :
1. Basis Hidrokarbon
Basis salep hidrokarbon diklasifikasikan sebagai basis berminyak
(oleagenous). Basis hidrokarbon bersifat melunakkan lapisan kulit karena
meninggalkan lapisan dipermukaan kulit sehingga akan meningkatkan
hidratasi kulit dengan menghambat penguapan air pada lapisan kulit. Akibat
hidratasi lapisan kulit, akan meningkatkan aktivitas obat. Basis hidrokarbon
juga dapat digunakan untuk skin-moisturizing effect. Contoh dasar salep
hidrokarbon adalah vaselin, paraffin, dan minyak mineral.
2. Basis Serap/absorbsi
Basis absorbsi bersifat hidrofilik, dapat berupa bahan anhidrous atau basis
yang mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi air yang ditambahkan.
Basis absorbsi yang telah menyerap air dapat membentuk emulsi tipe W/O.
Contoh basis absorbsi adalah adeps lanae, campuran 3 bagian kolesterol, 3
bagian steril alcohol, 8 bagian malam putih, dan 86 bagian vaselin putih,
campuran 30 bagian malam kuning, dan 70 bagian minyak wijen, lanolin dan
hidrophilic petrolatum.
3. Basis yang dapat dicuci dengan air
Cold cream (O/W) merupakan basis salep yang dibuat dengan menggunakan
emulgator hidrofil. Emulgator yang biasa digunakan dalam cold cream adalah
emulgator stearat, emulgator komplek. Keuntungan dari salep dengan basis
tipe O/W antara lain :
a. Kemampuan penyebarannya pada kulit baik
b. Efek dingin, yang dihasilkan melalui penguapan lambat dari air pada kulit
c. Tampak putih dan bersifat lemtur-lembut
d. Pelepasan obatnya baik
Kekurangan dari salep dengan basis tipe O/W adalah kurang cocok untuk obat
yang larut dalam air dan mudah terhidrolisa.
4. Basis yang larut dalam air
Basis yang larut dalam air adalah suatu basis yang dapat larut dalam air atau
dapat membentuk gel. Contoh basis yang larut dalam air adalah basis salep
yang dibuat dari polietilenglikol. Salep PEG dibuat dengan pencampuran dan
peleburan bersama 2 jenis PEG (cair dan padat/ semi padat) dengan
perbandingan tertentu sehingga akan diperoleh suatu konsistensi yang
dikehendaki.
Pemilihan dasar salep yang tepat harus mempertimbangkan beberapa faktor,
antara lain :
1. Laju pelepasan yang diinginkan bahan obat dan basis salep
2. Peningkatan absorbsi obat perkutan yang diinginkan
3. Kelembaban kulit yang dikehandaki
4. Stabilitas kulit dalam basis
5. Pengaruh obat bila ada hambatan kekentalan
2.3 Bahan Tambahan Pada Salep
1. Preservativ/ pengawet
Pengawet ditambahkan untuk mencegah kontaminasi, perusakan dan
pembusukan oleh bakteri atau fungi karena banyak basis salep yang
merupakan substrat mikroorganisme. Sifat pengawet yang ideal antara lain
efektif pada konsentrasi rendah, larut pada konsentrasi yang diperlukan,
tidak toksik, tidak mengiritasi pada konsentrasi yang digunakan,
kompatibel dengan bahan dalam formulasi dan wadah, tidak berbau dan
berwarna. Contok pengawet yang digunakan adalah senyawa amonium
kuartener (cetiltrimetil amonium bromida), senyawa merkuri organik
(thimerosal), formaldehid, asam sorbit/ kalium sorbat, asam/ natrium
benzoat, metil/ propil paraben, dan alkohol.
2. Softener/ pelembut
Softener yang sering digunakan adalah parafin cair.
3. Thickening agent/ bahan pengental
Penambahan bahan pengental bertujuan untuk meningkatkan viskositas,
sehingga diharapkan akan lebih baik daya lekatnya. Contoh bahan
pengental adalah natural polimer seperti agar, selulosa, tragakan, pektin,
natrium alginat; polimer semisintetik seperti metil selulosa, hidroksi etik
selulosa, dan CMC Na; dan polimer sintetik seperti karbopol.
4. Levigating agent
Levigating agent digunakan untuk membasahi serbuk dan menggabungkan
serbuk yang telah dibasahi oleh basis salep. Contonya adalah mineral oil.
5. Antioksidan
Antioksidan ditambahkan apabila diperkirakan terjadi kerusakan basis
karena adanya oksidasi, pemilihannya tergantung pada beberapa faktor
seperti toksisitas, potensi, kompatibel, bau, kelarutan, stabilitas dan iritasi.
Contoh antioksidan adalah Butylated Hydroxyanisole (BHA), Butylated
Hydroxytoluene (BHT), Propyl gallate, dan Norhydroguaiaretic acid
(NCGA).
6. Surfaktan
Surfaktan digunakan sebagai emulsifying untuk membentuk sistem o/w
atau w/o, sebagai bahan pensuspensi, cleansing, penambah kelarutan,
pembasah dan bahan pemflokulasi. Contoh surfaktan yang sering
digunakan adalah ester polioksietilen, benzalkonium klorida, dan natrium
dodesil sulfat.
7. Humectant
Material seperti gliserin, PEG, dan sorbitol mempunyai tendensi berikatan
dengan air, sehingga dapet mencegah hilangnya air dari sediaan. Senyawa
ini dapat berfungsi untuk memudahkan aplikasi sediaan pada kulit,
melembutkan kulit dan mencegah roll effect.
2.4 Syarat Salep
Salep yang baik harus memenuhi syarat (FI III) sebagai berikut :
1. Pemerian : tidak boleh berbau tengik.
2. Kadar : kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat
keras atau obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10%.
3. Dasar salep (DS) : kecuali dinyatakan lain sebagai bahan dasar salep (basis
salep) digunakan vaselin putih (vaselin album) tergantung dari sifat bahan
obat dan pemakaian salep.
4. Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
5. Penandaan : pada etiket harus tertera “obat luar”.
2.5 Metode Pembuatan Salep
Salep dapat dibuat dengan 2 metode umum, yaitu :
1. Metode pencampuran
Apabila bahan obatnya larut dalam minyak/ air, maka dapat dilarutkan
dalam minyak/ air. Kemudian larutan tersebut ditambahkan kedalam basis
salep sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen.
Apabila bahan obatnya tidak larut atau memiliki kelarutan yang
rendah, maka partikel behan obat harus dihaluskan, kemudian
disuspensikan ke dalam basis salep.
2. Metode peleburan
Metode peleburan dilakukan dengan meleburkan/ memanaskan basis
salep yang padat, kemudian basis lain yang berbentuk cair dan obat
dicampurkan ke dalam basis sambil didinginkan dan terus diaduk
2.6 Uji Stabilitas Salep
1. Organoleptis
Dilakukan pengamatan secara organoleptis yang terdiri dari warna dan
bau. Dimana salep mempunyai warna putih sampai putih kekuningan
dengan bau khas basis.
2. Uji Homogenitas
Mengamati homogenitas sediaan dengan mengoleskan pada kaca objek
tipis-tipis selanjutnya stabilitas pH dari sediaan yang homogen, dilakukan
dengan menggeserkan sejumlah sediaan dari ujung kaca objek dengan
bantuan batang.
3. Uji pH
Penetapan pH dalam hal ini diuji agar dapat diketahui pH dari sediaan
yang diberikan untuk selanjutnya stabilitas pH dari sediaan dapat
dipertahankan pada suatu rentang pH tertentu. Pengukuran pH dilakukan
dengan menggunakan kertas universal.
4. Uji Daya Lekat
Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh
sediaan untuk melekat pada kuliut. Hal ini juga berhubungan dengan lama
daya kerja obat. Semakin lama waktu yang dibutuhkan maka semakin
lama daya kerja obat. Caranya yaitu dengan meletakkan sediaan pada
objek gelas pada alat uji daya kemudian ditambahakan beban 500 gram
kemudian ditunggu selama 1 menit, setelah 1 menit beban diturunkan
kemudian dicatata waktunya.
5. Uji Daya Sebar
Diartikan sebagai kemampuan menyebar krim pada kulit. Caranya yakni
dengan volume tertentu dibawa ke pusat antara 2 lempeng gelas, lempeng
sebelah atas dalam interval waktu tertentu dibebani oleh peletakan dari
anak timbang. Permulaan penyebaran yang dihasilkan dengan menaikkan
pembebanan menggambarkan suatu karakteristik untuk daya sebar.
Semakin menyebar menujukkan kemampuan dalam distribusi merata.
6. Viskositas
Merupakan pernyataan tahana dari suatu sediaan untuk mengalir, makin
tinggi viskositas akan semakin besar tahanannya atau semakin kecil.
Viskositas sediaan diuji dengan menggunakan viscometer Brookfield.
7. Uji Stabilitas Dipercepat
Sediaan salep diamati secara organolepstis untuk mengetahui
homogenitas, warna dan bau setiap minggu selama delapan minggu pada
suhu kamar.
2.7 Contoh Formulasi
1. Formulasi Salep Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica(L.) Urban)
dengan Basis Polietilenglikol dan Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap
Staphylococcus aureus.
a. Formulasi :
Formulasi
Bahan
F1 F2 F3 F4 F5
Ekstrak (g) 8 8 8 8 8
PEG 400 (g) 56 48 40 32 24
PEG 4000 (g) 24 32 40 48 56
Propilen glikol (g) 11,5 11,5 11,5 11,5 11,5
Mentol (g) 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
Metal paraben (g) 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
Propel paraben (g) 0,18 0,18 0.18 0,18 0,18
Jumlah 100 100 100 100 100

b. Indikasi
Formulasi Salep Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica(L.) Urban)
memiliki berbagai efek farmakologis yang digunakan untuk
penyembuhan luka, gangguan mental, antioksidan, fungisida,
antikanker, dan antibakteri.

c. Uji yang dilakukan


1) Uji organoleptis dan Homogenitas
Uji yang dilakukan meliputi pemeriksaan konsistensi, bau,
warna, dan homogenitas dari sediaan. Pengamatan terhadap
konsistensi dan warna salep secara visual, serta diidentifikasi bau
dari masing-masing salep. Homogenitas salep diperiksa dengan
mengoleskan salep pada sekeping kaca kemudian pengamatan
secar visual terdapat adanya bagian-bagaian yang tidak
tercampurkan dengan baik dan salep. Pada penelitian ini hasil
yang didapat dari uji organoleptis yaitu :
Formulasi
Uji sifat fisik
F1 F2 F3 F4 F5
Konsistensi Semi Semi Semi Semi Semi
Padat Padat Padat Padat Padat
Warna Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua Hijau tua
Bau Khas Khas Khas Khas Khas
menthol menthol menthol menthol menthol
Homogenitas Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen

2) Viskositas
Alat yang digunakan adalah viskosimeter dengan rotor yang
sesuai. Rotor ditempatkan di tengah-tengah bekker glass yang
berisi salep, kemudian alat dihidupkan agar rotor mulai berputar.
Jarum menunjukkan viskositas secara otomatis akan bergerak ke
kanan. Setelah stabil, kemudian dibaca viskositas pada skala yang
ada pada viskotester tersebut. Pada penelitian ini hasil yang
didapat dari uji viskositas yaitu :
Pemeriksaan F1 F2 F3 F4 F5
Viskositas (dPa.s) 200 650 900 1100 2000
PEG 4000 memberikan pengaruh yang lebih besar dalam
meningkatkan viskositas salep dibandingkan dengan komponen
PEG 400. Kombinasi antara keduanya dapat menurunkan
viskositas salep. Semakin banyak komposisi PEG 400 yang
digunakan maka akan semakin kecil viskositasnya. Perbedaan
viskositas dipengaruhi oleh besarnya kombinasi jumlah PEG 400
dan PEG 4000 yang berbeda. Hal ini dikarenakan wujud zat yang
berbeda di antara keduanya. PEG 400 merupakan cairan kental
jernih dan tidak berwarna. Sedangkan PEG 4000 berupa serbuk
licin putih (Rowe et al.,2009). Semakin banyak proporsi cairan
dalam formula, maka salep akan mempunyai tingkat
kekentalan/viskositas yang lebih rendah dibandingkan salep
dengan proporsi padatan yang lebih banyak.

