Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI

SEDIAAN CAIR DAN SEMI PADAT

SALEP
Dosen Pengampu

Dewi Ekowati, M.Sc., Apt

Disusun Oleh:

Alfitha Mahdyatama F (22164914A)


Rohmah Sulistyoningtyas (22164936A)
Ludy Mustika W (22164942A)
Putri Nurjati H (22164943A)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2019
SALEP
I. TUJUAN
Membuat dan melakukan pengujian terhadap sediaan salep, yang meliputi daya
menyebar, daya proteksi, daya melekat dan disolusi.
II. DASAR TEORI
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar atau
basis salep yang cocok (Anonim, 1995). Salep dapat mengandung obat atau tidak
mengandung obat disebut dengan basis salep (Ansel, 1989).
A. Fungsi salep
Menurut Lachman dkk (1994). Sediaan semi padat digunakan pada kulit,
dimana umumnya sediaan tersebut berfungsi untuk:
1 Sebagai pembawa pada obat-obatan topical
2 Sebagai pelunak kulit
3 Sebagai pembantu pelindung atau pembalut penyumbat (oklusif).
B. Syarat salep
Menurut Martin (1993), untuk memperoleh salep yang baik, salep harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Stabil
Salep harus stabil selama masih digunakan untuk mengobati. Oleh karena itu,
bebas inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam
kamar.
2. Lunak
Salep banyak digunakan untuk kulit teriritasi, inflamasi dan dibuat sedemikian
sehingga semua zat keadaan yang halus dan seluruh produk harus lunak dan
homogen.
3. Mudah dipakai
Kebanyakan keadaan salep adalah mudah digunakan, kecuali sediaan salep
yang dalam keadaan sangat kaku (keras) atau sangat encer. Salep tipe emulsi
umumnya paling mudah dihilangkan dari kulit.
4. Dasar salep yang cocok
Dasar salep harus dapat campur secara fisika dan kimia dengan obat yang
dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi
dari obatnya pada daerah yang diobati. Selain itu dasar salep perlu dipilih untuk
maksud dapat membentuk lapisan film penutup atau yang dapat mudah dicuci
sesuai yang diperlukan.
C. Basis salep
Salep terdiri dari basis salep yang dapat berupa sistem sederhana atau dari
komposisi yang lebih kompleks bersama bahan aktif atau kombinasi bahan aktif
(Voigt, 1984). Basis salep merupakan bagian terbesar dari bentuk sediaan salep.
Berdasarkan hasil dari berbagai penelitian, ternyata basis salep mempunyai
pengaruh yang besar terhadap efektifitas obat yang dibawanya (Barry, 1983).
Sebaiknya basis salep memiliki daya sebar yang baik dan dapat menjamin
pelepasan bahan obat pada daerah yang diobati, dan tidak menimbulkan rasa panas,
juga tidak ada hambatan pada pernafasan kulit (Voigt, 1984). Formulasi salep untuk
dapat memberikan efek penyembuhan maka obatnya harus lepas dari basis salep
kemudian berpenetrasi kedalam kulit (Aiache, 1982).
Menurut Voigt (1984), syarat dasar salep yang ideal menurut banyak pakar
adalah berdasarkan sifat kimia-fisika, yaitu:
1. Stabilitas yang memuaskan.
2. Tidak tersatukan dengan bahan pembantu yang lain.
3. Tidak tersatukan dengan bahan obat yang digunakan.
4. Memiliki daya sebar yang baik.
5. Menjamin pelepasan bahan obat yang memuaskan.
6. Memiliki daya menyerap air yang baik.
D. Penggolongan basis salep
Berdasarkan komposisinya, dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep hidrokarbon (dasar salep berlemak) bebas air, preparat yang berair
mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila lebih minyak
sukar bercampur. Kerjanya sebagai bahan penutup saja. Tidak mengering atau
tidak ada perubahan dengan berjalannya waktu. Dasar salep hidrokarbon yaitu
Vaselinum, Jelene, minyak tumbuh-tumbuhan.
2. Dasar salep absorpsi
Dasar salep absorpsi dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu:
a. Yang memungkinkan percampuran larutan berair, hasil dari
pembentukan emulsi air dan minyak (misalnya: Petrolatum Hidrofilik
dan Lanolin Anhidrida).
b. Yang sudah menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan
bercampurnya sedikit penambahan jumlah larutan berair (misalnya:
