Kelas 2 FA 2
KELOMPOK 4 G3 &G4
Fakultas Farmasi
Universitas Bhakti Kencana
Jl. Soekarno – Hatta No. 754 Cibiru. Bandung
I. TUJUAN
1) Mengetahui dan memahami cara menganalisa golongan senyawa sulfanolamida,
sulfonilurea dengan metode diazotasi atau nitrimetri.
2) Untuk Memperoleh molaritas larutan baku NaNO2-,serta Menetapkan kadar zat dalam
sampel secara nitrimetri.
II. PRINSIP
1) Analisis golongan senyawa sulfanolamida, sulfonilurea menggunakan metode diazotasi
atau nitrimetri.
2) Penentuan kadar suatu senyawa dengan yang berdasarkan pada pembentukan garam
diazonium yang diperoleh dari asam nitrit dengan cara mereaksikan natrium nitrit dengan
suatu asam.
A. Alat : B. Bahan :
1) Erlenmeyer 1) Tablet cotrimoksazol
2) Batang pengaduk 2) NaOH
3) Buret 3) HCL 4 N
4) Gelas kimia 4) Asam sulfanilat
5) Kertas perkamen 5) Aquadest
6) Statif dan klem 6) Indikator tropeolin oo + metilen blue (5:3)
7) Pipet skala 7) NaNO2 0.1 N
8) Pipet tetes 8) Pereaksi Parri
9) Pipet volume 9) NH4OH
10) Timbangan analitik 10) Alcohol
11) Tabung reaksi 11) p-DAB HCl
12) Ice bath 12) H2SO4
13) Serbuk Vanillin
V. PROSEDUR
A. Uji Kualitatif
1) Reaksi Cuprifil
• Sampel ( Cotrimoxazol )
• Larutkan dalam NaOH
• Netralkan dengan 1 tetes HCL dan 1 tetes CuSO4
2) Reaksi Parri
• Sampel ( Cotrimoxazol )
• Larutkan dengan alkohol
• Pereaksi Parri
• NH4OH 1 tetes
3) Reaksi Erlich dengan p-DAB HCl
• Sampel ( Cotrimoxazol )
• p-DAB HCl
5) Reaksi Vanillin
• Sampel ( Cotrimoxazol )
• H2SO4 1 tetes
• Serbuk vanillin
6) Reaksi Schweitzer
• Sampel ( Cotrimoxazol )
• CuSO4
• NH4OH
B. Uji Kuantitatif ( Titrasi Nitrimetri )
1) Pembakuan NaNO2 0.1 N
NaNO2 0,1 N
• Asam sulfanilat 50 mg
• Aquadest ad larut kurang lebih 25 mL
• HCL 4N 5 mL
• 3 tetes indikator campur tropeolin oo : metilen blue (5:3)
• Dinginkan sampai suhu 15°c dalam ice bath
•
TAT : Biru Kehijauan
2) Penetapan Kadar (Cotrimoxazol )
NaNO2 0,1 N
B. Analisis Kuantitatif
Perhitungan :
1. Pembakuan NaNo2
Diketahui : mg Asam Sulfanilat = 50 mg
BM Asam Sulfanilat = 173, 19
V1 NaNo2 = 9,7 ml
V2 NaNo2 = 9,4 ml
V 1+V 2 9,7 ml+ 9,4 ml
V rata - rata NaNo2 = = =¿9,55 ml
2 2
Ditanyakan : N NaNo2 ?
Jawab :
mg Asam Sulfanilat
N NaNo2 =
VNaNo ₂× Bm Asam Sulfanilat
50 mg
=
9,55 ml ×173,19
50 mg
=
1653,9645
= 0,0302 N
2. Penetapan Kadar Sulfametoxazol dalam obat Cotrimoxazol
Diketahui : mg Cotrimoxazol = 250 mg
BM Sulfametoxazol = 253,28
N NaNo2 = 0,0302 N
V1 NaNo2 = 5,4 ml
V2 NaNo2 = 5,8 ml
V 1+V 2 5,4 ml+5,8 ml
V rata - rata NaNo2 = = =¿5,6 ml
2 2
Ditanyakan : Kadar ?
Jawab :
1) mmol NaNo2 = V NaNo2 × N NaNo2 × e NaNo2
= 5,6 ml × 0,0302 N × 1
= 0,1692 mmol
Koefisien NaNo ₂
2) mmol Sulfametoxazol = × Mmol NaNo2
Koefisien sulfametoxazol
1
= × 0,1692
1
= 0,1692 mmol
3) Mg Sulfametoxazol = mmol Sulfametoxazol × BM Sulfametoxazol
= 0,1692 × 253,28
= 42,8549 mg
Mg sulfametoxazol
4) % Kadar Sulfametoxazol = × 100 %
MgTimbang
42,8549 mg
= × 100 %
250 mg
= 0,1714 × 100 %
= 17,14 %
VII. PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Dalam kimia, gugus fungsi sulfonamida dituliskan -S(=O)2-NH2, sebuah gugus
sulfonat yang berikatan dengan amina. Senyawa sulfonamida adalah senyawa yang
mengandung gugus tersebut. Beberapa sulfonamida dimungkinkan diturunkan dari asam
sulfonat dengan menggantikan gugus hidroksil dengan gugus amina. Dalam kedokteran,
istilah “sulfonamida” kadang-kadang dijadikan sinonim untuk obat sulfa, yang
merupakan turunan sulfanilamida.
Pada percobaan sulfonamida digunakan sampel yaitu sulfametoksazol dimana
sampel terlebih dahulu dilakukan:
1. Uji pendahuluan yaitu diamati bau, rasa, bentuk dan warna.
2. Uji golongan
3. Uji penegasan
Kotrimoksazol mengandung Sulfametoksazol C10H11N3O3S dan Trimetoprim,
C14H18N4O3, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera
pada etiket (USP, 2008).
Sulfametoksazol
Rumus struktur :
H2N SO4NH
N CH3
Pada hasil pengamatan yang didapatkan untuk analisis kualitatif yang menggunakan sampel
cotrimoksazol dengan menggunakan enam metode reaksi yang berbeda – beda yaitu : Reaksi
Korek Api , Reaksi Kristal Dengan Schweitzer, Reaksi Erlich Dengan p-DAB HCl, Reaksi
Parri, Reaksi Cuprifil, dan Reaksi Vanilin.
Pada uji golongan dengan menggunakan reaksi korek api, pada sulfametoksazol
ditanbahkan HCl encer, lalu dicelupkan batang korek api dan menghasilkan warna merah. Hasil
yang diperileh pada pengujian korek api hasil yang didapatkan sudah sesuai dengan literatur
Dengan menggunakan rekasi Erlich dengan p-DAB HCl , pada sulfametoksazol
dilarutkan dengan p-DAB HCl sehingga menghasilkan warna jingga. Dimana hasil
tersebut sesuai dengan literatur.
Pada uji penegasan yaitu menggunakan reaksi Parri. Pada sulfametoksazol,
dilarutkan dengan alkohol menghasilkan endapan putih kemudian ditambahkan pereaksi
parri menghasilkan warna putih lalu ditamhakan NH4OH 1 tetes menghasilkan warna
ungu.
Dengan menggunakan reaksi Vanilin, pada sulfametoksazol ditambahkan vanilin,
kemudian ditambahkan H2SO4 1 tetes lalu ditambahkan serbuk vanilin menghasilkan
warna merah bata. Hal ini menunjukkan ketidaksesuain dengan literatur karena warna
yang dihasilkan berbeda dengan warna yang dijelaskan pada literatur. Hasil sesuai
dengan literatur.
Dengan menggunakan reaksi Schweitzer, pada sulfametoksazol ditambahkan CuSO4
kemudian ditambahkan NH4OH menghasilkan warna hijau toska. Untuk reaksi kristal
dengan schweltzer diperoleh hasil positif yaitu terbentuk kristal hijau.
Dengan menggunakan reaksi Cuprifil, pada sulfometoksazol dilarutkan dengan
NaOH, kemudian dinetralkan kembali dengan HCl dan CuSO4. Diperoleh hasil berwarna
hijau.
Adapun ketidaksesuai hasil yang diperoleh dengan literatur yang ada, dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Alat-alat yang digunakan kurang steril
2. Sampel yang digunakan kurang baku
3. Kurangnya ketelitian dalam melakukan percobaan
Metode yang kedua untuk analisis golongan sufonamida dan sulfonylurea yaitu
dilakukan analisis kuantitatif pada sampel cotrimoxazole dengan melakukan titrasi
dengan metode Nitrimetri
Titrasi Nitrimetri merupakan analisis Kuantitatif yang menggunakan metode titrasi
redoks dengan pentiter berupa larutan baku natrium nitrit. Titrasi nitrimetri disebut juga
dengan metode diazotasi, dimana pada titrasi nitrimetri ini didasarkan pada pembentukan
garam diazonium yang merupakan hasil reaksi antara senyawa yang bergugus amin
aromatic primer dengan asam nitrit dalam suasana asam pada suhu <15⁰C. Asam nitrit
merupakan senyawa yang memiliki kelarutan yang tidak stabil sehingga titrasi dilakukan
dalam suasana asam dan asam nitrit dibuat dalam bentuk garamnya, yaitu nantrium nitrit.
Natrium nitrit merupakan senyawa yang kurang stabil, bersifat higroskopis, dan mudah
terdegradasi menjadi nitrogen oksida dan gas dalam temperature yang panas. Kondisi
asam dibuat dengan menambahkan HCl dalam larutan analit.
Titrasi nitrimetri umumnya dilakukan di suhu <15⁰C, karena garam diazonium yang
terbentuk tidak stabil pada suhu kamar. Pada suhu kamar, garam diazonium mudah
terdegradasi menjadi senyawa fenol dan gas nitrogen yang ditandai dengan perubahan
warna analit menjadi kuning. Reaksi yang dilakukan pada suhu rendah ini akan
memperlambat laju reaksi. Reaksi yang terjadinya :
NaNO₂ + HCl NaCl + HNO₂
Ar- NH₂ + HNO₂ + HCl Ar- NN⁺ . Cl⁻ + 2H₂O
(Garam Diazonium)
Indikator asam basa adalah senyawa halokromik yang ditambahkan dalam jumlah
kecil ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang akan memberikan warna sesuai
dengan kondisi pH larutan tersebut. Penggunaan indicator yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu indicator tropeolin oo dan metilen blue yang berfungsi sebagai
penentu titik ekivalen ketika kedua larutan telah mencapai nentralisasi, tropeolin oo
didefinisikan sebagai indicator asam basa yang berwarna merah dalam suasana asam dan
berwarna kuning bila dioksidasi adanya kelebihan asan nitrit. Sedangkan metilen blue
berfungsi sebagai pengontras warna sehingga terjadi perubahan dari warna ungu ke biru
hijau, indicator ini ditambahkan karena titik akhir dari indicator tropeolin oo transparan
sehingga perlu ditambahkan intikator yang mampu mengontraskan warna pada titik akhir
titrasinya.
Adapun hasil yang diperoleh pada praktikum pada pembakuan volume titrannya ada
9,7ml dan 9,4ml sehingga rata rata yang didapatkan sebesar 9,55ml dan Normalitasnya
0,0302. Sedangkan pada penetapan kadar, volume titrannya adalah 5,4ml dan 5,8ml
sehingga rata rata 5,6ml dan persen kadar yang diperoleh sebesar 17,14%. Menurut FI
edisi III sulfametoksazol mengandung tidak kurang dari 98,5% sulfametoksazol. Adapun
faktor kesalahan pada praktikum ini adalah kesalahan dalam pengamatan titik akhir titrasi
(kesalahan paradoksal), dipengaruhi oleh kurang teliti dalam penimbangan dan alat
yang kurang bersih, serta suhu yang tidak
tepat dan tidak terjaga (karenanya bila menggunakan indikator dalam suhunya tidak harus
15°C tetapi harus tetap dijaga supaya tidak terlalu tinggi. Suhunya boleh kurang dari 15°C
namun tidak boleh melebihi 15°C
VIII. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa persen kadar yang diperoleh sebesar
17,14%. Hal ini tidak sesuai literature karena menurut FI edisi III sulfametoksazol
mengandung tidak kurang dari 98,5% sulfametoksazol. Hal ini bisa dipengaruhi karena
faktor kesalahan praktikum dalam pengamatan titik akhir titrasi (kesalahan paradoksal),
kurang teliti dalam penimbangan dan alat yang kurang bersih, serta suhu yang tidak
tepat dan tidak terjaga (karenanya bila menggunakan indikator dalam suhunya tiak
boleh melebihi 15°C )