Anda di halaman 1dari 15

PRAKTIKUM 1 EMULSI

A. TEORI UMUM

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat terdispersi
dalam larutan pembawa , distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan
minyak dimana cairan yang sat terdispersi menjadi butir-bitir krcil dalam cairan yang lain.
(moh, anief,2019). Moh. Anief. 2019. Ilmu meracik obat cetakan kedelapan belas. Gajah
mada university press: yogyakarta.

Dalam farmakope indonesia edisi IV dijelaskan bahwa Emulsi adalah sistem 2 fase yang
salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi
dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu
penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhimya menjadi satu fase tunggal yang
memisah. (FI IV,1995) DRIJEN POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. DIPKES RI:
jakarta

Emulsi juga dapat diartikan suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara
termodinamika, yang terdiri atas paling sedikit 2 cairan yang tidak bercampur, yang salah
satunya fase terdispersi (fase internal) terdispersi secara seragam dalam bentuk tetesan –
tetesan kecil pada medium pendispersi (fase eksternal) yang distabilkan dengan emulgator
yang cocok. (Santi ,2016) Santi, Sinala.2016. farmasi fisik. KEMENKES RI : jakarta

Ada 3 teori tentang pembentukan emulsi, yaitu :

- Teori Tegangan Permukaan Teori ini menjelaskan bahwa emulsi terjadi bila ditambahkan
suatu substansi yang menurunkan tegangan antar muka diantara 2 cairan yang tidak
bercampur.
- Teori Orientasi Bentuk Baji Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi dengan
dasar adanya kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang bersifat
suka terhadap air atau mudah larut dalam air (hidrofil) dan ada bagian yang suka dengan
minyak atau larut dalam minyak (lifofil).
- Teori Film Plastik Teori ini menjelaskan bahwa emulgator ini mengendap pada permukan
masingmasing butir tetesan fase dispersi dalam bentuk film yang plastis (Fauzi,2019)
Fauzi, Kasim, M.Kes., Apt. 2019. PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI
SEDIAAN SEMISOLID & LIQUID. INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI
NASIONAL: jakarta

Teori emulsifikasi menjelaskan bagaimana emulsi dapat dibuat sehingga memperlihatkan


suatu tipe emulsi dan kestabilan produk yang baik. Mengingat bahwa emulsi merupakan
sediaan yang tidak stabil secara termodinamika maka untuk mencapai tujuan di atas, suatu
emulsi membutuhkan zat pengemulsi atau emulgator. Emulgator adalah bahan aktif
permukaan yang menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dan air dan mengelilingi
tetesan terdispersi dengan membentuk lapisan yang kuat untuk mencegah koalesensi dan
pemisahan fase terdispersi. (Santi ,2016)

Emulgator membantu terbentuknya emulsi dengan 3 jalan yaitu :

a. Penurunan tegangan antar muka (stabilitas termodinamika)


b. Terbentuknya film antar muka yang kaku (pelindung mekanik terhadap koalesen)
c. Terbentuknya lapisan ganda listrik (moh.anief,2012) moh.anief. 2012. Farmasitika
cetakan ke lima. Gajah mada university press: yogyakarta

semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) disekeliling butir-butir


tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koaisien dan
terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah (moh. anief, 2019)

Emulsi dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu Tipe o /w ( m/a) : suatu emulsi dimana minyak
terdispersi sebagai tetesan dalam fase air disebut minyak dalam air. Tipe w/o ( a /m) : adalah
tipe emulsi jika air adalah fase terdispersi dan minyak adalah medium pendispersi biasanya
disebut emulsi air dalam minyak. Dan Emulsi ganda, Dalam tipe emulsi ini dihadirkan 3 fase
yang disebut bentuk emulsi w/o /w ( a /m/a) atau o /w/o (m/a/m) atau disebut emulsi dalam
emulsi. (Santi, 2016)

suatu peristiwa perubahan fisik dari emulsi yang terjadi sewaktu pembuatan atau setelah
penyimpanan disebut dengan ketidakstabilan emulsi . Peristiwa tersebut adalah:
- Creaming dan Sedimentasi : Creaming adalah gerakan ke atas dari tetesan relatif zat
terdispersi ke fase kontinu, sedangkan sedimentasi adalah proses pembalikan yaitu
gerakan ke bawah dari partikel. Kecepatan sedimentasi tetesan atau partuikel dalam
cairan dihubungkan dengan hukum Stokes. Faktor yang dapat memengaruhi kecepatan
sedimentasi atau creaming antara lain diameter tetesan yang terdispersi, viskositas
medium pendispersi, dan perbedaan berat jenis antara fase terdispersi dan medium
pendispersi. Pengurangan ukuran partikel yang terkonstribusi meningkatkan atau
mengurangi creaming.
- Agregasi (flokulasi) dan Koalesensi Flokulasi : adalah penyatuan partikel sedangkan
koalesen adalah penggabungan aglomerat menjadi tetesan yang lebih besar atau tetesan-
tetesan. Koalesen biasanya lebih cepat jika dua cairan yang tidak saling bercampur
dikocok bersama karena tidak ada energi barier yang besar untuk mencegah
penggabungan tetesan dan reformasi dari fase bersama.
- Berbagai jenis perubahan kimia dan fisika
- Inversi fase Emulsi dikatakan membalik ketika perubahan emulsi dari M/A ke A/M atau
sebaliknya. Inversi kadang-kadang terjadi dengan penambahan elektrolit atau dengan
mengubah rasio fase volume. (Santi, 2016)

Sediaan farmasi maupun kosmetika bentuk emulsi banyak sekali dijumpai baik untuk
pemakaian topikal maupun sistemik, misalnya: Per-oral : Kebanyakan adalah tipe o/w.
Bentuk ini mempunyai banyak keuntungan selain mudah diabsorsi, homogenitas dosis
mudah didapat, dll. Per-injeksi : Pada sediaaninimemerlukan perhatian khusus karena
menyangkut preparat steril. Topikal : Dalam sediaan farmasi topikal maupun kosmetika, tipe
emulsi baik olw maupun w/o banyak sekali digunakan tergantung maksud penggunaannya.
(Karim,2019) Karim, juniasti, et all, 2019, Farmasetika Dasar, )oliteknik Kesehatan
Kemenkes Durusan Farmasi, Makassar

Keuntungan dan kerugian obat dalam bentuk emulsi yaitu

- Banyak bahan obat yang mempunyai rasa dan susunan yang tidak menyenangkan dan
dapat dibuat lebih enak pada pemberian oral bila diformulasikan menjadi emulsi.
- Beberapa obat menjadi lebih mudah diabsorpsi bila obat-obat tersebut diberikan secara
oral dalam bentuk emulsi.
- Emulsi memiliki derajat elegansi tertentu dan mudah dicuci bila diinginkan.
- Formulator dapat mengontrol penampilan, viskositas, dan kekasaran (greasiness) dari
emulsi kosmetik maupun emulsi dermal.
- Emulsi telah digunakan untuk pemberian makanan berlemak secara intravena akan lebih
mudah jika dibuat dalam bentuk emulsi.
- Aksi emulsi dapat diperpanjang dan efek emollient yang lebih besar daripada jika
dibandingkan dengan sediaan lain.
- Sedangkan untuk Kerugian bentuk emulsi adalah sulit dibuat dan membutuhkan tehnik
pemprosesan dan keahlian khusus (Santi, 2016)
Persyaratan uji
1. Uji organoleptik
Uji organoleptis sediaan emulsi dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap
bau, warna, bentuk dan tekstur dari sediaan emulsi tersebut. Emulsi yang baik
meunjukan tidak adanya perubahan bentuk dan tekstur selama waktu penyimpanan
tertrntu(Tri, 2020) Tri Fitri,dkk. 2020. Evaluasi Sifat Fisik Emulsi Kombinasi
Karagenan dan Minyak Hati Ikan Cucut Botol Pesisir Cilacap. Jurnal Pharmaqueous
STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah
2. Uji stabilitas
Uji sentrifugasi merupakan alat yang sangat berguna untuk mengevaluasi dan
meramalkan shelf-life suatu emulsi dengan mengamati pemisahan fase terdispersi
karena pembentukan krim atau penggumpalan. Emulsi yang baik atau stabil Tidak
terjadi coalescence (bergabungnya dua atau lebih droplet fase dalam) secara cepat dan
sediaan emulsi dapat terdispersi secara cepat ketika dikocok. Tidak terjadi Creaming
atau bergabungnya dua droplet fase dalam dan bersifat reversible. Dan tidak terjadi
Cacking atau gabungan dua droplet fase dalam yang bersifat irreversible. (Yulianto,
2022) Yulianto, dkk.2022. FORMULASI EMULSI MINYAK IKAN GURAMI
(Osphronemus gourami L.) SEBAGAI SUPLEMEN MAKANAN. Jurnal
Pharmaqueous STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah
3. Uj ph
Pengujian pH dilakukan menggunakan kertas pH, dengan cara kertas pH dicelupkan
kedalam sediaan emulsi, kemudian melakukan pengamatan yang terjadi dari
perubahan kertas pH. sediaan emulsi tersebut telah memenuhi persyaratan sediaan
yang baik yaitu memiliki pH antara 6.5-7 (Tri, 2020)
4. Uji bobot jenis
iga
5. Uji viskositas
Uji viskositas kekentalan ditetapkan dengan Viskometer Ostwald–Ubbelohde secara
tidak langsung menggunakan cairan pembanding yang viskositasnya telah diketahui
(Depkes, 1979).

Manfaat uji
1. Uji organoleptik
Tujuan dilakukan uji organoleptik adalah untuk mengetahui bentuk, warna, bau dan
rasa. Selama penyimpanan pada suhu tertentu yang mana perlu diperhatikan agar
tidak terjadi perubahan bentuk fisik emulsi (hilda,2013) pengaruh perbandingan
kadar GA sebagai emulgator terhadap sifat fisik emulsi minyak zaitun. Karya tulis
ilmiah. Politeknik harapan bersama
2. Uji stabilitas
Uji stabilitas merupakan salah satu parameter kualitas dan bertujuan untuk
mengetahui kemampuan suatu produk obat untuk bertahan dalam batas
spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan.
Suhu dan waktu penyimpanan termasuk faktor yang mempengaruhi stabilitas obat.
3. Uji ph
Pengujian pH bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pH emulsi dengan pH saluran
cerna sehingga dapat di adsorbsi oleh lambung. Berdasarkan rentang pH saluran cerna
yaitu antara 5-7. Apabila sediaan emulsi memiliki pH yang terlalu rendah atau asam
maka sediaan emulsi dapat menyebabkan iritasi. (Tri, 2020)
4. Uji bobot jenis
Pengukuran bobot jenis ber-tujuan untuk mengetahui kestabilan sediaan emulsi
ataupun mikroemulsi (Yulianto, 2022)
5. Uji viskositas
Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui besarnya kekentalan yang dihasilkan.
Konsentrasi ekstrak yang terkandung didalam sediaan emulsi sangat mempengaruhi
tingkat viskositas. Semakin besar konsentrasi ekstrak yang diberikan maka akan
semakin tinggi viskositasnya. Viskositas akan meningkat karena dapat menarik air
lebih banyak. Semakin tinggi nilai viskositas maka semakin tinggi pula
kekentalannya (Tri, 2020)
DRIJEN POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. DIPKES RI: jakarta

DRIJEN POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. DIPKES RI: jakarta

Fauzi, Kasim, M.Kes., Apt. 2019. PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI


SEDIAAN SEMISOLID & LIQUID. INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI
NASIONAL: jakarta
(hilda, fitirani,2013) pengaruh perbandingan kadar GA sebagai emulgator terhadap
sifat fisik emulsi minyak zaitun. Karya tulis ilmiah. Politeknik harapan bersama

Karim, juniasti, et all, 2019, Farmasetika Dasar, )oliteknik Kesehatan Kemenkes Durusan
Farmasi, Makassar

moh.anief. 2012. Farmasitika cetakan ke lima. Gajah mada university press: yogyakarta

Moh. Anief. 2019. Ilmu meracik obat cetakan kedelapan belas. Gajah mada university
press: yogyakarta.

Santi, Sinala.2016. farmasi fisik. KEMENKES RI : jakarta

Tri Fitri,dkk. 2020. Evaluasi Sifat Fisik Emulsi Kombinasi Karagenan dan Minyak
Hati Ikan Cucut Botol Pesisir Cilacap. Jurnal Pharmaqueous STIKES Al-Irsyad Al-
Islamiyyah

Yulianto, dkk.2022. FORMULASI EMULSI MINYAK IKAN GURAMI (Osphronemus


gourami L.) SEBAGAI SUPLEMEN MAKANAN. Jurnal Pharmaqueous STIKES Al-Irsyad Al-
Islamiyyah
PEMBAHASAN CARA KERJA

Praktikum pembuatan emulsi yang telah dilakukan merupakan salah satu pembelajaran yang
bertujuan agar mahasiswa dapat membuat dan mengevaluasi sediaan emulsi. Formula Emulsi
yang dibuat adalah emulsi minyak ikan sebanyak 100 ml. dalam pembuatan emulsi tentunya
tahap pertama yang dilakukan adalah menyiapkan dan menimbang bahan. Bahan yang digunakan
adalah oleum lecoris aselli sebanyak 20 gram, gom arab 10 gram, gliserin 6 gram dan aquadest
ad 100 ml. dalam formula tersebut yang merupakan zat aktif adalah oleum lecoris aselli atau
sering disebut dengan minyak ikan. Minyak ikan sendiri merupakan sumber vitamin A dan D
yang sangat penting bagi pertumbuhan anak.

Dalam pembuatan emulsi pada praktikum ini menggunakan metode basah. Metode basah yaitu
suatu metode dalam pembuatan emulsi dengan cara zat pengemulsi ditambahkan kedalam air (zat
pengemulsi umumnya larut dalam air) agar membentuk suatu mucilago, kemudian minyak
perlahan-lahan ditambahkan untuk membentuk emulsi, selanjutnya diencerkan dengan sisa air.
(moh, anief,2019) metode basah memiliki keuntungan terutama bila yang digunakan sebagai
emulgator adalah bahan yang mengembang seperti kebanyakan koloid hidrofilik. Hal tersebut karena
pengembangan emulgator dilakukan secara terpisah sehingga pengembangannya akan maksimal.
Pengembangan emulgator yang tidak maksimal dapat menimbulkan pengembangan terjadi selama
penyimpanan, sehingga kemungkinan peningkatan viskositas dan bobot sediaan akan terjadi.
(Hadning,2017) Hadning.2017. Formulasi dan Uji Stabilita Fisik Sediaan Oral Emulsi Virgin Coconut Oil.
Artikel penelitian

Setelah semua bahan disiapkan kemudian dimasukan satu persatu secara bertahap kedalam
mortir. dalam hal ini, mortir yang digunakan oleh kelompok 3 tidak dipanaskan terlebih dahulu
dikarenakan pengadukan atau pencampuran bahan tidak dilakukan secara manual akan tetapi
menggunakan mixer yang mana mampu mengaduk dengan kecepatan tinggi dan stabil. Bahan
pertama yang dicampurkan adalah gom arab 6 gr dengan aquadest 15 ml. banyaknya aquadest
yang digunakan untuk melarutkan gom diambil dari 1,5 dari jumlah ad 100 ml. pencampuran
gom dilakukan dengan menambahkan sedikit demi sedikit aquadest sampai homogen dan
membentuk curpus emulsi. Dalam pembuatan emulsi yang dilakukan, gom arab berperan sebagai
emulgator. Definisi emulgator sendiri menurut (Santi ,2016) adalah bahan aktif permukaan yang
menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dan air dan mengelilingi tetesan terdispersi
dengan membentuk lapisan yang kuat untuk mencegah koalesensi dan pemisahan fase
terdispersi. Mekanisme gom arab sebagai emulgator adalah dengan cara membentuk lapisan film
multimolekuler yang akan membungkus fase minyak sehingga dapat bercampur dengan air. Gom
juga bisa meningkatkan viskositas sehingga meminimalisir terjadinya pengendapan atau
pemisahan dari fase minyak.

Langkah selanjutnya, corpus emulsi yang terbentuk dari pencampuran gom dan aquadest
kemudian ditambahkan dengan zat aktif yaitu oleum leceris aselli atau minyak ikan sebanyak 20
gr. Penambahan oleum dilakukan secara sedikit demi sedikit tujuan nya adalah agar minyak
dapat terdispersi secara merata. Campuran ini diaduk hingga tidak terlihat adanya pemisahan
antara curpus emulsi dan oleum liceris. Pengadukan dilakukan sekita kurang lebih selama 15
menit. Pengadukan ini bertujuan untuk memecah globul-globul minyak agar menghasilkan
ukuran globul yang lebih kecil, agar lebih mudah terdispersi. Ukuran globul yang lebih kecil juga
menyebabkan viskositas menjadi meningkat, sehingga kecepatan terjadinya endapan menjadi
terham bat. Waktu pengadukan harus tepat, tidak boleh terlalu sebentar atau terlalu lama. Jika
waktu pengadukan terlalu pendek, dikhawatirkan proses emulsifikasi belum sempurna, globul
yang terbentuk masih dalam ukuran besar dan emulgator belum melapisi globul secara sempurna
sehingga kestabilan emusi akan berkurang (mudah terjadi koalesensi), sedangkan jika waktu
pengadukan terlalu lama kemungkinan juga akan menyebabkan terjadi tumbukan antar globul
minyak minyak lebih sering yang dapat menyebabkan koelesensi. (Hadning,2017)

Kemudian setelah campuran tersebut homogen, selanjutnya ditambahkan dengan gliserin


sebanyak 6 gr. Dalam hal ini gliserin berperan sebagai bahan tambahan pemanis untuk menutupi
rasa yang tidak enak dari oleum iecoris aselli. gliserin memiliki kelarutan yang cukup baik
dengan air dan bisa disatukan dengan pembawa air sebagai fase pendispersi. Dalam percobaan
ini glycerin juga digunakan sebagai anti caplocking yaitu pencegah pengkristalan. Penambahan
gliserin juga dilakukan secara sedikit demi sedikit seperti pada penambahan oleum yang brtujuan
agar terdispersi secara merata.

Semuah bahan yang telah tercampur kemudian ditambahkan dengan sisa aquadest ad 100 ml.
sisa aquadest tersebut adalah sebanyak 49 ml. penambahan tetap dilakukan secara sedikit demi
sedikit untuk menghindari terpisahnya fase minyak dan air. Selain itu dengan penambahan
bertahap akan memudahkan proses terdispersinya air didalam sediaan yang dibuat. Setelah bahan
tercampur semua Pangadukan tetap dilakukan sampai benar-benar terlihat tidak ada pemisahan
fase minyak dan fase air. Tahap terakhir sediaan emulsi yang telah jadi akan dievaluasi, hasil
evaluasi akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.
PEMBAHASAN

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat terdispersi. Emulsi
juga diartikan sebagai suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara termodinamika, yang
terdiri atas paling sedikit 2 cairan yang tidak bercampur, yang salah satunya fase terdispersi (fase
internal) terdispersi secara seragam dalam bentuk tetesan – tetesan kecil pada medium
pendispersi (fase eksternal) yang distabilkan dengan emulgator yang cocok (Santi ,2016). Dalam
praktikum ini fase pendispersi emulsi adalah air dan fase terdispernya adalah minyak yang
berarti emulsi yang dibuat adalah emulsi tipe m/a (minyak dalam air). Hal ini dapat dilihat dari
jumlah fase minyak yang ditambahkan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah fase air.
Minyak akan terdispersi didalam air membentuk globul-globul yang telah di lapisi oleh
emulgator.

Sejatinya pemilihan emulgator pada sediaan emulsi sangat mempengaruhi hasil akhir,
dikarenakan zat emulgator ini yang akan menghomogenkan antara fase minyak dan fase air.
Emulgator akan mengurangi tegangan antar muka pada kedua fase sehingga kedua zat akan
tercampur. Emulgator yang digunakan dalam praktikum ini adalah gom yang memiliki
mekanisme kerja dengan cara membentuk lapisan film multimolekuler yang akan membungkus
fase minyak sehingga dapat bercampur dengan air.

Zat aktif atau bahan obat pada emlusi yang telah dibuat adalah olium leceris aselli atau minyak
ikan. Kandungan minyak ikan sangat beragam terutama vitamin A dan vitamin D, selain itu
minyak ikan juga mengandung asam lemak-omega (EPA, DHA) yang bekerja sebagai anti tumor
karena mendesak arachidonat dari membran sel dan membentuk prostaglandin baik tanpa efek
stimulasi tumor. Begitu pula mengandung sejumlah polv-unsaturated fatty acids (PUFA),
termasuk 18% asam lemak omega3 yang juga berkhasiat menurunkan kadar kolesterol. Dulu
senyawa dalam minyak ikan ini banyak digunakan anak-anak sebagai obat pencegah rachitis dan
sebagai penguat pada keadaan lemah sesudah mengalami infeksi. Akan tetapi, Berhubung bau
yang dimiliki tidak enak dan kandungan zat-zat toksik (insektisid) sebagai kotoran, maka
sekarang sudah tergantikan oleh sediaan vitamin murni. (FITRI,DKK, 2020)
Pada praktikum ini dilakukan evaluasi sediaan pada emulsi yang telah jadi tujuannya adalah
untuk mengetahui stabilitas emulsi yang telah dibuat. Adapun hasil dari evaluasi sediaan emulsi
adalah sebagai berikut:

1. Uji organoleptis
Uji organoleptis sediaan emulsi dilakukan dengan mengamati bau, warna, bentuk dan
tekstur dari sediaan emulsi tersebut. Pengamatan uji organoleptis emulsi pada praktikum
ini menghasilkan data bahwa emulsi yang dibuat memiliki warna putih, berbau sedikit
amis seperti minyak ikan dan memiliki rasa sedikit manis. Pada dasarnya pembuatan
emulsi yang dilakukan tidak menambahkan zat pewarna sehingga warna nya tetap putih
seperti susu. Bau amis pada emulsi disebabkan oleh tidak adanya pengaroma sehingga
bau pada minyak ikan tetap tercium walaupun tidak terlalu menyengat. Selanjutnya rasa
manis pada emulsi disebabkan oleh penambahan gliserin. gliserin disini berperan sebagai
bahan tambahan pemanis untuk menutupi rasa yang tidak enak dari oleum iecoris aselli
2. Uji ph
Uji pH terhadap sediaan bertujuan untuk mengetahui keamanan dari sediaan tersebut
pada saat digunakan. Apabila sediaan emulsi memiliki pH yang terlalu rendah atau asam
maka sediaan emulsi dapat menyebabkan iritasi. Evaluasi dilakukan dengan
mengencerkan sediaan emulsi 1 ml dengan aquadest 10 ml. hal ini dilakukan agar cairan
emulsi dapat terserap oleh ph meter kertas. Pengukuran ph dilakukan sebanyak 3 kali
replikasi tujuanya agar mendapatkan ph yang akurat. Menurut (Yulianto, 2022) rentang
pH saluran cerna yaitu antara 5-7 sehingga sediaan emulsi perlu memenuhi ph tersebut
agar aman untuk dikonsumsi. Hasil uji ph emulsi kelompok 3 adalah 5 (asam). Ph ini
telah memenuhi persyaratan rentang ph pencernaan yang berarti sediaan aman untuk di
konsumsi. Dalam hasil ini juga ph yang didapatkan sebanding dengan penelitian
(Yulianto, 2022) pada jurnal nya FORMULASI EMULSI MINYAK IKAN GURAMI
(Osphronemus gourami L.) SEBAGAI SUPLEMEN MAKANAN dimana dihasilkan ph
yang sama yaitu 5
3. Uji bobot jenis
Uji bobot jenis dilakukan untuk mengetahui berat jenis sediaan akhir apakah sudah sesuai
dengan berat jenis berdasarkan dengan teoritis atau literature dengan menggunakan alat
yang disebut piknometer. bobot jenis dari sediaan emulsi harus lebih besar dari bobot
jenis aquadest, Pada formulasi sediaan emulsi diharapkan memiliki nilai berat jenis >1
g/ml (Ditjen POM, 1979).
Bobot jenis emulsi yang dihasilkan adalah 1,0366 g/ml. dalam uji ini emulsi yang dibuat
telah memenuhi persyaratan >1 sehingga sediaan mudah untuk dituang.
4. Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui tercampurnya fase minyak dan fase air
pada emulsi. Uji ini dilakukan dengan pengamatan dibawah mikroskop, hasil yang
diperoleh menunjukan adanya gelembung gelembung yang tersebar tidak merata,
gelembung tersebut adalah fase minyak pada sediaan emulsi yang tidak tercampur
dengan pendispersi. Gelembung yang tidak merata diartikan bahwa emulsi tidak
homogen.
5. Uji partikel
Uji partikel dilakukan menggunakan mikroskop dimana hasil menunjukan bahwa
terdapat partikel yang ditandai dengan titik hitam. Partikel ini menandakan bahwa emulsi
tersebut bukan emulsi yang baik dimana seharusnya dalam emulsi tidak ada partikel kasar
seperti dalam suspensi

Dari hasil semua pengujian tersebut didapat hasil evaluasi sediaan emulsi yang cukup
baik tetapi ada bebeapa uji yang menunjukan hasil tidak sesuai dengan persyaratan emulsi yaitu
pada uji homogenitas dan uji partikel. Ketidak homogenan ditandai dengan adanya gelembung
atau globul yang tidak merata pada emulsi. Hal ini menyebabkan koalesensi yaitu peristiwa
ketidakstabilan emulsi yang dikarenakan tidak hanya oleh energi bebas permukaan tetapi juga
karena ketidaksempurnaan pelapisan globul atau gelembung, sehingga terjadi penggabungan
globul-globul menjadi lebih besar . Ketidaksempurnaan pelapisan globul ini dapat disebabkan
antara lain konsentrasi emulgator yang digunakan belum mencukupi untuk menyelimuti globul-
globul atau pengembangan emulgator yang belum sempurna sehingga proses pembentukan
lapisan multimolekular belum sempurna. Faktor lain yang mungkin terjadi adalah sistem emulsi
yang terbentuk kurang kental, sehingga globul-globul tidak dapat dipertahankan tetap pada
posisinya. Akibatnya laju sedimentasi akan meningkat dan diperoleh emulsi yang tidak stabil. .
(Hadning,2017)
beberapa hal yang tidak sesuai dengan persyaratan yaitu homogenitas dan partikel emulsi dapat
disebabkan karena beberapa fakor diantarnya :

- Kurangnya waktu pengadukan pada pembuatan emulsi,


- Penimbangan bahan yang kurang untuk membuat sediaan emulsi
- Perbedaan intensitas pengadukan
- serta Ketidaktelitian dalam pengamatan kestabilan emulsi.
KESIMPULAN

1. Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat terdispersi
dalam larutan pembawa , distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
2. Zat pengemulsi disebut dengan emulgator yang bekerja menurunkan tegangan antarmuka
antara minyak dan air. Mekanisme kerja emulgator yang digunakan yakni gom adalah
dengan membentuk lapisan film multimolekuler yang akan membungkus fase minyak
sehingga dapat bercampur dengan air
3. Dalam pembuatan emulsi Waktu pengadukan harus tepat, tidak boleh terlalu sebentar
atau terlalu lama. Jika waktu pengadukan terlalu pendek, dikhawatirkan proses
emulsifikasi belum sempurna, sedangkan jika waktu pengadukan terlalu lama
kemungkinan juga akan menyebabkan terjadi tumbukan antar globul minyak sehingga
menyebabkan koelesensi
4. Dari hasil semua pengujian evaluasi terhadap sediaan emulsi yang telah dibuat adalah
emulsi kurang stabil karena tidak homogen,ditandai dengan adanya gelembung tidak
merata, ketidak homogenan emulsi dapat menyebabkan terjadinya koalesensi

Anda mungkin juga menyukai