Lanolin dan Cold Cream). Dasar salep ini berguna sebagai emolien
walaupun tidak menyediakan derajat penutupan seperti yang dihasilkan
dasar salep berlemak. Seperti dasar salep berlemak, dasar salep
absorpsi tidak mudah dihilangkan dari kulit oleh pencucian air.
3. Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air
Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air merupakan emulsi minyak
dalam air yang dapat dicuci dari kulit dan pakaian dengan air. Atas dasar ini
bahan tersebut sering dikatakan sebagai bahan dasar salep “tercuci air”.
4. Dasar salep yang dapat larut dalam air
Tidak seperti dasar salep yang tidak larut dalam air, yang mengandung kedua-
duanya, komponen yang larut maupun yang tidak larut dalam air, dasar yang
larut dalam air hanya mengandung komponen yang larut dalam air. Tetapi,
seperti dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air basis yang dapat dicuci
dengan air. Basis yang larut dalam air biasanya disebut sebagai greaseless
karena tidak mengandung bahan berlemak (Ansel, 1989).
E. Metode pembuatan salep
Menurut Ansel (1989), salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu: metode
pencampuran dan metode peleburan. Metode untuk pembuatan tertentu terutama
tergantung pada sifat-sifat bahannya.
1. Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur dengan segala
cara sampai sediaan yang rata tercapai.
2. Peleburan
Pada metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep
dicampurkan dengan melebur bersama-sama dan didinginkan dengan
pengadukan yang konstan sampai mengental.
Komponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada cairan
yang sedang mengental setelah didinginkan. Bahan yang mudah menguap
ditambahkan terakhir bila temperatur dari campuran telah cukup rendah tidak
menyebabkan penguraian atau penguapan dari komponen.
F. Peraturan-peraturan pembuatan salep
Peraturan-peraturan pembuatan salep terdiri dari (Anonim, 1995):
1. Peraturan salep pertama
“Zat-zat yang dapat larut dalam campuran-campuran lemak, dilarutkan
kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan”.
2. Peraturan salep kedua
“Bahan-bahan yang dapat larut dalam air. Jika tidak ada peraturanperaturan
lain, dilarutkan lebih dahulu dalam air, diharapkan jumlah air yang digunakan
dapat diserap seluruhnya oleh basis salep, jumlah air yang dipakai dikurangi
dari basis”.
3. Peraturan salep ketiga
“Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air
harus diserbuk lebih dahulu, kemudian diayak dengan ayakan no.B.40
(no.100)”.
4. Peraturan salep keempat
“Salep-salep yang dibuat dengan melelehkan, campurannya harus diaduk
sampai dingin”.
G. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pelepasan obat dari salep
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari salep pada dasarnya
sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi pada saluran cerna dengan
laju difusi yang sangat tergantung pada sifat fisika-kimia obat (Idzon dan Lazarus,
1986). Pelepasan obat dari sediaan salep secara in vitro dapat digambarkan dengan
kecepatan pelarutan obat yang dikandungnya dalam medium tertentu, ini
disebabkan karena kecepatan pelarutan (mass-transfer) merupakan langkah yang
menentukan dalam proses berikutnya. Pada umumnya sediaan obat-obat luar yang
berbentuk salep mengikuti mekanisme difusi pasif. Apabila obat dioleskan secara
topikal obat berdifusi secara pasif keluar dari bahan pembawanya. Sehingga difusi
berjalan terus-menerus dari lokasi pemberian ke epidermis dan dermal (Gordon,
2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat tersebut diantaranya
adalah:
1. Faktor fisika-kimia
Faktor ini meliputi variabel yang telah digambarkan dalam persamaan Higuchi
yaitu:

Keterangan:
Dt/dQ = laju disolusi
A = luas permukaan dalam unit per cm2
D = koefisien difusi obat didalam dasar salep
Cs = kelarutan dalam unit per cm3
t = waktu (Martin dkk, 1993).

