EMULSIFIKASI
Oleh:
Eka Lubis (01174220017)
Pengampu:
Karnelasatri, M.Si.
Sri Wahyu Ningsih Munthe, S.Pd., B.Ed.
Emulsi memiliki beberapa jenis, yaitu O/W, W/O, dan emulsi ganda
(O/W/O atau W/O/W). Emulsi digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti
kosmetik, makanan, farmasi, dan industri kimia. Pembentukan emulsi dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti pengocokan, pengadukan, atau
penggunaan bahan emulsifier (Friberg, 2004).
Oleh karena itu pratikum ini dilakukan untuk mengetahui cara pembuatan
emulsifikasi, faktor-faktor yang mempengaruhi emulsifikasi dan untuk
mengetahui HLB dari suatu emulsi.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini, diharapkan mampu dalam membuat
emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan, mampu dalam
menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam
pembuatan emulsi, dapat menentukan nilai HLB butuh minyak yang digunakan
dalam pembuatan emulsi, dan mampu dalam mengevaluasi ketidakstabilan suatu
emulsi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Emulsi adalah sistem dispersi kasar yang secara termodinamika tidak stabil,
terdiri dari minimal dua atau lebih cairan yang tidak bercampur satu sama lain,
dimana cairan yang satu terdispersi didalam cairan yang lain dan untuk
memantapkannya diperlukan penambahan emulgator. Identitas emulsi berasal
daribahasa latin (emulgere = memerah, yang mengacu kepada susu sebagai jenis
emulsi alam) (Voight, 1994).
Suatu emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika
yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana
satu diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam dalam fase cair lain
yaknisistem dibuat stabil dengan adanya suatu zat pengemulsi. Berbagai tipe zat
pengemulsi akan dibicarakan kemudian dalam bagian ini, baik fase
terdispersi atau fase kontinu bisa berkisar dalam konsistensi dari suatu cairan
mobil sampai suatu massa setengah padat (semisolid). Jadi sistem emulsi
berkisar dari cairan yang mempunyai viskositas relatif rendah sampai salep atau
krim, yang merpakan semisolid. Diameter partikel dari fase terdispersi
umumnya berkisar dari 0,1–10 µm, walaupun partikel sekecil 0,01 µm dan
sebesar 100 µm bukan tidak biasa dalam beberapa sediaan (Martin, 2008).
3
Penerapan dibidang farmasi, suatu emulsi O/W merupakan suatu
cara pemberian oral yang baik untuk cairan–cairan yang tidak larut dalam air,
terutama jika fase terdispersi mempunyai fase yang tidak enak. Yang lebih
bermakna dalam farmasi masa kini adalah pengamatan tentang beberapa
senyawa yang larut dalam lemak, seperti vitamin, diabsorbsi lebih sempura jika
diemulsikan daripada jika diberikan per oral dalam sutau larutan berminyak.
Penggunaan emulsi intravena telah diteliti sebagai suatu cara untuk merawat
pasien lemah yang tidak menerima obat–obat yang diberikan secara oral
(Syamsuni, 2006).
Sistem emulsi minyak dalam air (M/A) atau oil in water (O/W) adalah
sistem emulsi dengan minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase
pendispersi. Emulsi tersebut dapat ditemukan dalam beberapa bahan pangan
yaitu mayonnaise, susu, krim dan adonan roti. Berkebalikan dengan M/A,
emulsi air dalam minyak (A/M) atau water in oil (W/O) adalah emulsi dengan
air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai fase pendispersi. Jenis emulsi ini
dapat ditemukan dalam produk margarin dan mentega (Winarno, 1997).
4
Ilustrasi 1. Skema Droplet Emulsi Ganda (Aserin, 2008)
Keterangan : (a) Emulsi Ganda O/W/O dan (b) Emulsi Ganda W/O/W
Emulsi ganda cenderung memiliki ukuran partikel yang lebih besar
dibandingkan emulsi pada umumnya karena strukturnya yang kompleks. Dilihat
pada Ilustrasi 1, emulsi ganda O/W/O tersusun dari droplet minyak internal
(O1), droplet air (W) dan droplet minyak eksternal (W2) sedangkan emulsi
ganda W/O/W tersusun dari droplet air internal (W1), droplet minyak (O) dan
droplet air eksternal (W2). Lapisan emulsifier berfungsi untuk mengikat droplet
air dan minyak agar tidak saling memisah. Emulsi O1/W/O2 umumnya disingkat
menjadi O/W/O, begitu pula dengan emulsi ganda W1/O/W2 yang lebih dikenal
dengan singkatan W/O/W. Emulsi ganda W/O/W lebih lazim digunakan
dibandingkan dengan emulsi ganda O/W/O karena sifat kelarutannya (Khalid et
al., 2013).
6
Sistem HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance), merupakan nilai untuk
menyatakan keseimbangan antara ukuran dan kekuatan dari gugus hidrofilik (suka
air/polar) dan gugus lipofilik (tidak suka air/non-polar) dari suatu emulsifier.
Emulsifier sebagai agen pengikat air dan minyak memiliki kombinasi gugus hidrofilik
dan hidrofobik yang dinyatakan dalam nilai HLB. Nilai HLB berkisar pada rentang 0-
20. Emulsifier lipofilik dinyatakan dengan nilai HLB rendah (<9) sedangkan
emulsifier hidrofilik memiliki nilai HLB tinggi yaitu >11 (Uniqema, 2004). Rentang
nilai HLB 9-11 merupakan nilai tengah dimana jumlah gugus hidrofilik dan lipofilik
seimbang. Nilai HLB emulsifier ditentukan berdasarkan presentase berat gugus
hidrofilik dari emulsi nonionik. Tingginya nilai HLB pada emulsifier hidrofilik
menunjukkan semakin banyaknya jumlah gugus hidrolik yang terkandung pada
emulsifier tersebut. Semakin rendah nilai HLB emulsifier lipofilik merepresentasikan
jumlah gugus hidrofilik yang semakin sedikit pula. Nilai HLB emulsifier berserta
aplikasinya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rentang HLB dan Aplikasi (Tadros, 2013)
1-2 tetes pewarna ditambahkan pada sampel air dan minyak dalam
gelas beaker
% Air terpisah =
8
Buatlah grafik yang menunjukkan hubungan antara waktu dengan
stabilitas emulsi (dalam persen pemisahan air) dan bandingkan waktu
yang dibutuhkan setiap emulsi untuk terpisah
HLB =
Tween - 1% -
Span - - 1%
Diamati dan dicatat jumlah terpisahnya air dari sampel setiap 5 menit
hingga 60 menit
9
Diubah hasilnya menjadi persentase air yang terpisah (diekspresikan
sebagai jumlah air yang terpisah pertotal jumlah cairan)
Diamati dan dicatat jumlah terpisahnya air dari sampel setiap 5 menit
hingga 60 menit
6
Diubah hasilnya menjadi persentase air yang terpisah (diekspresikan
sebagai jumlah air yang terpisah pertotal jumlah cairan)
7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengaruh Waktu Pencampuran Dan Laju Terhadap Stabilitas Emulsi
Tabel 4.1.1 Pengaruh Waktu Pencampuran Dan Laju Terhadap Stabilitas Emulsi Dalam600
rpm selama 3 menit
Dari data Tabel 4.1.1 didapatkan hasil perhitungan nilai HLB sebagai berikut:
Rumus perhitungan:
% Air terpisah =
%Minyak = x 100%
HLB =
Perhitungan:
% Air terpisah =
= 40,42 %
%Minyak = x 100%
8
= 52,12%
HLB =
HLB =
HLB = 9,29
Dari data Tabel 4.1.1 didapatkan hasil grafiknya seperti dibawah ini
Tabel Grafik 4.1.1 Pengaruh Waktu Pencampuran Dan Laju Terhadap Stabilitas Emulsi
Dalam 600 rpm selama 3 menit
9
5 menit 1 ml 92 ml 0 ml 93 ml 1,07% 0%
10 menit 3 ml 90 ml 0 ml 93 ml 3,22% 0%
15 menit 4 ml 88 ml 1 ml 93 ml 4,30% 1,07%
20 menit 5 ml 87 ml 1 ml 93 ml 5,37% 1,07%
25 menit 6 ml 85 ml 2 ml 93 ml 6,45 % 2,15%
30 menit 8 ml 82 ml 3 ml 93 ml 8,60 % 3,22%
35 menit 10 ml 80 ml 3 ml 93 ml 10,75 % 3,22%
40 menit 10 ml 80 ml 3 ml 93 ml 10,75 % 3,22%
45 menit 10 ml 80 ml 3 ml 93 ml 10,75 % 3,22%
50 menit 10 ml 80 ml 3 ml 93 ml 10,75 % 3,22%
55 menit 10 ml 80 ml 3 ml 93 ml 10,75 % 3,22%
60 menit 10 ml 80 ml 3 ml 93 ml 10,75 % 3,22%
% Air terpisah =
%Minyak = x 100%
HLB =
Perhitungan:
% Air terpisah =
= 10,75 %
%Minyak = x 100%
= 3,22%
HLB =
HLB =
HLB = 15,62
Dari data Tabel 4.1.2 digambarkan pada sebuah grafik seperti dibawah ini
Tabel 4.1.2 Pengaruh Waktu Pencampuran Dan Laju Terhadap Stabilitas Emulsi Dalam
600 rpm selama 6 menit
10
Berdasarkan Tabel 4.1.1 mengenai pengaruh waktu pecampuran dan laju
terhadap stabilitas emulsi didapatkan hasil pada sampel yang menggunakan air 55 ml
dan minyak 45 ml yang dilakukan pengadukan menggunakan alat mixer dengan
kecepatan 600 rpm selama 3 menit didapatkan hasil pada waktu awal setelah larutan
diaduk dan dipindahkan kedalam gelas ukur memiliki volume air terpisah (volume
awal) sebanyak 35 ml dan fase minyak yang terbentuk diawal memiliki volume 59
ml, kemudian dilakukan pengamatan selama 5 menit atau homogenitas yang
menunjukan adanya perubahan terhadap volume air yang terpisah dari 35 ml menjadi
38 ml, dan fase minyak yang terbentuk dari 59 ml menjadi 56 ml, kemudian
dilakukan pengamatan selama 10 menit untuk mengukur kembali masing-masing
volume air yang terpisah dan fase minyak yang terbentuk. Namun dari menit ke 10
ternyata menunjukkan hasil yang sama pada menit ke 5 dimana volume air yang
terpisah 38 ml dan fase minyak yang terbentuk 56 ml, lalu dilakukan pengamatan
kembali dari menit ke 15 hingga pada menit 60 ternyata volume air yang terpisah
menetap pada volume 38 ml dan fase minyak yang terbentuk menetap atau stabil pada
volume 56 ml.
11
pengamatan selama 10 menit untuk mengukur kembali masing-masing volume air
yang terpisah dan fase minyak yang terbentuk, dan pada menit ke 10 ternyata
menunjukkan hasil jika volume air yang terpisah menjadi 3 ml dan fase minyak yang
terbentuk 90 ml, lalu dilakukan pengamatan kembali dari menit ke 15 hingga pada
menit 60 ternyata volume air yang terpisah dan minyak ataupun emulsi seiring
berjalannya waktu mengalami perubahan volume secara pelahan-lahan. Hal tersebut
dapat disebakan oleh lamanya waktu pengadukan dimana volume air awalnya lebih
banyak dari minyak setelah dilakukan proses pengadukan dengan kecepatan 600 rpm
selama 6 menit hasilnya adalah bahwa semakin banyak air yang membentuk sebagai
emulsi, karena ketika terjadi pengadukan dengan waktu yang lama ukuran partikelnya
dari suatu larutan yang dimiliki akan semakin kecil, sehingga emulsinya dapat terbentuk
dengan sempurna.
Kemudian pada percobaan larutan atau sampel pada Tabel 4.1.1 tersebut
diberikan pewarna yang berwarna hijau, dan ketika sampel emulsi dilakukan
pengadukan campuran air dan minyak berubah menjadi warna hijau dan
menghasilkan busa dimana busa tersebut merupakan fase minyak yang terbentuk
yang memisahkannya dengan air. Pada bagian fase air yang terpisah menghasilkan
warna hijau pekat atau hijau tua, sedangkan pada bagian fase minyak yang terbentuk
seperti busa berwarna hijau muda atau tidak pekat. Pekatnya warna hijau pada bagian
air yang terpisah disebabkan oleh pewarna yang sangat larut dalam air. Hasil dari
warna tersebut konstan atau stabil dari semenjak waktu awal penuangan emulsi
hingga waktu paling terakhir dan tidak ada perubahan warna yang lain.
14
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
emulsi merupakan suatu sediaan cair yang terdiri dari dua fase yang tidak saling
bercampur yaitu minyak dan air, tidak stabil secara termodinamika karena dapat
kembali terpisah menjadi minyak dan air. Semakin lama waktu pengadukan dan
meningkatnya kecepatan pengadukan dapat menurunkan viskositas dari emulsi
namun juga dapat memperlama waktu pemisahan dari emulsi minyak dalam air.
Dalam pembuatan emulsi, pemilihan suatu elmugator merupakan faktor yang
penting karena mutu dan ketidakstabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
elmugator yang digunakan. Tween biasanya menghasilkan emulsi tipe minyak
dalam air (O/W) sedangkan span membentuk emulsi air dalam minyak (W/O).
Semakin banyak komposisi suatu bahan akan mempengaruhi fase terdispersi dan
fase pendispersi, sehingga fase yang jumlahnya lebih banyak akan menjadi fase
pendispersi. Ketidakstabilan suatu emulsi dapat dipengaruhi oleh lama
pengadukan, kecepatan pengadukan, komposasi bahan, dan emulgator. Pembuatan
emulsi dilakukan untuk menjaga kestabilan dari suatu larutan fluida yang tidak
dapat menyatu atau homogen. Untuk memperbagus emulsifikasi dari suatu emulsi
dapat ditambahkan elmugator seperti surfaktan dan span. Selain itu, kestabilan
dan homogenitas dari suatu emulsi juga ditentukan melalui lamanya waktu
pengadukan dan laju (kecepatan) pengadukan.
15
DAFTAR PUSTAKA
McClements, D. J., Surh, J., decke E.A. 2011. Influence Of pH and Pectin Type
On Properties And Stability Of Sodium-caseinate Stabilizied Oil In Water
Emulsions. Journal Food Hydrocolloids, Vol 20 (1): 607-608.
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Tri, N. 2008. Pengaruh Formulasi Sediaan Losio Terhadap Efektivitas Minyak
Buah Merah Tabir Surya Dibandigkan Terhadap Sediaan Tabir Surya
Yang Mengandung Oktinoksat. Skripsi Universitas Indonesia: Jakarta
Wilda, N. P. 2011. Pengaruh agitasi Mekanik Terhadap Presipitasi CaCO3 Pada
Air Sadah. Skripsi Sarjana Universitas Indonesia: Jakarta
16