Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIKA FARMASI

KOMPLEKSASI OBAT

OLEH :

NAMA : NURWIGYA MOHAMAD PUTRI


NIM : 754840119021
SEMESTER : II (DUA)

PRODI D-III FARMASI


JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES GORONTALO
2020
I. Judul Percobaan
Kompleksasi Obat

II. Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menetapkan kelarutan kofein
dalam larutan dengan penambahan sulfonamida menggunakan metode
spektrofotometer.

III. Prinsip Percobaan


Penetapan kelarutan dari kofein dalam larutan dengan penambahan
sulfanilamida dengan konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada
kompleks yang terjadi antara kofein dengan sulfonamida yang di ukur dengan
menggunakan spektrofotometer.

IV. Teori
Kompleks atau senyawa koordinasi, menurut definisi klasik,
diakibatkan oleh mekanisme donor akseptor atau reaksi asam basa antara dua
atau lebih konstituen kimia yang berbeda. Setiap atom atau ion nonlogam
apakah bebas atau berada dalam molekul netral atau dalam senyawa ionik,
yang dapat menyumbangkan satu pasang elektron, dapat bertindak sebagai
donor. Akseptor atau konstituen yang ambil bagian dalam pasangan elektron,
seringkali berupa ion logam, walaupun dapat juga berupa atom netral (Martin,
1999). Dalam artian luas senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk
karena penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing-
masingnya dapat berdiri sendiri (Rivai, 1994)
Kendatipun hampir semua hasil reaksi kimia dapat dianggap sebagai
senyawa kompleks. Menurut Werner, orang yang pertama kali berhasil
mengkaji senyawa kompleks ini, beberapa ion logam cenderung berikatan
koordinasi dengan zat-zat tertentu membentuk senyawa kompleks yang
mantap. Zat-zat tertentu itu disebut ligan (Rivai, 1994)
Reaksi pembentukan kompleks bergantung pada persenyawaan ion-ion
bukan ion hidrogen atau ion hidroksida, untuk membentuk suatu ion atau
suatu senyawa yang dapat larut dan sedikit terdisosiasi (Bassett, dkk, 1994).
Dengan ion-ion logam tertentu yang dengan mudah terhidrolisa, mungkin
perlu untuk menambahkan ligan pengkompleks agar mencegah pengendapan
hidroksida logam. Seperti dikatakan di atas seringkali larutan-larutan didapar,
dan anion atau molekul netral dapar, seperti asetat atau amoniak dapat
membentuk ion-ion kompleks dengan logam (Underwood, A.L.,1993).
Kelarutan suatu garam juga akan dipengaruhi oleh penambahan ion
asing. Bertambahnya kelarutan dapat disebabkan oleh dua hal yang berbeda
(Roth, 1988) :
1. Pembentukan ion kompleks
2. Berkurangnya koefisien aktivitas
Sebagian besar kation logam cenderung untuk membentuk kompleks. Sifat ini
dapat digunakan untuk pemisahan, penentuan kadar dan untuk membuat
kation tidak dapat bereaksi (Roth, 1988). Gaya antar molekul yang terlibat
dalam pembentukan kompleks adalah gaya Van Der Waals dari dispersi polar
induksi / dipolar dari tipe dipolar induksi. Ikatan hidrogen dapat memberikan
gaya bermakna dalam beberapa kompleks molekuler, dan kovalen koordinat
dalam kompleks logam (Martin,1990).
Suatu sifat fisika dan kimia yang penting dari suatu obat adalah
kelarutan, terutama kelarutan sistem dalam air agar manjur secara terapi.
Agar suatu obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek
terapeutik, ia pertama-tama harus berada dalam larutan. Senyawa-senyawa
yang relatif tidak dapat dilarutkan seringkali menunjukkan absorpsi yang
tidak sempurna atau tidak menentu. Jika kelarutan dari zat obat kurang dari
yang diinginkan, pertimbangan harus diberikan untuk memperbaiki keadaan
kelarutannya. Metode ini bergantung pada sifat kimia dari obat tersebut dan
tipe produk obat dibawah pertimbangan. Sebagai contoh, jika zat obat di
bawah pertimbangan. Sebagai contoh, jika zat obat atau basa, kelarutan dapat
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam pH. Tetapi, untuk banyak zat
penyesuaian pH bukan merupakan suatu cara efektif dalam memperbaiki
kelarutan. Penyesuaian pH biasanya mempunyai efek kecil terhadap kelarutan
nonelektrolit. Dalam banyak hal, dikehendaki untuk menggunakan kosolven
atau teknik-teknik lain seperti kompleksasi, mikronisasi, atau dispersi padatan
untuk memperbaiki kelarutan dalam air (Ansel, 1989).
Spektrofotometri adalah sebuah metode analisis untuk mengukur
konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut
mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya. Spektrofotometri adalah alat yang
terdiri dari spektrofotometer dan fotometer.Spektrofotometer menghasilkan
sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sementara fotometer
adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau
diabsorpsi.Istilah spektrofotometri berhubungan dengan pengukuran energi
radiasi yang diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang dari
radiasi maupun pengukuran panjang absorpsi terisolasi pada suatu panjang
gelombang tertentu (Day, 1995). Secara umum spektrofotometri dibedakan
menjadi empat macam, yaitu:
1. Spektrofotometer ultraviolet
2. Spektrofotometer sinar tampak
3. Spektrofotometer infra merah
4. Spektrofotometer serapan atom
Spektrum elektromagnetik terdiri dari urutan gelombang dengan sifat-
sifat yang berbeda.Kawasan gelombang penting di dalam penelitian biokimia
adalah ultra lembayung (UV, 180-350 nm) dan tampak (VIS, 350-800 nm).
Cahaya di dalam kawasan ini mempunyai energi yang cukup untuk
mengeluarkan elektron valensi di dalam molekul tersebut (Harjadi, 1990).
Penyerapan sinar UV-Vis dibatasi pada sejumlah gugus fungsional
atau gugus kromofor yang mengandung elektron valensi dengan tingkat
eksutasi rendah.Tiga jenis elektron yang terlibat adalah sigma, phi, dan
elektron bebas. Kromofor-kromofor organik seperti karbonil, alkena, azo,
nitrat, dan karboksil mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar
tampak.Panjang gelombang maksimumnya dapat berubah sesuai dengan
pelarut yang digunakan. Auksokrom adalah gugus fungsional yang
mempunyai elektron bebas nseperti hidroksil, metoksi, dan amina. Terkaitnya
gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke
panjang gelombang yang lebih besar dan disertai dengan peningkatan
intensitas. Ketika cahaya melewati suatu larutan biomolekul, terjadi dua
kemungkinan.Kemungkinan pertama adalah cahaya ditangkap dan
kemungkinan kedua adalah cahaya discattering.Bila energi dari cahaya
(foton) harus sesuai dengan perbedaan energi dasar dan energi eksitasi dari
molekul tersebut. Proses inilah yang menjadi dasar pengukuran absorbansi
dalam spektrofotometer (Sutopo, 2006).
Cara kerja spektrofotometer dimulai dengan dihasilkannya cahaya
monokromatik dari sumber sinar.Cahaya tersebut kemudian menuju ke kuvet
(tempat sampel/sel). Banyaknya cahaya yang diteruskan maupun yang diserap
oleh larutan akan dibaca oleh detektor yang kemudian menyampaikan ke
layar pembaca (Sastrohamidjojo, 1992).
Uraian Bahan
1. Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Aquadest, air suling
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02
Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap
Kegunaan : Zat pelarut
2. Kafein (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Coffeinum
Sinonim : Kafein; 1,3,7-trimetil xantin
RM/BM : C8H10N4O2/194,19
Pemerian : Serbuk atau hablur bentuk jarum, mengkilap
biasanya menggumpal, putih, tidak berbau rasa
pahit.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%)
P, mudah larut dalam kloroform dan sukar larut
dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel
3. Sulfanilamid (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Sulfanilamidum
Sinonim : Sulfanilamid; p-aminobenzosulfonamidaa
RM/BM : C6H8N2O2S / 172,21
Pemerian : Serbuk atau hablur bentuk jarum, mengkilap
biasanya menggumpal, putih, tidak berbau rasa
pahit.
Pemerian : Larut dalam 200 bagian air, sangat mudah larut
dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol,
sangat sukar larut dalam kloroform, eter dan
benzene.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya.
Kegunaan : Sebagai pengompleks

V. Alat dan Bahan


A. Alat
1. Batang Pengaduk
2. Beker gelas 250 mL
3. Botol semprot
4. Labu ukur 50 mL dan 100 mL
5. Pipet volume 1,0 mL dan 10,0 mL
6. Rak tabung
7. Sendok tanduk
8. Spektrofotometer UV
9. Tabung reaksi
10. Timbangan analitik
B. Bahan
1. Aquadest
2. Kertas saring
3. Kertas timbang
4. Kofein
5. Sulfanilamid
6. Tissue Roll

VI. Cara Kerja


A. Larutan Standar
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang 2,5 g kofein.
3. Dilarutkan kofein dengan air suling dalam labu ukur 100,0 mL dan
dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
4. Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume 1,0 mL, dimasukan
kedalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100
mL.
5. Dipipet 1 mL larutan dengan pipet volume, dimasukan kedalam labu
ukur 50,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 50 mL.
6. Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume, kemudian dimasukan
kedalam tabung reaksi.
7. Diukur serapan larutan pada spectrofotometer dengan panjang
gelombang yang sesuai.
B. Larutan Sampel
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ditimbang 2,5 g kofein.
3. Dibuat larutan, dimana 2,5 g kofein dilarutkan dengan air suling
dalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya.
4. Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume 5,0 mL, dimasukan
kedalam labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100
mL.
5. Dipipet 10 mL larutan dengan pipet volume 10,0 mL dimasukan
kedalam labu ukur 100,0 mL lalu dicukupkan volumenya dengan air
suling hingga 100 mL.
6. Dipipet lagi 10 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukan
kedalam tabung reaksi.
7. Dibuat larutan dengan cara yang sama menggunakan kofein 2,5 g
dengan penambahan sulfanilamid sebanyak 0,5 g; 1,0 g; 1,5 g; dan 2,0
g.
8. Diukur serapan semua larutan pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang yang sesuai.
C. Larutan Blangko
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibuat larutan dengan melarutkan 0,5 g sulfanilamid dengan air suling
dalam labu ukur 100 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
3. Dipipet 5 mL larutan dengan pipet volume lalu dimasukan kedalam
labu ukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL.
4. Dipipet 10,0 mL larutan tersebut dengan pipet volume lalu
dicukupkan volumenya dengan air suling dalam labu ukur 100,0 mL.
5. Dipipet 10 mL larutan tersebut lalu dimasukan kedalam tabung reaksi.
6. Dibuat larutan dengan cara yang sama untuk sulfanilamid 1,0 g; 1,5 g;
dan 2,0 g.
7. Diukur serapan semua larutan pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang yang sesuai.
VII. Hasil Pengamatan
1. Larutan Sampel
No. Sampel Absorben
1. Kofein 2,5 g 0,4377
2. Kofein 2,5 g + Sulfonamida 0,5 g 1,1151
3. Kofein 2,5 g + Sulfonamida 1 g 1,1408
4 Kofein 2,5 g + Sulfonamida 1,5 g 1,2273

No. Blangko Absorben


1. Blangko air 0,2485
2. Sulfonamida 0,5 g 1,2133
3. Sulfonamida 1 g 1,2885
4 Sulfonamida 1,5 g 1,3411

VIII. Perhitungan
Kofein
2,5 g 100 mL (25000 ppm)

1 mL 100 mL (250 ppm)

1 mL 50 mL (5 ppm)

2500
Faktor Pengenceran (Fp) = = 0,005 = 5 x 10-3
500000

Konsentrasi Sampel
1. Konsentrasi Kofein 2,5 g + Sulfonilamida 0,5 g
Cx = Ax/As x Cs x Fp
= Ax/As x 5 ppm x 5 x 10-3
= 2,547 x 5 ppm x 5 x 10-3
= 0,064 mg/L
2. KonsentrasiKofein 2,5 g + Sulfonilamida 1 g
Cx = Ax/As x Cs x Fp
= Ax/As x 5 ppm x 5 x 10-3
= 2,606 x 5 ppm x 5 x 10-3
= 0,065 mg/L
3. Konsentrasi Kofein 2,5 g + Sulfonilamida 1,5 g
Cx = Ax/As x Cs x Fp
= Ax/As x 5 ppm x 5 x 10-3
= 2,803 x 5 ppm x 5x 10-3
= 0,07 mg/L

IX. Pembahasan
Kompleksasi adalah pembentukan suatu senyawa kompleks suatu
larutan dengan senyawa pembentuk kompleks.Kompleks atau senyawa
koordinasi, menurut definisi klasik, diakibatkan oleh mekanisme donor-
akseptor atau reaksi asam-basa Lewis antara dua atau lebih konstituen kimia
yang berbeda.Setiap atom atau ion non logam apakah bebas atau berada
dalam molekul netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat menyumbangkan
satu pasang elektron, dapat bertindak sebagai donor.Akseptor, atau konstituen
yang ambil bagian dalam pasangan elektron, seringkali berupa ion logam,
walaupun dapat juga berupa atom netral.
Pada percobaan kali ini, akan diuji kelarutan dari kofein terhadap air,
dimana menurut teori, kofein bersifat sukar larut dalam air. Dengan
melarutkan kofein bersama sulfonamida, maka kelarutan kofein dalam air
akan semakin bertambah. Hal ini dapat terjadi karena adanya gaya dipol-dipol
atau ikatan hidrogen antara gugus karbonil yang terpolarisasi dengan kofein
dan atom hidrogen dari sulfonamida. Interaksi sekunder mungkin terjadi
antara bagian-bagian molekul nonpolar dengan kompleks “ditekan keluar” dai
fase air karena tekana internal air yang besar. Kedua efek ini menyebabkan
interaksi yang tinggi.
Kompleksasi dapat terjadi karena adanya ikatan hidrogen antara
oksigen nukleofilik dan suatu hidrogen elektrofilik. Pada molekul kofein
terdapat pusat yang relatif positif sebagai tempat terjadinya kompleksasi.
Molekul kofein dapat menjadi sangat elektrofilik kuat atau asam kuat yang
disebabkan oleh tarikan elektron oleh oksigen. Dengan demikian,
kompleksasi dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi dipol-dipol antara
oksigen karbonil nuleofilik dari sulfonamida dan hidrogen elektrofilik dari
kofein.
Penetapan kelarutan dari kofein akan diukur dengan penambahan
senyawa pengkompleks yang dalam hal ini adalah sulfonamida. Jumlah
sulfonamida yang ditambahkan berbeda hal ini bertujuan untuk mengetahui
batas kadar sulfonamide yang bersifat pengkompleks sebab apabila suatu
senyawa pengkompleks yang ditambahkan melebihi batas yang ditentukan,
maka senyawa pengkompleks tersebut tidak lagi dapat meningkatkan
kelarutan tapi justru akan menurunkan kelarutan suatu senyawa.
Pada percobaan kali ini, alat yang digunakan adalah sektrofotometer.
Alat ini pada dasarnya terdiri dari sinar polikromatik, monokromator yang
berfungsi untuk mengubah sinar pilokromatik menjadi monokromatik,
kemudian detektor akan mengubah sinar monokromatik menjadi gelombang
listrik. Amplifier berguna untuk memperkuat gelombang ultrasonik dan
terakhir adalah display sebagai tempat pencatatan nila iabsorben gelombang
dari sampel yang diukur. Apabila nilai absorbennya besar, maka kelarutan
dari sampel yang diukur juga besar.
Dari hasil yang didapatkan, diperoleh data bahwa pada penambahan 0,5
g sulfonamida jumlah kofein yang larut adalah 0,064 mg/L, pada penambahan
1 g sulfonamida jumlah kofein yang larut adalah 0,065 mg/L dan pada
penambahan 1,5 g sulfonamida jumlah kofein yang larut adalah 0,07 mg/L.
Angka-angka ini menujukkan bahwa semakin banyak pengkompleks yang
ditambahkan maka kelarutan zat juga akan semakin tinggi dan jumlah zat
yang larut akan semakin banyak.

X. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada percobaan kompleksasi kali ini, perbandingan
konsentarsi yang telah diperoleh yaitu 0,5 g : 1,0 g : 1,5 g adalah 0,0064
mg/L : 0,065 mg/L : 0,07 mg/L. Dengan demikian, dapat diambil
kesimpulan bahwa kelarutan dari kofein akan semakin bertambah karena
dipengaruhi oleh penambahan sulfanilamida.
B. Saran
Sebaiknya digunakan juga agen pengkompleks yang lain agar
hasilnya dapat diperbandingkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat. UI


Press. Jakarta.
Bassett, J, dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik,
Edisi 4. EGC. Jakarta.
Day, R.A. 1995. Analisis Kimia Kuantitatif. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Hardjadi. W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
Martin, Alfred. 1990. Farmasi Fisik 1. UI Press. Jakarta.
Rivai, Harrizul. 1994. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press. Jakarta.
Roth, Herman J. 1988. Analisis Farmasi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi Inframerah. Liberty. Yogyakarta.
Sutopo. 2006. Kimia Analisa. Exacta. Solo.
Underwood, A.L. 1993. Analisa kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
LAMPIRAN

A. Alat

Beaker Gelas
Batang Pengaduk 250mL Botol Semprot

Labu Ukur 50 mL Labu Ukur 100 mL Pipet Volume

Rak Tabung Sendok Tanduk Spektrofotometer


Tabung Reaksi Timbangan Analitik

B. Bahan

Aquadest Kertas Saring Kertas Timbang

Sulfanilamid Tissue Rol

Anda mungkin juga menyukai