2. Kelarutan dari bahan obat (afinitas obat) terhadap bahan pembawa


Obat yang mempunyai aktivitas kuat terhadap basis salep menunjukkan
koefisien aktivitas yang rendah dengan kata lain aktivitas termodinamik dari
obat didalam basis salep keadaannya rendah, akibatnya pelepasan obat didalam
basis salep menjadi lebih lambat demikian pula sebaliknya (Zopf dan Blang,
1974).
Obat-obat terlarut terikat kuat dengan bahan pembawa seperti yang terjadi jika
obat membentuk kompleks yang dapat larut dengan bahan pembawanya
menghasilkan koefisien aktivitas yang rendah, sehingga laju pelepasan dari
kombinasi obat-pembawa lebih lambat. Kemudian obat-obat yang terikat
longgar oleh pembawanya (pembawa mempunyai afinitas yang rendah terhadap
obat), menunjukkan koefisien aktivitasnya tinggi oleh karena itu laju pelepasan
dari kombinasi obat pembawa lebih cepat (Lachman dkk, 1994).
3. Waktu difusi
Dari persamaan Higuchi (5), terlihat bahwa semakin cepat waktu difusi akan
semakin besar obat yang dilepaskan, sebaliknya obat yang dilepaskan akan
semakin kecil bila waktu difusinya semakin lambat (Zopf dan Blang, 1974).
4. Jenis basis salep
Setiap basis salep mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan jenis basis salep
yang lain misalnya mengenai pH, polaritas, viskositas, dan sebagainya. Dengan
adanya perbedaan harga koefisien partisi suatu obat dalam suatu basis berbeda
dengan koefisien obat tersebut dalam basis yang lain, sehingga kecepatan
pelepasan obat dari basis yang berbeda akan berbeda pula.
Jenis basis salep yang mempunyai viskositas tinggi akan menyebabkan
koefisien difusi suatu obat dalam basis menjadi rendah, sehingga pelepasan obat
dari basis akan kecil (Lachman dkk, 1994).
5. Faktor biologis
Menurut Lachman dkk (1994), absorbsi obat dari basisnya tidak hanya
tergantung pada komposisi dasar salep tetapi juga tergantung pada beberapa
faktor biologis yaitu:
a. Kondisi kulit
b. Daerah kulit yang diobati
c. Keadaan hidrasi pada stratum corneum
d. Suhu kulit
e. Ketebalan fase penebal kulit
f. Perbedaan spesies dan kelembaban kuli
Pelepasan obat dari basis dengan difusi obat melalui basis menuju ke
permukaan kulit dengan dua cara yaitu lewat transepidermal (melalui stratum
corneum) dan melalui transfolikuler yang penetrasinya melalui kelenjar
rambut, folikel dan keringat (Gordon, 2002)

III. ALAT DAN BAHAN


 ALAT :
1. Mortar dan stamfer
2. Kaca arloji
3. Kaca bulat (untuk uji daya sebar)
4. Timbangan analitik
5. Obyek glass
6. Alat uji daya lekat
7. Kertas saring
8. Penggaris
9. Viscometer

 BAHAN :
1. Salep asam salisilat basis lemak
2. Salep asam salisilat basis PKG
IV. CARA KERJA
 Pembuatan Salep Formula A

Menimbang asam salisilat 0,2 gram dan vaselin flavum 19,8 gram.

Memasukkan asam salisilat kedalam mortar, tambahkan dengan sedikit etanol


96%, gerus hingga halus.

