PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan dibidang obat, bentuk sediaan dalam
bidang Farmasi juga semakin bervariasi. Sediaan obat adalah bentuk sediaan
yang mengandung zat aktif yang siap digunakan (dikonsumsi). Sediaan obat
tersebut antara lain sediaan padat seperti serbuk, tablet, kapsul. Sediaan
setengah padat seperti salep, suppositoria dan gel, serta bentuk sediaan cair
contohnya larutan, suspensi dan elixir emulsi.
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen
ke dalam dasar salep yang cocok (Dirjen POM, 1995).
Pada umumnya sediaan bentuk salep dikhususkan pada penyakit akibat
infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman atau bakteri, bahan obatnya tidak
boleh berbau tengik. Penggunaan dalam bentuk salep mudah karena hanya
dioleskan pada bagian yang ingin dioleskan, selain itu lebih mudah bagi
seseorang yang sulit mengobati luka luar dengan pengobatan dalam (oral).
Dalam pembuatan salep, harus diperhatikan bahan-bahan/dasar salep
yang digunakan seperti zat-zat yang mudah larut dalam air dilarutkan dulu
kemudian dicampurkan atau ditambahkan bahan lain lalu digerus sampai
homogeny. Dasar salep sendiri terdiri dari berbagaijenis dasar salep, seperti
dasar salep hidrokarbon, contohnya vaselin putih, dasar salep serap
contohnya adeps lanae, dasar salep yang dapat dicuci dengan air contohnya
vanishing cream dan dasar salep yang larut dalam air contohnya PEG atau
campuran PEG.
Salep sendiri hanya bekerja lokal yang mana hanya bekerja pada
jaringan tertentu saja yang dioleskan, tidak seperti obat yang pemakaiannya
oral, yang bekerja sistematis yaitu obat yang didistribusikan keseluruh tubuh /
jaringan tubuh.
1
Berdasarkan uraian di atas, maka salep diperuntukan pada pemakaian
luar dengan satu atau lebih bahan obat dalam basis (dasar), karena basis
merupakan komponen terbesar atau faktor yang sangat menentukan
kecepatan pelepasan atau aksi dari obat yang akan mempengaruhi khasiat
atau keberhasilan terapi, sehingga sediaan semipadat harus diformulasikan
dengan basis yang baik.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Adapun maksud dari percobaan kali ini yaitu agar mahasiswa mampu
meracik sediaan salep atau krim yang terdapat pada resep dengan
memperhatikan metode pencampuran yang sesuai.
1.2.2 Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan kali ini yaitu agar mahasiswa mampu
meracik sediaan salep atau krim yang terdapat pada resep dengan
memperhatikan metode pencampuran yang sesuai.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Salep
Salep (Unguenta) adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan
dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi
homogeny kedalam salep yang cocok (Dirjen POM, 1979).
2.2 Penggolongan Salep
1. Menurut konsistensinya salep dapat dibagi (Syamsuni, 2006) :
a. Unguenta
Salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair
pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga.
b. Cream (krim)
Salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit, suatu tipe
yang dapat dicuci dengan air.
c. Pasta
Salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk), suatu
salep tebal, karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang
diolesi.
d. Cerata
Salep berlemak yang mengandung persentase lilin (wax) yang
tinggi sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum labiale)
e. Gelones/spumae/jelly
Salep yang lebih halus, umumnya cair dan sedikit mengandung atau
tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basisnya terdiri atas campuran
sederhana dari minyak dan lemak dengan titik lebur rendah. Contoh :
starch jellies (10% amilum dengan air mendidih).
2. Menurut farmakologi / teraupetik dan penetrasinya, salep dapat
dibagi(Syamsuni, 2006) :
a. Salep epidermis (epidermic ointment ; salep penutup)
Guna melindungi kulit dan menghasilkan efek lokal, tidak
diabsorpsi, kadang-kadang ditambahkan antiseptik, astringensia untuk
meredakan rangsangan atau anestesi lokal. Ds yang baik adalah ds.
senyawa hidrokarbon.
3
b. Salep endodermis
Salep bahan obatnya menembus kedalam kulit, tetapi tidak
melalui kulit, terabsorpsi sebagaian, digunakan untuk melunakkan
kulit atau selaput lendir.
c. Salep diadermis
Salep yang bahan obatnya menembus kedalam tubuh melalui
kulit dan mencapai efek yang diinginkan, misalnya salep yang
mengandung senyawa merkuri iodida.