3) Daya lekat
Salep ditimbang sebanyak 250 mg dan diletakkan di atas
obyek glass pertama yang telah ditentukan luasnya. Obyek glass
kedua diletakkan di atas obyek glass pertama yang telah diolesi
salep, lalu ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Obyek glass
kedua dipasang pada alat tes yang ujungnya dipasang beban 80
gram dan obyek glass pertama dipasang pada alat tes dengan
penjepit kemudian dilepaskan bebannya sampai kedua obyek lass
tersebut lepas. Waktu yang diperlukan hingga kedua obyek glass
tersebut lepas dicatat. Diulangi masing-masing 3 kali untuk tiap
salep yang diperiksa.
Pada penelitian ini hasil yang didapat dari uji daya lekat yaitu,
Pemeriksaan F1 F2 F3 F4 F5
Daya lekat 2,37±0,37 5,80±1,09 6,59±0,67 6,88±0,52 15,79±2,64
(detik)
Persamaan daya lekat yang diperoleh berdasarkan simplex
lattice design menunjukkan bahwa PEG 4000 memberikan
pengaruh yang lebih besar daripada PEG 400 dalam meningkatkan
daya lekat salep. Kombinasi antara PEG 400 dan PEG 4000 dapat
menurunkan (mempercepat) daya lekat salep. Semakin besar
konsentrasi PEG 400 yang digunakan akan menurunkan daya lekat
salep sehingga waktu yang dibutuhkan salep untuk melekat akan
semakin kecil. Daya lekat dipengaruhi oleh viskositas. Hubungan
daya lekat dan viskositas adalah berbanding lurus. Semakin kecil
viskositas maka daya lekat salep akan semakin kecil. Viskositas
yang kecil cenderung mempunyai konsistensi yang lebih cair
sehingga kemampuannya untuk melekat akan lebih kecil.
4) Daya sebar
Salep ditimbang sebanyak 500 mg kemudian diletakkan di
tengah-tengah cawan petri yang berada dalam posisi terbalik.
Diletakkan cawan petri yang lain di atas salep sebagai beban awal
dan dibiarkan selama 1 menit. Diameter salep yang menyebar
diukur. Dilakukan penambahan beban sebesar 50,0 gram dan
dicatat diameter salep yang menyebar setelah 1 menit sampai
beban tambahan 300,0 gram. Diulangi masing-masing 3 kali untuk
tiap salep yang diperiksa. Pada penelitian ini hasil yang didapat
dari uji daya sebar yaitu :
Pemeriksaan F1 F2 F3 F4 F5
Daya sebar 43,50±0,88 34,75±2,03 33,06±0,62 31,81±1,04 30,75±0,85
(mm)
Persamaan daya sebar menunjukkan bahwa PEG 400
mempunyai koefisien yang paling besar sehingga komponen PEG
400 lebih berpengaruh besar dalam meningkatkan daya sebar
dibandingkan dengan komponen PEG 4000. Kombinasi antara
PEG 400 dan PEG 4000 dapat menurunkan daya sebar.

5) pH
Salep dioleskan pada pH stik universal kemudian
dibandingkan hasilnya dengan standar warna yang terdapat pada
kemasan. Dicatat pH salep.
Pada penelitian ini hasil yang didapat dari uji daya sebar yaitu :
Pemeriksaan F1 F2 F3 F4 F5
pH 6 6 6 6 6
Pada pemeriksaan salep ekstrak pegagan didapatkan pH
sebesar 6 pada kelima formula. Hal itu menunjukkan bahwa salep
ekstrak herba pegagan tidak menyebabkan iritasi jika diaplikasikan
pada kulit. Profil pH berdasarkan simplex lattice
designmenunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara PEG 400 dan
PEG 4000. Hal ini disebabkan karena penggunaan pH stik
universal pada pengukuran sehingga nilai pH yang ditunjukkan
tidak dapat menggambarkan nilai pH yang sebenarnya secara lebih
teliti.

2. Formulasi Sediaan Salep Antikeloidal Yang Mengandung Ekstrak


Terfasilitasi Panas Microwave Dari Herba Pegagan (Centella Asiatica
(L.) Urban).
a. Formulasi :
Formulasi
Bahan
F1 F2 F3
Vaselin putih 20% 20% 20%
Parafin cair 10% 10% 10%
Cutina GMS 10% 10% 10%
Cremophor A6 3% 3% 3%
Ekstrak hidroglikolik - 80% 60%
Nipagin 0,15% 0,15% 0,15%
Nipasol 0,05% 0,05% 0,05%
Air suling 38,8% 38,8% 38,8%

b. Uji Organoleptis dan Homogenitas


Pemeriksaan kestabilan fisik sediaan salep diamati secara
organoleptis untuk mengetahui homogenitas, warna dan bau setiap
minggu selama delapanminggu pada suhu kamar.
Formulasi
Uji sifat fisik
FI F2 F3
Bentuk Massa lebih Massa lebih Massa lebih
kental kental kental
Warna Putih Putih Putih
kekuningan kekuningan kekuningan
Bau Khas lemak Khas lemak Khas lemak
Homogenitas Homogen Homogen Homogen
Dari data hasil pengamatan stabilitas secara organoleptis
selama waktu penyimpanan selama delapan minggu pada suhu
kamar menunjukkan bahwa tidak terjadinya perubahan
homogenitas, warna maupun bau.
Selama waktu penyimpanan dalam suhu kamar, sediaan
salep tetap homogen hingga pengamatan pada minggu kedelapan,
yakni secara organoleptis setiap sediaan salep tetap konsistensi
bentuk fisiknya tanpa ada pemisahan atupun ketidakseragaman
dalam bentuknya.
Hasil pemeriksaan warna pada setiap formula sediaan salep
menunjukkan tidak adanya perubahan selama waktu penyimpanan
pada suhu kamar. Hasil pemeriksaan bau pada setiap formula
sediaan salep selama waktu penyimpanan pada suhu kamar
menunjukkan bahwa tidak terjadinya perubahan bau, yakni bau
yang teramati pada setiap sediaan salep adalah berbau seperti susu
atau bau khas basis berlemak. Sehingga secara organoleptis sediaan
salep tersebut memiliki kestabilan yang bagus.

c. Uji viskositas
Pemeriksaan viskositas pada salep dimasukkan ke dalam
wadah viskometer kemudiaan diukur viskositasnya menggunakan
viskometer Brookfield LVT, spindel F, rpm tiga selama satu
menit, setiap minggu selama delapan minggu pada suhu kamar.
Viskositas (102 poise) minggu ke-
Formula
1 2 3 4 5 6 7 8
F1 226 226 226 226 226 226 226 226
F2 226 226 226 226 226 226 219 219
F3 223 223 223 223 223 223 214 214
F1 dan F2 selama waktu penyimpanan mengalami penurunan pada
minggu ketujuh dan minggu kedelapan. Hal ini mungkin
disebabkan oleh faktor perubahan suhu serta kondisi
penyimpanan.

d. Uji pH
Pemeriksaan pH pada salep diukur nilai pH-nya menggunakan
pH meter setiap minggu selama dalapan minggu pada suhu kamar.
pH minggu ke-
Formula
1 2 3 4 5 6 7 8
F1 6,51 6,51 6,51 6,51 6,51 6,51 6,51 6,51
F2 5,83 5,83 5,83 5,79 5,79 5,79 5,69 5,69
F3 5,74 5,74 5,69 5,57 5,57 5,57 5,48 5,48
Hasil pengamatan pH pada setiap sediaan salep kecuali
basis salepnya, mengalami perubahan selama waktu penyimpanan
pada suhu kamar. Perubahannya terlihat menurun atau bertambah
asam. Akan tetapi nilai-nilai pH ini telah memenuhi persyaratan
nilai pH yang aman untuk kulit, yaitu pH 5 hingga 10, dan
basis salep yang digunakanpun telah memenuhi syarat nilai pH
basis salep yang baik, yaitu pH 5,5 hingga 7 (Troy et al, 2005).
Penurunan yang terjadi pada sediaan-sediaan salep tersebut
mungkin terjadi karena adanya perbedaan suhu dan kondisi
penyimpanan pada waktu pengamatan.
3. Formulation & Evaluation Of Voriconazole Ointment For Topical
Delivery.
a. Formulasi
Formulasi F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
Obat 5 5 5 5 5 5 5 5
PEG 4000 20 20 20 20 20 20 20 20
PEG 400 10 20 30 40 - - - -
PEG 600 - - - - 10 20 30 40
Metanol 2 2 2 2 2 2 2 2
Propilen glikol 20 20 20 20 20 20 20 20
Metil paraben 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
Propil paraben 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
Air Qs qs qs qs qs qs qs qs

b. Uji Organoleptis dan Homogenitas


Formulasi Warna Homogenitas
F1 Putih Baik
F2 Putih Sangat Baik
F3 Putih Sangat Baik
F4 Putih Sangat Baik
F5 Putih Kurang Baik
F6 Putih Kurang Baik
F7 Putih Baik
F8 Putih Baik

c. Pengujian pH
Sampel salep 2,5 gm dimasukan dalam 100 ml beaker glas
kering, kemudian tambahkan 50 ml air. Panaskan air dalam water
bath antara suhu 60º-70º sekitar 10 menit, dinginkan pada suhu
ruangan, kemudian lakukan sentrifugasi pada 3000 rpm untuk 10
menit. pH ari ektrak air diukur dengan pH meter. Setelah selesai
dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH meter, kemudian
pH meter dimasukan ke dalam beker glass yang berisi sampel salep
dan elektroda.
Formula pH
si
F1 6,35±0,3
F2 6,27±0,1
F3 7,09±0,6
F4 6,35±0,5
F5 6,09±0,18
F6 7,2±0,23
F7 7,12±0,4
F8 6,8±0,9

Hasil diatas menunjukkan bahwa semua formulasi


menunjukkan hasil yang bagus, yaitu pH yang didapatkan masuk
dalam interval 5-10.

d. Pengukuran viskositas
Pengukuran viskositas dengan menggunakan Brookfield
Viscometer DV-III Ultra (Brookfield engineering laboratories, usa)
menggunakan spindel no 64. Hasil pengukurannya pada 10 rpm untuk
1 menit dan suhu 25oc menggunakan 20 gram sampel.
Formulasi Viskositas
F1 29,840±7,3
F2 32,646±16,4
F3 33,284±22,8
F4 34,028±17,7
F5 37,416±9,5
F6 37,996±11,3
F7 39,728±22,4
F8 41,176±18,5
Hasil viskositas yang didapatkan pada pengujian ke 8 formulasi ini
menunjukkan hasil yang bagus, dimana dari formulasi 1 dan
seterusnya menunjukkan kenaikan viskositas yang konstan.
e. Daya sebar
Daya sebar dilakukan dengan cara meletakkan salep diantara
dua kaca kemudian diletakkan beban diatasnya, dan di bawah kaca
pertama diletakkan mili meter blok, kemudian dilakukan perhitungan
dengan rumus S = M.L/T
Dimana M = berat beban diatas kaca
L = panjang kaca
T = Waktu yang dibutuhkan untuk uji sebar
Formulasi Viskositas
F1 28,49±0,7
F2 36,31±0,58
F3 39,54±1,39
F4 42,38±0,75
F5 18,7±1,04
F6 22,15±1,39
F7 29,64±0,94
F8 32,87±1,8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Salep adalah merupakan bentuk sediaan semi padat yang digunakan untuk
pemakaian luar yang diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa.
2. Basis yang digunakan pada formulasi ini adalah basis salep serap yaitu
vaselin putih dan basis salep yang mudah larut dalam air yaitu PEG 4000,
PEG 400 dan PEG 600.
3. Uji-uji yang dilakukan pada sediaan salep yaitu uji organoleptis, uji
homogenitas, uji pH, uji viskositas, uji daya sebar, uji daya lekat.
DAFTAR PUSTAKA

Asija. R ., Prem C. D ., Nitin N., 2015, Formulation & Evaluation of


Voriconazole Ointment for Topical Delivery, Department of pharmaceutics,
Maharishi Arvind Institute of Pharmacy, Mansarovar, Jaipur. Rajasthan,
302020-India. Vol 3, Issue 26.

Padmadisastra, Y., Syaugi, A., dan Anggia, S., 2007, Formulasi Sediaan salep
Antikoloidal yang Mengandung Ekstrak Terfasilitasi Panas Microwave
dari Herba Pegagan (Centella asiatica (L.)Urban), Fakultas Farmasi,
Universitas Padjajaran, Bandung

Depkes, RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta.

Dewi, A. L., 2013, Formulasi Salep Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica
(L.)Urban) Dengan Basis Polietilenglikol dan uji aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus, Fakultas Farmasi, Universitas
Muhamadiyah surakarta, Surakarta.

Fatrotin, E. N., 2010, Formulasi Salep Ekstrak Etanol Rimpang Dlingo (Acorus
calamus L.) Dengan Basis Salep Larut air dan Lemak: Sifat Fisik dan
Aktivitas Anti Jamur Terhadap Candida albicans Secara Invitro, Skripsi,
Fakultas Farmasi, Universitas Muhamadiyah Surakarta, Surakarta.

Winarti, L., 2013, Diktat Kuliah Formulasi Sediaan Semisolid (Formulasi Salep,
Krim, Gel, Pasta dan Suppositoria) Semester VI, Publikasi, Fakultas
Farmasi, Universitas Jember.

Syamsuni, A., 2006, Ilmu Resep, EGC kedokteran. Jakarata.

Anda mungkin juga menyukai