Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Emulsi berasal dari kata emulgeo yang artinya menyerupai susu,
warna emulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal emulsi dari
biji-bijian yang mengandung lemak, protein, dan air. Emulsi semacam ini
disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator dipakai protein
yang terdapat dalam biji tersebut (Tim MGMP Pati, 2019).
Emulsi adalah sediaan cair yang tidak stabil secara termodinamika
terdiri dari dua fase yang tidak saling bercampur, di mana salah satu fase
yang terdispersi dalam fase yang lain sebagai globul-globul dengan
diameter 0,1-50 nm dan distabilkan dengan surfaktan yang cocok. Sediaan
farmasi maupun kosmetika bentuk emulsi banyak sekali dijumpai baik
untuk pemakaian topikal maupun sistemik, misalnya peroral kebanyakan
adalah tipe m/a, bentuk ini memiliki banyak keuntungan, selain mudah
diabsorbsi, homogenitas dosis mudah didapat (Fatmawaty, dkk, 2019).
Emulsi adalah suatu terdispersi di mana fase terdipersi terdiri dari
bulatan- bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang
tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fase terdispersi dianggap sebagai
fase dalam dan medium dispersi sebagai fase luar atau fase kontinu.
Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut
emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”.
Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak
disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai emulsi “m/a” (Ansel,
1989).
Emulsi merupakan suatu campuran yanng tidak stabil dari dua
cairan yang pada dasarnya tidak saling bercampur diperlukan zat
pengemulsi (emulsifying agent) sehingga sediaan emulsi dapat stabil.
Beberapa zat pengemulsi diantaranya gom arab, tragakan, gelatin, pektin,
lechitin, stearil alkohol, bentonit, dan zat pembasah atau surfaktan.
Berdasarkan strukturnya zat pengemulsi bersifat amfifilik (Wathoni, dkk,
2007).

1
1.2 Prinsip Percobaan

Percobaan pembuatan emulsi ini didasarkan, dengan menggunakan metode


basah yaitu dengan menambahkan zat pengemulsi yaitu pga yang larut dalam air
akan membentuk suatu musilago, kemudian perlahan lahan minyak ol.iecoris
aselli dicampurkan ke dalam musilago untuk membentuk korpus emulsi,
kemudian di tambahkan natrium hypophospat yang telah dilarutkan dengan air
panas sebagai pengawet, dan dicukupkan dengan ol.cinnamol sebagai corigensia.
Evauasi yang dilakukan ialah dengan melihat tipe emulsi dengan mengambil
sediaan emulsi kemudian dilarutkan didalam beaker glass dan melihat kestabilan
emulsi selama beberapa hari apakah terjadi pecah, berubah tipe atau terjadi up
word-creaming down ward-creaming.

1.3 Tujuan Percobaan

 Untuk mengetahui syarat pembuatan emulsi


 Untuk mengetahui evaluasi penentuan tipe pada emulsi
 Untuk mengetahui evaluasi ketidakstabilan emulsi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Emulsi adalah sediaan cair yang tidak stabil secara termodinamika


terdiri dari dua fase yang tidak saling bercampur, di mana salah satu fase
yang terdispersi dalam fase yang lain sebagai globul-globul dengan
diameter 0,1-50 nm dan distabilkan dengan surfaktan yang cocok. Sediaan
farmasi maupun kosmetika bentuk emulsi banyak sekali dijumpai baik
untuk pemakaian topikal maupun sistemik, misalnya peroral kebanyakan
adalah tipe m/a, bentuk ini memiliki banyak keuntungan, selain mudah
diabsorbsi, homogenitas dosis mudah didapat (Fatmawaty, dkk, 2019).
Emulsi merupakan suatu campuran yanng tidak stabil dari dua
cairan yang pada dasarnya tidak saling bercampur diperlukan zat
pengemulsi (emulsifying agent) sehingga sediaan emulsi dapat stabil.
Beberapa zat pengemulsi diantaranya gom arab, tragakan, gelatin, pektin,
lechitin, stearil alkohol, bentonit, dan zat pembasah atau surfaktan.
Berdasarkan strukturnya zat pengemulsi bersifat amfifilik karena memiliki
molekul-molekul yang terdiri dari bagian hidrofobik atau oleofilik dan
hidrofilik atau oleofobik (Wathoni, dkk, 2007).
Polimer hidrofilik alam, semisintetik, dan sintetik dapat digunakan
bersama surfaktan pada emulsi minyak dalam air karena akan
terakumulasi pada antar permukaan dan juga meningkatkan kekentalan
fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembentukan agregat tetesan.
Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat
menjadi fase yang akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara
normal kerapatan minyak lebih rendah daripada kerapatan air, sehingga
tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat, terbentuk krim. Makin
besar keceapatan agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar
pula kecepatan pembentukan krim. Tetesan air dalam emulsi air dalam
minyak biasanya membentuk sedimen disebabkan oleh kerapatan yang
lebih besar (Depkes RI, 1995).
Emulsi adalah suatu terdispersi di mana fase terdipersi terdiri dari
bulatan- bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang

3
tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fase terdispersi dianggap sebagai
fase dalam dan medium dispersi sebagai fase luar atau fase kontinu.
Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut
emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”.
Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak
disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai emulsi “m/a” (Ansel,
1989).
Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat uang stabil dan rata
dari campuran dua cairan yang saling tidak bercampur. Tujuan pemakaian
emulsi adalah dipergunakan sebagai obat dalam per oral, umumya
digunakan emulsi tipe minyak dalam air; dipergunakan sebagai obat luar,
biasanya tipe minyak dalam air maupun air dalam minyak tergantung
banyak faktor misalnya sifat zatnya atau jenis efek terapi yang
dikehendaki (Tim MGMP Pati, 2019).
Emulsi berasal dari kata emulgeo yang artinya menyerupai susu,
warna emulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal emulsi dari
biji-bijian yang mengandung lemak, protein, dan air. Emulsi semacam ini
disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator dipakai protein
yang terdapat dalam biji tersebut (Tim MGMP Pati, 2019).
Bahan pengemulsi adalah bahan aktif permukaan yang
menurunkan tegangan antar muka antara ninyak dan air yang mengelilingi
tetes dispersi dalam lapisan yang kuat yang mencegah koalesensi dan
pemisahan fase terdispersi. Proses koalesensi atau penggabungan dapat
dikurangi dari tingkat yang ditunujukkan dengan penambahan ke tiga
bahan pengemulsi atau emulgator. Sebagai fungsi emulgator daripada
pengoperasiannya digunakan sebagai penstabil atau stabilisator dari
bentuk tetesan atau globula dari fasse dalam (Fatmawaty, dkk, 2019).
Bahan pengemulsi membantu dalam pembentukan emulsi dengan
tiga mekanisme yaitu mengurangi tegangan antarmuka, pembentuakn film,
pembentukan lapisan listrik atau elektrik. Mengurangi tegangan
antarmuka. Meskipun pengurangan tegangan antarmuka menurunkan
energi bebas permukaan yang dihasilkan pada proses dispersi ini

4
merupakan peranan dari bahan pengemulsi sebagai penghalang antarmuka
yang merupakan hal yang paling penting (Fatmawaty, dkk, 2019).
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang
mengakibatkan nantara kedua zat cair itu semakin susah untuk bercampur.
Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan
garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang
dengan penambahan senyawa organik tertentu antara lain seperti sabun
(Tim MGMP Pati, 2019).
Emulsifikasi terdiri dari pendistribusian satu fluida ke fluida lain,
yang tidak dapat bercampur, melalui pembuatan antarmuka. Sifat-sifat
emulsi (misalnya stabilitas, sifat reologi) dan penggunaan industrinya
diatur tidak hanya oleh variabel seperti suhu dan komposisi tetapi juga
oleh ukuran ukuran tetesan. Level kontrol tertinggi terdiri dari
memproduksi "monodisperse", yaitu emulsi terdistribusi ukuran sempit
dengan ukuran rata-rata yang dapat diatur (Calderon, dkk, 2007).
Pembentukan film antarmuka yang merupakan penghalang
mekanik terhadap koalasensi. Pembentukan lapisan-lapisan oleh bahan
pada permukaan dari air atau tetesan-tetesan minyak telah dipelajari secara
mendetail. Konsep dari film (monomolekuler) dari bahan pengemulsi
adalah dasar penting untuk memahami teori emusifikasi (Fatmawaty, dkk,
2019).
Film cair tipis secara spontan di semua sistem coloid dan dispersi
dengan media dispersi cair. Mereka terbentuk selalu ketika dua partikel
fase dispersi (partikel padat, tetesan cairan, atau gelembung gas) saling
berdekatan. Film cair adalah film simetris ketika kedua partikel yang
mendekati berasal dari fase dispersi yang sama dengan komposisi zat yang
sama, yaitu, film cair simetris membagi dua fase mikro yang sama. film
cairan tipis tersebut adalah film emulsi, film busa, dan film antara partikel
sol. dalam kasus yang lebih rumit, ketika dua partikel dengan komposisi
zat yang berbeda saling mendekati, film cairan asimetris terbentuk. Ini
semua adalah kasus heterocoagulated. Film asimetris yang paling penting
adalah fims cairan tipis film pembasah yang membagi fasa padat dan fasa
gas (Sjoblom, 2005).

5
Keuntungan sediaan emulsi. Banyak bahan obat yang memupunyai
rasa dan susunan yang tidak menyenangkan dan dapat dibuat lebih enak
pada pemberian oral bila diformulasikan menjadi emulsi. Beberapa obat
menjadi lebih mudah diabsorbsi bila obat-obat tersebut diberikan secara
oral dalam bentuk emulsi. Emulsi memiliki derajat elegansi tertentu dan
mudah dicuci bila diinginkan. Pembuat formulasi dapat mengontrol
penampilan, viskositas dan derajat minyak (greasiness) dari emulsi
kosmetik maupun emulsi dermatologis. Emulsi telah digunakan untuk
pemberian makanan berlemak secara intravena yang lebih mudah oleh
emulsifikasi dan mungkin tidak bisa diberikan jika lemak tersebut berada
dalam bentuk emulsi (Fatmawaty, dkk, 2019).
Emulsi juga memiliki suatu kecenderungan biaya yang penting
daripada preparat fase tunggal, sebagian besar lemak dan pelarut untuk
lemak yang dimaksudkan untuk pemakaian ke dalam tubuh manusia,
relatif memakan biaya akibatnya pengenceran dengan suatu pengencer
yang aman dan tidak mahal seperti air sangaat diinginkan dari segi
ekonomis selama kemanjuran atau penampilan tidak rusak (Fatmawaty,
dkk, 2019).
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
komponen dasar. Komponen dasar adalah bahan pembentuk emulsi yang
harus terdapatdi dalam emulsi. Terdiri atas fase dispersi/fase internal/ fase
diskontinu. Fase dispersi yaitu zat cair yang terbgi-bagi menjadi butiran
kecil ke dalam zat cair lain. Fase kontinu/ fase eksternal/ fase luar adalah
zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung)
dari emlsi tersebut. Emulgator adalah bagian dari emulsi yang berfungsi
untuk menstabilkan emulsi (Tim MGMP Pati, 2019).
Komponen tambahan. Bahan tambahan yang sering ditambahkan
pada emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya,
corrigensia saporis, odoris, colouris, preservative (pengawet), antiosidan.
Preservative yang digunakan antara lain metil dan propil paraben, asam
benzoat, asam sorbat, fenol, kresol dan klorbutanol, benzalkonium klorida,
fenil merkuri asetat, dan lain-lain. Antioksidan yang digunakan antara lain

6
asam askorbat, L. tocopherol, asam sitrat, propil gallat,dan asam gallat
(Tim MGMP Pati, 2019).
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air
mempermudah pertumbuhan mikrooorganisme. Adanya pengawet sangat
penting dalam emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal
mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada
bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik dan bakteriostatik.
Bakteri ternyata dapat menguraikan bahan pengemulsi nonionik dan
anionik, gliserin, dan sejumlah bahan penstabil alam seperti tragakan dan
gom arab (Depkes RI, 1995).
Kesulitan muncul pada pengawetan sistem emulsi, sebagai akibat
memisahnya bahan antimikroba dari fase air yang sangat memerlukannya,
atau terjadiny kompleksasi dengan bahan pengemulsi yang akan
mengurangi efetivitas. Karena itu, efektivitas sistem pengawetan harus
selalu diui pada sediaan akhir. Pengawet yang biasa digunakan dalam
emulsi adalah metiil, propil, dan butil paraben (Depkes RI, 1995).
Antar muka antara dua cairan yang mana memainkan aturan yang
dominan dalam mempertahankan sifat dispersi penambahan bahan emulsi
atau bahan yang mempengaruhi antarmukadalam cairan seperti emulsi
untuk stabil dicapai. Dalam larutan yang murni molekul dalam massa dari
larutan adalah tarik-menarik seimbang pada semua sisi atau molekul yang
mengelilinginya sebaliknya molekul pada permukan larutan adalah ditarik
masuk ke dalam oleh cairan tegangaan permukaan karena ketidak
seimbangan gaya tarik menarik. Permukaan molekul yang ditarik masuk
pada massa cairan, tegangan yang dihasilkan disebut tegangan permukaan
(Fatmawaty, dkk, 2019).
Pendapat dari segi termodinamika tegangan permukaan mungkin
dianggap sebagai penyebab kecenderungan dari larutan untuk mengurangi
permukaan pada titik air energi potensial minimum. Kondisi ini diperlukan
untuk stabilitas permukaan yang seimbang karena bentuk bulat telah
diperkecil luasnya atau memberikan volume kecenderungan dari partikel
larutan untuk menarik dirinya sendiri dalam bentuk bulat menyebabkan
aksi dari tegangan permukaan (Fatmawaty, dkk, 2019).

7
BAB III

ALAT DAN BAHAN

3.1. Formula
R/ Ol. Jecoris Aselli 40
Ol. Cinnamol 0,1
Pulv. Gummi Arabici 15
Natrium Hypophospat 0,5
Gliserin 10
Aqua 34
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan untuk membuat sediaan emulsi adalah anak
timbangan gram dan miligram, beaker glass (50ml,pyrex), botol, cawan
porselen, gelas ukur (pyrex,25ml), kaca alroji, kertas perkamen, mortir dan
alu, penara, spatula, sudip, timbangan halus, timbangan kasar.
3.2.2. Bahan
Bahan yang dibutuhkan untuk mebuat sediaan emulsi adalah Aquadest,
Gliserin, Natrium Hypophospat, Ol. Cinnamol, Ol. Jecoris Aselli, dan Pulvis
Gummi Arabici.
3.3. Perhitungan
- Ol. Jecoris Aselli = 40 gr
- Ol. Cinnamol = 0,1 gr
- Pulv. Gummi Arabici = 15 gr
- Natrium Hypophospat = 0,5 gr
- Gliserin = 10 gr
- Aqua = 34 gr
3.4. Prosedur
3.4.1. Prosedur Percobaan
- Di timbang seluruh bahan.
- Dimasukan air panas kedalam lumpang.
- Dicampur aqua dengan PGA dalam mortir kering dan aduk ad homogen.

8
- Ditambahkan oleum jecoris aselli dan aduk dengan cepat hingga terbentuk
korpus emulsi massa berwarna putih dan berbunyi.
- Ditambahkan gliserin ke dalam korpus emulsi, aduk hingga homogen.
- Ditambahkan natrium hypophospat yang sudah dilarutkan dengan
aquadest, gerus homogen.
- Ditambahkan oleum cinnamol.
- Dimasukkan ke dalam botol.
3.4.2. Prosedur Evaluasi
3.4.2.1 Penentuan Tipe Emulsi
- Disiapkan air didalam beaker glass.
- Diambil sedikit sediaan emulsi.
- Dilarutkan dalam air.
- Dilihat tipe emulsi.
3.4.2.2 Ketidakstabilan Emulsi
- Dimasukkan sediaan emulsi kedalam gelas ukur 50 ml.
- Dibiarkan selama beberapa hari.
- Dilihat perubahan yang terjadi.

9
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

 Uji penentuan tipe Emulsi : Memenuhi syarat


 Uji kestabilan Emulsi : Terjadi perubahan kestabilan

4.2 Pembahasan

Pada percobaan inidilakukan pembuatan sediaan emulsi dengan


menggunakan emulgator PGA. Hasil dari sediaan emulsi pada uji penentuan tipe
emulsi memenuhi syarat karena pada saat sediaan emulsi dilarutkan dengan air di
dalam beaker glass ia larut, sedangkan pada uji kestabilan emulsi terjadi
ketidakstabilan emulsi tidak bercampur kembali setelah diamati selama tiga hari
terjadi cracking (breaking) yaitu pecahnya emulsi karena film yang meliputi
partikel rusak dan butire minyak berkoalesensi atau menyatu menjadi fase tunggal
yang memisah.
Evaluasi harus mencakup penampilan (termasuk fase pemisahan),
warna, bau, uji, produk degradasi, pH, viskositas, batas mikroba, konten
pengawet, dan rata-rata ukuran dan distribusi bulatan fase terdispersi (Niazi,
1949).
Penentuan tipe emulsi dilakukan terhadap sediaan emulsi dengan
menggunakan metode pengenceran dan metode zat warna.Hasil
pengamatandengan metode pengenceran menunjukkanbahwa semua formula larut
dalam air namun tidaklarut dalam minyak, serta emulsi berwarna biru
saatdilakukan pengujian dengan metode metilen blue.Orientasi kecepatan
pengadukan bertujuanuntuk mengetahui kecepatan pengadukan optimaldalam
pembuatan emulsi, karena kecepatan pengadukanmerupakansalah satu titik kritis
dalam pembuatanemulsi.Pengadukan dilakukan untuk memecahglobul-globul
minyak agar menghasilkanukuran globul yang lebih kecil, agar lebih
mudahterdispersi.Ukuran globul yang lebih kecil juga menyebabkanviskositas
menjadi meningkat, sehinggakecepatan terjadinya endapan menjadi globul-globul
yang terdispersi harusmemiliki ukuran yang seragam untuk