Menambahkan vaselin flavum kedalam mortar dan diaduk hingga homogen

 Pembuatan Salep Formula B

Menimbang asam salisilat, PEG 400 dan PEG 4000

Melelehkan PEG 4000 diatas waterbath dan ditambahkan dengan PEG 400,
kemudian memasukkan kedalam mortar dan diaduk hingga dingin dan homogen

Menambahkan asam salisilat kedalam mortar dan diaduk hingga homogen

 Uji Homogenitas Salep

Mengoleskan salep pada sekeping kaca atau bahan transparan lain


\

Mengamati apakah sediaan salep menunjukkan suasana yang


homogen
 Uji Daya Sebar Salep

Menimbang 0,5 gram salep dan diletakkan dalam kaca bulat

Menimbang kaca satunya dan diletakkan diatas massa salep, dibiarkan


selama 1 menit.

Mengukur diameter salep yang menyebar

Menambahkan 50 gram beban tambahan dan diamkan hingga 1 menit


dan catat diameter salep yang menyebar

Meneruskan dengan menambah tiap kali dengan beban tambahan 50


gram dan catat diameter salep yeng menyebar setelah 1 menit

Mengulangi masing-masing 3 kali untuk tiap salep dan membuat


grafik hubungan antara beban dan luas yang menyebar

 Uji Viskositas Salep

Memasang viscometer pada klem dan memasang rotor pada


biskometer dengan menguncinya searah dengan jarum jam

Memasukkan sampel kedalam mangkuk dan menghidupkan alat

Mencatat berapa kekentalan sampel setelah jarum pada viscometer stabil

 Uji Daya Lekat Salep

Meletakkan salep secukupnya diatas objek glass dan meletakkan objek glass
lain diatas salep tersebut kemudian menekan dengan beban 1 kg selama 5 menit

Memasang objek glass pada alat uji kemudian melepaskan beban seberat 80
gram dan mencatat waktu hingga objek glass tersebut terlepas

Mengulangi sebanyak 3 kali dan melakukan tes pada formula salep yang lain,
masing-masing 3 kali percobaan.
 Uji Kemampuan Proteksi
Mengambil kertas saring dan membasahi dengan larutan fenoptalein kemudian
dikeringkan

Mengoleskan kertas tersebut pada No. 1 dengan salep yang akan dicoba

Pada kertas saring lain mengoleskan paraffin padat yang dilelehkan hingga didapat
areal yang dibatasi dengan paraffin padat

Menempelkan kertas No.3 diatas kertas sebelumnya (kertas No.2) dan menetesi
areal ini dengan KOH 0,1 N

Mengamati adanya noda merah pada sebalik kertas yang ibasahi dengan
fenoptalein pada menit ke 15, 30, 45, 60 detik, 3 dan 5 menit

Jika tidak terdapat noda berarti salep dapat memberikan proteksi terhadap larutan
KOH. Lakukan percobaan untuk salep yang lain

V. HASIL PERCOBAAN
A. FORMULA SALEP
Formula B Hidrokortison PEG 400 PEG 4000
1 1% 90 10
2 1% 80 20
3 1% 70 30
4 1% 50 50
5 1% 60 40
Formula A Hidrokortison Vaselin flavum
6 1% Ad 20 gram
B. UJI HOMOGENITAS SALEP
KELOMPOK FORMULA HASIL UJI
1 Formula B Homogen
2 Formula B Homogen
3 Formula B Homogen
4 Formula B Homogen
5 Formula B Homogen
6 Formula A Homogen

