Anda di halaman 1dari 18

1.

DASAR TEORI
1.1 Pengertian
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah
padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar. Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah
padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai. Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi
kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Secara Tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau minyak
dalam air (m/a) Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan
ke bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut,
kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut definisi tersebut yang termasuk obat luar
adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, injeksi,
dan lainnya (Rowe, 2009).
Kualitas dasar krim, yaitu stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim
harus bebas dari inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada dalam
kamar. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak
dan homogen. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata
melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan (Anief, 1994).

Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi.


Biasanya komponen yang tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan
bersama-sama di penangas air pada suhu 70-75 0C, sementara itu semua larutan berair
yang tahan panas, komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama
dengan komponen lemak. Kemudian larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan
ke dalam campuran lemak yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur
dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak.
Selanjutnya campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-
menerus sampai campuran mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya
dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi
pemisahan antara fase lemak dengan fase cair (Rowe, 2009).

1.2 Penggolongan Krim


Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-
asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan
lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe krim, yaitu
(Anief, 1994):
- Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak
Contoh : cold cream
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih,
berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil
dalam jumlah besar.
- Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air
Contoh: vanishing cream
Vanishing cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak. Vanishing cream
sebagai pelembab (moisturizing) meninggalkan lapisan berminyak/film pada
kulit.
1.3 Kelebihan dan Kekurangan Krim
a. Kelebihan sediaan krim, yaitu : (Sumardjo, Damin, 2006)
1. Mudah menyebar rata
2. Praktis
3. Mudah dibersihkan atau dicuci
4. Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat
5. Tidak lengket terutama tipe m/a
6. Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m
7. Digunakan sebagai kosmetik
8. Bahan untuk pemakaian topical jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun.
b. Kekurangan sediaan krim, yaitu : (Sumardjo, Damin, 2006)
1. Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas
2. Mudah pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas
3. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu system
campuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi
disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan.
2. TINJAUAN BAHAN
2.1 Tinjauan Bahan Aktif
a. Karakteristik sifat kimia
Berdasarkan Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi 6, halaman 433
Mentol memiliki karakteristik fisika kimia sebagai berikut:
Rumus Kimia