10
menjaminkeseragaman dosis.Waktu pengadukan harustepat, tidak boleh terlalu
sebentar atau terlalu lama.Jika waktu pengadukan terlalu pendek,
dikhawatirkanproses emulsifikasi belum sempurna, globulyang terbentuk masih
dalam ukuran besar danemulgator belum melapisi globul secara
sempurnasehinggakestabilan emusi akan berkurang (mudahterjadi koalesensi),
sedangkan jika waktu pengadukanterlalu lama kemungkinan juga
akanmenyebabkan terjadi tumbukan antar globul minyaklebih sering yang dapat
menyebabkan koelesensi.Oleh karena itu selain orientasi kecepatan
pengadukanperlu juga dilakukan orientasi waktupengadukan (Hadning, 2011).
Pengembangan formulasi emulsi ini dilakukandengan cara basah. Cara
basah memiliki keuntunganterutama bila yang digunakan sebagai
emulgatoradalah bahan yang mengembang seperti kebanyakankoloid hidrofilik.
Hal tersebut karena pengembanganemulgator dilakukan secara terpisahsehingga
pengembangannya akan maksimal.Pengembanganemulgator yang tidak maksimal
dapatmenimbulkan pengembangan terjadiselama penyimpanan,sehingga
kemungkinan peningkatanviskositas dan bobot sediaan akan terjadi.Sebagai
emulgator dalam pengembanganformulasi emulsi oral ini digunakan beberapa
emulgatoralam yaitu PGA (Hadning, 2011).
Padaumumnya produk dengan emulgatorkoloid hidrofilikadalah emulsi
m/a karena senyawa-senyawa koloidhidrofilik tersebut diadsorpsi pada antar
mukaminyak-air dan akhirnya terbentuk lapisan hidrofilikdi sekitar globul.Koloid
hidrofilik dapat dianggapsebagai zat aktif permukaan karena berada padabatas
antarmuka minyak-air.Perbedaannya denganzat aktif permukaan sintesis adalah
tidak menyebabkan menurunnya tegangan permukaanyang bermakna dan
membentuk suatu lapisan multimolekular pada antar muka.Dengan
adanyabeberapa gugusan hidrofilik dan hidrofobik, setiapmolekul terikat pada
beberapa titik pada antar muka minyak-air.Efek tambahan yang mendorong
emulsinya menjadi stabil adalah kenaikan viskositas yang bermakna dari medium
pendispersi (air),sehingga terjadi peningkatan viskositas sediaan emulsi secara
signifikan (Hadning, 2011).

11
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

 Syarat pembuatan emulsi ialah sediaan tidak mengalami creaming yaitu


terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, koalesensi dan cracking yaitu
pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel yang rusak dan butir
minyak berkoalesensi atau menyatu, dan inversi fase yaitu berubah tipe.
 Evaluasi sediaan emulsi yaitu dengan mentukan tipe emulsi. Dari penentuan
tipe emulsi didapatkan sediaan yang bertipe M/A yang mana telah
memenuhi syarat tipe emulsi.
 Evaluasi sediaan emulsi yaitu dengan ketidakstabilan emulsi. Dari evaluasi
ketidakstabilan emulsi didapatkan hasil sediaan yang cracking (breaking)
yang mana tidak memenuhi syarat.
5.2 Saran
 Pada praktikum selanjutnya sebaiknya diganti emulgator yang lain seperti
metil selulosa, CMC.
 Pada praktikum selanjutnya sebaiknya tipe pembuatan emulsi diganti
menjadi M/A
 Pada praktikum selanjutnya sebaiknya ditambahkan corigensia odoris lain
seperti vanili untuk manutupi aroma yang tidak sedap dari minyak ikan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.Jakarta : UI-Press.


Halaman : 376 .
Calderon, F. L., Schmitt, V., Bibette, J. (2007). Emulsion Science Basic Principles
Second Editions. USA : Springer. Halaman 5.
Depkes RI.(1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI.
Hal 6 dan 7.
Fatmawaty, A., Nisa, M., Riski, R. (2015). Teknologi Sediaan Farmasi.
Yogyakarta : Deepublish Publisher. Hal 436, 437, 443 - 446.
Sjoblom, Johan. (2005). Emulsions and Emulsions Stabillity. USA : Taylor and
Francis. Halaman 128.
Tim MGMP Pati. (2019). Ilmu Resep Teori Jilid II. Yogyakarta : Deepublish
Publisher. Halaman 33 – 35.
Wathoni, N., Soebagio, B., Rusdiana, T. (2007). Efektivitas Lechitin sebagai
Emulgator dalam Sediaan Emulsi Minyak Ikan. Farmaka. Vol. 5 no. 2
Halaman 23.

Medan, 07 Oktober 2019


Asisten, Praktikan,

(Dimas Prasetiyo) (Jihan Fadhillah)

13
LAMPIRAN

Emulsi minyak ikan setelah didiamkan selama 1 hari

14

Anda mungkin juga menyukai