C. UJI DAYA MENYEBAR SALEP


KELOMPOK FORMULA BEBAN LUAS DAERAH PENYEBARAN
(cm2)
1 Formula B 50 gram 4,15 cm
1 Formula B 100 gram 3,33 cm
1 Formula B 150 gram 4,48 cm
2 Formula B 50 gram 3,65 cm
2 Formula B 100 gram 3,85 cm
2 Formula B 150 gram 3,90 cm
3 Formula B 50 gram 2,45 cm
3 Formula B 100 gram 2,725 cm
3 Formula B 150 gram 2,825 cm
4 Formula B 50 gram 2,3 cm
4 Formula B 100 gram 2,85 cm
4 Formula B 150 gram 3,1 cm
5 Formula B 50 gram 1,925 cm
5 Formula B 100 gram 2,102 cm
5 Formula B 150 gram 2,165 cm
6 Formula A 50 gram 2,33 cm
6 Formula A 100 gram 2,60 cm
6 Formula A 150 gram 2,92 cm
D. UJI DAYA LEKAT SALEP
KELOMPOK FORMULA LAMA MELEKAT ( DETIK) RATA-RATA
1 Formula B 1.15 detik
1 Formula B 1.13 detik 1.13 detik
1 Formula B 1.10 detik
2 Formula B 2,14 detik
2 Formula B 2,22 detik 2,14 detik ±
0,085
2 Formula B 2,05 detik
3 Formula B ≥ 5 menit
3 Formula B ≥ 5 menit ≥ 5 menit
3 Formula B ≥ 5 menit
4 Formula B > 5 menit
4 Formula B > 5 menit > 5 menit
4 Formula B > 5 menit
5 Formula B ≥ 5 menit
5 Formula B ≥ 5 menit ≥ 5 menit
5 Formula B ≥ 5 menit
6 Formula A 2.20 detik
6 Formula A 2.20 detik 2.21 detik
6 Formula A 2.20 detik

E. UJI KEMAMPUAN PROTEKSI


KELOMPOK FORMULA WAKTU PENGUKURAN
15 detik 30 detik 45 detik 60 detik 3 menit 5 menit
1 Formula B Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu
2 Formula B Merah Merah Merah Merah Merah Merah
3 Formula B Merah Merah Merah Merah Merah Merah
4 Formula B Pink Pink Pink Pink Pink Pink
5 Formula B Pink Pink Pink Pink Pink Pink
6 Formula A Pink Pink Pink Pink Pink Pink
F. UJI VISKOSITAS
KELOMPOK FORMULA VISKOSITAS
1 Formula B 50 dpas
2 Formula B 110 dpas
3 Formula B 501 dpas
4 Formula B 0 dpas
5 Formula B 550 dpas
6 Formula A 300 dpas