Nama kimia Pa 5-metil-2-(1-metil etil)-sikloheksanal


Sinonim Mentholum
Rumus Molekul C10H20O
Berat Molekul 152,67 g/mol;
Pemerian Hablur heksagonal atau serbuk hablur, tidak berwarna
biasanya berbentuk jarum, atau massa yang melebur,
mempunyai bau yang enak seperti minyak permen.
Kelarutan Sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol,
dalam kloloform, dalam eter dan dalam heksana, mudah
larut dalam asam asetat
Titik leleh 41°C- 44°C
Sifat Khusus Apabila dicampur dengan kamfer atau kloralhidrat atau
fenol sama berat maka campuran akan mencair
Wadah dan Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu tidak lebih dari
25°C
b. Efek farmakologi
Mentol merupakan senyawa dari alam yang termasuk golongan terpenoid.
Mentol memiliki sifat sebagai antiseptik yang dapat menghambat kuman. Selain
itu mentol memiliki sifat analgesik. Mentol menghasilkan sensasi dingin ketika
kontak dengan membran mukosa (nostril, bibir dan kelopak mata) dan juga ketika
ditelan. Suatu senyawa yang telah dikenal sebagai aditif, misalnya, dalam aroma
makanan dan produk higienis oral. Hal ini dikarenakan mentol tersebut
menghasilkan sensasi dingin pada mulut dan juga karena memiliki rasa dan bau
mint yang menyegarkan.
Efek pendinginan mentol adalah karena aksi mentol pada ujung-ujung syaraf
tubuh manusia yang mendeteksi rangsangan panas dan dingin. khususnya mentol
dipercaya dapat mengaktifkan reseptor-reseptor dingin pada ujung-ujung syaraf,
sensasi rasa tersebut akan mengurangi rasa sakit, walau sebenarnya senyawa
mentol tidak mengurangi atau menaikkan suhu.
Efek farmakologis lain sebagai astringent, antipiretik, carminative,
antispasmodika dapat mengobati ayan, karminative, antispasmodika dapat
mengobati ayan, karminatif, bronchitis, batuk, masuk angin, gangguan haid,
radang lambung, diare, pusing, sesak napas, insomnia dan diaforetik.
c. Data klinis
Kontraindikasi : Hipersensitifitas, kejang.
Efek Samping : Reaksi pada alergi (ruam, gatal-gatal, kesulitan bernafas, sesak
di dada, pembengkakan mulut) kemerahan atau iritasi pada
bagian yang diobati. Toksistas
2.2 Tinjauan Bahan Tambahan
1) Asam stearate
Nama lain : Asam Setilasetik, Crodacid
Pemerian : Zat keras mengkilat susunan hablur, putih, atau kuning pucat mirip
lemah
Kelarutan : Praktis larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95%) P, 2
bagian klorofom P dan dalam 3 bagian ester
Berat molekul : 285,47
Titk didih : 112 0C
Titik leleh : 69-70 0C
Stabilitas : Asam stearat merupakan bahan stabil antioksidan juga dapat
ditambahkan kedalamnya.
Inkompabilitas : salisital tidak kompatibel dengan logam hidroksida dan mungkn
tidak kompatibel dengan basa, bahkan pereduksi, dan oksidator
Kegunaan : Sebagai fase minyak
2) Tween 80
Nama resmi : Polyoxyethyllene sorbitan monooleate
Pemerian : Cairan kentalseperti minyak, jernih kuning, bau karakteristik dari
asam lemak
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol 95 % P, dalam etanol P, sukar
larut dalam parafin cair P dan dalam minyak biji kapas P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai emulgator tipe air
3) Gliserin (HOPE halaman 283, FI IV halaman 213)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa, cairan higroskopis,
mempunyai rasa manis, netral terhadap lakmus.
Nama lain :Croderol, glycerol, glycerine, glycerolum, 1,2,2-propanetriol,
trihydroxypropane glycerol
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam
kloroform, dalam eter, dalam minyak lemah dan dalam minyak
menguap
Berat molekul : 92,09
Bobot jenis : 1,26 g/ml
Titik didih : 290°C.
Titik leleh : 17,8°C.
Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis, dapat rusak oleh pemanasan. Stabil
sebagai campuran dala air, dalam methanol 95%, dan propilen glikol
Inkompatibilitas: Dapat meledak saat bereaksi dengan agen pengoksidasi. Gliserin
membentuk kompleks asam borat.
Kegunaan : Hukmetan
4) Nipagin (HOPE Edisi 6 Hal 442, FI IV Hal 551)
Nama lain : Metil paraben, Metagin, Metil paraept, aseptoform, metyl cemosept.
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwana, atau serbuk hablur putih, tidak berbau
atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzena, dan dalam karbon tetraklorida,
mudah larut dalam etanol dan eter.
Berat molekul : 152,15
Titik lebur : 125-128° C.
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragacant,
sodium alginate, minyak esensial, sorbitol, dan atropine.
Stabilitas : Pada ph 3-6 larutan nipagin cair dapat disterilkan dengan autoklaf
pada suhu 120◦C selama 20 menit. Stabil pada pH 3-6 pada suhu
ruangan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Pengawet
5) Nipasol (HOPE Hal 596, FI IV Hal 713)
Nama lain : Propyl Paraben, Propagin, Propyl Cemosept, Propyl Parasept,
Solbrol P, Tegosept
Pemerian : Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dan dalam
eter, sukar larut dalam air mendidih
Berat molekul : 180,20
Titik lebur : 95-98°C.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Stabilitas : Larutan nipasol cair pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf,
tanpa dekomposisi. Pada pH 3-6, larutan nipasol cair stabil sampai ste
lebuh sekitar 4 tahun pada suhu ruangan. Apabila pada pH 8 atau di
atasnya maka akan cepat terhidrolisis (10% atau lebih setelah 60 hari
pada suhu ruangan)
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan mgnesium aluminium silikat, magnesium
trisilikat, besi kuning oksida
Kegunaan : Pengawet
6) BHT ( HOPE Edisi 6 hal 75)
Pemerian : kristal padat/ bubuk putih kekuningan/ kuning pucat.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air glicerin, propilen glikol, larutan alkali
hidroksida, sangat mudah larut dalam aseton, benzen, etanol 95 %,
dan mineral oil.
Titik didih : 265°C.
Titik lebur : 70°C.
Kegunaan : Antioksidan
7) Aquadest (FI III)
Pemerian : Cairah jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Kegunaan : Pelarut
3. BENTUK SEDIAAN TERPILIH
Krim merupakan sediaan dengan sistem dua fase yang terdiri fase minyak dan fase air
yang distabilkan dengan emulgator. Sediaan krim lebih disukai karena mudah dibersihkan
bila dibandingkan sediaan salep berlemak yang sulit dibersihkan dan meninggalkan noda
pada pakaiaan. Ada 2 tipe cream, yaitu cream tipe minyak air ( M/A ) dan cream tipe air
minyak ( A/M ). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat cream
yang dikehendaki. Pembuatan krim dalam praktikum ini menggunakan tipe M/A yang
mempunyai kelebihan yaitu lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air dan tidak
lengket.
4. PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN DOSIS
Dalam 10 gram tube krim mengandung mentol sebanyak 10%.
5. SPESIFIKASI PRODUK
5.1 Persyaratan Umum Sediaan
Syarat-syarat krim yang baik adalah sebagai berikut:
a. Tidak toksik

b. Stabil secara fisik dan kimia

c. Mudah dioleskan, lunak, dan mudah mencair pada suhu tubuh

d. pH sama dengan pH kulit

e. Tidak bereaksi dengan zat aktif

f. Mudah dicuci

g. Kemampuan melepaskan zat khasiat

5.2 Rencana Spesifikasi Sediaan


a. Bentuk sediaan : Krim

b. Kadar : 10% dalam 15 gram

c. Indikasi : Mengurangi rasa sakit ringan yang disebabkan oleh kondisi seperti
arthritis, tendonitis, sakit punggung, memar dan kram

d. pH : 4,5-6,5

e. Bau : Mentol

f. Viskositas : kurang dari 50 dPa-s

6. RANCANGAN FORMULA
6.1 Skema Kerja
Mentol untuk Dibuat sediaan krim Suka larut dalam air
analgesik topikal
Ditambahkan Fase minyak Asam
Hukmetan gliserin sterarat

Dibuat fase O/W


Mudah teroksidasi
ditambahkan
antioksidan BHT

Pengawet dalam Pengawet dalam


fase oil (minyak) fase water (air)
Nipasol Nipagin

6.2 Komponen Penyusun


No Bahan Fungsi Presentase formulasi
1 Menthol Bahan aktif 10%
2 Asam Stearat Fase Minyak 10%
3 Tween 80 Emulgator 10%
4 BHT Antioksidan 0,1%
5 Gliserin Humektan 10%
6 Nipagin Pengawet 0,18%
7 Nipasol Pengawet 0,02%
8 Aquadest Pelarut Ad 10 g

6.3 Pemilihan Bahan Komponen Penyusun Untuk Mencapai Spesifikasi


No Bahan Fungsi Alasan
1 Menthol Bahan aktif Sebagai zat aktif yang memiliki sifat
analgesik
2 Asam Stearat Fase Minyak Basis Asam stearat dipilih karena
merupakan basis tipe m/a yang cocok
untuk zat aktif (mentol) yang sukar
larut dalam air.
3 Tween 80 Emulgator Sebagai emulgator untuk menstabilkan
dua fase yaitu fase air dan fase minyak.
4 BHT Antioksidan Karena terdapat fase minyak yang
mudah teroksidasi
5 Gliserin Humektan Sebagai humektan
untukmempertahankan kelembaban
pada saat digunakan
6 Nipagin Pengawet Sebagai pengawet dalam fase air
7 Nipasol Pengawet Sebagai pengawet dalam fase minyak
8 Aquadest Pelarut Sebagai pelarut

6.4 Formula Lengkap Dengan Kadar Yang Dipilih


Bahan Fungsi Presentase Presentase
litelatur (HOPE) formulasi
Menthol Bahan aktif 2-10% 10%
Asam Fase Minyak 1-20% 10%
Stearat
Tween 80 Emulgator - 10%
BHT Antioksidan 0,0075-0,1% 0,1%
Gliserin Humektan 5-10% 10%
Nipagin Pengawet 0,02-0,3% 0,18%
Nipasol Pengawet 0,01-0,6% 0,02%
Aquadest Pelarut Ad 10 g Ad 10 g

7. PERHITUNGAN DAN CARA PEMBUATAN


7.1 Skala Kecil ( 1 kemasan)
Sediaan krim tiap kemasannya memiliki netto 10 g sehingga jumlah bahan
yang diambil besar:
No Nama Bahan Presentase Perhitungan
1 Menthol 10% 10
𝑋 10 = 1 g
100
2 Asam Stearat 20% 10
𝑋 10 = 2 g
100
3 Tween 80 10% 10
𝑋 10 = 1 g
100
4 BHT 0,1% 0,1
𝑋 10 = 0,01 g
100
5 Gliserin 10% 10
𝑋 10 = 1 g
100
6 Nipagin 0,18% 0,18
𝑋 10 = 0,018 g
100
7 Nipasol 0,02% 0,02
𝑋 10 = 0,002 g
100
8 Aquades Ad 10 g 10 - (1+1+1+0,01+1+0,018
+0,002) = 4,97 g

7.2 Skala Besar ( 2 kemasan)


Sediaan akan dibuat sebanyak 2 kemasan dengan perhitungan sebagai berikut
No Nama Bahan Jumlah @ kemasan Jumlah 2 kemasan
1 Menthol 1g 2g
2 Asam Stearat 1g 4g
3 Tween 80 1g 2g
4 BHT 0,01 g 0,02 g
5 Gliserin 1g 2g
6 Nipagin 0,018 g 0,036 g
7 Nipasol 0,002 g 0,004 g
8 Aquades 5,97 g 9,94 g

7.3 Cara pembuatan


Prosedur pembuatan krim yaitu sebagai berikut:
1) Di siapkan alat dan bahan
2) Dicampurkan mentol, sulfur, asam stearat, BHT dan nipasol
3) Diaduk ad homogen sambil dipanaskan (sebagai fase minyak)
4) Dicampurkan tween 80, nipagin, gliserin (sebagai fase air)
5) Dicampurkan antara fase minyak dan fase air pada suhu yang sama 70oC
6) Diaduk sampai homogen
7) Ditambahkan aquadest ad 100%
8) Dimasukkan ke dalam wadah dan diberi etiket
8. EVALUASI
8.1 Evaluasi Organoleptis
Prinsip : Diamati apakah sediaan yang dibuat sesuai dengan standar krim.
Tujuan : Untuk dapat mengevaluasi organoleptis sediaan.
Metode : Evaluasi organoleptis dilakukan dengan cara diamati sediaan krim
dengan menggunakan panca indra. Diamati bentuk sediaan dan
teksturnya. Kemudian diamati warna, bau, rasa dari krim telah dibuat.
Dicacat hasil pengamatannya.
8.2 Evaluasi Homogenitas
Alat : Kaca Preparat untuk uji homogenitas
Prinsip : Sebagian sampel diamati pada gelas objek secara visual.
Tujuan : Untuk mengetahui distribusi partikel/granul dari suatu sediaan
Metode : Susunan partikel yang terbentuk dari sediaan akhir diamati secara
visual. Metodenya sampel diambil pada bagian atas, tengah atau
bawah. Sampel diletakkan pada gelas objek dan diratakan dengan gelas
objek lain hingga lapisan tipis terbentuk. Setelah itu susunan partikel
yang terbentuk diamati visual (Depkes RI, 1995).
Penafsiran hasil : Sediaan krim yang dihasilkan memperlihatkan jumlah atau distribusi
ukuran partikel yang sama di bagian manapun.
8.3 Evaluasi pH
Alat : pH meter untuk uji pH
Prinsip : Pengukuran pH sediaan dengan menggunakan pH meter.
Tujuan : Untuk dapat menentukan pH dari sediaan.
Metode : Sebanyak 0,5 gram krim dilarutkan dalam pelarut yang sesuai
(etanol) 50 ml dalam gelas beaker. Alat pH meter dikalibrasikan
terlebih dahulu. Elektroda dicelupkan dalam sediaan selama 10 detik.
Penafsiran hasil: Sediaan krim yang dihasilkan akan memiliki pH 4,5-6,5.
8.4 Evaluasi Daya Sebar
Alat : Cawan petri dan anak timbangan untuk uji daya sebar.
Prinsip : Uji daya sebar dengan menggunakan lempeng kaca dan anak
timbangan gram.
Tujuan : Untuk mengetahui daya sebar sediaan
Metode : Sediaan ditimbang ± 0,5 gram, diletakkan pada kaca bundar bagian
tengah diatas diberi anak timbangan sebagai beban dan dibiarkan 1
menit. Diameter sediaan yang menyebar (dengan mengambil panjang
rata-rata diameter dari beberapa sisi), diukur dengan penambahan berat
50 gram, 100 gram, 200 gram, 300gram, 400 gram dan 500 gram
digunakan sebagai beban, pada setiap penambahan beban didiamkan
selama 1 menit dan diukur diameter sediaan yang menyebar (Ansel,
1989).

