SEDIAAN SALEP
DISUSUN OLEH :
1. MEIKHA TRIAS NURCAHYANI K100200126
2. ASYIFA NINDYASARI K100200127
3. ARUNIYAL ALIMATUS SADIAH K100200128
4. SEKAR ARUM AMBARWATI K100200129
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022/2023
Peran Anggota :
B. Penggolongan Salep
Dasar pembawa salep dibagi menjadi 4 :
1. Salep hidrokarbon → Dasar salep hidrokarbon biasa disebut
dengan vaselin putih. Salep hidrokarbon digunakan untuk
memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan sebagai
penutup
2. Salep serap → Dasar salep serap juga berguna sebagai emolien.
3. Salep yang dapat dicuci dengan air → Dasar salep yang dapat
dicuci dengan air merupakan emulsi minyak dalam air yang
bersifat hidrofilik. Salep ini memiliki keuntungan yaitu mudah
diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan dalam
kelainan dermatologik
4. Salep larut dalam air → salep larut dalam air memiliki beberapa
faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang
dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas serta ketahanan
sediaan jadi . Salep dengan basis larut air memiliki beberapa
kelebihan seperti mudah dicuci, daya lekat yang baik dan
nyaman saat digunakan (Anief,1997)
(Depkes RI, 2020).
Adapun penggolongan salep menurut konsistensinya salep
dibagi menjadi:
1. Unguenta : adalah salep yang mempunyai konsistensi seperti
mentega, tidak mencair pada suhu biasa tetapi mudah dioleskan
tnapa memakai tenaga
2. Cream : adalah salep yang banyak mengandung air, mudah
diserap kulit. Suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
3. Pasta : adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat
padat (serbuk). Suatu salep tebal karena merupakan penutup
atau pelindung bagian kulit yang diberi.
4. Cerata : adalah suatu salep berlemak yang mengandung
persentase tinggi lilin (waxes), sehingga konsistensinya lebih
keras
5. Gel : adalah suatu salep yang lebih halus. Umumnya cair dan
mengandung sedikit atau tanpa lilin digunakan terutama pada
membrane mukosa sebagai pelican atau basis. Biasanya terdiri
dari campuran sederhana minyak dan lemak dengan titik lebur
yang rendah
(Anief, 2005)
Menurut efek terapinya, salep dibagi atas:
1. Salep epidermic (salep penutup) Digunakan pada permukaan
kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi kulit dan
mengahsilkan efek local, karena bahan obat tidak diabsorbsi.
Kadang-kadang ditambahkan antiseptic, astringen untuk
meredakan ransangan. Dasar salep yang terbaik adalah
senyawa hidrokarbon (vaselin).
2. Salep endodermic Salep dimana bahan obatnya menembus
kedalam terapi tidak melalui kulit dan terabsobsi sebagian.
Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi local iritan.
Dasar salep yang baik adalah minyak lemak
3. Salep diadermic (salep serap) Salep dimana bahan obatnya
menembus ke dalam melalui kulit dan mencapai efek yang
diinginkan karena diabsorbsi seluruhnya.
(Anief, 2001)
C. Macam Formula Salep
Formulasi salep bersifat oklusif mengandung basis yang
berlemak dengan pengemulsi air dalam minyak atau minyak dalam
air (Aulton, 2007).
E. Hasil Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Diah Pratimasari dkk
(2015), sediaan yang digunakan adalah sediaan topikal yang
berbentuk salep dengan basis larut air. Basis larut air tidak
mengandung bahan yang berlemak sehingga dapat memberikan
kenyamanan saat digunakan. Selain itu dengan basis larut air
diharapkan pelepasan obat dari sediaannya lebih cepat. Menurut
More (2013), Pada sediaan topikal, salah satu parameter yang
penting untuk diperhatikan adalah adanya kemungkinan produk
yang diaplikasikan menimbulkan iritasi terhadap kulit. Iritasi
merupakan salah satu reaksi buruk yang terjadi pada kulit, yang
dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya lama pemberian,
luas area pemberian, tingkat penetrasi dan ketoksikan dari bahan
yang diaplikasikan. Pada penelitian ini digunakan formulasi salep
larut air minyak atsiri bunga cengkeh. Dalam setiap formula di variasi
konsentrasi minyak atsiri bunga cengkeh sebesar 5%, 10%, dan
15%. selain itu digunakan PEG 4000 dan PEG 400 yang dipanaskan
dan diaduk hingga mengental. Selanjutnya ditambahkan minyak
atsiri hingga homogen. Dilakukan beberapa evaluasi untuk melihat
kualitas fisik dari sediaan. Pengujian sifat fisik yang dilakukan adalah
uji sebar, daya lekat, dan pH. Naibaho dkk. (2013) menyatakan jika
daya sebar pada salep dilakukan untuk melihat kemampuan sediaan
menyebar pada kulit yang mana suatu basis salep sebaiknya
memiliki daya sebar yang baik untuk menjamin pemberian bahan
obat yang memuaskan. Uji daya lekat bertujuan untuk melihat
berapa lama kemampuan salep untuk melekat. Hasil pengujian daya
lekat menunjukkan bahwa saya lekat lebih dari 30 menit dalam
konsentrasi, sehingga tidak memenuhi syarat. Uji pH dilakukan untuk
melihat tingkat keasaman sediaan agar tidak menyebabkan iritasi
pada kulit. Hasil uji pH yang diperoleh adalah 5,84-5,96. Hal ini
sesuai dengan persyaratan yang ada yaitu pH kulit yang berada
pada rentang 4,5-7. Kemudian pada hasil indeks iritasi salep MABC
dari kontrol sehat menunjukkan tidak adanya efek iritasi baik dalam
dosis 5%, 10%, dan 15% pada hewan uji marmut dengan metode
Draize.