Dosen :
FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan
produk dan pelayanan produk untuk kesehatan.Dalam bidang industri farmasi,
perkembangan teknologi farmasi sangat berperan aktif dalam peningkatan kualitas
produksi obat-obatan. Hal ini banyak ditunjukan dengan banyaknya sediaan obat-obatan
yang disesuaikan dengan karakteristik dari zat aktif obat, kondisi pasien dan penigkatan
kualitas obat dengan meminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau
mengganggu dari efek farmakologis zat aktif obat.
Sekarang ini banyak bentuk sediaan obat yang kita jumpai dipasaran. Emulsi
merupakan salah satu contoh dari bentuk sediaan cair, yang secara umum dapat diartikan
sebagai sistem dispersi kasar dari dua atau lebih cairan yang tidak larut satu sama lain.
Sistem emulsi dijumpai banyak penggunaannnya dalam farmasi. Dibedakan
antara emulsi cairan, yang ditentukan untuk kebutuhan dalam (emulsi minyak ikan,
emulsi parafin) dan emulsi untuk penggunaan luar.Dalam bidang farmasi, emulsi
biasanya terdiri dari minyak dan air
Emulsi sangat bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki beberapa
keuntungan, satu diantaranya yaitu dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari
minyak. Selain itu, dapat digunakan sebagai obat luar misalnya untuk kulit atau bahan
kosmetik maupun untuk penggunaan oral.
B. Tujuan Praktikum
A. Pengertian Emulsi
Menurut FI Edisi IV, emulsi adalah system dua fase yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Stabilitas emulsi dapat
dipertahankan dengan penambahan zat yang ketiga yang disebut dengan emulgator
(emulsifying agent).
Emulsi berasal dari kata emulgeo yang artinya menyerupai milk atau susu, warna
emulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal emulsi dari biji-bijian
yangmengandung lemak, protein dan air. Emulsi semacam ini disebut emulsi vera atau
emulsi alam, sebagai emulgator dipakai protein yang terdapat dalam biji tersebut.
B. Komponen Emulsi
1. Komponen Dasar adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat dalam emulsi.
Terdiri atas :
a. Fase dispers / fase internal / fase discontinue yaitu zat cair yang terbagi-bagi
menjadoi butiran kecil kedalam zat cair lain.
b. Fase continue / fase external / fase luar yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi
sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut.
c. Emulgator adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
2. Komponen Tambahan
Preservative yang digunakan Antara lain metil dan propil paraben, asam benzoat,
asam sorbat, fenol, kresol, dan klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetas,
dll.
Antioksidan yang digunakan Antara lain asam askorbat, a-tocopherol, asam sitrat,
propil gallat, asam gallat.
C. Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun
external, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1. Emulsi tipe O/W ( oil in water ) atau M/A ( minyak dalam air ) adalah emulsi
yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air. Minyak sebagai fase
internal dan air sebagai fase external.
2. Emulsi tipe W/O ( water in oil ) atau A/M ( air dalam Minyak ) adalah emulsi
yang terdiri dari butiran yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase internal
dan minyak sebagai fase external.
Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran
dua cairan yang saling tidak bias bercampur. Tujuan pemakaian emulsi adalah :
1. Dipergunakan sebagai obat dalam / per oral. Umumnya emulsi tipe o/w.
2. Dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe o/w maupun w/o tergantung
banyak faktor misalnya sifat zat atau jenis efek terapi yang dikehendaki.
Molekul memiliki daya tarik menarik antar molekul sejenis yang disebut dengan
kohesi. Selain itu, molekul juga memiliki daya tarik menarik antar molekul yang tidak
sejenis yang disebut dengan adhesi.
Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat cair akan
terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan
terjadi pada permukaan tersebut dinamakan dengan tegangan permukaan “surface
tension”.
Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang
batas dua cairan yang tidak dapat bercampur “immicble liquid”. Tegangan yang terjadi
antara 2 cairan dinamakan tegangan bidang batas. “interface tension”.
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dengan
minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers
atau fase internal. Dengan terbungkusnya partikel tersebut, usaha antar partikel sejenis
untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain, fase dispers menjadi stabil. Untuk
memberikan stabilitas maksimum, syarat emulgator yang dipakai adalah :
Jika minyak terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan
dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan
mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan di depannya. Dengan demikian
seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi oleh 2 benteng lapisan listrik yang saling
berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha partikel minyak yang akan
melakukan penggabungan menjadi satu molekul yang besar, karena susunan listrik yang
menyelubungi setiap partikel minyak yang mempunyai susunan yang sama. Dengan
demikian, antara sesame partikel akan tolak menolak. Dan stabilitas akan bertambah.
Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara di bawah ini:
Emulgator Alam
Yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat
digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :
Emulgator Buatan
1. Sabun
2. Tween 20 : 40 : 60 : 80
3. Span 20 : 40 : 80
tersebut dikocok kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sabil dikocok.
Setiap emulsi dapat diencerkan dengan fase externalnya. Dengan prinsip tersebut, emulsi
tipe o/w dapat diencerkan dengan air sedangkan emulsi tipe w/o dapat diencerkan dengan
minyak.
Bila emulsi diteteskan pada kertas saring, kertas saring menjadi basah maka tipe emulsi
o/w,dan bila timbul noda minyak oada kertas berarti wmulsi tipe w/o.
Alat yang dipakai adalah kawat dan stop kontak, kawat dengan tahanan 10 K ½ watt ,
lampu neon ¼ watt, dihubungkan secara seri. Elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi.
Lampu neon akan menyala bila elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi tipe o/w, dan
akan mati bila dicelupkan pada emulsi tipe w/o .
I. Kestabilan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :
1. Creaming
Yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, dimana yang satu mengandung fase dispers
lebih banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversible artinya bila
dokocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
Yaitu pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan
koalesan ( menyatu ). Sifatnya irreversible ( tidak bias diperbaiki ). Hal ini dapat terjadi
karena Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan pH, penambahan CaO /
CaCl2 exicatus, Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan,
pengadukan.
3. Inversi
Yaitu peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe eulsi w/o menjadi o/w atau
sebaliknya. Sifatnya irreversible.
Kelebihan :
a. Dapat membentuk sediaan yang saling tidak bercampur menjadi dapat bersatu
menjadi sediaan yang homogen dan bersatu
b. Mudah ditelan.
c. Dapat menutupi rasa yang tidak enak pada obat.
Kekurangan :
a. Kurang praktis dan staabilits rendah dibanding tablet.
b. Takaran dosis kurang teliti.
A. BAHAN AKTIF
1. Parafin liquid
Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air
OTT : -
Indikasi : Laksativa
Dosis Lazim : Max 30 ml sehari
Cara pemakaian : Lokal
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
B. BAHAN TAMBAHAN
1. Triethanolamine
Pemerian : Cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, tidak
berasa, bau lemah mirip ammonia
Kelarutan : Mudah Larut dalam air dan etanol (95%), larut dalam
chloroform
OTT : -
Indikasi : Zat tambahan, emulgator
Wadah dan penyimpanan : wadah yang tertutup rapat
2. Cera Alba
Pemerian : Zat padat, lapisan tipis bening, berwarna putih kekuningan, bau
khas lemah
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut adlam etanol
95% dingin, larut dalam chloroform, dalam eter hangat, dalam minyak
lemak dan dalam minyak atsiri.
OTT : -
Indikasi : zat tambahan
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
3. Methyl paraben
Pemerian : Kristal atau serbuk Kristal, tidak berwarna atau berwarna putih,
tidak berbau atau hampir tidak berbau, rasa sedikit menggigit.
Kelarutan : sukar larut dalam air, sukar larut dalam benzene, tetraklorida,
mdah larut dalam etanol, dan eter.
pH : 3-6
OTT : -
Indikasi : sebagai antimikroba
Dosis lazim : 0,02%-0,3%
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
4. Aqua destilata
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau
pH : 5-7
indikasi : Zat pembawa dan pelarut
wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
BAB III
METODE PRAKTIKUM
ALTERNATIF
NO MASALAH DIINGINKAN PILIHAN ALASAN
PEMECAHAN
1 Bentuk emulsi Emulsi yang Minyak / Air Minyak / Air Karena parafin cair
yang digunakan murah dan Air / Minyak tidak larut dalam air
ekonomis
2 Akan dibuat Fase air yang Aquadest Aquadest Karena lebih nyamank
emulsi tipe baik untuk Alcohol untuk digunakan
M/A, apa fase digunakan
airnya?
Karena metil paraben
3 Emulsi yang Ditambahkan Metil paraben mudah didapatkan dan
Zat mudah tahan lama pengawet: aman untuk
ditumbuhi oleh Metil paraben dikonsumsi
mikroba Propil
paraben
As. Benzoat
dll
a. Menurunkan
4 Campuran M/A tegangan
Ada beberapa harus stabil permukaan dan
a. menurunkan
mekanisme secara fisik lapisan mono
tegangan
kerja molecula
permukaan
emulgator, b. Membuat
b. membuat batas
mana yang lapisan film
fisik (lapisan
harus dipilih ? dengan polimer
mono
hidrofilik
molecular)
c. membuat batas
molecular
(lapisan film)
d. penolakan
Termasuk golongan
elektrik
hijau obat bebas
e. partikel halus
6 Penandaan yang
sesuai sifat
Penandaan farmakologi
berdasarkan Hijau
golongan obat Biru
Merah
C. KOMPONEN UMUM SEDIAAN
Jumlah PENIMBANGAN
pemakaian BAHAN
Pemakaian Lazim
NO NAMA BAHAN FUNGSI Dalam
(%) BATCH (6
formula UNIT
botol)
(%)
1. Parafin liquid Bahan Aktif - 35% 21 ml 126 ml
2. Trietanol Amin Emulgator - 8% 4.8 ml 28.8ml
3. Metil Paraben Pengawet 0,02 – 0, 3 % 0,1 % 0.06 gram 0,36 gram
4. Cera Alba Bahan tambahan - 2% 1.2 gram 7.2 gram
5. Air panas Air Corpus 5 x TEA 5 x TEA 24 ml 144 ml
( 5 x TEA) pembawa - Ad 100 % Ad 60 ml Ad 360 ml
6. Water
2. Pencampuran Awal
Alat : Wadah Penampungan
Perlengkapan : Sendok
Masker
Penutup Kepala
Mortir dan stamper
3. Pengemasan Akhir
Alat : Botol kaca 60 ml
Perlengkapan : Corong, Gelas ukur, Gelas piala, Etiket, brosur dan kardus
pengemas
BAB IV
PROSEDUR DAN HASIL KEGIATAN
A. Data Kegiatan
1. Penimbangan
Tujuan : Memperoleh jumlah bahan sesuai dengan formula
yang diinginkan
Bahan : Parafin liquidum,TEA, Cera Alba , Water,Methyl Paraben.
Alat : Timbangan, wadah, spatel.
Penanggung jawab : Revina P
Prosedur :
Siapkan timbangan dan wadah
Tara timbangan, dan timbang bahan satu persatu sesuai dengan tabel
diatas.
Masukkan hasil timbangan pada wadah yang telah disiapkan.
3. Pencampuran bahan
Tujuan :
Diingikan Hasil
Bentuk Emulsi
Hasil : Sampel berwarna biru ( minyak dalam air) maka hasil memenuhi syarat.
BAB V
PEMBAHASAN
1. Parafin liquid sebagai zat aktif dalam sediaan ini dibuat dalam bentuk emulsi dengan tujuan
absorbsi di dalam tubuh dapat terjadi lebih cepat dan lebih mudah karena dalam bentuk
larutan yang dapat langsung diserap oleh sistem pencernaan dan aktivitas parafin liquid
sebagai pencahar dapat bekerja dengan baik.
2. Emulgator yang digunakan pada formula ini adalah golongan surfaktan non ionik
Triethanolamine untuk menurunkan tegangan permukaan antara fase minyak dan fase air,
dengan memperkecil ukuran partikel yang besar dan berukuran seragam sehingga dapat
bercampur saat dilakukan pengadukan.
3. Emulsi yang baik adalah emulsi yang berwarna seperti putih susu, dan jika dikocok atau
diberi gaya dan tekanan, viskositasnya akan bertambah kecil sehingga emulsi tersebut
mudah dituang. Namun pada praktikum kali ini, emulsi menghasilkan sediaan berwarna putih
pucat dan memiliki bentuk emulsi yang lebih kental. Hal ini dikarenakan pada saat proses
pementukan corpus emulsi, tekanan dalam penggerusan yang diberikan kurang kuat sehingga
menghasilkan corpus emulsi yang tidak sempurna.
4. Tipe emulsi yang diperoleh adalah emulsi tipe M/A karena ketika zat warna methylen blue
diteteskan pada emulsi menyebabkan warna biru. Perlu diingat bahwa tipe emulsi ditentukan
oleh emulgator, yaitu bila emulgator yang digunakan larut air atau suka air (hidrofil) maka
akan diperoleh emulsi tipe M/A, apabila emulgator larut dalam minyak atau suka minyak
(lipofil) maka akan membentuk tipe emulsi A/M. (Ilmu Meracik Obat, hal.141). Selain itu
perbandingan jumlah fase juga dapat mempengaruhi tipe emulsi. Jumlah fase yang sedikit
biasanya akan menjadi fase dalam, dan yang jumlahnya lebih besar akan menjadi fase luar.
Di dalam formula didapatkan tipe emulsi M/A karena jumlah fase minyak lebih sedikit dari
fase air.
5. Uji Volume terpidahkan menunjukan hasil 98,67% yaitu memenuhi syarat dari uji volume
terpindahkan. Uji pH memenu persyaratan yaitu 5 karena pH pada supensi adalah 5-7
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
pH emulsi memenuhi syarat yaitu 5, karena pH ideal padaemulsi 5-7
Uji organoleptis tidak memenuhi syarat yaitu bentuk sediaan emulsi yang
mengental dan berwarna putih pucat
Uji volume terpindahkan memenuhi syarat
Uji tipe emulsi menyatakan tipe emulsi minyak dalam air
Hasil akhir emulsi tidak memenuhi kriteria emulsi yang baik yaitu terdapat
caking dan pengentalan terlalu cepat
B. Saran
Ketelitain dari praktikan harus ditingkatkan
Bahan baku dalam laboratorium lebih diperatikan lagi agar tercipta produk yang
baik
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1995
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 2008
Kibbe, AH. Handbook of pharmaceutical Excipients. Third Edition. Washington D.C: American
Pharmaceutical Association; 2000.