Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FORMULASI SEDIAAN NON SOLID

SEDIAAN SALEP

DISUSUN OLEH :
1. MEIKHA TRIAS NURCAHYANI K100200126
2. ASYIFA NINDYASARI K100200127
3. ARUNIYAL ALIMATUS SADIAH K100200128
4. SEKAR ARUM AMBARWATI K100200129

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022/2023
Peran Anggota :

1. MEIKHA TRIAS NURCAHYANI K100200126


● Mengisis definisi
● Penggolongan,
● Macam formula salep
2. ASYIFA NINDYASARI K100200127
● Mencari jurnal referensi
● Mengisi monografi bahan pembuatan salep
3. ARUNIYAL ALIMATUS SADIAH K100200128
● Mencari jurnal referensi
● Mengisi hasil penelitian
● Mengisi contoh formula salep
● Evaluasi salep
4. SEKAR ARUM AMBARWATI K100200129
● Mengisi cara kerja berdasarkan formula salep
● Mengedit makalah
A. Definisi Salep
Salep merupakan sediaan setengah padat yang digunakan
untuk pemakain topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep terdiri
dari bahan obat yang terlarut atau terdispersi di dalam basis atau
basis salep sebagai pembawa zat aktif. Basis salep harus bersifat
inert atau tidak merusak maupun mengurangi efek terapi dari obat
yang dikandungnya (Bonosari, 2019).

Menurut FI. IV, salep adalah sediaan setengah padat


ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir.
Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan
obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotika
adalah 10%.

Salep merupakan sediaan yang mudah dioleskan dan


digunakan sebagai obat luar, bahan aktif akan larut atau terdispersi
secara homogen dalam basis salep yang cocok. Salep memiliki
keuntungan yaitu tidak mengiritasi, memiliki daya lekat dan distribusi
yang baik pada kulit dan tidak menghambat pertukaran gas dan
produksi keringat, sehingga efektivitasnya lebih lama (Lestari,
Yunianto and Winarso, 2017).

Sediaan yang cocok untuk terapi topikal adalah


salep.Penggunaan salep dapat memungkinkan kontak dengan kulit
lebih lama sehingga pelepasan zat aktif minyak atsiriakan lebih
maksimal. Selain itu sediaan salep lebih disukai karena praktis
penggunaannya, menimbulkan rasa dingin dan melembutkan pada
kulit, sebagai perlindungan kulit sehat dari radikal bebas, sinar UV
dan pekerjaan rumah tangga yang kontak langsung menggunakan
bahan kimia serta mempermudah perbaikan kulit seperti luka bakar
(Voigt, 1994).
Faktor fisika-kimia yang mempengaruhi pelepasan bahan
obat dari basis salep seperti dari bahan obat yang digunakan,
kelarutan, viskositas, ukuran partikel, homogenitas dan formulasi.

B. Penggolongan Salep
Dasar pembawa salep dibagi menjadi 4 :
1. Salep hidrokarbon → Dasar salep hidrokarbon biasa disebut
dengan vaselin putih. Salep hidrokarbon digunakan untuk
memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan sebagai
penutup
2. Salep serap → Dasar salep serap juga berguna sebagai emolien.
3. Salep yang dapat dicuci dengan air → Dasar salep yang dapat
dicuci dengan air merupakan emulsi minyak dalam air yang
bersifat hidrofilik. Salep ini memiliki keuntungan yaitu mudah
diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan dalam
kelainan dermatologik
4. Salep larut dalam air → salep larut dalam air memiliki beberapa
faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang
dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas serta ketahanan
sediaan jadi . Salep dengan basis larut air memiliki beberapa
kelebihan seperti mudah dicuci, daya lekat yang baik dan
nyaman saat digunakan (Anief,1997)
(Depkes RI, 2020).
Adapun penggolongan salep menurut konsistensinya salep
dibagi menjadi:
1. Unguenta : adalah salep yang mempunyai konsistensi seperti
mentega, tidak mencair pada suhu biasa tetapi mudah dioleskan
tnapa memakai tenaga
2. Cream : adalah salep yang banyak mengandung air, mudah
diserap kulit. Suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
3. Pasta : adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat
padat (serbuk). Suatu salep tebal karena merupakan penutup
atau pelindung bagian kulit yang diberi.
4. Cerata : adalah suatu salep berlemak yang mengandung
persentase tinggi lilin (waxes), sehingga konsistensinya lebih
keras
5. Gel : adalah suatu salep yang lebih halus. Umumnya cair dan
mengandung sedikit atau tanpa lilin digunakan terutama pada
membrane mukosa sebagai pelican atau basis. Biasanya terdiri
dari campuran sederhana minyak dan lemak dengan titik lebur
yang rendah
(Anief, 2005)
Menurut efek terapinya, salep dibagi atas:
1. Salep epidermic (salep penutup) Digunakan pada permukaan
kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi kulit dan
mengahsilkan efek local, karena bahan obat tidak diabsorbsi.
Kadang-kadang ditambahkan antiseptic, astringen untuk
meredakan ransangan. Dasar salep yang terbaik adalah
senyawa hidrokarbon (vaselin).
2. Salep endodermic Salep dimana bahan obatnya menembus
kedalam terapi tidak melalui kulit dan terabsobsi sebagian.
Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi local iritan.
Dasar salep yang baik adalah minyak lemak
3. Salep diadermic (salep serap) Salep dimana bahan obatnya
menembus ke dalam melalui kulit dan mencapai efek yang
diinginkan karena diabsorbsi seluruhnya.
(Anief, 2001)
C. Macam Formula Salep
Formulasi salep bersifat oklusif mengandung basis yang
berlemak dengan pengemulsi air dalam minyak atau minyak dalam
air (Aulton, 2007).

D. Monografi Bahan Pembuatan Salep


1. Cera alba
Malam putih yang diperoleh dari hasil pemurnian dan
pengelantangan malam kuning yang diperoleh dari sarang lebah
apis mellifera l atau sepsis apis lain. Zat padat, lapisan tipis
bening putih kekuningan, bau lemah khas. Praktis tidak larut
dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P dingin, larut
dalam kloroform P, dalam eter P hangat, dalam minyak lemak
dan minyak atsiri. Suhu lebur 62o sampai 64o . Penyimpanan
dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
2. Vaselin album
Petrolatum adalah campuran hidrokarbon setengah padat,
diperoleh dari minyak mineral. Massa lunak, lengket, bening,
kuning muda sampai kunin, sifat ini 33 tetap setelah zat
dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk, tidak
berbau tidak berasa. Praktis tidak larut dalam air dan dalam
etanol (95%) P, larut dalam kloroform P, dalam ater P dan dalam
eter minyak tanah P. petrolatum harus disimpan dalam wadah
tertutup baik terlindung dari cahaya, di tempat sejuk dan kering
(Depkes RI, 1995)
3. Paraffinum liquidum
Paraffin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari
minyak mineral. Cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi,
tidak berwarna, hamper tidak berbau, hamper tidak mempunyai
rasa. Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut
dalam kloroform P dan dalam eter. Penyimpanan dalam wadah
tertutup baik terlindung dari cahaya (Depkes RI, 1995)
4. Cera flava
Malam kuning adalah hasil pemurnian malam dari sarang madu
lebah apis mellifera linnae. Pemerian padatan berwarna kuning
sampai coklat keabuan, berbau enak seperti madu, agak rapuh
bila dingin, dan bilah patah membentuk granul, dan menjadi
lunak pada suhu tangan. Tidak larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol dingin, etanol mendidih melarutkan sebagian
kandungan malam kuning, dan larut sempurna dalam kloroform,
dalam eter, dalam minyak lemak dan minyak atsiri.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).

E. Hasil Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Diah Pratimasari dkk
(2015), sediaan yang digunakan adalah sediaan topikal yang
berbentuk salep dengan basis larut air. Basis larut air tidak
mengandung bahan yang berlemak sehingga dapat memberikan
kenyamanan saat digunakan. Selain itu dengan basis larut air
diharapkan pelepasan obat dari sediaannya lebih cepat. Menurut
More (2013), Pada sediaan topikal, salah satu parameter yang
penting untuk diperhatikan adalah adanya kemungkinan produk
yang diaplikasikan menimbulkan iritasi terhadap kulit. Iritasi
merupakan salah satu reaksi buruk yang terjadi pada kulit, yang
dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya lama pemberian,
luas area pemberian, tingkat penetrasi dan ketoksikan dari bahan
yang diaplikasikan. Pada penelitian ini digunakan formulasi salep
larut air minyak atsiri bunga cengkeh. Dalam setiap formula di variasi
konsentrasi minyak atsiri bunga cengkeh sebesar 5%, 10%, dan
15%. selain itu digunakan PEG 4000 dan PEG 400 yang dipanaskan
dan diaduk hingga mengental. Selanjutnya ditambahkan minyak
atsiri hingga homogen. Dilakukan beberapa evaluasi untuk melihat
kualitas fisik dari sediaan. Pengujian sifat fisik yang dilakukan adalah
uji sebar, daya lekat, dan pH. Naibaho dkk. (2013) menyatakan jika
daya sebar pada salep dilakukan untuk melihat kemampuan sediaan
menyebar pada kulit yang mana suatu basis salep sebaiknya
memiliki daya sebar yang baik untuk menjamin pemberian bahan
obat yang memuaskan. Uji daya lekat bertujuan untuk melihat
berapa lama kemampuan salep untuk melekat. Hasil pengujian daya
lekat menunjukkan bahwa saya lekat lebih dari 30 menit dalam
konsentrasi, sehingga tidak memenuhi syarat. Uji pH dilakukan untuk
melihat tingkat keasaman sediaan agar tidak menyebabkan iritasi
pada kulit. Hasil uji pH yang diperoleh adalah 5,84-5,96. Hal ini
sesuai dengan persyaratan yang ada yaitu pH kulit yang berada
pada rentang 4,5-7. Kemudian pada hasil indeks iritasi salep MABC
dari kontrol sehat menunjukkan tidak adanya efek iritasi baik dalam
dosis 5%, 10%, dan 15% pada hewan uji marmut dengan metode
Draize.

Pada penelitian formulasi dan uji stabilitas fisik sediaan salep


antifungi ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.) .Pembuatan
ekstrak daun ketepeng cina dilakukan dengan cara maserasi
menggunakan etanol 70%. Untuk pembuatan suatu sediaan salep
antifungi maka diperlukan basis salep dan zat aktif yang terkandung
dalam salep yang bisa menghambat atau membunuh pertumbuhan
jamur. Pengujian daya sediaan salep ekstrak daun ketepeng cina
menggunakan metode sumuran. Dari penelitian Nutrisia (2015)
formulasi dan uji stabilitas fisik sediaan gel ekstrak daun ketepeng
cina (Cassia alata L.) yang menyatakan bahwa ekstrak daun
ketepeng cina dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans,
Microsporum canis, dan Trichopyton mentagrophyto pada
konsentrasi 2% dan setara dengan konsentrasi ketokonazol 2%.
Konsentrasi inilah yang dijadikan dasar pembuatan formulasi
sediaan salep daun ketepeng cina. Formulasi dan pemilihan basis
yang tepat pada pembuatan sediaan salep akan mempengaruhi
jumlah dan kecepatan zat aktif yang akan diabsorpsi, begitu pula
dengan daya sebar, pH dan homogenitas. Secara ideal, basis dan
pembawa harus mudah diaplikasikan pada kulit, tidak mengiritasi
dan nyaman digunakan pada kulit. Bahan alam memiliki karakteristik
yang khas sehingga pada formulasinya perlu basis yang paling
efektif untuk menghasilkan sediaan salep yang baik.

Pada penelitian sediaan salep ekstrak minyak atsiri daun jeruk


purut (Citrus hystrix DC) terhadap Jamur Candida albicans dengan
variasi konsentrasi basis. Jenis salep yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan jenis salep tipe M/A (minyak dalam air)
dengan dasar salep yang mudah dicuci dengan air. Pemilihan jenis
salep tipe ini dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya dimana
tipe salep tipe M/A memberikan hasil yang optimum untuk uji
aktivitas antijamur terhadap Candida albicans serta lebih stabil
dibanding salep tipe A/M (Rahmawati et al., 2010). Konsentrasi
minyak atsiri dalam salep dipilih karena pada penelitian sebelumnya
konsentrasi minyak atsiri tersebut merupakan konsentrasi terkecil
yang dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans dan
juga merupakan konsentrasi bahan aktif yang diperbolehkan dalam
persyaratan salep oleh Farmakope Indonesia Edisi III yaitu 2%-10%.

pada penelitian UJI EVALUASI SALEP MINYAK ATSIRI


RIMPANG LENGKUAS MERAH BASIS LEMAK DAN BASIS LARUT
AIR TERHADAP AKTIVITAS Candida albicans, yang bertujuan
untuk mengetahui pengaruh perbedaan salep minyak atsiri rimpang
lengkuas merah (Alpinia Purpurata K. Schum) dengan basis lemak
(vaselin kuning) dan basis larut air (PEG 4000) terhadap aktivitas
antijamur Candida albicans dan sifat fisik salep didapatkan hasil
bahwa Perbedaan penggunaan basis dalam salep minyak atsiri
rimpang lengkuas merah berpengaruh terhadap sifat fisik salep dan
aktivitas antijamur Candida albicans. Penggunaan basis lemak
(vaselin kuning) mempunyai sifat fisik salep yang lebih baik dari basis
larut air (PEG 4000), hal ini berupa daya sebar, daya lekat dan pH
yang nilainya lebih baik. Serta basis lemak (vaselin kuning)
mempunyai daya hambat antijamur Candida albicans yang lebih
besar dibandingkan dengan basis larut air (PEG 4000), hal ini
ditandai dengan zona diameter daya hambat antijamur yang lebih
besar.

F. Contoh Formula Salep


● Formulasi salep dari jurnal EVALUASI SIFAT FISIK DAN UJI
IRITASI SEDIAAN SALEP MINYAK ATSIRI BUNGA CENGKEH
DALAM BASIS LARUT AIR

● Formulasi salep dari jurnal FORMULASI DAN EVALUASI SALEP


EKSTRAK DAUN KETEPENG CINA (Cassia alata L.) DENGAN
BASIS VASELIN ALBUM DAN CERA ALBA TERHADAP JAMUR
Candida albicans
● Formulasi salep dari jurnal Sediaan Salep Ekstrak Minyak Atsiri
Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.) terhadap Jamur Candida
albicans

● Formulasi salep dari jurnal UJI EVALUASI SALEP MINYAK ATSIRI


RIMPANG LENGKUAS MERAH BASIS LEMAK DAN BASIS LARUT
AIR TERHADAP AKTIVITAS Candida albicans
G. Cara Pembuatan Salep Menurut Formulasi Diatas
● Formulasi salep dari jurnal EVALUASI SIFAT FISIK DAN UJI
IRITASI SEDIAAN SALEP MINYAK ATSIRI BUNGA CENGKEH
DALAM BASIS LARUT AIR
Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang bahan yang akan digunakan seperti PEG 4000
dan PEG 400 sesuai dengan formula yang sudah dirancang

Dipanaskan PEG 4000 dan PEG 400 di atas waterbath atau
kompor listrik

Diaduk hingga terbentuk massa yang kental dan homogen

Didinginkan

Di uji kontrol kualitas dan evaluasi

Dimasukkan ke dalam tube

● Formulasi salep dari jurnal UJI EVALUASI SALEP MINYAK


ATSIRI RIMPANG LENGKUAS MERAH BASIS LEMAK DAN
BASIS LARUT AIR TERHADAP AKTIVITAS Candida albicans
Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang bahan sesuai dengan formula yang sudah dirancang

Dilelehkan PEG 4000 di atas waterbath

Dimasukkan ke dalam mortir

Digerus sampai dingin dan terbentuk massa salep

Ditambahkan minyak atsiri dan diaduk ad homogen

Dilakukan 3 kali percobaan

Dimasukkan ke dalam pot salep

Dilakukan uji sifat fisik salep

● Formulasi salep dari jurnal FORMULASI DAN EVALUASI SALEP


EKSTRAK DAUN KETEPENG CINA (Cassia alata L.) DENGAN
BASIS VASELIN ALBUM DAN CERA ALBA TERHADAP JAMUR
Candida albicans
Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang bahan sesuai dengan formula yang sudah
dirancang

Dicampurkan vaselin album dan cera alba secara
bersamaan

Dipanaskan hingga kedua bahan tersebut melebur

Diaduk hingga semua bahan homogen

Ditambahkan ekstrak kental (zat aktif) dan diaduk ad
homogen

Ditambahkan methil paraben dan diaduk ad homogen
● Formulasi salep dari jurnal UJI EVALUASI SALEP MINYAK
ATSIRI RIMPANG LENGKUAS MERAH BASIS LEMAK DAN
BASIS LARUT AIR TERHADAP AKTIVITAS Candida albicans
Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang bahan sesuai dengan formula yang sudah dirancang

