DASAR TEORI
1.1 Pengertian
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah
padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar. Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah
padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai. Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi
kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Secara Tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau minyak
dalam air (m/a) Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan
ke bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut,
kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut definisi tersebut yang termasuk obat luar
adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, injeksi,
dan lainnya (Rowe, 2009).
Kualitas dasar krim, yaitu stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim
harus bebas dari inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada dalam
kamar. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak
dan homogen. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata
melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan (Anief, 1994).
f. Mudah dicuci
c. Indikasi : Mengurangi rasa sakit ringan yang disebabkan oleh kondisi seperti
arthritis, tendonitis, sakit punggung, memar dan kram
d. pH : 4,5-6,5
e. Bau : Mentol
6. RANCANGAN FORMULA
6.1 Skema Kerja
Mentol untuk Dibuat sediaan krim Suka larut dalam air
analgesik topikal
Ditambahkan Fase minyak Asam
Hukmetan gliserin sterarat
5 Viskositas - -
10. PEMBAHASAN
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar tersesuai. Istilah ini secara tradisonal telah
digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair
diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air (Depkes RI, 1995).
Komponen krim terdiri dari bahan dasar, bahan aktif dan bahan tambahan. Bahan
dasar terdiri dari fase minyak, fase air dan emulgator atau surfaktan. Emulgator dan
surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase yang tidak
saling bercampur, sedangkan bahan tambahannya meliputi pengawet, pengkhelat,
pengental, pelembab, pewarna, dan pewangi.
Pada praktikum ini digunakan zat aktif berupa mentol. Mentol memiliki sifat sebagai
antiseptik yang dapat menghambat kuman. Selain itu mentol memiliki sifat analgesik
untuk meredakan nyeri di tubuh. Cara pemberiannya, dioleskan pada daerah yang sakit 3 –
4 kali sehari sambil diurut lemah sehingga terserap ke dalam kulit.
Adapun cara pembuatannya, terlebih dahulu disiapkan bahan-bahan berupa zat aktif
mentol dan bahan-bahan tambahan lainnya, karena akan dibuat sebanyak 2 sediaan tube
krim seberat masing-masing tube 10 gram, maka penimbangan di kalikan sebanyak tube
yang akan dibuat yaitu 2 tube. Ditimbang sebanyak 2 gram mentol, 4 gram Asam stearat, 2
gram Tween 80, BHT 0,02 gram, Gliserin 2 gram, Nipagin 0,036 gram, Nipasol 0,004
gram dan Aquadest 9,94 gram. Selanjutnya Dicampur Mentol, asam stearat, BHT dan
nipasol, kemudian Diaduk sampai homogen sambil dipanaskan (sebagai fase minyak).
Dicampurkan tween 80, nipagin, gliserin (sebagai fase air) sambil dipanaskan,
Dicampurkan antara fase minyak dan fase air pada suhu yang sama yaitu 70oC, Diaduk
sampai homogen dan di tambahkan aquades sampai tanda batas, selanjutnya dikemas
dalam tube dan diberi etiket.
Evaluasi sediaan dilakukan pada satu minggu setelah pembuatan sediaan salep yaitu
pada hari Selasa, 9 April 2019. Evaluasi sediaan yang dilakukan meliputi evaluasi
organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar dan viskositas. Hasil evaluasi organoleptis
dilakuan dengan mengamati sediaan dari segi warna, bau, bentuk, dan rasa atau sensasinya
ketika dioles ke tangan. Dari pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa warna dari krim
berwarna putih, hal ini terjadi kemungkinan karena pengaruh warna dari beberapa bahan
tambahan. Aroma dari sediaan krim yaitu berbau khas mentol dengan tekstur padat.
Berdasarkan literatur, mentol dapat melarutkan zat-zat lainnya yang dapat mempengaruhi
tingkat kelarutan dan kekentalan suatu sediaan, sehingga seharusnya konsentrasi air dalam
formulasi ini harusnya diubah dengan menyesuaikan sifat-sifat dari mentol. Rasa sensasi
ketika dioleskan yaitu dingin. Hal ini dikarenakan aksi mentol pada ujung-ujung syaraf
tubuh manusia yang mendeteksi rangsangan panas dan dingin. dapat mengaktifkan
reseptor-reseptor dingin pada ujung-ujung syaraf.
Evaluasi selanjutnya dilakukan yaitu homogenitas. Evaluasi homogenitas bertujuan
untuk melihat dan mengetahui tercampurnya bahan-bahan sediaan krim (Erawati, E et al,
2016). Dilakukan dengan mengoleskan sedikit sediaan pada kaca preparat lalu diratakan
dengan menutupnya dengan kaca preparat lain lalu diamati. Berdasarkan prosedur uji
homogenitas yang telah dilakukan, dihasilkan sediaan krim tidak homogen. Hal ini
kemungkinan dikarenakan bahan-bahan belum tercampur sempurna dan kurang stabil.
Menurut Fitriansyah, S.N dan Gozali, D (2014) kehomogenan yang stabil dikarenakan
oleh sepadannya komponen-komponen dalam formula sediaan krim tersebut sehingga
menyebabkan terbentuk massa sediaan krim yang stabil.
Evaluasi selanjutnya dilakukan yaitu pH. Evaluasi pH bertujuan untuk mengetahui
keamanan sediaan krim saat digunakan sehingga tidak mengiritasi kulit (Erawati, E et al,
2016). Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Krim yang telah dibuat
dilarutkan terlebih dahulu kemudian dimasukkan pH meter yang telah dikalibrasi
kedalamnya. Dari hasil pengujian pH tersebut didapat pH sediaan krim yaitu sebesar 6,8.
Hal ini tidak sesuai dengan pH kulit yang memiliki rentang 4,5-6,5. Menurut Erawati, E et
al (2016) menyatakan bahwa pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mengiritasi kulit
dan tidak boleh terlalu basa karena dapat membuat kulit menjadi bersisik.
Evaluasi selanjutnya dilakukan yaitu daya sebar. Evaluasi daya sebar dilakukan untuk
mengetahui kemampuan basis menyebar pada permukaan kulit ketika diaplikasikan.
Kemampuan penyebaran basis yang baik akan memberikan kemudahan pengaplikasian
pada permukaan kulit. Selain itu penyebaran bahan aktif pada kulit lebih merata sehingga
efek yang ditimbulkan bahan aktif menjadi lebih optimal (Haque, A. F dan Sugihartini, N,
2015). Uji daya sebar dilakukan dengan diletakkan 0,5 gram krim diatas cawanpetri
kemudian diletakkan cawan petri lain diatasnya, diberi beban 2,9 g dan diukur
diameternya 2,8 cm selanjutnya pada beban 3,1 g dan diukur diameternya 3,6 cm dan pada
beban 3,2 g dan diukur diameternya 4,9 cm. Menurut Haque, A. F dan Sugihartini, N
(2015) menyatakan bahwa sediaan krim yang sesuai adalah sediaan krim yang jika
dioleskan akan menyebar.
Evaluasi selanjutnya dilakukan yaitu viskositas. Evaluasi viskositas dilakukan dengan
menggunakan alat Viskosimeter. Uji Viskositas ini dilakukan dengan meletakkan sediaan
pada wadah bawah alat viskosimeter ± 2 gram kemudiaan di run-kan dan di baca hasil
yang keluar. Pada evaluasi viskositas tidak dilakukan karena alat vikosimeter mengalami
kesalahan dalam pembacaan nilai viskositas. Standar viskositas krim yang ideal yaitu tidak
kurang dari 50 dPa-s (Gozali et al., 2009).Menurut Erawati, E et al (2016) menyatakan
Penentu viskositas pada sediaan krim adalah bahan-bahan yang digolongkan dalam fase
minyak terutama asam stearat. Bahan ini merupakan pengganti lemak karena memiliki
karakteristik padat pada suhu ruangan (Ruhmanto dalam Erawati, E et al, 2016).
11. KEMASAN SEDIAAN
11.1 Kemasan primer
Pot salep 10 gram
11.3 Etiket
11.4 Brosur
MEN krim
Komposisi :
Mentol 1000 mg
Bahan eksipien qs
Indikasi :
Mengurangi rasa sakit ringan yang disebabkan oleh kondisi
seperti arthritis, strain otot, atau keseleo, sakit punggung,
memar dan kram.
Aturan Pakai :
Dioleskan pada daerah yang sakit secara tipis-tipis 3 kali sehari
Efek samping:
Alergi (ruam, gatal-gatal, sesak di dada), bengkak, kemerahan
dan iritasi
Anief, M. 1994. Ilmu Meracik Obat Cetakan 6. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia,edisi IV, Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Erawati, E., Pratiwi, D., Zaky Mohammad. Pengembangan formulasi dan evaluasi fisik
sediaan krim ekstrak etanol 70%. Farmagazine. Vol 3 (1).
Fitriansyah, S.N., Gozali, D. 2014. Formulasi dan evaluasi fisik sediaan krim pelembab
Dimethylsilanol hyaluronate dengan penambahan basis nano dan fase minyak
kelapa murni. Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and technology. Vol
3 (1).
Gozali, D. et al. 2009. Formulasi Krim Pelembab Wajah yang Mengandung Tabir Surya
Nanopartikel Zink Oksida Salut Silikon. Farmaka. Vol 7 (1).
Haque, A,F dan Sugihartini, N. Evaluasi uji iritasi dan uji sifat fisik pada sediaan krim m/a
minyak atsiri bunga cengkeh dengan berbagai variasi konsentrasi. Pharmacy. Vol
12 (2)
Rowe, Raymond C. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th ed. London:
Pharmaceutical Press.
Rowe, R.C., PJ. Sheshky, dan ME. Quinn, 2009. Pharmaceutical Design. London:
Pharmaceutical Press.
Sumardjo, Damin, 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran
dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksata. Jakarta: EGC.