Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

EMULSIFIKASI

Oleh:
Eka Lubis (01174220017)

Pengampu:
Karnelasatri, M.Si.
Sri Wahyu Ningsih Munthe, S.Pd., B.Ed.

PROGRAM STUDI FARMASI PROGRAM DIPLOMA TIGA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
JAKARTA
2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Emulsifikasi adalah proses mencampurkan dua atau lebih cairan yang
tidak dapat bercampur secara alami, seperti minyak dan air, dengan menggunakan
zat pengemulsi atau emulsifier untuk membentuk campuran homogen yang stabil.
Emulsifikasi sering digunakan dalam berbagai industri, termasuk industri
makanan, minuman, kosmetik, dan farmasi (Dickinson, 2015).

Emulsi memiliki beberapa jenis, yaitu O/W, W/O, dan emulsi ganda
(O/W/O atau W/O/W). Emulsi digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti
kosmetik, makanan, farmasi, dan industri kimia. Pembentukan emulsi dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti pengocokan, pengadukan, atau
penggunaan bahan emulsifier (Friberg, 2004).

Dalam bidang farmasi, ilmu mengenai emulsi berguna sebagai pengamatan


tentang senyawa – senyawa yang larut dalam lemak. Contohnya vitamin
terabsorpsi sempurna jika diemulsikan dibandingkan dengan diberikan secara per
oral. Emulsi merupakan sistem dispersi kasar dari dua atau lebih cairan yang tidak
larut satu sama lain (Martin, 2008).

Emulsifikasi umumnya digunakan pada pembuatan produk obat dan


kosmetik untuk penggunaan luar. Khususnya pada losion dan krim karena sediaan
tersebut diharapkan adalah sediaan yang mudah menyebar dan menutupi area
yang dioleskan pada kulit. Pada emulsifikasi biasanya digunakan emulgator.
Penggunaan emulgator bertujuan sebagai bahan aktif permukaan yang
menurunkan tegangan antar muka pada minyak dan air dan mengelilingi tetesan
terdispersi dengan membentuk lapisan kuat untuk menghindari koalesensi dan
pemisahan fase terdispersi (Sinko & Patrick, 2015).

Sistem emulsi pada bidang farmasi dibedakan menjadi beberapa bagian,


emulsi cairan, emulsi kental, dan emulsi untuk penggunaan luar. Emulsi cairan
contohnya emulsi minyak ikan, emulsi parafin. Sedangkan emulsi penggunaan
1
luar seperti salep dan krim (Allen, 2013).

Adapun manfaat pembuatan emulsi adalah untuk mengasilkan cairan yang


homongen dan stabil, meningkatkan daya lekat antara senyawa-senyawa yang
memiliki massa molekul yang berbeda, dapat memperbaiki tekstur, dan
memfalisitasi pelepasan zat aktif pada obat (McClements, 2005).

Oleh karena itu pratikum ini dilakukan untuk mengetahui cara pembuatan
emulsifikasi, faktor-faktor yang mempengaruhi emulsifikasi dan untuk
mengetahui HLB dari suatu emulsi.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini, diharapkan mampu dalam membuat
emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan, mampu dalam
menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam
pembuatan emulsi, dapat menentukan nilai HLB butuh minyak yang digunakan
dalam pembuatan emulsi, dan mampu dalam mengevaluasi ketidakstabilan suatu
emulsi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Emulsi adalah sistem dispersi kasar yang secara termodinamika tidak stabil,
terdiri dari minimal dua atau lebih cairan yang tidak bercampur satu sama lain,
dimana cairan yang satu terdispersi didalam cairan yang lain dan untuk
memantapkannya diperlukan penambahan emulgator. Identitas emulsi berasal
daribahasa latin (emulgere = memerah, yang mengacu kepada susu sebagai jenis
emulsi alam) (Voight, 1994).

Suatu emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika
yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana
satu diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam dalam fase cair lain
yaknisistem dibuat stabil dengan adanya suatu zat pengemulsi. Berbagai tipe zat
pengemulsi akan dibicarakan kemudian dalam bagian ini, baik fase
terdispersi atau fase kontinu bisa berkisar dalam konsistensi dari suatu cairan
mobil sampai suatu massa setengah padat (semisolid). Jadi sistem emulsi
berkisar dari cairan yang mempunyai viskositas relatif rendah sampai salep atau
krim, yang merpakan semisolid. Diameter partikel dari fase terdispersi
umumnya berkisar dari 0,1–10 µm, walaupun partikel sekecil 0,01 µm dan
sebesar 100 µm bukan tidak biasa dalam beberapa sediaan (Martin, 2008).

Istilah HLB (Hydrophil Lypophil Balance) diciptakan Griffin untuk


tensid bukan ionik. Griffin menyusun setiap tensid kedalam harga bilangan tanpa
dimensi, yang dihitung dari perbandingan stokiosmetris bagian lipofil dan
bagian hidrofil dan tensid. Dengan demikian harga HLB memberi informasi
tentang keseimbangan hidrofil lipofil yang dihasilkan dari ukuran atau kekuatan
gugus lipofil hidrofil. Suatu zat lipofil disusun dalam harga HLB yang lebih
rendah, zat hidrofil dalam harga yang lebih tinggi. Dari hal tersebut diketahui
bahwa perbandingan bagian lipofil terhadap bagian hydrophil menjadi lebih
menguntungkan dengan memasukkan gugus hidrofil kedalam tensid bukan ionik
sehingga dihasilkan tensid dengan HLB yang lebih tinggi. Dengan cara ini
emulgator W/O dengan harga HLB tertentu (Voight, 1994).

3
Penerapan dibidang farmasi, suatu emulsi O/W merupakan suatu
cara pemberian oral yang baik untuk cairan–cairan yang tidak larut dalam air,
terutama jika fase terdispersi mempunyai fase yang tidak enak. Yang lebih
bermakna dalam farmasi masa kini adalah pengamatan tentang beberapa
senyawa yang larut dalam lemak, seperti vitamin, diabsorbsi lebih sempura jika
diemulsikan daripada jika diberikan per oral dalam sutau larutan berminyak.
Penggunaan emulsi intravena telah diteliti sebagai suatu cara untuk merawat
pasien lemah yang tidak menerima obat–obat yang diberikan secara oral
(Syamsuni, 2006).

Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika


dengan kandungan paling sedikit dua fase cair yang tidak dapat bercampur, satu
diantaranya didispersikan sebagai globula dalam fase cair lain. Ketidakstabilan
kedua fase ini dapat dikendalikan menggunakan suatu zat pengemulsi/emulsifier
atau emulgator. Terdapat beberapa jenis emulsi, mulai dari yang sederhana
hingga kompleks (Pawlik et al., 2013).

Sistem emulsi minyak dalam air (M/A) atau oil in water (O/W) adalah
sistem emulsi dengan minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase
pendispersi. Emulsi tersebut dapat ditemukan dalam beberapa bahan pangan
yaitu mayonnaise, susu, krim dan adonan roti. Berkebalikan dengan M/A,
emulsi air dalam minyak (A/M) atau water in oil (W/O) adalah emulsi dengan
air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai fase pendispersi. Jenis emulsi ini
dapat ditemukan dalam produk margarin dan mentega (Winarno, 1997).

Terdapat 2 tipe emulsi ganda yaitu water-in-oil-in-water (W/O/W) yang


merupakan tipikal emulsi dimana air terdispersi dalam minyak lalu minyak
tersebut didispersikan kembali dalam air sehingga disebut emulsi air-dalam-
minyak-dalamair, dan oil-in-water-in-oil (O/W/O) yang merupakan
kebalikannya dan disebut pula dengan emulsi minyak-dalam-air-dalam-minyak
(Aserin, 2008). Struktur emulsi ganda dapat dilihat pada Illustrasi 1.

4
Ilustrasi 1. Skema Droplet Emulsi Ganda (Aserin, 2008)
Keterangan : (a) Emulsi Ganda O/W/O dan (b) Emulsi Ganda W/O/W
Emulsi ganda cenderung memiliki ukuran partikel yang lebih besar
dibandingkan emulsi pada umumnya karena strukturnya yang kompleks. Dilihat
pada Ilustrasi 1, emulsi ganda O/W/O tersusun dari droplet minyak internal
(O1), droplet air (W) dan droplet minyak eksternal (W2) sedangkan emulsi
ganda W/O/W tersusun dari droplet air internal (W1), droplet minyak (O) dan
droplet air eksternal (W2). Lapisan emulsifier berfungsi untuk mengikat droplet
air dan minyak agar tidak saling memisah. Emulsi O1/W/O2 umumnya disingkat
menjadi O/W/O, begitu pula dengan emulsi ganda W1/O/W2 yang lebih dikenal
dengan singkatan W/O/W. Emulsi ganda W/O/W lebih lazim digunakan
dibandingkan dengan emulsi ganda O/W/O karena sifat kelarutannya (Khalid et
al., 2013).

Span dan Polyglycerol Polyricinoleate (PGPR) merupakan contoh


emulsifier sintetik dengan angka hydrophilic-lipophylic balance (HLB) rendah
yang umum digunakan dalam emulsi air internal dalam minyak (W/O),
sedangkan Tween merupakan contoh emulsifier dengan nilai HLB tinggi yang
digunakan untuk fase minyak ke dalam air eksternal (O/W) (Benichou et al.,
2002). Protein sebagai emulsifier alami dapat digunakan dalam emulsi ganda
W/O/W.
Tabel 1. Karakteristik Emulsifier Alami dan Sintetik (Norn, 2015).

Span Merupakan Ester asam lemak sorbitan pertama kali diperkenalkan


secara komersial tahun 1938 oleh Perusahaan Atlas Powder dengan nama
dagang ‘Span’. Ester asam lemak sorbitan merupakan turunan dari reaksi
sorbitol dengan asam lemak (Bash, 2015). Span merupakan jenis emulsifier
nonionik lipofilik dengan nilai HLB rendah yang memiliki berat molekul
rendah dan permukaan aktif (Hasenhuettl, 1997). Nomenklatur dan5
karakteristik fisik dari masing-masing estersorbitan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nomenklatur dan Karakteristik Fisik Ester Sorbitan (Norn, 2015)

Tween, Polyoxyethylene (20) sorbitan monooleate atau lebih dikenal dengan


polisorbat diperkenalkan oleh Perusahaan Atlas Powder pada tahun 1942 dengan
nama dagang komersial ‘Tween’ (Bash, 2015). Tween merupakan modifikasi dari
ester sorbitan dengan etilen oksida. Emulsifier ini memiliki karakteristik fisik
berwarna kuning hingga orange bening, cair dan berminyak. Tween bersifat
hidrofilik karena panjangnya rantai polioksietilen. Nomenklatur dankarakteristik
fisik Tween dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nomenklatur dan Karakteristik Fisik Emulsifier Tween (Norn, 2015)

6
Sistem HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance), merupakan nilai untuk
menyatakan keseimbangan antara ukuran dan kekuatan dari gugus hidrofilik (suka
air/polar) dan gugus lipofilik (tidak suka air/non-polar) dari suatu emulsifier.
Emulsifier sebagai agen pengikat air dan minyak memiliki kombinasi gugus hidrofilik
dan hidrofobik yang dinyatakan dalam nilai HLB. Nilai HLB berkisar pada rentang 0-
20. Emulsifier lipofilik dinyatakan dengan nilai HLB rendah (<9) sedangkan
emulsifier hidrofilik memiliki nilai HLB tinggi yaitu >11 (Uniqema, 2004). Rentang
nilai HLB 9-11 merupakan nilai tengah dimana jumlah gugus hidrofilik dan lipofilik
seimbang. Nilai HLB emulsifier ditentukan berdasarkan presentase berat gugus
hidrofilik dari emulsi nonionik. Tingginya nilai HLB pada emulsifier hidrofilik
menunjukkan semakin banyaknya jumlah gugus hidrolik yang terkandung pada
emulsifier tersebut. Semakin rendah nilai HLB emulsifier lipofilik merepresentasikan
jumlah gugus hidrofilik yang semakin sedikit pula. Nilai HLB emulsifier berserta
aplikasinya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rentang HLB dan Aplikasi (Tadros, 2013)

Nilai HLB emulsifier berhubungan dengan sifat kelarutannya. Emulsifier


dengan nilai HLB rendah cenderung larut dalam minyak sedangkan nilai HLB tinggi
cenderung larut dalam air. Semakin tinggi nilai HLB maka surfaktan tersebut semakin
bersifat hidrofilik dengan karakteristik khusus yaitu memiliki kelarutan air yang sangat
tinggi. Sebaliknya, semakin rendah nilai HLB maka menunjukkan sifat hidrofobik
yang semakin kuat. Emulsifier dengan HLB rendah diaplikasikan pada sistem emulsi
W/O dimana gugus hidrofilik akan mengikat sejumlah air yang terdispersi dalam
minyak (Tadros, 2013). Minyak sebagai fase pendispersi akan diikat oleh gugus
lipofilik. Sebaliknya, emulsifier dengan HLB tinggi diaplikasikan pada sistem emulsi
O/W. Air sebagai fase pendispersi akan diikat oleh gugus hidrofilik yang jumlahnya
lebih banyak dibandingkan gugus lipofilik yang akan mengikat sejumlah minyak yang
terdispersi. Penggunaan emulsifier dengan nilai HLB optimum dan properti kimia
yang kompatibel dengan komponen emulsi akanmembentuk suatu struktur emulsi
yang stabil (Uniqema, 2004).
7
BAB III
METODE

3.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada paktikum ini adalah Gelas Ukur, Gelas Beaker,
Mixer, Stopwatch, Stirrer, dan Hotplate.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Aquadest, Minyak
Goreng, Pewarna, Tween, dan Span.
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Pengaruh Waktu Pencampuran Dan Laju Terhadap Stabilitas Emulsi

Siapkan tiga larutan untuk minyak dengan menggunakan perbandingan


air dan minyak 55:45 dalam 100 ml

1-2 tetes pewarna ditambahkan pada sampel air dan minyak dalam
gelas beaker

Larutan masing-masing diaduk dengan kecepatan dan waktu yang


berbeda-beda (200, 400, 600 rpm) selama 3 menit, 6 menit, dan 9
menit.

Hasil pengadukan larutan dipindahkan pada gelas ukur 100 ml

Diamati dan dicatat jumlah air yang terpisah dari masing-masing


larutan setiap 5 menit hingga 60 menit

Ubah hasil menjadi persentase air yang terpisah (diekspresikan sebagai


jumlah air yang terpisah pertotal jumlah cairan)

% Air terpisah =

Catat waktu yang dibutuhkan setiap emulsi untuk terpisah

8
Buatlah grafik yang menunjukkan hubungan antara waktu dengan
stabilitas emulsi (dalam persen pemisahan air) dan bandingkan waktu
yang dibutuhkan setiap emulsi untuk terpisah

Tentukan nilai HLB:

HLB =

3.2.2 Pengaruh Pengemulsi Terhadap Stabilitas Emulsi

Larutan disiapkan berdasarkan formulasi berikut:


v
Kontrol Larutan A Larutan B

Air 55% 54% 54%

Minyak 45% 45% 45%


Goreng

Tween - 1% -

Span - - 1%

Tambahkan 1-2 tetes pewarna

Larutan diaduk dengan kecepatan 600 rpm selama 6 menit

Pindahkan larutan kedalam gelas ukur 100 ml

Diamati dan dicatat jumlah terpisahnya air dari sampel setiap 5 menit
hingga 60 menit
9
Diubah hasilnya menjadi persentase air yang terpisah (diekspresikan
sebagai jumlah air yang terpisah pertotal jumlah cairan)

Dicatat waktu yang dibutuhkan setiap emulsi untuk terpisah

Dibuat grafik yang menunjukka hubungan antara waktu dengan


stabilitas emulsi (dalam persen pemisahan air) dan bandingkan waktu
yang dibutuhkan setiap emulsi untuk terpisah

Tentukan nilai HLB

3.2.3 Pengaruh Komposisi Bahan Terhadap Emulsi

Siapkan larutan berdasarkan formulasi berikut:

Sampel Larutan A Larutan B

Air 60% 40%

Minyak goreng 40% 60%

Tambahkan 1-2 tetes pewarna

Larutan diaduk dengan kecepatan 600 rpm selama 6 menit

Pindahkan larutan kedalam gelas ukur 100 ml

Diamati dan dicatat jumlah terpisahnya air dari sampel setiap 5 menit
hingga 60 menit
6
Diubah hasilnya menjadi persentase air yang terpisah (diekspresikan
sebagai jumlah air yang terpisah pertotal jumlah cairan)

Dicatat waktu yang dibutuhkan setiap emulsi untuk terpisah

Dibuat grafik yang menunjukka hubungan antara waktu dengan


stabilitas emulsi (dalam persen pemisahan air) dan bandingkan waktu
yang dibutuhkan setiap emulsi untuk terpisah

Tentukan nilai HLB

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengaruh Waktu Pencampuran Dan Laju Terhadap Stabilitas Emulsi
Tabel 4.1.1 Pengaruh Waktu Pencampuran Dan Laju Terhadap Stabilitas Emulsi Dalam600
rpm selama 3 menit

Waktu Laju: 600 Rpm ; 3 menit


Pengamatan Air Emulsi minyak Total % air % HLB
terpisah terpisah minyak
Awal 35 5 ml 54 ml 94 ml 37,23 % 57,44%
5 menit 38 7 ml 49 ml 94 ml 40,42 % 52,12%
10 menit 38 7 ml 49 ml 94 ml 40,42 % 52,12%
15 menit 38 7 ml 49 ml 94 ml 40,42 % 52,12%
20 menit 38 7 ml 49 ml 94 ml 40,42 % 52,12%
25 menit 38 7 ml 49 ml 94 ml 40,42 % 52,12%
30 menit 38 7 ml 49 ml 94 ml 40,42 % 52,12% 9,29
35 menit 38 7 ml 49 ml 94 ml 40,42 % 52,12%
40 menit 38 7 ml 49 ml 94 ml 40,42 % 52,12%
45 menit 38 7 ml 49 ml 94 ml 40,42 % 52,12%
50 menit 38 7 ml 49 ml 94 ml 40,42 % 52,12%
55 menit 38 7 ml 49 ml 94 ml 40,42 % 52,12%
60 menit 38 7 ml 49 ml 94 ml 40,42 % 52,12%

Dari data Tabel 4.1.1 didapatkan hasil perhitungan nilai HLB sebagai berikut:

Rumus perhitungan:

% Air terpisah =

%Minyak = x 100%

HLB =

Perhitungan:

% Air terpisah =

= 40,42 %

%Minyak = x 100%

8
= 52,12%

HLB =

HLB =

HLB = 9,29

Dari data Tabel 4.1.1 didapatkan hasil grafiknya seperti dibawah ini

Tabel Grafik 4.1.1 Pengaruh Waktu Pencampuran Dan Laju Terhadap Stabilitas Emulsi
Dalam 600 rpm selama 3 menit

Kemudian dilakukan pula percobaan terhadap air 55 ml dan minyak 45 ml dengan


waktu dan kecepatan yang berbeda, yakni dengan kecepatan 600 rpm dalam waktu 6
menit, segingga diperoleh data dalam bentuk tabel seperti dibawah ini:
Tabel 4.1.2 Pengaruh Waktu Pencampuran Dan Laju Terhadap Stabilitas Emulsi Dalam 600 rpm
selama 6 menit

Waktu Laju: 600 Rpm ; 6 menit


Pengamatan Air Emulsi minyak Total % air % HLB
terpisah terpisah minyak
Awal 0 ml 93 ml 0 ml 93 ml 0% 0% 15,62

9
5 menit 1 ml 92 ml 0 ml 93 ml 1,07% 0%
10 menit 3 ml 90 ml 0 ml 93 ml 3,22% 0%
15 menit 4 ml 88 ml 1 ml 93 ml 4,30% 1,07%
20 menit 5 ml 87 ml 1 ml 93 ml 5,37% 1,07%
25 menit 6 ml 85 ml 2 ml 93 ml 6,45 % 2,15%
30 menit 8 ml 82 ml 3 ml 93 ml 8,60 % 3,22%
35 menit 10 ml 80 ml 3 ml 93 ml 10,75 % 3,22%
40 menit 10 ml 80 ml 3 ml 93 ml 10,75 % 3,22%
45 menit 10 ml 80 ml 3 ml 93 ml 10,75 % 3,22%
50 menit 10 ml 80 ml 3 ml 93 ml 10,75 % 3,22%
55 menit 10 ml 80 ml 3 ml 93 ml 10,75 % 3,22%
60 menit 10 ml 80 ml 3 ml 93 ml 10,75 % 3,22%

% Air terpisah =

%Minyak = x 100%

HLB =

Perhitungan:

% Air terpisah =

= 10,75 %

%Minyak = x 100%

= 3,22%

HLB =

HLB =

HLB = 15,62

Dari data Tabel 4.1.2 digambarkan pada sebuah grafik seperti dibawah ini
Tabel 4.1.2 Pengaruh Waktu Pencampuran Dan Laju Terhadap Stabilitas Emulsi Dalam
600 rpm selama 6 menit

10
Berdasarkan Tabel 4.1.1 mengenai pengaruh waktu pecampuran dan laju
terhadap stabilitas emulsi didapatkan hasil pada sampel yang menggunakan air 55 ml
dan minyak 45 ml yang dilakukan pengadukan menggunakan alat mixer dengan
kecepatan 600 rpm selama 3 menit didapatkan hasil pada waktu awal setelah larutan
diaduk dan dipindahkan kedalam gelas ukur memiliki volume air terpisah (volume
awal) sebanyak 35 ml dan fase minyak yang terbentuk diawal memiliki volume 59
ml, kemudian dilakukan pengamatan selama 5 menit atau homogenitas yang
menunjukan adanya perubahan terhadap volume air yang terpisah dari 35 ml menjadi
38 ml, dan fase minyak yang terbentuk dari 59 ml menjadi 56 ml, kemudian
dilakukan pengamatan selama 10 menit untuk mengukur kembali masing-masing
volume air yang terpisah dan fase minyak yang terbentuk. Namun dari menit ke 10
ternyata menunjukkan hasil yang sama pada menit ke 5 dimana volume air yang
terpisah 38 ml dan fase minyak yang terbentuk 56 ml, lalu dilakukan pengamatan
kembali dari menit ke 15 hingga pada menit 60 ternyata volume air yang terpisah
menetap pada volume 38 ml dan fase minyak yang terbentuk menetap atau stabil pada
volume 56 ml.

Berdasarkan Tabel 4.1.2 mengenai pengaruh waktu pecampuran dan laju


terhadap stabilitas emulsi didapatkan hasil pada sampel yang menggunakan air 55 ml
dan minyak 45 ml yang dilakukan pengadukan menggunakan alat mixer dengan
kecepatan 600 rpm selama 6 menit didapatkan hasil pada waktu awal setelah larutan
diaduk dan dipindahkan kedalam gelas ukur memiliki volume air terpisah (volume
awal) sebanyak 0 ml dan fase minyak yang terbentuk diawal memiliki volume 93 ml,
kemudian dilakukan pengamatan selama 5 menit atau homogenitas yang menunjukan
adanya perubahan terhadap volume air yang terpisah dari 0 ml menjadi 1 ml, dan fase
minyak atau emulsi yang terbentuk dari 93 ml menjadi 92 ml, kemudian dilakukan

11
pengamatan selama 10 menit untuk mengukur kembali masing-masing volume air
yang terpisah dan fase minyak yang terbentuk, dan pada menit ke 10 ternyata
menunjukkan hasil jika volume air yang terpisah menjadi 3 ml dan fase minyak yang
terbentuk 90 ml, lalu dilakukan pengamatan kembali dari menit ke 15 hingga pada
menit 60 ternyata volume air yang terpisah dan minyak ataupun emulsi seiring
berjalannya waktu mengalami perubahan volume secara pelahan-lahan. Hal tersebut
dapat disebakan oleh lamanya waktu pengadukan dimana volume air awalnya lebih
banyak dari minyak setelah dilakukan proses pengadukan dengan kecepatan 600 rpm
selama 6 menit hasilnya adalah bahwa semakin banyak air yang membentuk sebagai
emulsi, karena ketika terjadi pengadukan dengan waktu yang lama ukuran partikelnya
dari suatu larutan yang dimiliki akan semakin kecil, sehingga emulsinya dapat terbentuk
dengan sempurna.

Kemudian pada percobaan larutan atau sampel pada Tabel 4.1.1 tersebut
diberikan pewarna yang berwarna hijau, dan ketika sampel emulsi dilakukan
pengadukan campuran air dan minyak berubah menjadi warna hijau dan
menghasilkan busa dimana busa tersebut merupakan fase minyak yang terbentuk
yang memisahkannya dengan air. Pada bagian fase air yang terpisah menghasilkan
warna hijau pekat atau hijau tua, sedangkan pada bagian fase minyak yang terbentuk
seperti busa berwarna hijau muda atau tidak pekat. Pekatnya warna hijau pada bagian
air yang terpisah disebabkan oleh pewarna yang sangat larut dalam air. Hasil dari
warna tersebut konstan atau stabil dari semenjak waktu awal penuangan emulsi
hingga waktu paling terakhir dan tidak ada perubahan warna yang lain.

Sedangkan pada sampel Tabel 4.1.2 diberikan pewarna orange, sehingga


ketika dilakukan pengadukan air dengan minyak pada kecepatan 600 rpm selama 6
menit menghasilkan warna orange muda, lalu ketika dituangkan kedalam gelas ukur
terlihat pada bagian fase air yang terpisah berwarna orange pekat, sedangkan pada
bagian fase minyak yang terbentuk yang ditandai dengan adanya busa dimana busa
tersebut menghasilkan warna orange muda. Hasil dari warna tersebut konstan atau
stabil dari semenjak waktu awal penuangan emulsi hingga waktu paling terakhir dan
tidak ada perubahan warna yang lain.

HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance) adalah nilai yang digunakan untuk


mengukur kemampuan emulsifier dalam membentuk emulsi yang stabil antara fase
12
air dan fase minyak pada sediaan obat. Nilai HLB yang baik untuk sediaan obat
tergantung pada jenis bahan aktif dan bahan tambahan yang digunakan dalam
formulasi sediaan obat tersebut.

Pengadukan pada emulsi minyak dalam air bertujuan untuk mengganggu


kestabilan emulsi agar minyak keluar, dan kestabilan emulsi dapat disebabkan
oleh adanya lapisan protein yang menyelimuti minyak, seperti globulin, albumin,
dan fosfolida. Menurut McClements (2011) dapat dinyatakan bahwa peningkatan
kecepatan dan lamanya waktu pengadukan berperan dalam pembentukan emulsi
dan tingkat kestabilan emulsi. Berdasarkan literatur dari Tri (2008) semakin
lamanya waktu pengadukan dan meningkatnya kecepatan pengadukan dapat
menurunkan viskositas dari suatu emulsi, namun juga dapat memperlama waktu
pemisahan dari emulsi minyak dalam air. Dari hasil praktikum yang dilakukan
didapatkan hasil volume air sebelum pengadukan berjumlah 55 ml dan setelah
diaduk menjadi 35 ml, kemudian berubah menjadi 38 ml setelah diamati 5 menit
dan untuk fase minyak sebelum pengadukan berjumlah 45 ml, namun setelah
diaduk berjumlah 59 ml dan menjadi 56 ml. Hal tersebut terjadi karena adanya
faktor dari pengadukan ketika minyak dan air bercampur sebagian airnya akan
membentuk emulsi dari minyak yang diaduk tersebut begitupun sebaliknya,
sehingga volume air yang pada saat sebelum pengadukan awalnya lebih besar dari
jumlah minyak namun karena dengan adanya pengadukan tanpa emulgator
tambahan jumlah volume air yang dihasilkan menjadi lebih sedikit daripada
jumlah minyak yang terbentuk, namun yang tercampur jumlahnya tidak terlalu
banyak.

Pengadukan dan waktu pengadukan seharusnya mempengaruhi jumlah


emulsi antara minyak dengan air walaupun tidak dimasukkan emulgator
tambahan. Semakin banyak pengadukan maka seharusnya semakin banyak air
yang berinteraksi dengan minyak dan jumlah air yang tersisa menjadi sedikit. Hal
ini sesuai dengan percobaan pada Tabel 4.1.1 maupun Tabel 4.1.2 dimana jumlah
air yang terbentuk setelah pengadukan menjadi lebih sedikit daripada jumlah fase
minyak yang membentuk emulsi tersebut, karena semakin besar atau banyak
jumlah pengadukan, maka kemungkinan minyak yang terjerat pada air
pun semakin sedikit. Perbedaanya yang terjadi pada kedua percobaan tersebut
13
yaitu pada Tabel 4.1.1 hasil pemisahan antara air dan minyaknya tidak terlalu
lama seperti pada Tabel 4.1.2, kemudian perbedaannya jumlah emulsi atau fase
minyak yang terbentuk lebih besar pada percobaan Tabel 4.1.2 daripada Tabel
4.1.1, hal tersebut karena percobaan Tabel 4.1.2 memiliki waktu pengadukan lebih
lama daripada waktu pengadukan pada Tabel 4.1.1.

Menurut Barkat (2013) pada proses pengadukan dapat memperluas bidang


kontak, sehingga dengan meningkatnya kecepatan dari pengadukan akan turut
meningkatkan homogenitas dari suatu campuran. Pengadukan atau agitasi
merupakan proses yang menunjukkan gerakan yang terinduksi pada suatu bahan
atau campuran dimana proses agitasi akan membentuk pola sirkulasi dimana pola
tersebut akan berpengaruh terhadap proses homogenisasi (Wilda, 2011).

Kecepatan pengadukan sendiri akan memperkecil viskositas dari emulsi


yang terbentuk dikarenakan pengadukan memiliki kemampuan dalam
menurunkan tegangan antar muka dan juga akan memperluas permukaan dari
suatu globul. Kecepatan pengadukan selain memperkecil ukuran dari suatu
partikel, secara tidak langsung juga akan menaikkan temperaturnya.

14
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
emulsi merupakan suatu sediaan cair yang terdiri dari dua fase yang tidak saling
bercampur yaitu minyak dan air, tidak stabil secara termodinamika karena dapat
kembali terpisah menjadi minyak dan air. Semakin lama waktu pengadukan dan
meningkatnya kecepatan pengadukan dapat menurunkan viskositas dari emulsi
namun juga dapat memperlama waktu pemisahan dari emulsi minyak dalam air.
Dalam pembuatan emulsi, pemilihan suatu elmugator merupakan faktor yang
penting karena mutu dan ketidakstabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
elmugator yang digunakan. Tween biasanya menghasilkan emulsi tipe minyak
dalam air (O/W) sedangkan span membentuk emulsi air dalam minyak (W/O).
Semakin banyak komposisi suatu bahan akan mempengaruhi fase terdispersi dan
fase pendispersi, sehingga fase yang jumlahnya lebih banyak akan menjadi fase
pendispersi. Ketidakstabilan suatu emulsi dapat dipengaruhi oleh lama
pengadukan, kecepatan pengadukan, komposasi bahan, dan emulgator. Pembuatan
emulsi dilakukan untuk menjaga kestabilan dari suatu larutan fluida yang tidak
dapat menyatu atau homogen. Untuk memperbagus emulsifikasi dari suatu emulsi
dapat ditambahkan elmugator seperti surfaktan dan span. Selain itu, kestabilan
dan homogenitas dari suatu emulsi juga ditentukan melalui lamanya waktu
pengadukan dan laju (kecepatan) pengadukan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Barkat, A. K., Naveed, A., Muhammad, S. K. H., Khalid, W. Tariq., Mahmood,


A. R., Iqba, M., Khan, H. 2013. Development, Characterization, and
Antioxidant Activity Of Polysorbate Based O/W Emulsion Containing
Polyphenols Derived From Hippophae Rhamnoides and Cassia Fistula.
Brazilian Jurnal Of Pharmaceutical Sciences. Vol 49 No (4).
Dickinson, E. 2015. Emulsions: Theory and Practice (3rd Edition). Wiley-
Blackwell: West Sussex.

Friberg, S. E. 2004. Emulsions, Foams, and Suspensions: Fundamentals and


Applications. Wiley-Interscience: New York.

Martin, A. 2008. Farmasi Fisik Jilid 2. Universitas Indonesia Press: Jakarta.


McClements, D. J. 2005. Food Emulsions: Principles, Practices, and Techniques.
Boca Raton. CRC Press: Boca Raton.

McClements, D. J., Surh, J., decke E.A. 2011. Influence Of pH and Pectin Type
On Properties And Stability Of Sodium-caseinate Stabilizied Oil In Water
Emulsions. Journal Food Hydrocolloids, Vol 20 (1): 607-608.
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Tri, N. 2008. Pengaruh Formulasi Sediaan Losio Terhadap Efektivitas Minyak
Buah Merah Tabir Surya Dibandigkan Terhadap Sediaan Tabir Surya
Yang Mengandung Oktinoksat. Skripsi Universitas Indonesia: Jakarta
Wilda, N. P. 2011. Pengaruh agitasi Mekanik Terhadap Presipitasi CaCO3 Pada
Air Sadah. Skripsi Sarjana Universitas Indonesia: Jakarta

Voight, R. 1971. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada Press:


Yogyakarta

16

Anda mungkin juga menyukai