VI. PEMBAHASAN
Salep merupakan sediaan setengah padat yang ditujukan untuk pemakaian topikal
pada kulit dan selaput lendir. Salep digunakan untuk mengobati penyakit kulit yang
akut maupun kronis, sehingga diharapkan adanya penetrasi kedalam lapisan kulit agar
dapat memberikan efek yang diinginkan. Salep ditujukan untuk sediaan setengah padat
untuk tujuan pemakaian kulit atau selaput lendir. Bahan obat harus larut terdispersi
homogen dalam dasr salep yang cocok.sediaan salep harus memiliki kualitas yang
bagus ,stabil, tidak dipengaruhi oleh suhu serta kelembapan kamar. Pelepasan obat
dalam basis sangat penting dalam keberhasilan terapi dengan menggunakan sediaan
salep. Pelepasan tersebut dipengaruhi oleh sifat fisika kimia obat seperti kelarutan,
ukuran partikel dan kekuatan ikatan antar zat aktif dengan pembawanya. Pemilihan
formulasi sangat menentukan tercapainya tujuan pengobatan maka dalam pembuatan
suatu sediaan perlu yang sangat perlu diperhatikan yaitu pemilihan formulasi.
Formulasi dan pemilihan basis yang tepat pada pembuatan sediaan salep akan
mempengaruhi jumlah dan kecepatan zat aktif yang akan diabsorpsi, begitu pula
dengan daya sebar, pH dan homogenitas. Secara ideal, basis dan pembawa harus mudah
diaplikasikan pada kulit, tidak mengiritasi dan nyaman digunakan pada kulit. Bahan
alam memiliki karakteristik yang khas sehingga pada formulasinya perlu basis yang
paling efektif untuk menghasilkan sediaan salep yang baik
Pada praktikum yang sudah dilakukan, preparasi salep menggunakan 6 sampel yang
diantaranya semua sampel menggunakan hidrokortison 1 %, pembeda dari semua
sampel adalah komposisi dari PEG 400 dan PEG 4000 serta sampel 6 tidak
menggunakan PEG melainkan vaselin flavum ad 20 gram. Sampel 1 dengan
perbandingan 90:10 , sampel 2 dengan perbandingan 80:20, sampel 3 dengan
perbandingan 70:30, sampel 4 dengan perbandingan 50:50, dan sampel 5 dengan
perbandingan 60:40
Pengujian stabilitas fisik salep dengan uji homogenitas untuk tujuan pemakaian salep
nantinya mempunyai khasiat yang sama, dan untuk melihat apakah salep yang dibuat
homegen atau tercampur merata antara zat aktif dengan basis salep. Dari semua formula
menunjukkan hasil yang homogen dengan cara mengoleskan salep di kaca transparan
dengan pengolesan pada umumnya menggunakan salep. Hal tersebut ditunjukkan
dengan tidak adanya butiran kasar ataupun gumpalan dari hasil pengolesan salep pada
kaca objek serta memiliki warna yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik
akhir.
Pengujian stabilitas fisik salep dengan uji daya sebar untuk melihat daya penyebaran
salep dengan meletakkan beban diatas kaca bulat untuk melihat seberapa luas daya
sebar suatu salep tersebut dan diukur penyebarannya. Sediaan salep yang nyaman
digunakan adalah sediaan salep yang memiliki daya sebar 5 – 7 cm. Replikasi
dilakukan sebanyak 3 kali didapatkan hasil yang beragam dari formula 1 sampai 6,
dimana dengan beban 50 gram daya sebar paling bagus pada formulasi sampel 1 yaitu
4,15 cm, dan dengan beban 100 gram daya sebar paling bagus pada formulasi 2 yaitu
3,85 cm, sedangkan dengan beaban 150 gram daya sebar paling bagus pada formulasi 1
yaitu 4,48 cm. Hasil tersebut dipilih yang hampir mendekati 5.
Pengujian stabilitas fisik salep dengan uji daya lekat bertujuan untuk melihat waktu
daya lekat salep. Berdasarkan uji daya lekat yang telah digunakan menunjukkan bahwa
salep dengan formulasi 3, 4, dan 5 menunjukkan waktu lekat yang lebih lama yaitu
lebih dari 5 menit dibandingkan forrrmulasi 1,2 , dan 6 yaitu kurang dari 5 menit. Hal
ini berhubungan dengan konsistensi bentuk sediaan salep
Pengujian stabilitas fisik salep dengan uji kemampuan proteksi dilakukan untuk
mengetahui kemampuan salep melindungi kulit dari pengaruh luar seperti asam, basa,
debu, polusi, dan sinar matahari. Pengujian daya proteksi salep dilakukan dengan KOH
0,1 N. Pada daya proteksi menggunakan KOH 0,1 N yang bersifat basa kuat dimana
KOH 0,1 N mewakili zat yang dapat mempengaruhi efektivitas kerja salep terhadap
kulit. KOH 0,1 N akan bereaksi dengan phenoftalein yang akan membentuk warna
merah muda, yang bearti salep tidak mampu memberikan proteksi terhadap pengaruh
luar, sedangkan sediaan salep yang baik seharusnya mampu memberikan proteksi
terhadap semua pengaruh luar yang ditandai dengan tidak munculnya noda merah pada
kertas saring yang ditetesi dengan KOH 0,1 N dapat mempengaruhi efektifitas salep
terhadap kulit. Dari hasil yang diperoleh semua formula dari 1-6 hampir menunjukkan
kemampuan proteksi yang buruk. Akan tetapi formulasi 1 dengan dihasilkan warna
ungu menunjukkan proteksi yang sedikit baik dari semua formula yang diujikan.
Pengujian stabilitas fisik salep dengan uji viskositas berfungsi untuk mengetahui
viskositas (kekentalan) salep. Viskositas merupakan parameter yang menggambarkan
tentang besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir.semakin besar tahanannya, maka
viskositas juga akan semakin besar. Dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa PEG
4000 memberikan pengaruh yang lebih besar dalam meningkatkan viskositas salep
dibandingkan dengan komponen PEG 400. Kombinasi antara keduanya dapat
menurunkan viskositas salep. Semakin banyak komposisi PEG 400 yang digunakan
maka akan semakin kecil viskositasnya.perbedaan viskositas yang diperoleh
dipengaruhi oleh besarnya kombinasi jumlah PEG 400 dan PEG 4000 yang berbeda.
Hal tersebut dikarenakan wujud zat yang berbeda yaitu PEG 400 merupakan cairan
kental jernih, dan tidak bewarna sedangkan PEG 4000 berupa serbuk licin putih. Dari
kesimpulan diatas dapat diasumsikan bahwa semakin banyak proporsi cairan dalam
formula, maka salep akan mempunyai tingkat kekentalan/ viskositas yang lebih rendah
dibandingkan salep dengan proporsi padatan yang lebih banyak.

