Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI

IDENTIFIKASI GOLONGAN SULFANILAMIDA

Oleh:
Eka Lubis (01174220017)
Intan Ajeng Oktafia (01174220011)
Ratu S. Ruhi (01174220021)
Yenjelhita Manihuruk (01174220025)
Yuniar Tiara Dewi (01175220006)

Pengampu:
Karnelasatri, M.Si.
Sri Wahyu Ningsih Munthe, S.Pd.
Fany Febriani, A.Md.

PROGRAM STUDI FARMASI PROGRAM DIPLOMA TIGA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
JAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Analisis kualitatif obat diarahkan pada pengenalan senyawa obat, meliputi semua
pengetahuan tentang analisis yang hingga kini telah dikenal. Dalam melakukan analisis
kualitatif biasanya menggunakan sifat-sifat zat atau bahan, baik sifat-sifat fisik maupun sifat-
sifat kimianya.Teknik analisis obat secara kualitatif didasarkan pada golongan obat menurut
jenis senyawanya secara kimia, dan bukan berdasarkan efek farmakologinya. Hal ini disebabkan
karena kadang-kadang suatu obat dengan struktur kimia yang sama, mempunyai efek
farmakologi/daya terapeutis yang jauh berbeda.
sulfanilamida merupakan salah satu obat kemoterapi yang pertama kali digunakan. Selain
penggunaannya sebagai agen kemoterapi obat ini juga digunakan untuk anti lepra dan anti
mikroba. Pada dosis yang cukup, sulfanilamida bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan
dari bakteri. Dalam dosis yang cukup besar dapat mematikan bakteri itu sendiri. Sulfanilamida
ini berkembang sangat cepat dan luas sehingga terdapat beberapa obat yang termasuk golongan
sulfanilamida ini (Staf Pengajar Departemen Farmakologi, 2008).
Senyawa sulfanilamida dalah senyawa yang digunakan sebagai agen antibiotika. Apabila
penggunaannya berlebihan dapat menyebabkan resistensi pada bakteri-bakteri yang dapat
dibasmi dengan senyawa ini. Berkembangnya senyawa ini untuk mengatasi masalah resistensi
tersebut agar dapat terus digunakan dan memiliki efek yang efektif. Maka terdapat turunan-
turunan atau pengembangan dari senyawa ini agar dapat tetap digunakan. Turunan dari senyawa
ini biasanya memiliki variasi di bagian radikal R pada gugus amida (Cairns, 2008).
Oleh karena itu, diperlukan pembelajaran mengenai identifikasi golongan sulfanilamida
agar dapat mengidentifikasi apakah senyawa yang ditemukan merupakan bagian dari golongan
sulfanilamida atau tidak. Dengan mengetahui apakah senyawa yang diuji termasuk golongan
sulfanilamida atau tidak, dapat membantu dalam menganalisis efek yang diinginkan maupun
tidak.
1.2 Tujuan
Dapat mengidentifikasi golongan Sulfonamida dan juga dapat mengidentifikasi secara
spesifik golongan sulfanilat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
sulfanilamida merupakan golongan obat yang memiliki gugus sulfanilamida, -SO2NH
dimana sulfanilamida merupakan senyawa antibakteri. Penggunaan sulfanilamida
mengalami penurunan karena banyaknya antibiotik baru seperti penisilin dan sefalosporin.
Sifat sulfanilamida adalah asam lemah, senyawa ini memiliki pKa sekitar 5-8. Hal tersebut
diakitabtkan oleh adanya efek penarikan elektron kuat oleh substituen – SO2- dan stabilitas
anion hasil dari resonansi. Sulfonamida diberikan dalam bentuk garam natrium untuk
meningkatkan kelarutannya dalam air (Cairns, 2008).

Senyawa sulfanilamida bekerja berdasarkan atas antagonisme saingan sulfanilamida


adalah salah satu kelompok obat antimalaria dari golongan antibakteri. Senyawa ini ampuh
untuk mencegah plamodium malaria untuk terus berkembang dalam metabolism tubuh
suatu organisme (Alfadlil et al, 2014).
Mikroba yang resisten terhadap sulfonamida, seperti Pasteurella tularensis, H.
Pertussis, leptospira, boreila, treponema, M.tubrcolosis, M. leprae, riketsia, entamuba,
candida, plasmodia, fungi dan virus. Jika sulfonamida terus saja diberikan maka akan
menimbulkan efek yang dapat mengaikabtkan superinfeksi (Staff Pengajar Departemen
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,2008).
Pengidentifikasi senyawa sulfonamida dapat dilakukan dengan menguji zat dalam asam
klorida dengan batang korek api. Adanya seenyawa sulfonamida pada asam klorida dapat
mengubah batang korek api menjadi berwarna jingga. Hal tersebut merupakan uji
pendahuluan pendukung pada pemeriksaan golongan sulfonamida adalah hasil uji unsur
positif mengandung unsur N sebagai amin primer dan S (Stevani,2016).
Sulfonamida bersifat amfoter artinya dapat membentuk garam dengan asam maupun
dengan basa. Daya larutnya dalam air sangat kecil, garam alkalinya lebih baik, walaupun
larutan ini tidak stabil karena mudah terurai. (Tjay, 2007).

Sulfonamida dapat berinteraksi dengan antikoagulan oral, antidiabetik sulfonylurea dan


fenitoin. Penggunaan sulfonamide sebagai obat pilihan pertama dan untuk pengobatan
penyakit infeksi tertentu makin terdesak oleh perkembangan obat antimikroba lain yang
lebih efektif serta meningkatkanjumlah mikroba yang resisten terhadap sulfa. Namun
peranannya meningkat kembali dengan di temukannya kotrimoksazol.Penggunaan topical
tidak dianjurkan karena kurang/tidak efektif, sedangkan risiko terjaadinya reaksi sensitisasi
tinggi, kecuali pemakaian local daro Na-sulfasetamid pada infeksi mata (Ganiswara, 1995).
Sulfonamida dan senyawa kuinolin merupakan kelompok obat penting pada
penanganan infeksi saluran kemih (ISK). Demi pengertian yang baik pertama-tama akan
dibicarakan secara singkat beberapa aspek dari ISK, termaksud penangananya. Kemudian
pada bagian berikutnya akan dibahas secara mendalam kedua kelompok tadi. Antibiotika
ISK lainya penisilin atau sefalosforin dan amini glikosida. (Tjay, 2007).
Efek samping yang paling sering adalah reaksi alergi dan meliputu ruam kulit, kadang-
kadang di sertai demam. Yang lebih jarang terjadi adalah reaksi yang lebih serius, misalnya
sindrom Stevens-Johnson yang merupakan bentuk eritema multiforme dengan tingkat
mortalitas yang tinggi. Berbagai diskrasia darah bisa terjadi, walaupun jarang, termasuk
agranulositosis, anemia aplastik, dan anemia hemolitik (Neal, 2006).
Turunan sulfonamid dapat dibuat secara sintesis di laboratorium dari senyawa bahan
alam alkaloid papaverine dengan terlebih dahulu melakukan reaksi sulfonasi sehingga
diperoleh papaverine sulfonil klorid. Sulfonasi merupakan reaksi substitusi elektrofilik,
dimana terjadi pembentukan gugus -SO3H1 -SO2Cl dalam molekulnya. Pereaksi sulfonasi
dapat berupa oleum, asam sulfat pekat dan asam klorosulfonat. Reaksi sulfonasi merupakan
reaksi yang dapat balik, dapat terbentuk produk ataupun kembali ke reaktannta tergantung
pada kondisi reaksi (Tadjudin, 2001).
Beberapa efek merugikan pada sulfonamida ini adalah mual dan muntah, pusing dan
gangguan psikis, perifer neuritis dari pemberian secara intramuscular dan hematuria dan
kemungkinan kerusakan pada tubulus ginjal yang muncul akibat terapi secara intravena
dengan natrium garam dari senyawa sulfonamida. Selain itu juga dapat mengakibatkan luka
pada kardiovaskular dan respiratori, luka pada sistem hemopoetik, luka pada saluran
kemih. Kemungkinan terjadinya efek samping tersebut sekitar 1% sampai 3,5%
(Tjay,2008).
Efek sampingnya sering terjadi dan biasanya berupa gangguan kulit, stomatitis dan
gangguan lambung-usus. Efek samping khas dari sulfonamida seperti fotosensitasi. Pada
dosis tinggi efek sampingnya juga berupa demam, gangguan fungsi hati dn efek darah
(neutropenia, trombositopenia). Oleh karena itu penggunaan lebih lama dari dua minggu
hendaknya disertai pemantauan darah. Resiko kristaluria dapat dihindarkan dengan minum
lebih dari 1,5 liter air sehari (Tjay, 2007).

Sulfonamid merupakan asam lemah (pKa sekitar 5-8) akibat efek penarikan elektron
yang kuat oleh substituen -SO- dan stabilisasi anion yang dihasilkan melalui resonansi.
Sulfonamida biasanya diberikan dalam bentuk garam natrium untuk meningkatkan
kelarutannya dalam air (Cairns, 2008). Sulfonamida dan senyawa kuinolin merupakan
kelompok obat penting pada penanganan infeksi saluran kemih (ISK) (Tjay, 2007). Sebagai
hidrat dari karbon; dalam senyawa tersebut perbandingan antara H dan O sering 2
berbanding 1 seperti air. Jadi C.HO, dapat ditulis C(HO), C₁₂HO sebagai C12 (HO)11dan
seterusnya, dan perumusan empiris ditulis sebagai CnH₂nOn atau Cn (HO)n
(Sastrohamidjojo, H., 2005).
Sifat fisika dan kimia sulfonamida :
a. Bersifat ampoter, karena sukar dipindahkan dengan cara pengocokan yang digunakan
dalam Analisa organic.
b. Mudah larut dalam aseton.
Kelarutan sulfonamida :
1. Tidak larut dalam air, tapi adakalanya larut dalam air panas.
2. Tidak larut dalam eter, kloroform, daan petroleum eter.
3. Larut baik dalam aseton.
4. Sulfa-sulfa yang mempunyai gugus amin aromatic tidak bebas akan mudah larut dalam
HCl encer. Irgamid dan Irgafon tidak larut dalam HCl encer.
5. Sulfa-sulfa dengan gugus aromatic sekunder sukar larut dalam HCI, misalnya septazin,
soluseptazin, sulfasuksidin larut dalam HCI, akan tetapi larut dalam NaOH. Sulfa dengan
gugusan -SO2NHR akan terhidrolisis bila dimasak dengan asam kuat HCI atau HNO3.
B. Uji Kualitatif
Analisa kualitatif merupakan suatu pengujian yang digunakan untuk melakukan
identifikasi elemen, spesies, dan senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel atau obat.
Dengan kata lain, Analisa kualitatif berkaitan dengan suatu analit yang dituju dalam suatu
sampel. Metode analisis obat yang diuraikan merupakan metode konvensional yang dapat
dilakukan di laboratorium sederhana dengan alat-alat yang sederhana pula (Harjadi,1986).
C. Reaksi Umum Sulfonamida
a. Reaksi Korek api
Analisis percobaan senyawa sulfonilamida dilakukan dengan menguji larutan zat
dalam asam klorida dengan batang korek api. Senyawa sulfonilamida dalam asam
klorida akan mengubah batang korek api menjadi warna jingga (Cartika, Herpolia,
2016).
b. Reaksi diazo
Reaksi ini telah digunakan untuk penetapan gugus amino aromatis dalam industry
zat warna dan dapat dipakai untuk penetapan sulfonilamida dan senyawa-senyawa
lain yang mengandung gugus amino aromatis.
c. Reaksi erlich ( pDAB HCI )
Sulfonilamida akan memberikan warna jingga / kuning dengan adanya amin
aromatis primer pada gugusnya. Bezokain dan alkaloid turunan amino benzoate
lainnya akan positif dengan reaksi ini.
D. Reaksi Spesifik Sulfonamida
a. Reaksi vanillin
Terhadap derivate metil piridin, diatas kaca objek 1 tetes H 2SO4 pekat dan
ditambahkannya vanillin diatas tetesan tersebut zat akan berubah warna menjadi
kuning terang. Seletah zat dipanaskan berubah menjadi warna hitam pekat yang
menandakan adanya irgamid.

b. Reaksi CuSO4
Zat atau sampel yang ditambahkan dengan 2ml air yang setelah itu dipanaskan
ditambah NaOH dan CuSO4. Sampel tersebut kemudian di teteskan HCI encer
sampai reaksi netrasl atau asam lemah. Dikatakan positif bila sulfalinamid
membentuk warna ungu.

c. Reaksi Indofenol
Zat yang dilarutkan dalam 2ml air dipanaskan samapi mendidih lalu diteteskan
NaOH dan 2ml larutan NaOCI kemudian ditambahkan 1tetes fenol. Jika positif
mengandung sulfadiazine membentuk warna merah tua.

d. Reaksi Roux
Reaksi roux merupakan zat yang diletakkan dalam plat tetes kemudian
ditambahkan pereaksi roux lalu diaduk menggunakan batang pengaduk, akan
menghasilkan warna ungu – hijau biru jika positif mengandung sulfalinamid.

e. Reaksi KBrO3
Zat yang diletakkan dalam plat tetes ditambahkan H2SO encer kemudian pereaksi
KBrO3 jenuh. Larutan dikatakan positif mengandung sulfalinamid jika membentuk
warna kuning jingga – coklat merah.
f. Reaksi Kristal dengan aseton
Sampel yang ditetesi dengan aseton diatas objek glass akan yang akan membentuk
kristal yang berbeda-beda.
g. Reaksi Parri
Serbuk sulfalinamid dilarutkan dalam alkohol ditetesi dengan pereaksi parri dan
ammonia yang akan membentuk warna ungu untuk sulfalinamid
E. Uraian Bahan
Asam Sulfanilat P (Farmakope Indonesia edisi III hal. 653)
Mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H7NO3S
Rumus bangun :

Berat Molekul : 172,21


Pemerian : Hablur atau serbuk, putih atau hamper putih
Kelarutan : Larut dalam 200 bagian air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak
sukar larut dalam etanol (95%) p, suka larut dalam kloroform P, dalam eter p. Dan
dalam benzen p, mudah larut dalam aseton p, larut dalam gliserol p, dalam asam
klorida p dan dalam alkali hidroksida
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
K/P : Antibakter
Penetapan kadar :
Lebih kurang 5g yang ditimbang seksama disupsensikan 100 ml air. Titrasi dengan
natrium hidroksida 1N menggunakan indikator larutan fenolftalein P. 1 ml natrium
hidroksida 1N- 173,2 mg C6H7NO3S
D. Uraian Pereaksi
1. Aquadest (Farmakope Indonesia edisi III hal. 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

2. Alkohol (Farmakope Indonesia edisi III hal. 65)


Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, alkohol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46,07
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah bergerak, bau khas,
rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p, dan dalam eter p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk, jauh nyala
api
K/P : Zat tambahan

3. Amonium hidroksida (Farmakope Indonesia edisi III hal. 86)


Nama resmi : AMMONIA HYDROXYDUM
Nama lain : Amonia hidroksida

Rumus Molekul : NH4OH


Berat Molekul : 35,05
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, menusuk kuat
Kelarutan : Mudah larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk
K/P : zat tambahan

4. Asam Klorida (Farmakope Indonesia edisi III hal 53)


Nama resmi : ACIDUM HYDROCLORIDUM
Nama lain : Asam klorida
Rumus molekul : HCl
Berat Molekul : 36,5
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika diencerkan bagian air
asap nam dan bau hilang
Kelarutan : Sangat larut dalam air mendidih, larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam
gliserol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : zat tambahan

5. Asam Asetat ( Farmakope Indonesia Edisi III. hal 141 )


Nama resmi : ACIDUM ACETICUM
Nama Lain : Asam Asetat
Berat Molekul : 60,5
Rumus Molekul : CH3COOH
Kelarutan : Dapat larut dalam air dan ethanol (95%)
Pemerian : Jernih , tak berwarna , rasa asam tajam
Penyimpanan : Dalam wadahn yang tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai zat tambahan

6. Asam sulfat (Farmakope Indonesia Edisi III hal 58)


Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : asam sulfat
Rumus molekul : H2SO4
Berat molekul : 98,07
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, korosit, tidak berwarna, jika ditimbulkan dalam air
menimbulkan panas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat tambahan

7.DAB HCl ( Farmakope Indonesia Edisi III, hal 668)


Dimetilaminobenzaldehida 125 mg
Asam Sulfat 65 mL
Besi (III) Klorida 0,5 mL
Aquadest 35 mL
Larutkan 125 mg dimetilaminobenzaldehida P kedalam campuran dingin 65 mL asam sulfat P
dan 35 ml air,tambahkan 0,1 ml larutan besi (III) klorida P.Larutan harus dibiarkan selama
24 jam sebelum digunakan,Jika berwarna kuning tidak boleh digunakan.

8. Natrium Hidroksida ( Farmakope Indonesia Edisi III. Hal 412 )


Nama resmi : NATRII HYDROXYDUM
Nama lain : Natrium Hidroksida
Berat molekul : 40,00
Rumus molekul : NaOH
Pemerian : Bentuk batang, butiran, masa hablur atau keping, kering, keras, rapuh dan
menunjukkan susunan hablur; putih, mudah meleleh basa. Sangat alkalis dan korosif.Segera
menyerap karbodioksida
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Zat tambahan.
DM : Sekali 300 mg , sehari 600 mg

9. Tembaga (II) Sulfat ( Farmakope Indonesia Edisi III,Hal 731 )


Nama resmi : CUPPROSIN SULFURICUM
Nama lain : Tembaga (II) Sulfat
Rumus molekul : CuSO4.5.H2O
Pemerian : Prisma triklinik atau serbuk hablur biru
Kelarutan : Larut dalam 3 bagian air dalam 3 bagian gliserol,sangat sukar larut dalam etanol
(95%).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
10. Vanillin (Farmakope Indonesia Edisi IV hal 822)
Nama resmi : VANILLINUM
Nama lain : Vanilin
Rumus molekul : C9H8O3
Berat Molekul : 152,15
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, alam kloroform, dalam
eter, dan dalam larutan alkali hidroksida tertentu, larut dalam gliseri dan dalam air panas.
Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum, putih hingga kuning, rasa dan bau khas.
Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
Kegunaan : Sebagai zat tambahan
Komposisi : 5 gram vanillin dalam 100 ml asam sulfat pekat
Cara pembuatan :
Terhadap derivat metil piridin diatas kaca arloji atau objek: 1 gtt H2SO4 + beberapa Kristal
vanillin, campurkan.+ zat, dipanaskan diatas nyala api keci : kuning atau hijau muda.( SIE
Kesejahteraan HMF, 1979)

11. Pereaksi Parri (Tim Dosen UIT, hal. 35)


Larutkan 2 g CoCl2 dalam 1 ml HCl ditambah air sampai 100 ml. Atau 2 g Co-nitrat larutkan
dalam 1 ml HCl ditambah air sampai 100 ml.
BAB III
METODE

3.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah batang pengaduk, corong, gelas kimia,
gelas ukur, labu ukur, korek api, spiritus, pipet tetes, plat tetes, spatula, chamber, plat silica gel
F254, rak tabung, dan tabung reaksi.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain adalah Asam Sulfanilat (zat uji),
HCl 2N, HCl 1N, pereaksi Diazo B, pereaksi β – Naftol, NaOH, Reaksi erlich
(Paradimethylamino-benzaldehida), ρ-DAB HCl (4-Dimetil Amino Benzaldehida), Vanillin,
CUSO4, NaOCl atau kaporit, Fenol, Pereaksi Roux, Aseton, Pereaksi Parri, Ammonia p, H2SO4
p, Etil asetat, Methanol, Kobalt nitrat 2%, Serium sulfat 2%, dan Nikel klorida 2%.
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Uji Pendahuluan
3.2.1.1 Organoleptik

dilakukan pengamatan terhadap bentuk, warna, bau, dan rasa terhadap masing-masing
sampel yang akan diidentifikasi pada sampel Sulfanilat

Pengamatan bentuk sampel pada umumnya berupa serbuk hablur halus dan berwarna putih.
Pengamatan bau dilakukan dengan indera penciuman (tidak berbau atau berbau spesifik),
pengamatan rasa dilakukan dengan indera pengecapan (tidak berasa, agak pahit atau pahit)
3.2.1.2 Uji Kelarutan

disiapkan sebanyak 2 buah tabung reaksi

Zat uji Asam sulfanilat sebanyak 50 mg dimasukkan ke dalam masing-masing tabung


reaksi
Aquades sebanyak 1 ml diukur dan dimasukkan ke dalam tabung pertama setelah itu
dikocok dan diamati kelarutannya. Jika tidak larut, dipanaskan di atas api langsung dan
diamati kelarutannya

Etanol sebanyak 1 ml diukur dan dimasukkan ke dalam tabung kedua setelah itu dikocok
dan amati kelarutannya

3.2.1.3 Uji Keasaman

Dimasukkan sepotong kecil kertas lakmus merah dan biru ke dalam tabung reaksi yang
berisi larutan zat uji.

Perubahan warna kertas lakmus diamati.

Hasil perubahan warna masing-masing kertas lakmus dicatat pada tabel pengamatan

3.2.1.2 Uji Reaksi


3.2.1.2.1 Reaksi Umum Sulfonamida
a. Reaksi Korek Api
Zat uji dimasukkan dalam tabung reaksi ditambahkan HCl 1N, dicelupkan batang korek
api. Timbul warna jingga intensif – kuning jingga.

b. Reaksi Diazo
±10mg zat uji dalam 2 tetes HCl 2 N lalu ditambah dengan 1 ml air. Pada larutan ini
ditambahkan 2 tetes diazo B (larutan 0,9% NaNO2) dan teteskan larutan 0.1 g β-naftol
terbentuk warna jingga lalu merah darah.

c. Reaksi Erlich (p – DAB HCl)


Ditambah sedikit zat padat pada pelat tetes lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi DAB HCl
terbentuk warna kuning-jingga.
3.2.1.2.2 Uji Reaksi Spesifik Sulfanilamid
a. Reaksi Vanilin
Di atas kaca objek 1 tetes H2SO4 p ditambahkan beberapa serbuk vanillin, setelah
dicampur ditambah dengan zat, dipanaskan di atas nyala api kecil, warna dilihat di atas
dasar putih. Sulfanilat tidak akan memberikan reaksi dengan vanillin.

b. Reaksi dengan CuSO4


Zat dalam tabung reaksi ditambahkan 2 ml air, dipanaskan sampai mendidih lalu ditambah
NaOH 2 tetes. Setelah dingin ditambah larutan CuSO4 1 tetes kemudian teteskan HCl encer
sampai reaksi netrasl atau asam lemah dan jika positif sulfanilat membentuk warna ungu.

c. Reaksi Indofenol
Sebanyak 50-100 mg zat dilarutkan dalam 2 ml air, dipanaskan sampai mendidih lalu
ditambah 2 tetes NaOH dan 2 ml larutan NaOCl atau kaporit kemudian ditambahkan 1 tetes
fenol. Jika positif mengandung sulfanilat membentuk warna merah tua.

d. Reaksi Roux
Zat diletakkan di atas plat tetes kemudian ditambahkan 1 tetes pereaksi Roux, aduk dengan
batang pengaduk. Jika positif mengandung Sulfanilat membentuk warna ungu - hijau biru.

e. Reaksi dengan KbrO3


Di atas plat tetes, lebih kurang 10 mg zat ditambahkan 1 ml H2SO4encer kemudian
ditambah 1 tetes pereaksi KbrO3 jenuh. Jika positif mengandung sulfanilat membentuk
warna kuning jingga - coklat merah.

f. Reaksi Kristal dengan aseton


Serbuk sampel ditetesi aseton di atas objek gelas akan membentuk Kristal yang bentuknya
berbeda-beda

g. Reaksi Parri
Serbuk sulfanilat dilarutkan dalam alkohol, ditetesi pereaksi Parri dan ammonia akan
membentuk warna ungu untuk sulfanilat

3.2.1.3 Uji Analisa Kualittif dengan TLC


a. Sampel murni senyawa obat, plat silica gel F254 ukuran 20 X 20 yang telah dicuci
dengan air dan diaktivasi pada suhu 110°C selama 1 jam, garam-garam logam,
pelarut dan pereaksi lainnya dengan grade analisis.

b. Standar: 10 mg senyawa murni dilarutkan dalam 1 ml pelarut (10% larutan


ammonia pekat dalam aseton)

c. Sistem pelarut: Campuran etil asetat (90 ml), methanol (10 ml), digunakan untuk
menjenuhkan chamber kromatografi (21 cm X 21 cm X 10 cm) dan untuk
mengelusi plat. Pelarut ini dibuat segar untuk tiap kali penggunaan.

d. Pereaksi: Berikut adalah pereaksi yang dibuat segar untuk digunakan (I) larutan
jenuh kupri asetat dalam methanol, (II) larutan jenuh cupri asetat dalam aseton, (III)
larutan cupri sulfat 5 % dalam air, (IV) larutan kobalt nitrat 2% dalam air, (V)
larutan serium sulfat 2% dalam air dengan 5 ml asam sulfat pekat, dan (IV) larutan
nikel klorida 2% dalam air.

e. Metode: 1 μL contoh sulfanilamid ditotolkan pada plat TLC dan dikeringkan,


kemudian dielusi dengan fase gerak. Penampakan dengan pereaksi larutan cupri
sulfat dalam air jika plat disemprot dengan larutan NaOH 0,1N dan dikeringkan
setelah diberi perlakuan dengan pereaksi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
4.1.1 Uji Pendahuluan
Analisis farmasi mencakup analisis kualitatif. Analisis secara kualitatif sendiri yaitu
suatu analisis yang menunjukan keberadaan suatu zat atau unsur tertentu dalam suatu sampel.
Pada pratikum analisis kualitatif kami seharusnya menggunakan sampel sulfadiazin tetapi
karena ketersedian sampel kosong sehingga di ganti menjadi asam sulfanilat untuk diuji
keberadaan zat atau unsur merupakan golongan sulfonamida atau bukan. Pada analisis
kualitatif kami menggunakan 3 uji yang dilakukan yaitu uji pendahualuan berupa uji
organoleptic, kelarutan dan keasaman. uji reaksi umum berupa reaksi Korek api , reaksi Diazo
dan Reaksi Erlich serta uji spesifik berupa reaksi Vanilin, CuSO4, Indofenol, Roux, KbrO3,
Kristal dan Parri. Berikut merupakan tabel pengamatan uji organoleptik

a. Uji Organoleptik
Tabel 4.1.1 Hasil Pengamatan Organoleptik
No Sampel Tekstur Warna Bau Rasa
1 Sulfanilat Putih Tidak berbau Tidak
Serbuk kasar
kekuningan dilakukan
Uji organoleptik disebut dengan uji indera yang merupakan cara pengujian dengan
menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan
terhadap sampel (Saleh, 2004). Tujuan spesifik dari uji organoleptik golongan senyawa
sulfanamida dapat mencakup penilaian rasa, penilaian bau, penilaian warna, penilaian bentuk
atau tekstur dari senyawa sulfanilat ersebut.
Pada uji Organoleptik yang telah dilakukan percobaan yaitu sulfanilat memiliki tekstur
yang serbuk kasar , tidak memiliki bau, dan bewarna putih kekuningan kemudian untuk rasa
tidak dilakukan pengamatan karena sampel merupakan antibiotik karena jika antibiotik tidak
dihabiskan sesuai dosis akan menyebabkan resistensi sehingga penggunaan nya tidak boleh
sembarangan.
b. Uji Kelarutan
Selanjutnya pada uji pendahuluan kelarutan sampel dilarutkan dengan dua pelarut yang
berbeda. Pelarut pertama aquades dan pelarut kedua etanol. Berikut hasil yang didapatkan

Tabel 4.1.2 Hasil Pengamatan dari Kelarutan pada Zat Uji


No Sampel Air Etanol
1 Sulfanilat Tidak Larut
Tidak Larut
Dari data diatas bahwa ampel tidak larut pada pelarut air maupun etanol yang digunakan
sehingga dapat disimpulkan sebagian hasil yang didapat sesuai dengan kelarutan sampel yang
tertera pada Farmakope Indonesia Edisi III bahwa sulfanilat sukar larut dalam air dan sukar larut
dalam etanol
c. Uji Keasaman
Tabel 4.1.3 Hasil Pengamatan dari Keasaman pada Zat Uji
No Sampel Lakmus Lakmus
Merah Biru
1 Sulfanilat Merah
Merah
Pada uji keasaman ini bertujuan untuk mengukur tingkat keasaman atau kebasaan dari suatu
larutan. Suatu larutan dapat dikatakan asam apabila mengubah lakmus biru menjadi merah atau
pada kertas lakmus merah tetap mempertahankan warna aslinya. Suatu larutan dapat dikatakan
basa apabila mengubah lakmus merah menjadi biru atau mempertahankan warna lakmus biru.
Keasaman dan kebasaan larutan juga dinilai dalam skala pH 1-14 dimana senyawa dengan sifat
netral memiliki pH 7, senyawa asam memiliki pH dibawah 7, dan senyawa basa memiliki pH di
atas 7. (Wibowo, R. S. 2019).
Pada uji keasaman ini sampel dimasukkan kertas lakmus merah/biru. Pada percoban ini zat
uji dapat dikatakan asam jika uji menggunakan kertas lakmus menghasilkan perubahan warna
menjadi merah, kertas lakmus merupakan indicator alami yang berubah warna tergantung pada
tingkat keasaman larutan. ketika kertas lakmus biru (lakmus yang belum berekasi) dicelupkan
kedalam larutan asam kertas lakmus tersebut menjadi warna merah perubahan warna ini
disebabkan oleh reaksi antara kertas lakmus dengan ion hidrogen ( H+) yang dilepaskan oleh
asam sehingga hasil dari uji keasaman ini menunjukan bahwa sulfanilat merupakan larutan yang
asam
d. Uji Reaksi Umum
Pada uji reaksi umum atau biasa dikatakan uji golongan bertujuan untuk mendekteksi
keberadaan sampel merupakan glongan sulfonamide atau senyawa turunan lainnya .uji
golongan sulfanilamide didasarkan pada 3 rekasi yaitu reaksi korek api, diazo, dan erlich
berikut tabel pengamatan uji reaksi umum pada sulfanilat
Tabel 4.1.4 Hasil Pengamatan dari Keasaman pada Zat Uji
No Reaksi ( Sulfanilamid) Perlakuan Hasil
1 Reaksi Korek Api Sulfanilat + HCl Batang korek berubah
kemudian dicelupkan menjadi warna jingga(+)
batang korek api
2. Reaksi Diazo Sulfanilat + Diazo A: Larutan menjadi orange
Diazo B(4:1)+ NaOH kejinggan (-)
3. Reaksi erlich Sufanilamid + DAB Terbentuk warna kuning
HCl jingga (+)

an alat dan bahan


mpuran HCI pekat
uk wama jingga.
lam asam klorida
a akan mengubah
alam pemeriksaan
gai amin aromatis

yang selanjutnya
di dalam tabung
g terjadi terbentuk
ngan sulfonamida
polia. 2016).

ilamid yang telah


didapatkan hasil
ini menunjukkan
enandakan bahwa
etidaksesuai hasil
seperti : alat alat
rangnya ketelitian
Pada percobaan ketiga yaitu reaksi erlich pada reaksi ini, sulfanilat yang diletakkan kedalam plat
tetes ditambahkan pereaksi ρ-DAB HCl dan menghasilkan warna kuning jingga. Dari perubahan
warna, hal tersebut menunjukkan bahwa sampel mengandung senyawa sulfonamida. Dari reaksi
umum pada Sulfanilamid, sampel sesuai dengan penafsiran hasil yang ada pada literatur, sehingga
sampel obat yang digunakan merupakan obat antimikroba turunan para-aminobenzen sulfonamid.

C. Reaksi Spesifik
Reaksi spesifik atau penegasan adalah lanjutan dari uji pendahuluan dan bersifat selektif. Pada
percobaan spesifik digunakan tujuh reaksi uji yaitu reaksi dengan
Tabel 4.1.4 Hasil Pengamatan dari Keasaman pada Zat Uji
No Reaksi ( Sulfanilamid) Perlakuan Hasil
1 Reaksi Vanilin Diatas plat kaca objek Hijau pekat (+)
+ 1 tetes H2SO4 +
serbuk vanillin
dicampurkan dan
dipanaskan diatas
nyala api
2. Reaksi CuSO4 Sulfanilat + NaOH 2 Kebiruan terdapat
tetes +1 tetes CuSO4+ endapan ungu(+)
HCl encer
3. Reaksi Indofenol Sulfanilat + Terbentuk warna kuning
NaOH+NaOCl+ Fenol endapan putih (+)
4. Reaksi Roux Sulfanilat dimasukan Kuning (-)
dalam plat tetes+
pereaksi roux
5. Reaksi KbrO3 Sulfanilat +H2SO4 Ungu (+)
+KBrO3
6. Reaksi Kristal Sulfanilat + Aseton Mengkristal

7. Reaksi Parri Sulfanilat + Pereaksi Putih kekuningan (-)


Parri + Amonia
Uji reaksi vanilin dengan kaca objek yang berisi sampel dan serbuk vanilin, lalu di aduk
hingga rata, selanjutnya dijepit dengan gegep kaca objek yang berisi vanili dan sampel, lalu
dipanaskan di atas pembakar bunsen yang kemudian terjadi perubahan warna menjadi hijau
pekat.Penggunaan uji reaksi vanillin pada golongan sulfonamida terdapat dalam teori Sity
Muzdalifah Dali (2014) bahwa mengidentifikasi golongan obat sulfanilamida menggunakan
pereaksi yang sesuai (parry, vanillin, dan CuSO4). Berikut reaksi kimia yang terjadi:

Selanjutnya dengan menggunakan reaksi CuSO4, pada sulfanilat ditambahkan NaOH


menghasilakan warna biru kemudian ditambahkan CuSO4 menghasilkan endapan ungu dimana
hasil tersebut sesuai dengan literatur yang ada.
Percobaan dengan reaksi Indofenol dilakukan dengan cara Sulfanilat ditambah dengan 3
ml Aquades lalu dipanaskan dan ditambah NaOH 6N sebanyak 2 tetes didapat hasil menjadi
kuning terang, lalu ditambahkan 2 mL Kaporit dan 1 tetes Fenol. Hasil akhir didapat larutan
berwarna kuning dengan endapan putih kekuningan pada dasar tabung reaksi.
Pada percobaan reaksi roux saat melakukan percobaan ini sampel sulfanilat
ditambahkan pereaksi roux menghasilkan warna larutan kuning , hasil tersebut sesuai dengan
literatur yang ada.
Pada percobaan dengan reaksi KBrO3 dilakukan dengan cara sulfanilat diletakan pada
plat tetes kemudian ditambahkan H2SO4 dan perekasi KBrO3 didapatkan hasil larutan bewarna
ungu hal ini menunjukan ketidaksesuaian dengan literatur yang ada karena warna yang
dihasilkan berbeda dengan warna yang dijelaskan pada literature seharusnya memberikan warna
kuning atau coklat merah.
Percobaan dengan reaksi kristal dengan Aseton dilakukan dengan cara meletakkan serbuk
Sulfonamida pada kaca objek kemudian ditetesi dengan 1 tetes Aseton dan dilakukan
pengamatan dengan melihat sampel dan didapatkan hasil bahwa sulfanilat menghasilkan Kristal.
Pada uji spesifik yang terakhir yaitu menggunakan pereaksi parri. Pada sulfanilat
dilarutkan menghasilkan endapan putih kemudian ditambahkan perekasi parri dan ammonia
memberikan hasil larutan berwarna putih kekuningan hal ini menunjukan ketidaksesuaian
dengan literatur yang ada karena warna yang dihasilkan berbeda dengan warna yang dijelaskan
pada literature
Adapun ketidaksesuaian hasil yang diperoleh dengan literature yang ada dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu :
1. Alat alat yang digunakan sudah terkontaminasi bahan atau zat lain ( kurang steril )
2. Sampel yang digunakan kurang baku
3. Kurangnya ketelitian pratikan dalam melakukan percobaan
D. Analisa kualitatif dengan TLC
Tabel 4.1.4 Hasil Pengamatan dari analisis kuantitaif TLC
Sampel Jarak Tempuh Eluen Jarak Tempuh Komponen Rf
Sulfanilat 7,8 cm - -
Pada pratikum kali ini tidak dihasilkan nilai RF dengan Eluen etil asetat (90%) dan
metanol (10%) yang digunakan dimana asam sulfanilat menggunakan pelarut amonia dan aseton
dengan perbandingan 1:10.kegagalan pada pratikum ini dikarenakan beberapa kemungkinan
faktor kesalahan pratikan dalam pemilihan fase gerak, pelarut ataupun pada pemilihan detektor
sinar UV
Pada uji identifikasi asam sulfanilat menggunakan kromatografi lapis tipis yang tertera
pada Farmakope Indonesia IV ditetapkan untuk menggunakan melarutkan asam sulfanilat
10mg/ml dalam metanol murni dengan fase gerak kloroform dan etanol (1:1)
Namun pada praktikum kali ini kami menggunakan amonia dan aseton (1:10)sebagai
pelarut sampel 10g dalam pelarut . sifat amoninia dan aseton yang polar dan semi polar
sedangkan sifat asam sulfanilat yang nonpolar menggunakan suatu hal yang kontras sehingga
pada larutan tersebut kemungkinan senyawa lain yang terlarut dalam amonia dan aseton
sedangkan asam sulfanilat tertinggal diluar larutan pelarut tersebut sehingga saat proses
penotolan kemungkinan besar asam sulfanilat tidak ikut terbawa.
Namun walaupun asam sulfanilat tidak larut dalam amonia pekat dalam aseton asam
sulfanilat dapat terbawa pada proses penotolan karena praktikan juga menotolkan serbuk yang
terendap dibawah tidak hanya menotolkan airnya saja.
Namun pada praktikum kali ini digunakan fase diam polar sehingga proses elusi tidak
dapat terjadi secara maksimal karena sifat silica gel sendiri yang sangat polar sehingga sampel
mengalami dilema dalam pengikatan komponennya dan sampel tidak dapat terelusi secara
sempurna.
Sifat asam sulfanilat sendiri yang berwarna putih kekuningan tidak menunjukkan bercak
secara visible sehingga dibutuhkan sinar UV untuk melihat bercak pada plat. Pada Farmakope
Indonesia IV tertera dapat terlihat pada panjang gelombanmg maksimum 254nm, sedangkan
sinar UV yang digunakan pada praktikum kali ini adalah lampu UV Batery AAA portabel
dengan sinar gelombang 275 nm-320 (indodigital.com), sehingga bercak warna tidak dapat
terbaca karena tidak pada panjang gelombang maksimum. Sehingga Untuk memperoleh bercak
warna yang jelas maka ditambahkan pereaksi warna seperti NaOH dan Cupri sulfat sehingga saat
disinarkan pada lampu UV dapat menimbulkan warna merah .
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang didapat setelah melewati beberapa tahapan reaksi umum,
sampel Sulfanilat tidak semua menunjukkan hasil positif terjadi kegagalan pada reaksi
diazo. Hal tersebut mungkin diakibatkan karena kekeliruan saat melakukan percobaan dan
adanya kontaminasi dengan pelarut lain. Namun pada percobaan indentifikasi spesifik Pada
reaksi KbrO3 dan Parri seharusnya sampel menujukan hasil positif senyawa sulfonilamida
dengan ditandai dengan warna kuning atau coklat merah dan ungu tidak terbentuk, hal ini
dikarenakan kekeliruan dalam langkah kerja sehingga hasil yang didapat adalah larutan
berwarna kuning dengan endapan putih kekuningan.Pada analisis kuantitatif dengan TLC
tidak dihasilkan nilai Rf pada eluen etil astetat dan metanol.
DAFTAR PUSTAKA

Alfadlil, B. R., Saibun S dan Rahmat G. 2014. Studi Kuantum Farmakologi Senyawa
Turunan Sulfonamida 2,4 Diamino 6 Quinazoline Sebagai Antimalaria Dengan Metode AB
Intio. Jurnal Kimia Mulawarman. Vol 11(2)

Anief Moh, 1990. "Perjalanan dan nasib obat dalam badan", Gadjah mada university press;
Yogyakarta Dirjen RI, 1979, "Farmakope Indonesia Edisi III", Departemen Kesehatan RI;
Jakarta.

Cairns, Donald. 2008. "Intisari Kimia Farmasi". EGC. Jakarta Dirjen POM. 1979.
Cairns,D. 2008. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta:EGC.
Cartika, Dra. Harpolia, M.Farm., Apt. dkk., 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Kimia
Farmasi. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
UNG. Gorontalo.

Dirjen POM. 1985. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI: Jakarta.

Dirjen RI, 1995, "Farmakope Indonesia Edisi IV", Departemen Kesehatan RI; Jakarta

Faktailmiah., 2010, sulfonamida, 21 november 2010, www.faktailmiah.com Gholib ibnu.dkk,


2007, "Kimia Analisis Farmasi", Pustaka pelajar; Yogyakarta. Sudjadi, M. S., Apt, Prof. Dr,
2008, Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta:
Harjadi. 1986. Pengantar Agronomi. Departemen Agronomi Fakultas Pertanian IPB. P.191.

Pelajar. Yogyakarta. Tjay T. H. & Rahardja S, 2008.Obat-obat Penting. Penerbit PT. Elex
Media computindo kelompok kompas-Gramedia: Jakarta

Pustaka Pelajar. Tim dosen, 2010, "Penuntun praktikum kimia farmasi analisis", Universitas
Indonesia Timur Makassar.

Rohman, Abdul. 2008. "Kimia Farmasi Analisis". (Hal 164-165). Pustaka


Staff Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2008.
Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta:EGC.
Tadjudin, Naid. 2001. Analisa Farmasi. Makassar: Universitas Hassanudin.
Tjay. T. H. dan Rahardja S., 2008. Obat-obat penting. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Wikipedia, 2010, sulfonamida, 21 november 2010 www.wikipedia. Com Syamsuni, Apt, Drs.
H. 2005, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, penerbit buku kedokteran EGC; jakarta.

Wunas. 1968. Kimia Farmasi. Jakarta: EGC (Hal: 143

Anda mungkin juga menyukai