3. Menurut dasar salepnya, salep dapat dibagi (Syamsuni, 2006) :
a. Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan
dasar salep berlemak (greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air.
b. Salep hidrofilik yaitu salep yang suka air atau kuat menarik air,
biasanya dasar salep tipe M/A
4. Menurut Formularium Nasional (Fornas) (Syamsuni, 2006)
a. Dasar salep 1 (dasar salep. senyawa hidrokarbon)
b. Dasar salep 2 (dasar salep serap)
c. Dasar salep 3 (dasar salep yang dapat dicuci dengan air atau dasar
salep emulsi M/A)
d. Dasar salep 4 (dasar salep yang dapat larut dalam air).
2.3 Kualitas dasar Salep(Anief, 2006)
Kualitas dasar salep yang baik adalah:
a. Stabil
Selama masih dipakai mengobati, maka salep harus bebas dari inkompati
bilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.
b. Lunak
Lunak yaitu semua zat dalam keadaan harus dan seluruh produk menjadi
lunak dan homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,
inflamasi dan ekskloriasi.
c. Mudah dipakai
Umumnya salep tipe emulsi adalah yang oaling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
4
d. Dasar salep yang cocok
Dasar salep yang ccok yaitu dasar salep yang halus kompatibel secara
fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh
merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas
pada obatnya pada daerah yang diobati.
e. Terdispersi merata
Terdispersi merata yaitu obat terdispersi sacara merata melalui dasar
salep padat atau cair pada pengobatan.
2.2.4 Fungsi Salep
Fungsi salep antara lain (Lachman, 2008)
a. Sebagai bahan aktif pembawah substansi obat untuk pengobatan kulit
b. Sebagai bahan pelumas pada kulit
c. Sebagai bahan pelindung kuli yaitu mencegah kontak permukaan kulit
yang dengan larutan berair dan perangsang kulit (Lachman,2008).
2.2 Uraian Bahan
a) Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama zat aktif : Alkohol
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol, Ethyl Alkohol
Nama Kimia : Etil Alkohol [64-17-5]
Struktur kimia :
5
rendah dan mendidih pada suhu 780 C. Mudah
terbakar.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur
dengan semua pelarut organik.
Khasiat : Desinfektan (Mencegah pertambahan jasad renik
dan terjadinya infeksi pada benda mati) dan
antiseptik.
Kegunaan : Sebagai Zat tambahan
b) Asam Salisilat (Dirjen POM, 1979)
Nama zat aktif : Asam Salisilat
Nama Resmi : ACIDUM SALYCILICUM
Nama Lain : Asam Salisil, Acid salicyl
Nama Kimia : Asam Salisilat
Struktur kimia :
6
c) Hydrokortison (Dirjen POM, 1979)
Nama zat aktif : Hydrokartison
Nama Resmi : HYDROCORTISONUM
Nama Lain : Hydrokortison
Nama Kimia : 11β, 17,21-trihidroksipregn-4-ena-3,20-dion
Struktur kimia :
7
Struktur kimia :
8
Struktur kimia :
9
Rumus Molekul : CH32CO
Berat molekul : 76,09 gr/mol
Pemerian : Putih atatu kekuninga pucat, massa berminyak
transparan dalam lapisan tipis setelah didinginkan
pada suhu 00 C.
Kelarutan : Tidak larut dalam ai; sukar larut dalam etanol
dingin atau panas dan dalam etanol mutlak dingin;
mudah larut dalam benzena, dalam karbon
disulfida, dalam kloroform, larut dalam heksana,
dan dalam sebagian besar minyak lemak dan
minyak atsiri.
Khasiat : Zat Aktif
Kegunaan : Basis salep
g) Sulfur (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : sulfur praecipitatum
Sinonim : belerang endap
Berat molekul : 32,06
Pemerian : tidak berbau; tidak berasa
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut
dalam karbodisulfida p; sukar larut dalam minyak
saitun p, sangat sukar larut dalam etanol.
Khasiat : antiskabies.
h) Chloramphenicol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : CHLORAMPTIENICOOL UNGUENTUM
Nama lain : Salep kloramphenikol
Rumus molekul : C11H12 C12N2O5
10
Rumus Struktur :
Khasiat : antibiotic
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
i) Ketoconazole (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : KETOCONAZOLUM
Nama lain : Ketoconazole
Rumus molekul : C26H8Cl2N4O4
Rumus struktur :
11
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan adalah alu, lap kasar, lumpang, kaca
arloji, gunting, neraca analitik, sendok tanduk dan sudip.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu acid salicyl, alcohol 70 %, adeps
lanae, chlorampenicol cream, etiket biru, kapas, ketokonazole, LCD,
hydrokortison cream, sulfur, dan vaselin album.
3.2 Prosedur kerja
3.2.1 Prosedur kerja resep 1
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat yang akan dipakai dengan menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang acid salicyl sebanyak 0.52 gr, lanolin 0.15 gr dan
chloramphenicol 0.15 gr
4. Dimasukan acid salicyl setelah itu dilarutkan LCD sebanyak 6 tetes
kemudian ditambahkan lanolin sebanyak 0.15 gr dan digerus.
5. Dimasukkan chloramphenicol sebanyak 0.15 gr lalu tambahkan
ketoconazole sebanyak 1 tube dan digerus hingga homogeny.
6. Dimasukan salep yang sudah jadi kedalam pot salep
7. Diberi etiket biru untuk pemakaian luar.
12
3.2.2 Prosedur kerja resep 2
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat yang akan dipakai dengan menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang acid salicyl sebanyak 0.3 gr, sulfur 0.6 gr, vaselin album 10 gr.
4. Dimasukan hidrokortison cream ke dalam lumpang sebanyak 1 tube, acid
salicyl sebanyak 0.3 gr, dan vaselin album sebanyak 10 gr dan digerus.
5. Dimasukan sulfur sebanyak 0.6 gr kemudian tambahkan lanolin
secukupnya lalu ditetesi alcohol sebanyak 5 tetes dan digerus hingga
homogeny.
6. Dimasukan salep yang sudah jadi kedalam pot salep
7. Diberi etiket biru untuk pemakaian luar.
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Resep 1
Gorontalo,16-01-2014
R/ Chloramphenicol 150 mg
Ketokonazole 1 tube
Lanolin q.s
Acid calicyl 0,5%
LCD 3%
Pro : Fitri
Umur : 18 tahun
Resep 2
Dr. Dede S
SIK : 354/SIK/V/2013
Jl. Durian
Telp. (0435) 828345
Gorontalo,20-01-2014
14
4.2 Sediaan Salep
Resep 1 Resep 2
2. LCD :
3 x (10,15) = 0,32 0,32 x 20 tetes = 6 tetes
96.5 Resep 2 1
3. Lanolin : Adapslanae : 75 x 10,15 = 7,92 mg
96
Air : 25 x 10,15 = 2.46 ml
96
2
4. Sulfur : 𝑥 30 = 0,6 𝑔𝑟
100
15
4.5 Pembahasan
Pada praktikum kali ini melakukan percobaan pada pembuatan sediaan
salep. dimana salep (Unguenta) adalah sediaan setengah padat yang mudah
dioleskan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi
homogeny kedalam salep yang cocok (Dirjen POM, 1979).
Sebelum melakukan praktikum pembuatan sediaan salep, hal pertama
yang harus dilakukan yaitu disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
pada percobaan kali ini.Setelah semua alat dan bahan telah siap disediakan,
hal pertama yang harus dilakukan yaitu semua alat harus disterilkan dengan
menggunakan alcohol. Karena alkohol sebagai antiseptikum dan desinfektan
untuk mensterilkan alat (Tjay, H., 2007).
Pada praktikum kali ini kita mennggunakan dua resep, pada resep
pertama digunakan zat aktif berupa Chloramphenicol dan Ketokonazole
dengan basis Lanolin, Acid salicyl, dan LCD. Dan untuk resep kedua
digunakan zat aktif berupa Hydrokortison cream, dengan basis Adepslanae,
Propylenglikol, Vaselin album, Acid salicyl dan sulfur.
Untuk resep pertama, ditimbang semua bahan yang telah disediakan,
seperti Chloramphenicol sebanyak 0,15 gr, ketokonazole 1 tube, lanolin 0,15
gr, acid salicyl 0,52 gr dan LCD sebanyak 6 tetes.
Setelah bahan tersebut selesai ditimbang, masukkan acid salicyl
sebanyak 0,52 gr dan tambahkan LCD sebanyak 6 tetes kedalam lumpang
lalu digerus dengan alu sampai homogeny. Kemudian ditambahkan lanolin
sebanyak 0,15gr lalu digerus sampai homogeny. Selanjutnya ditambahkan
chloramphenicol sebanyak 0,15 gr dan ketokonazole sebanyak 1 tube lalu
digerus sampai homogeny. Setelah itu dimasukkan salep yang telah jadi ke
dalam pot salep kosong dengan menggunakan sudip, lalu ditutup dan
dimasukkan ke dalam plastik obat dan diberi etiket biru untuk penandaan
pemakaian luar.
Untuk resep kedua sama halnya dengan resep pertama yaitu, ditimbang
semua bahan yang telah disediakan seperti hydrocortisone 1 tube,
propylenglikol1 gr, adepslanae 1 gr, vaselin album 10 gr, sulfur 0,6 gr dan
acid salicyl 0,3 gr.
16
Setelah semua bahan selesai ditimbang, masukkan acid salicyl 0,3 gr
kedalam lumpang ditambahkan sulfur 0,6 gr sedikit demi sedikit, kemudian
ditambahkan adepslanae dan vaselin album, lalu gerus sampai homogeny,
kemudian tambahkan propylenglikol yang diganti dengan alcohol 70 %
sebanyak 5 tetes, karena di laboratorium tidak tersedia propylenglikol.
Alcohol digunakan dalam resep untuk menghomogenkan bahan dan juga
sebagai antiseptic dalam sediaan salep (Tjay, H., 2007).
Setelah itu dimasukkan salep yang telah jadi ke dalam pot salep kosong
dengan menggunakan sudip, lalu ditutup dan dimasukkan ke dalam plastik
obat dan diberi etiket biru untuk penandaan pemakaian luar.
Adapun hasil yang didapatkan dalam melakukan percobaan kali ini,
yaitu pada resep yang pertama salep yang dibuat ternyata bersifat hidrofobik
yaitu dimana salep tersebut menurut dasar salepnya, salep yang tidak suka
air atau salep dengan dasar salep yang berlemak, misalnya campuran lemak,
lemak minyak dan lemak malam.
Untuk resep kedua sama halnya dengan resep pertama yang bersifat
hidrofobik yaitu salep yang menurut dasar salepnya yaitu salep yang tidak
suka air atau salep dengan dasar salep yang berlemak, misalnya campuran
lemak, lemak minyak dan lemak malam.
Alasan dari penambahan bahan tersebut, dimana pada resep pertama
yaitu chloramphenicol dan ketokonazole yang kedua zat aktif ini memiliki
khasiat sebagai penghambat pertumbuhan jamur dan dapat menghancurkan
dinding sel jamur tersebut. Apabila dioleskan di bagian kulit yang terkena
infeksi maka akan memberikan efek sistemik pada bagian kulit tersebut.
Sedangkan zat lainnya hanya merupakan zat tambahan (Gunawan, S., 2007).
Selanjutnya pada resep kedua yaitu hydrokortison yang merupakan zat,
dimana hydrokortison diabsorpsi di kulit melalui lapisan epidermis
kemudian di distribusikan ke tempat yang membutuhkan zat aktif tersebut
melalui pembuluh darah, lalu di metabolisme untuk perombakan zat-zat
tertentu. Selanjutnya di ekskresikan melalui kelenjar keringat. Jadi krim
hydrokortisan mencapai efek sistemik karena didistribusi melalui pembuluh
darah. Krim ini merupakan kortikosteroid topikal yang mempunyai efek
17
antiinflamasi, antialergi dan antipruritus pada penyakit kulit, sehingga
apabila dioleskan pada kulit yang infeksi akan memberikan efek
farmakologi. Sedangkan zat lainnya hanya merupakan zat tambahan
(Gunawan, S., 2007).
18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan percobaan dapat disimpulkan bahwa salep dibedakan atas
bahan dasar salep yang terdiri atas basis salep hidrokarbon, basis salep
absorpsi, basis salep yang dapat dicuci dengan air, dan basis salep yang larut
dalam air.
Dalam pembuatan salep terdapat dua metode yang digunakan yakni
metode pencampuran dan metode peleburan. Dan persyaratan pada salep
yakni pemerian, kadar, dasar salep, homogenitas dan penandaan etiket biru
sebagai obat luar.
5.2 Saran
1. Untuk Laboratorium agar lebih menambah alat-alat yang ada di
laboratorium.
terutama yang belum paham tentang metode pembuatan serbuk bagi agar
19
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 2006, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Dirjen POM, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta
Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta
Gunawan, S dkk. 2007. Farmakologi Dan Terapi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Lachman L., Herbert, A. L. & Joseph, L. K., 2008, Teori dan Praktek Industri
Farmasi Edisi III, 1119-1120, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Syamsuni, H., 2005, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, 104, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Tjay, H dkk. 2007. Obat- Obat Penting. Jakarta: PT Elexmedia Komputindo
20