Dileburkan vaselin kuning di atas waterbath

Dituang dalam mortir vaselin yang sudah melebur

Ditambahkan minyak atsiri ke dalam mortir

Diaduk ad homogen dan dingin

Dilakukan 3 kali percobaan

Dimasukkan ke dalam pot salep

Dilakukan uji sifat fisik salep

● Formulasi salep dari jurnal Sediaan Salep Ekstrak Minyak Atsiri


Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.) terhadap Jamur Candida
albicans
Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang bahan sesuai dengan formula yang sudah dirancang

Dimasukkan ke dalam wadah 1 untuk semua bahan yang larut air
dan dimasukkan ke dalam wadah 2 untuk semua bahan yang tidak
larut air

Fasa air terdiri dari aquadest, SLS, gliserin, metil paraben. Fasa
minyak terdiri dari asam stearat, stearil, alkohol, dan propil paraben.

Dilelehkan kedua fasa menggunakan waterbath pada suhu 80
derajat celcius hingga homogen

Dituangkan fasa air sedikit demi sedikit ke dalam fasa minyak
kemudia digerus hingga dingin

Ditambahkan minyak atsiri daun jeruk purut sesuai konsentrasi
formula dan digerus ad homogen

H. Evaluasi Sediaan Salep


● Uji Organoleptis
Warna, bentuk, dan bau
● Uji Homogenitas
Parameter pengujian homogenitas sediaan Salep untuk melihat ada
tidaknya butir-butir kasar atau grity. Adanya butir-butir kasar atau
grity menandakan sediaan salep yang dibuat tidak homogen karena
tidak terdispersinya antar komponen salep membentuk susunan
yang homogen
● Uji Daya Lekat
Pengujian daya lekat digunakan untuk dapat mengetahui
kemampuan melekatnya salep pada kulit, dimana hal ini dapat
mempengarui kemampuan penetrasi salep kedalam kulit untuk
menimbulkan suatu efek. Syarat untuk daya lekat pada sediaan
topikal adalah tidak kurang dari 4 detik (Ulaen dkk., 2012). Salep
yang sudah ditimbang sebesar 0,5g diletakkan diatas gelas obyek
yang telah ditemukan luasnya, lalu diletakkan gelas obyek yang lain
diatas salep tersebut dan ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit.
Selanjutnya dipasang gelas obyek pada alat tes. Dilepas beban
seberat 80 gram, dan dicacat waktunya hingga kedua gelas obyek
tersebut terlepas.
● Uji Daya Sebar
Pada pengujian daya sebar dilakukan untuk bisa dapat melihat
penyebaran salep pada kulit, dimana suatu basis salep sebaiknya
memiliki daya sebar yang baik untuk menjamin pemberian bahan
obat yang baik. Syarat daya sebar untuk sediaan topikal adalah
sekitar 5 ± 7 cm (Ulaen dkk., 2012). Sebanyak 0,5 gram salep
diletakkan dengan hati-hati diatas cawan petri, kemudian ditutupi
atau diberi beban dengan bagian petridish lain yang sudah diketahui
bebannya dan digunakan pemberat selanjutnya diatas petridish
mulai dari pemberat 50 gr, 100 gr, 150 gr, 200 gr, yang ditambah
hingga total pemberat 250 gr kemudian didiamkan selama 1 menit,
kemudian dicatat diameter penyebarannya. Daya sebar salep yang
baik diantara 5-7 cm.
● Pengukuran pH
Uji pH bertujuan untuk mengetahui keamanan sediaan salep saat
digunakan sehingga tidak dapat mengiritasikan pada kulit. Jika
sediaan memiliki pH yang rendah atau asam dapat mengiritasi pada
kulit, dan sebaliknya jika pH sediaan terlalu tinggi maka akan
mengakibatkan kulit menjadi kering pada saat penggunan. Sediaan
topikal harus memenuhi persyaratan tersebut, karena apabila pH
terlalu basa akan berakibatkan kulit menjadi bersisik, sebaliknya jika
pH kulit terlalu asam dapat memicu terjadinya iritasi kulit. Pengujian
pH dilakukan dengan cara menimbang 0,5 gr salep dan diencerkan
dengan 5 mL aquadest kemudian dilanjutkan dengan menggunakan
pH meter. Lalu dicatat pHnya.
● Uji Daya Proteksi
Pengujian daya proteksi digunakan untuk mengetahui kemampuan
salep dan melindungi kulit dari pengaruh luar misalnya asam, basa,
polusi, dan sinar matahari. Pengujian daya proteksi KOH 0,2 N. Pada
pengujian daya proteksi menggunakan KOH 0,2 N yang bersifat basa
kuat dimana KOH 0,2 N mewakili zat yang dapat mempengharui
efektivitas kerja salep terhadap kulit KOH 0,2 N akan beraksi dengan
phenolphthalein yang akan membentuk warna merah muda. Sediaan
salep yang baik sebaiknya mampu memberikan daya proteksi
terhadap semua pengaruh luar yang ditandai dengan tidak ada noda
merah pada kertas saring yang ditetesi dengan KOH 0,2 N. Hal ini
dapat mempengharui efektivitas salep tersebut terhadap kulit.
Diambil kertas saring (10x10cm) dibasahi dengan fenolftalein dan
dikeringkan. Kemudian ditimbang salep sebanyak 0,5 gram, salep
dioleskan diatas kertas tersebut, pada kertas saring yang lain dibuat
suatu area (2,5x2,5cm) dibuat pembatas pada pinggir area tersebut
dengan parafin padat yang dilelehkan. Ditempatkan kertas saring ini
diatas kertas saring sebelumnya. Diteteskan larutan KOH 0,1 N pada
area tersebut. Diamati ada tidaknya noda pada waktu 15, 30, 45, 60
detik, 3 dan 5 menit, jika tidak ada noda berarti salep memberikan
proteksi.
● Uji Viskositas
Sediaan salep dimasukkan kedalam cup, kemudian dipasang spindle
no 4 dan rotor dijalankan dengan kecepatan 12 rpm. Setelah
viscometer Brookfield menunjukan angka yang stabil, hasilnya di
catat kemudian dikalikan dengan faktor (500)
● Uji Stabilitas
Uji stabilitas fisik dilakukan dengan metode freeze thaw cycling.
Freeze thaw cycling dilakukan dengan cara sediaan disimpan pada
suhu 4ºC selama 24 jam kemudian dipindahkan ke suhu 40ºC
selama 24 jam (1 siklus). Proses ini dihitung 1 siklus. Pengujian
stabilitas dilakukan selama 6 siklus
● Uji Antifungi Sediaan Salep
Setiap petri dibagi menjadi 4 bagian yaitu : control negatif ( basis
salep ), kontrol positif ( salep miconazole 0,4% ), 3 formulasi salep
dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Masing-masing formula salep
yang telah ditimbang 0,1 g dioleskan pada 4 kertas cakram steril
diameter 7 mm, kemudian diletakkan di tengah petri yang telah
tersedia, setelah 48 jam amati diameter hambat ( zona bening ) yang
terbentuk.
Daftar Pustaka
Aulton, M. E., 2007, Aulton’s Pharmaceuticals, The Design and
Manufacture of Medicines, 3rd Ed., 383-385; 392-394; 405-409,
Churchill Livingstone Press, New York.
Anief. 2005. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Bonosari, J, dkk, 2019, Uji Skrining Fitokimia dan Evaluasi Sifat Fisik
Sediaan Salep Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum Sanctum
(L.)) dengan Menggunakan Basis Salep Hidrokarbon dan Basis
Salep Serap, Volume 1 No.1, Politeknik Unggulan Kalimantan.
Departemen Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia (Edisi IV). Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan. 2020. Farmakope Indonesia (Edisi VI). Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dewi Rahmawati, Anita Sukmawati dan Peni Indrayudha. FORMULASI
KRIM MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma
heyneana Val & Zijp) : UJI SIFAT FISIK DAN DAYA ANTIJAMUR
TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO. Majalah Obat
Tradisional, 15(2), 56-63, 2010.
Dita Ayulia Dwi Sandi, Yaumi Musfirah. PENGARUH BASIS SALEP
HIDROKARBON DAN BASIS SALEP SERAP TERHADAP
FORMULASI SALEP SARANG BURUNG WALET PUTIH
(Aerodramus fuciphagus). Jurnal Ilmiah Manuntung,4(2), 149-155,
2018.
Naibabo, O. H., dkk, Pengaruh Basis Salep Terhadap Formulasi Sediaan
Salep Ekstrak Daun Kemangai (Ocimum sanctum L.) Pada Kulit
Punggung Kelinci Yang Dibuat Infeksi Staphylococcus aureus,
Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 2 No. 02, 2013

Anda mungkin juga menyukai