8.5 Evaluasi Viskositas


Alat : Viskometer untuk mengukur viskositas sediaan.
Prinsip : Uji viskositas sediaan dilakukan dengan Rheometer Brookfield
DV3T.
Tujuan : Untuk mengetahui viskositas dari sediaan.
Metode : Evaluasi viskositas dilakukan dengan cara diambil sediaan krim
kurang lebih 2 gram. Kemudian diletakkan dalam cup. Setelah itu
dipasang cup pada tempatnya dan dikunci. Pada layar monitor, diklik
configure test, diklik run. Ditunggu sampai proses pembacaan
viskositas selesai dan berikutnya diklik OK dan SAVE.
9. HASIL PRAKTIKUM
No Evaluasi Hasil Gambar
1 Organoleptis Aroma : Khas mentol
Warna : Putih
Tekstur : Padat bentuk krim

2 Homogenitas Tidak homogeny


3 pH 6,8

4 Daya Sebar 2,9 g = 2,8 cm


3,1 g = 3,6 cm
3,2 g = 5,3

5 Viskositas - -

10. PEMBAHASAN
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar tersesuai. Istilah ini secara tradisonal telah
digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair
diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air (Depkes RI, 1995).
Komponen krim terdiri dari bahan dasar, bahan aktif dan bahan tambahan. Bahan
dasar terdiri dari fase minyak, fase air dan emulgator atau surfaktan. Emulgator dan
surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase yang tidak
saling bercampur, sedangkan bahan tambahannya meliputi pengawet, pengkhelat,
pengental, pelembab, pewarna, dan pewangi.
Pada praktikum ini digunakan zat aktif berupa mentol. Mentol memiliki sifat sebagai
antiseptik yang dapat menghambat kuman. Selain itu mentol memiliki sifat analgesik
untuk meredakan nyeri di tubuh. Cara pemberiannya, dioleskan pada daerah yang sakit 3 –
4 kali sehari sambil diurut lemah sehingga terserap ke dalam kulit.
Adapun cara pembuatannya, terlebih dahulu disiapkan bahan-bahan berupa zat aktif
mentol dan bahan-bahan tambahan lainnya, karena akan dibuat sebanyak 2 sediaan tube
krim seberat masing-masing tube 10 gram, maka penimbangan di kalikan sebanyak tube
yang akan dibuat yaitu 2 tube. Ditimbang sebanyak 2 gram mentol, 4 gram Asam stearat, 2
gram Tween 80, BHT 0,02 gram, Gliserin 2 gram, Nipagin 0,036 gram, Nipasol 0,004
gram dan Aquadest 9,94 gram. Selanjutnya Dicampur Mentol, asam stearat, BHT dan
nipasol, kemudian Diaduk sampai homogen sambil dipanaskan (sebagai fase minyak).
Dicampurkan tween 80, nipagin, gliserin (sebagai fase air) sambil dipanaskan,
Dicampurkan antara fase minyak dan fase air pada suhu yang sama yaitu 70oC, Diaduk
sampai homogen dan di tambahkan aquades sampai tanda batas, selanjutnya dikemas
dalam tube dan diberi etiket.
Evaluasi sediaan dilakukan pada satu minggu setelah pembuatan sediaan salep yaitu
pada hari Selasa, 9 April 2019. Evaluasi sediaan yang dilakukan meliputi evaluasi
organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar dan viskositas. Hasil evaluasi organoleptis
dilakuan dengan mengamati sediaan dari segi warna, bau, bentuk, dan rasa atau sensasinya
ketika dioles ke tangan. Dari pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa warna dari krim
berwarna putih, hal ini terjadi kemungkinan karena pengaruh warna dari beberapa bahan
tambahan. Aroma dari sediaan krim yaitu berbau khas mentol dengan tekstur padat.
Berdasarkan literatur, mentol dapat melarutkan zat-zat lainnya yang dapat mempengaruhi
tingkat kelarutan dan kekentalan suatu sediaan, sehingga seharusnya konsentrasi air dalam
formulasi ini harusnya diubah dengan menyesuaikan sifat-sifat dari mentol. Rasa sensasi
ketika dioleskan yaitu dingin. Hal ini dikarenakan aksi mentol pada ujung-ujung syaraf
tubuh manusia yang mendeteksi rangsangan panas dan dingin. dapat mengaktifkan
reseptor-reseptor dingin pada ujung-ujung syaraf.
Evaluasi selanjutnya dilakukan yaitu homogenitas. Evaluasi homogenitas bertujuan
untuk melihat dan mengetahui tercampurnya bahan-bahan sediaan krim (Erawati, E et al,
2016). Dilakukan dengan mengoleskan sedikit sediaan pada kaca preparat lalu diratakan
dengan menutupnya dengan kaca preparat lain lalu diamati. Berdasarkan prosedur uji
homogenitas yang telah dilakukan, dihasilkan sediaan krim tidak homogen. Hal ini
kemungkinan dikarenakan bahan-bahan belum tercampur sempurna dan kurang stabil.
Menurut Fitriansyah, S.N dan Gozali, D (2014) kehomogenan yang stabil dikarenakan
oleh sepadannya komponen-komponen dalam formula sediaan krim tersebut sehingga
menyebabkan terbentuk massa sediaan krim yang stabil.
Evaluasi selanjutnya dilakukan yaitu pH. Evaluasi pH bertujuan untuk mengetahui
keamanan sediaan krim saat digunakan sehingga tidak mengiritasi kulit (Erawati, E et al,
2016). Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Krim yang telah dibuat
dilarutkan terlebih dahulu kemudian dimasukkan pH meter yang telah dikalibrasi
kedalamnya. Dari hasil pengujian pH tersebut didapat pH sediaan krim yaitu sebesar 6,8.
Hal ini tidak sesuai dengan pH kulit yang memiliki rentang 4,5-6,5. Menurut Erawati, E et
al (2016) menyatakan bahwa pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mengiritasi kulit
dan tidak boleh terlalu basa karena dapat membuat kulit menjadi bersisik.
Evaluasi selanjutnya dilakukan yaitu daya sebar. Evaluasi daya sebar dilakukan untuk
mengetahui kemampuan basis menyebar pada permukaan kulit ketika diaplikasikan.
Kemampuan penyebaran basis yang baik akan memberikan kemudahan pengaplikasian
pada permukaan kulit. Selain itu penyebaran bahan aktif pada kulit lebih merata sehingga
efek yang ditimbulkan bahan aktif menjadi lebih optimal (Haque, A. F dan Sugihartini, N,
2015). Uji daya sebar dilakukan dengan diletakkan 0,5 gram krim diatas cawanpetri
kemudian diletakkan cawan petri lain diatasnya, diberi beban 2,9 g dan diukur
diameternya 2,8 cm selanjutnya pada beban 3,1 g dan diukur diameternya 3,6 cm dan pada
beban 3,2 g dan diukur diameternya 4,9 cm. Menurut Haque, A. F dan Sugihartini, N
(2015) menyatakan bahwa sediaan krim yang sesuai adalah sediaan krim yang jika
dioleskan akan menyebar.
Evaluasi selanjutnya dilakukan yaitu viskositas. Evaluasi viskositas dilakukan dengan
menggunakan alat Viskosimeter. Uji Viskositas ini dilakukan dengan meletakkan sediaan
pada wadah bawah alat viskosimeter ± 2 gram kemudiaan di run-kan dan di baca hasil
yang keluar. Pada evaluasi viskositas tidak dilakukan karena alat vikosimeter mengalami
kesalahan dalam pembacaan nilai viskositas. Standar viskositas krim yang ideal yaitu tidak
kurang dari 50 dPa-s (Gozali et al., 2009).Menurut Erawati, E et al (2016) menyatakan
Penentu viskositas pada sediaan krim adalah bahan-bahan yang digolongkan dalam fase
minyak terutama asam stearat. Bahan ini merupakan pengganti lemak karena memiliki
karakteristik padat pada suhu ruangan (Ruhmanto dalam Erawati, E et al, 2016).
11. KEMASAN SEDIAAN
11.1 Kemasan primer
Pot salep 10 gram

11.2 Kemasan sekunder

11.3 Etiket
11.4 Brosur

MEN krim
Komposisi :
Mentol 1000 mg

Bahan eksipien qs

Indikasi :
Mengurangi rasa sakit ringan yang disebabkan oleh kondisi
seperti arthritis, strain otot, atau keseleo, sakit punggung,
memar dan kram.
Aturan Pakai :
Dioleskan pada daerah yang sakit secara tipis-tipis 3 kali sehari
Efek samping:
Alergi (ruam, gatal-gatal, sesak di dada), bengkak, kemerahan
dan iritasi

HANYA UNTUK PEMAKAIAN LUAR

Simpan di tempat sejuk dan kering terhindar dari sinar matahari.

No. Reg : VIP 22112018


No. Batch : B 135711
Diproduksi oleh :
PT. ESTFARMA
Malang-Indonesia
Daftar Pustaka

Anief, M. 1994. Ilmu Meracik Obat Cetakan 6. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia,edisi IV, Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Erawati, E., Pratiwi, D., Zaky Mohammad. Pengembangan formulasi dan evaluasi fisik
sediaan krim ekstrak etanol 70%. Farmagazine. Vol 3 (1).
Fitriansyah, S.N., Gozali, D. 2014. Formulasi dan evaluasi fisik sediaan krim pelembab
Dimethylsilanol hyaluronate dengan penambahan basis nano dan fase minyak
kelapa murni. Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and technology. Vol
3 (1).
Gozali, D. et al. 2009. Formulasi Krim Pelembab Wajah yang Mengandung Tabir Surya
Nanopartikel Zink Oksida Salut Silikon. Farmaka. Vol 7 (1).
Haque, A,F dan Sugihartini, N. Evaluasi uji iritasi dan uji sifat fisik pada sediaan krim m/a
minyak atsiri bunga cengkeh dengan berbagai variasi konsentrasi. Pharmacy. Vol
12 (2)
Rowe, Raymond C. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th ed. London:
Pharmaceutical Press.
Rowe, R.C., PJ. Sheshky, dan ME. Quinn, 2009. Pharmaceutical Design. London:
Pharmaceutical Press.
Sumardjo, Damin, 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran
dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksata. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai