Anda di halaman 1dari 5

Definisi

Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan sistem saraf pusat yang
terjadi karena letusan pelepasan muatan listrik sel saraf secara berulang, dengan gejala
penurunan kesadaran, gangguan motorik, sensorik dan mental,dengan atau tanpa kejang-kejang
Epilepsy adalah gangguan SSP yang ditandai dg terjadinya bangkitan (seizure, fit, attack,
spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. kejadian kejang yang terjadi berulang
(kambuhan). Kejang : manifestasi klinik dari aktivitas neuron yang berlebihan di dalam korteks
serebral Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi tergantung dari daerah otak fungsional yang
terlibat
Epilepsi merupakan kelainan neurologik, dimana pada ibu hamil membutuhkan tata
laksana yang adekuat dan tanpa beresiko baik terhadap ibu/bayi (Laidlaw, 1988; Gilroy, 1992).
Menurut statistik Amerika Serikat, 0.5% kehamilan dijumpai pada wanita epilepsi. Resiko pada
wanita epilepsi yang hamil lebih besar dari pada wanita normal yang hamil. Untuk
menanggulangi banyak resiko, maka dokter ahli kandungan dan dokter ahli neurologi
bekerjasama agar bayi dan ibu mengalami keselamatan jasmani dan rohani. Angka kematian
neonatus pada pasien epilepsi yang hamil adalah tiga kali dibandingkan populasi normal (Gilroy,
1992).
Pengaruh kehamilan terhadap epilepsi bervariasi. Kira-kira ¼ kasus frekuensi bangkitan
akan meningkat terutama pada trimester terakhir. Seperempatnya lagi menurun dan separuhnya
tidak mengalami perubahan selama kehamilan.

Epidemologi
Kejang merupakan kelainan neurologi yang paling sering terjadi pada anak, di mana
ditemukan 4 –10 % anak-anak mengalami setidaknya satu kali kejang pada 16 tahun pertama
kehidupan. Studi yang ada menunjukkan bahwa 150.000 anak mengalami kejang tiap tahun, di
mana terdapat 30.000 anak yang berkembang menjadi penderita epilepsi.
Faktor resiko terjadinya epilepsi sangat beragam, di antaranya adalah infeksi SSP, trauma
kepala, tumor, penyakit degeneratif, dan penyakit metabolik. Meskipun terdapat bermacam-
macam faktor resiko tetapi sekitar 60 % kasus epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang
pasti. Berdasarkan jenis kelamin, ditemukan bahwa insidensi epilepsi pada anak laki –laki lebih
tinggi daripada anak perempuan.
Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy  pada kondisi tanpa serangan, pasien
terlihat normal dan semua data lab juga normal, selain itu ada stigma tertentu pada penderita
epilepsy  malu/enggan mengakui
Insiden paling tinggi pada umur 20 tahun pertama, menurun sampai umur 50 th, dan
meningkat lagi setelahnya terkait dg kemungkinan terjadinya penyakit cerebrovaskular
Pada 75% pasien, epilepsy terjadi sebelum umur 18 th
Etiologi
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus epilepsi tidak
dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita sebut sebagai kelainan
idiopatik.2Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang umum. Secara
garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu :
 Kejang fokal : trauma kepala, stroke, infeksi, malformasi vaskuler, tumor (neoplasma)
dysplasia, mesial temporal sclerosis
 Kejang umum : penyakit metabolic, reaksi obat, idiopatik, faktor genetik dan kejang
fotosintesis
Epilepsi mungkin disebabkan oleh:
aktivitas saraf abnormal akibat proses patologis yang mempengaruhi otak
gangguan biokimia atau metabolik dan lesi mikroskopik di otak akibat trauma otak pada
saat lahir atau cedera lain
pada bayi  penyebab paling sering adalah asfiksi atau hipoksia waktu lahir, trauma
intrakranial waktu lahir, gangguan metabolik, malformasi congenital pada otak, atau
infeksi
pada anak-anak dan remaja  mayoritas adalah epilepsy idiopatik, pada umur 5-6 tahun 
disebabkan karena febril
pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi  idiopatik, karena birth trauma, cedera
kepala, tumor otak (usia 30-50 th), penyakit serebro vaskuler (> 50 th)

Patofisiologis
Serangan epilepsies terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih
dominan dari pada proses inhalasi. Perubahan didalam eksitasi aferen, di sinhibisi,
pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion chanel opening, dan
penguatnya singkronisasi neuron sangat penting dalam hal inisiasi dan pembatasan
aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion didalam
ruang ekstraselular dan intraselular dan oleh gerakan keluar masuk ion -ion
menerobos membrane neuron.
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon
depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inakulasi konduksi
Ca2+ secara perlahan
2. Adanya koneksi eksitatorik rekueren (recurrent excitatory conction) yang
memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan menyebarkan
aktivitas kejang
3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel pyramidal
pada daerah tertentu di korteks, termasuk di hippocampus, yang bias dikatakan
sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan
daerah- daerah potensial luas, yang kemudian memicu aktifitas penyebaran dan
aktifitas elektrik.
4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekkrut respon
NMSA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks
5. Efek berlawanan yang jelas (contoh depresi) dari sinaps inhibitor rekueren dihasilkan
dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.
Algoritma terapi

Tujuan terapi
 Mengontrol supaya tidak terjadi kejang
 meminimalkan adverse effect of drug
 meminimalkan terjadinya kelainan pada kehamilan
Strategi terapi
 Menghindari atau menghilangkan pemicu
 Mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik syaraf yang berlebihan dan memulai
perubahan pada kanal ion atau mengatur ketersediyaan neurotranmiter
1. Ny. CB ( 28 tahun) adalah seorang pasien dengan riwayat penyakit epilepsi selama 6
bulan. Gejala yang mengawali terjadinya seizure selalu sama dimana rasa tidak nyaman
pada abdomen yang tidak bisa di deskripsikan dan naik ke kepala dan selanjutnya pasien
merasa kehilangan kesadaranya. Setelah datang ke neurologis dan melakukan tes lab,
dokter mendiagnosis “focal seizure” to bilateral convulsive seizure. Dan mendapatan
resep terapi carbamazepin 200 mg PO 2 dd 1 tab dan setelah 2 minggu frekuensi
ditingkatkan menjadi 3 dd 1 tab. Setelah 6 bulan pasien control dan pasien berkata
bahwa pasien hamil 2 bulan dan pasien tidak pernah mengalami kejang setelah
mengkonsumsi obat yang diresepkan.

Subjek
Keluhan pasien : Seizure selalu sama dimana rasa tidak nyaman pada abdomen yang
tidak bisa di deskripsikan dan naik ke kepala dan selanjutnya pasien
merasa kehilangan kesadaranya
Riwayat obat : Carbamazepin 200 mg PO 2 dd 1 tab
Riwayat penyakit : penyakit epilepsi selama 6 bulan
Riwayat alergi :-/tidak ada

Objek : -/ tidak ada

Assesment
 Terapi Carbamazepim belum tepat untuk ibu hamil
 Belum ada terapi untuk memperkuat janin
 Belum ada terapi untuk mencegah pendarahan

Pland
 Phenobarbital 30 mg 2 dd 1 tab
 Asam folat 5 mg 1 dd 1 tab
 Vitamin k 3 minggu sebelum melahirkan 0,5 mg 1 dd 1 tab

Monitoring terepi :
- Pemeriksaan USG untuk mendeteksi adanya kelainan janin (spina, bifida, defek,
jantung, ekstremitas)
- Monitoring kadar obat anti epilepsies dalam darah setiap bulan
- Fungsi fisiologis tubuh seperti tekanan darah, dan fungsi hati
- Kepatuhan pasien

Monitoring efek samping:


Phenobarbital : mengantuk, letargi, depresi mental, ataksia, nistagmus, iritabel dan
hiperaktif pada anak
Asam folat :-
Vitamin K : -

Anda mungkin juga menyukai