VII. KESIMPULAN
Dari pratikum yang sudah dilakukan untuk pengujian sifat fisik salep dapat
disimpulkan bahwa

1. Semua uji homogenitas salep disimpulkan homogen

2. Pada uji daya sebar salep yang paling bagus yaitu formula pertama pada beban 50
gram (4,15 cm) dan 150 gram (4,48 cm). Sedangkan 100 gram (3,85) pada formula
2.

3. Pada uji daya lekat yang paling bagus pada formula 3,4, dan 5 menunjukan daya
lekat lebih dari 5 menit.

4. Pada uji kemampuan proteksi hampir semua formulasi mengalami perubahan


warna

5. Pada uji viskositas semakin banyak proporsi cairan (PEG 400) ,maka tingkat
kekentalan/viskositas salep lebih rendah dibandingkan salep dengan proporsi
padatan (PEG 4000) yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Aiache, 1982, Biofarmasetika, diterjemahkan oleh Widji Soeratri, Edisi II, 443-448,
Airlangga Press Jakarta.

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 57-58; 271-272; 378; 570-571;612-613,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 1993, Kodeks Kosmetika Indonesia, Edisi II, Vol I, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kasehatan RI, Jakarta.

Ansel, H. L., 1990, Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms, Third edition ,279-292,
Lea and Febiger, Philadelphia.

Barry, B. W., 1983, Dermatological Formulation, Percutaneous Absorption, 36,239-255,


University of Bradford, Marcel Dekker Inc, New York and Bassel.

Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., 1999, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,pada
wasitaatmadja, S.M., (Ed.) Anatomi Kulit dan Faal Kulit, Edisi III, 3-8, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Ghazali, D., Fauzi, S., 1989, Usaha Peningkatan Absorpsi Insulin dari Suppositoria Insulin
pada Kelinci., Prosiding Konggres Ilmiah VII, ISFI, Surabaya.

Khan, K.A., 1975, The Concept of Dissolution Efficiency, J Pharm, Pharmacol, Vol 27, 48-
49.
Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L., 1986, The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy, in Idson, B., Lazarus, J., (Eds.), Semisolid, Third Edition, 534-539, Lea and
Febiger, Washington Square, Philadelphia.

Martin, A., James S., and Arthur C., , 1993, Physical Pharmacy, 3rd Ed, 324-328, 346-349,
Lea and Febiger, Philadelphia.

Mursyidi, A., 1985, Statistika Farmasi dan Biologi, 61, 69, 103-107, 155-156, Ghalia
Indonesia.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai