SKRIPSI
Oleh :
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
i
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan
karya ilmiah ini belum pernah diajukan sebagai pemenuhan persyaratan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata satu (S1) dari Universitas
Sriwijaya maupun perguruan tinggi lain. Semua informasi yang dimuat
dalam skripsi ini yang berasal dari penulis lain baik yang dipublikasikan
atau tidak telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber
penulis secara benar. Semua isi dari skripsi ini sepenuhnya menjadi
tanggung jawab saya sebagai penulis.
Penulis,
Motto:
-Evelyn Underhill-
ABSTRACT
Yam bean (Pachyrhizus erosus (l.) Urban) includes horticultural plants that have
the potential of skin lightening because they contain flavonoid compounds and
whitening agents that can inhibit melanin formation. The making of submicro
particles of chitosan alginate carrying Yam bean starch using ionic gelation
method aims to increase the speed of skin lightening effect due to excessive UV
light on mice exposed to direct sunlight 30 minutes for 7 days. The XRD study
showed changes in the alginate and chitosan particles in the form of crystals to be
amorphous after being submicro particles. Optimum formula of particle submikro
Chitosan alginat carrier of Yam bean starch yields the highest of 82.36% EE% ±
0.001. The results of submicro particle characterization such as diameter, particle
size distribution (PDI), and zeta potential using a particle size analyzer (PSA) are
3071.148 nm; 0.403; and 4.1 mV. The treatment of skin lightening effect test was
differentiated based on variations in submicro particle concentration used in
making gel, 1% for F1, F2 for 2%, and 3% for the F3. In vivo skin lightening test
results showed that the F3 brightened the skin faster than other treatments, (p <
0.05) which showed a significant difference between F3 with negative control and
the positive control.
ABSTRAK
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN MAKALAH SEMINAR HASIL ...................... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ....................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS ......................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ................................................ vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
ABSTRACT ......................................................................................................... x
ABSTRAK ......................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xviii
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xix
Halaman
Halaman
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
yang telah dilakukan kelompok bisnis kosmetik asal Perancis, L‟Oreal pada tahun
1997 menunjukkan bahwa 85% wanita yang tinggal di kota besar Indonesia
memiliki warna kulit coklat dan 55% diantaranya ingin berwarna kulit cerah.
Protec and Gamble, produk konsumen besar di Amerika juga melakukan studi
yang hampir sama dan menemukan hasil bahwa wanita di Asia ingin
sepanjang tahun, ini menyebabkan hampir 80% penuaan kulit dipicu oleh sinar
UV. Intensitas matahari yang rendah terjadi pada pukul . pagi dan terus
merupakan waktu intensitas matahari terjadi sangat tinggi (Setiati, 2008). Paparan
sinar matahari yang terus menerus akan menyebabkan kulit terlihat kusam, flek
Produk pencerah wajah yang banyak dijual laris di pasaran karena minat
wanita Indonesia untuk memiliki kulit cerah dan bersih sangat tinggi. Kriteria
kulit ini dianggap dapat menunjang penampilan menjadi lebih cantik dan
mempesona. Bahan baku yang berkhasiat sebagai pencerah kulit banyak dicari
52
oleh produsen besar kosmetik, walaupun banyak bahan kimia berbahaya yang ikut
makanan sering kali menyita ribuan kosmetik berbahaya yang beredar dipasaran.
Produk yang dijual di pasaran pada umumnya berupa sediaan krim, padahal daya
sebar gel lebih baik dibandingkan krim, selain itu sediaan gel ketika digunakan
pada kulit yang terpapar sinar matahari akan lebih membantu menyejukkan kulit
dibandingkan krim. Sediaan krim ini memiliki penetrasi topikal yang kurang baik
karna hanya mampu menembus epidermis kulit dan waktu yang diperlukan untuk
membantu penetrasi obat ke dalam kulit lebih cepat karna ukuran partikel dari
dalam waktu yang lebih cepat. Submikro partikel juga membantu sistem pembawa
terdegradasi. Fakta ini menimbulkan ide bagi peneliti untuk membuat inovasi di
bidang kosmetik pencerah wajah yang zat aktifnya berasal dari alam dengan
bahan baku kosmetik yang memiliki banyak fungsi salah satunya mencerahkan
kandungan zat ini juga dapat menghilangkan noda di wajah dan melembabkan
52
kulit. Umbi bengkuang juga mengandung air 86 - 90% dan serat sehingga
pembentukan melanin akibat radikal bebas. Pati bengkuang yang diperoleh dari
mengubah ukuran partikel yang besar menjadi lebih kecil agar memudahkan
absorbsi dari penggunaan suatu obat dan lebih mencapai efektivitasnya (Li et al.,
zat pembawa yang berfungsi membawa zat aktif obat masuk ke dalam sel menjadi
lebih cepat dan efisien. Proses pembuatan submikro partikel pada obat dapat
dijadikan acuan sebagai inovasi baru dalam pembuatan submikro partikel pada
dalam penggunaan serta dapat bersifat sebagai anti mikroba, tidak toksik, dan
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang jernih, tembus
cahaya, dan mengandung zat aktif (Ansel, 1989). Kelebihan gel terletak pada efek
pendingin kulit saat digunakan, penampilan sediaan yang jernih dan elegan, tidak
menimbulkan bekas pemakaian dikulit setelah digunakan, mudah dicuci dan daya
lekat yang tinggi tidak menyumbat pori serta memiliki daya sebar yang baik
(Barel et al., 2001). Sifat yang menguntungkan inilah yang akan membuat pati
52
bengkuang sebagai zat aktif gel pencerah wajah dapat dengan mudah
suatu produk pencerah wajah yang berkualitas bagus. Preparasi dan karakterisasi
submikro partikel dari kitosan dan alginat pembawa zat pati bengkuang akan
dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi zat aktif submikro partikel pada tiga
berikut:
2. Berapa nilai %EE, PDI, dan zeta potensial dari partikel kitosan natrium
2. Mengetahui nilai %EE, PDI, dan zeta potensial dari partikel kitosan
pembaca dan peneliti tentang aktivitas submikro partikel pati bengkuang yang
dibuat gel sebagai pencerah kulit sehingga dapat membantu masyarakat dalam
memperbaiki penampilan fisik kulit akibat paparan sinar matahari berlebih, nyaman
pada penggunaannya serta memiliki efek pencerah kulit yang lebih cepat
sediaan submikro partikel gel pati bengkuang dapat juga digunakan sebagai bahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dan Amerika Tengah, pada mulanya bengkuang tumbuh secara liar. Tumbuhan ini
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Pachyrhizus
(a) (b)
Gambar 1. Tanaman bengkuang (a) dan umbi bengkuang (b) (Idbiodiversitas, 2016)
52
sangat baik untuk dikembangkan. Tumbuhan ini dapat membentuk umbi akar
(cormus) berbentuk bulat atau membulat seperti gasing dengan berat dapat
mencapai 5 kg. Kulit umbinya tipis berwarna kuning pucat dan bagian dalamnya
berwarna putih serta mengandung air yang segar dan memiliki rasa agak manis.
Bengkuang tumbuh baik di daerah tropis dan juga akan tumbuh di daerah
tanah yang tidak berawa. Tanaman yang merambat itu dapat merambat di atas
tanah atau di daerah sekitarnya. Tingginya bisa mencapai 2 sampai 6 meter serta
dan bentuk akar dari bengkuang adalah berbentuk gasing (napiformis) dengan
pangkal akar besar membulat, cabang akar berupa serabut akar yang hanya
terdapat pada ujung akar yang sempit dan meruncing. Akar digunakan sebagai
tempat menyimpan cadangan makanan dan biasanya akar pada tumbuhan ini akan
membutuhkan lanjaran yang baik tetapi sering kali dibiarkan menjalar diatas tanah
(Idbiodiversitas, 2016).
tinggi adalah vitamin C. Flavonoid dan saponin yang terkandung dalam umbi
bengkuang merupakan tabir surya yang alami untuk mencegah radikal bebas yang
selain itu umbi bengkuang mengandung inulin yang bermanfaat bagi kesehatan.
Kadar energi yang berasal dari bengkuang cukup rendah (55 kkal/100 gr). Umbi
telah digunakan di Indonesia untuk melindungi kulit dari sinar matahari dan
memutihkan kulit. Kandungan agen pemutih (whitening agent) inilah yang dapat
selain itu terdapat kandungan senyawa fenol, vitamin C dan saponin yang
kanker dan penyakit degeneratif (Dike, 2011). Zat fenolik pada bengkuang
matahari. Umbi yang dimiliki bengkuang jika dibuat ukuran partikel kecil dapat
berfungsi sebagai tabir surya fisik. Sifat opaque amilum yang tidak dapat
52
mencegah penetrasi radiasi sinar ultraviolet pada kulit (Majalah Kesehatan, 2011).
2.2.1 Definisi
(Shae, 1991).
serta pembentukan kanker kulit (Poskitt et al., 1979). Sebagian besar sinar UV B
masalah kesehatan yang serius. Efek akut utama yang terjadi oleh radiasi UV pada
kulit manusia normal dapat berupa inflamasi (eritema), tanning, dan imunosupresi
dan asam nukleat sehingga menghasilkan radikal bebas yang akan merusak sel-sel
ml/menit dan kurang lebih dari 45% radiasi sinar UV pada panjang gelombang
akibatnya seluruh komponen selular di dalam pembuluh darah dapat terpajan oleh
radiasi UV (Kumakiri, 1977). Sel mast pada kulit berperan penting dalam
vasoaktif. Sel mast yang terdapat pada lapisan atas dermis melepaskan mediator-
histamin, tumor necrosis factor (TNF), serotonin, dan leukotrien setelah terpajan
2.2.3 Sunburn
disebut dengan kulit terbakar (sunburn) atau eritema, hal ini disebabkan karena
panjang gelombang yang pendek pada UVB mengakibatkan dilatasi dari arteri dan
vena pada lapisan dermis, sehingga warna kulit tampak kemerahan dan terlihat
dari sel mast juga merupakan efek langsung dari UV (Fitzpatrick and Freedberg,
2008). Eritema muncul jam setelah terpapar sinar matahari dan mencapai
52
Tahapan eritema dibagi dalam tiga fase, yaitu memerahnya kulit, pengerutan kulit,
2.3 Kulit
Kulit merupakan salah satu organ dalam tubuh karena terdiri dari jaringan
yang memiliki fungsi spesifik. Kulit adalah pelindung dan penutup yang menjaga
organ-organ tubuh tetap bersatu dan merupakan salah satu organ tubuh terbesar
(Tortora, 1990). Kulit terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan epidermis, dermis, dan
hipodermis. Epidermis merupakan lapisan luar tipis kulit. Lapisan ini terdiri atas
lima lapisan, yaitu stratum germinativum atau stratum basale, stratum spinosum,
Stratum basale berisi beberapa jenis sel, yaitu sel-sel punca yang
melanosit sama pada setiap orang, namun aktivitasnya jauh lebih tinggi pada
Lapisan yang terdiri dari beberapa lapis keratinosit dan beberapa sel
saat berdiferensiasi. Sel-sel Langerhans merupakan sel penyaji antigen khusus (sel
dendritik) yang menyusun sekitar 3 – 6 % sel pada lapisan stratum spinosum. Saat
sel ini terpapar oleh benda asing atau antigen, sel-sel ini bermigrasi keluar epitel
dan menuju kelenjar getah bening regional untuk menginisiasi respons imun.
52
menjadi sel bergranul dimiliki oleh stratum granulosum yang terletak pada bagian
atas stratum spinosum. Lapisan ini berisi. Sel-sel ini menekan lipid khusus pada
granula intraselular menuju celah antar sel-sel mati (skuama) pada lapisan di
atasnya. Saat bergerak ke atas, sel-sel ini mulai kehilangan nukleus dan organel
lapisan teratas.
Sel-sel yang berisi lapisan keratin yang kuat yang berikatan silang, pada
bagian dalam terikat pada lipid khusus, dan pada bagian luar membentuk sawar
anti-air yang kuat dan skuama akhirnya mengelupas. Skuama adalah sel-sel mati
yang menjadi datar dan tampak seperti pengelupasan kulit yang merupakan isi
dari lapisan teratas dan terluar, stratum korneum. Stratum lusidum, lapisan ini
antara lapisan stratum granulosum dan stratum korneum. Lapisan ini tipis dan
2014).
dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang
tumbuh (Anderson, 1996). Fungsi untuk proteksi, sensasi, dan termoregulasi juga
dimiliki oleh lapisan dermis. Saraf, pembuluh darah, dan fibroblas yang
menyekresi matriks ekstraselular, dan serat (kolagen dan elastin) serta berisi
kelenjar keringat (pada bagian tepi dengan hipodermis), yang membuka keluar
52
menuju permukaan kulit terdapat pada lapisan ini. Kolagen dan elastin
adalah kelanjutan dermis atas jaringan ikat longgar, berisi sel-sel lemak di
Ketika terjadi kondisi dingin, aliran darah menuju kapiler superfisial pada kulit
dikurangi untuk mempertahankan suhu inti tubuh. Kondisi dapat berbalik apabila
kondisi panas terjadi, maka aliran darah ke kulit meningkat dan darah pada kapiler
(Peckham, 2014).
kandungan karoten. Hemoglobin beroksigen dalam dasar kapiler dari dermis dapat
akibat jumlah pigmen melanin yang bervariasi, dan dari ketiga substansi berwarna
ini hanya melanin yang dihasilkan di kulit. Melanin adalah produk dari melanosit
(Junquiera, 2003).
Gen, gizi, dan faktor lingkungan bisa memainkan peran dalam warna kulit. Salah
satu komponen paling penting dari kulit yang memberikan kontribusi adalah
pigmen melanin. Pigmen ini adalah pigmen yang diproduksi oleh sel yang dikenal
sebagai melanosit pada kulit manusia. Pigmen ini tergantung pada genetik yang
membuat dari individu. Melanin datang dalam dua bentuk dasar dan dapat
coklat kemerahan dan sering dikaitkan dengan bintik-bintik dan rambut merah.
Produksi melanin pada individu tersebut ditentukan oleh beberapa faktor seperti
paparan radiasi UV, genetik, dan ukuran melanosit (Sridianti, 2013). Perbedaan
warna kulit tidak berhubungan dengan jumlah melanosit tetapi disebabkan oleh
kerja enzim tironase, asam amino tirosin diubah menjadi 3,4 dihidroxyferil alanin
terbentuk akan dikirim menuju keratinosit epidermal, hal ini lah yang
vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi. Pembentukan granul melanin yang
matang terjadi pada empat tahapan yang dapat dibedakan yaitu pada tahap
yang rapi pada sebuah matrik protein. Vesikel (melanosom) berbentuk oval dan
atau garis lintang dengan jarak sama. Melanin disimpan dalam matriks protein.
Granul melanin matang dapat terlihat dengan mikroskop cahaya dan melanin
52
secara sempurna mengisi vesikel. Granul yang matang berbentuk elips, dengan
enzim tirosinase. Obat yang biasanya digunakan dan mampu menghambat enzim
tersebut adalah hidrokuinon, asam kojik, asam azelaik, ekstrak bengkuang, dan
arbutin (Zhai, 2009). Produksi melanin juga dapat dihambat dengan asam askorbat
dan glutation, selain itu terdapat pula obat yang mempunyai efek toksisitas
melanosit selektif seperti merkuri, isopropil katekol, dan N-asetil sistein yang
Obat yang mempunyai efek supresan pada melanogenesis non selektif yaitu
2.5 Gel
Definisi gel adalah suatu sistem semi padat dimana pergerakan dari
medium pendispersi terbatas oleh jalinan tiga dimensi dari partikel atau molekul
dari fase terdispersi (Gennaro, 2001). Gel umumnya merupakan suatu sediaan
semi padat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan
dispersi koloid dan mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang
mengering, dan membentuk lapisan film yang tipis sehingga mudah dicuci.
HPM merupakan salah satu basis gel yang dapat menghasilkan gel yang netral,
terhadap serangan mikroba, dan memberikan kekuatan film yang baik bila
HPMC tergolong basis gel hidrofilik. Basis gel yang bersifat hidrofilik
memiliki daya sebar yang baik pada kulit, mudah dicuci dengan air,
obatnya baik. Keunggulan basis tersebut dibanding basis lain adalah dapat
menghasilkan gel yang bening, mudah larut dengan air, mudah diaplikasikan pada
kulit, tidak mengiritasi dan nyaman digunakan pada kulit (Anwar, 2012).
dibanding jenis sediaan topikal lain. Gel memiliki kemampuan pelepasan obat
yang baik, mudah dibersihkan dengan air, memberikan efek dingin akibat
penyebaran yang baik di kulit serta tidak memiliki hambatan fungsi rambut secara
memiliki viskositas dan daya lekat tinggi sehingga tidak mudah mengalir pada
bila dioles, tidak meninggalkan bekas, hanya berupa lapisan tipis seperti film saat
pemakaian, mudah tercucikan dengan air, dan memberikan sensasi dingin setelah
52
digunakan, mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim, sangat baik dipakai untuk
area berambut dan lebih disukai secara kosmetika. Gel segera mencair jika
berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan yang absorpsinya pada kulit
selaput polimer yang melingkupi satu inti. Nanospheres dibuat dalam bentuk
sistem matriks dan seluruh partikel obat terdispersi di dalam polimer (Rieux dkk.,
2006). Partikel dengan ukuran kecil dapat melewati membran dengan mudah
karena ukuran kapiler lebih besar. Submikro partikel dapat dibuat dengan berbagai
oleh tubuh. Salah satu contohnya adalah kitosan (Bisht dkk., 2007). Submikro
partikel dapat disiapkan dari berbagai bahan seperti protein, polisakarida, dan
vitamin dan antioksidan, meningkatkan efektifitas dan waktu lekat kosmetik pada
52
polimerisasi dari monomer. Tujuan dari induksi reaksi ini adalah agar menjadi
polimer utuh sebagai suatu pembawa. Proses terjadinya reaksi ini yaitu dengan
mendispersikan suatu monomer yang tidak larut air ke dalam fase pendispersi air.
inisiator kimia, variasi pH, dan stabilizer (Delie and Blanco-Prieto, 2005).
presipitasi. Pada dasarnya proses ini dibuat dengan pembentukan emulsi dari fase
organik yang terlarut polimer didalamnya dengan fase air, kemudian untuk
metode pada dispersi polimer antara lain metode penguapan pelarut, emulsifikasi
spontan, gelasi ionik, dan spray drying (Delie and Blanco, 2005).
Campuran polimer dan larutan obat lalu diemulsifikasi dalam larutan yang
mengandung surfaktan dan menjadi bentuk emulsi minyak dalam air (o/w).
Setelah terbentuk emulsi yang stabil, pelarut organik kemudian diuapkan dengan
Ukuran partikel dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi penstabil yang digunakan,
pelarut. Pelarut pada metode ini yang larut dalam air bersama dengan sejumlah
kecil pelarut organik yang tidak larut air digunakan sebagai fase minyak, karena
difusi spontan dari pelarut menyebabkan turbulensi antarmuka antara dua fase
yang membentuk partikel kecil, maka semakin banyak konsentrasi air yang larut
dalam pelarut, ukuran dari partikel yang dihasilkan akan semakin kecil (Mohanraj
ikatan sambung silang ini akan memperkuat kekuatan mekanis dari partikel yang
terbentuk. Ketika partikel sudah terbentuk maka akan terjadi kekuatan yang lebih
ionik dapat dilakukan dengan pengerasan tetesan cair yang didispersikan pada
fase minyak atau organik. Prosedur meliputi pencampuran dua fase cair, fase yang
satu mengandung kitosan dan fase yang satu mengandung anion multivalen.
Kitosan bersifat basa sehingga dapat larut dalam asam encer membentuk larutan
Gambar 4. Ilustrasi matriks nanopartikel dengan metode gelasi ionik (Martien, 2012)
dalamnya. Ketika sudah tercampur maka akan dimasukkan ke dalam alat spray
dry. Sampel akan menjalani proses penyemprotan melalui aliran udara panas
tersebut. Proses penyemprotan yang terjadi pada obat yang didispersikan akan
2.6.2.1 Kitosan
Kitosan adalah polisakarida alam yang diperoleh dari deasetilasi kitin, jika
sebagian besar gugus asetil pada kitin disubstitusikan oleh atom hidrogen menjadi
90 % (Uragami, 2006).
HO 52
HO O
O
OH
O O
O
OH
NH2
NH2
Gambar 5. Struktur senyawa kitosan (Sigma-Aldrich, 2017)
Kitosan termasuk basa lemah, tidak larut dalam air dan pelarut organik,
dan larut dalam air asam (pH < 6,5) dan tersedia dalam berbagai bobot molekul
yaitu kitosan rantai pendek, rantai sedang, dan rantai panjang. Ukuran rantai ini
mempengaruhi kelarutan dan viskositas. Kitosan rantai pendek lebih mudah larut
dalam pelarut asam organik seperti asam asetat, asam sitrat dan asam tetrat (Mao
et al., 2009).
Edible film yang dihasilkan bersifat transparan, lentur, dan tidak mudah ditembus
air dan udara. Adanya lapisan film ini akan mencegah berkurangnya kadar air
diformulasikan dalam sediaan gel efektif sebagai penutup luka. Gel kitosan
yang paling utama ialah mempercepat penyembuhan luka. Gel kitosan juga
beragam kation di laut seperti Mg2+, Sr2+, Ba2+, dan Na+ (Thwala, 2010). Alginat
dalam industri farmasi memiliki rentang penggunaan yang sangat luas karena
2008). Alginat juga memiliki sifat hemocompatible dan tidak terakumulasi pada
lain seperti polistiren dan kitosan. Sifat ini meningkatkan efektifitas dalam
pembuatan kompleks alginat dengan polimer lain seperti pektin dan etilselulosa.
Proses pembuatan kompleks alginat dan pektin atau etilselulosa memerlukan adisi
sehingga pencampuran alginat dan kitosan dalam kondisi normal akan membentuk
berbeda. Alginat tidak larut dalam pH rendah, sehingga dapat membantu kitosan
kitosan memberikan dampak yang serupa dalam kondisi basa (Thwala, 2010).
OH
O HO OH
O O O
HO OH O
OH
Electrophoretic Light Scattering. Rentang pengukuran dengan alat ini yaitu 0,6
μm–7 nm. PSA menggunakan metode dynamic light scattering (DLS) yang
suspense bergerak dengan pola secara acak, kemudian sinar laser menyinarinya.
Semakin besar ukuran partikel, semakin lambat gerak Brown. Ukuran dan
52
vivo, biologis, toksisitas, dan kemampuan membidik dari sistem submikro partikel
(Mohanraj, 2006).
selain dynamic light scattering (DLS) yang dapat digunakan antara lain statis light
scattering (SLS), NMR, turbidimetri, dan lain sebagainya (Haskell, 2006). Sampel
distribusi ukuran partikel. Distribusi ukuran partikel dapat dihitung sebagai angka
atau volume distribusi massa. Analisis memberikan nilai ukuran untuk setiap
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan
kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya yang dapat
berupa cahaya visibel, UV, dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom
dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi. Spektrofotometri
UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang
Cahaya tampak dan sinar ultraviolet memiliki energi yang cukup untuk
mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi.
atau kompleks di dalam larutan. Spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran
secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004). Ketika suatu atom atau molekul menyerap
cahaya maka energi tersebut akan menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit
terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung pada panjang
Elektron yang tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi disebabkan oleh sinar
ultraviolet dan sinar tampak. Sistem yang bertanggung jawab terhadap absorpsi
atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan
sinar tampak (Rohman and Gandjar, 2007). Prinsip dari spektrofotometer UV-Vis
adalah penyerapan sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul dapat
menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground state)
Pengabsorbsian sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu molekul
maksimum dapat dikolerasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul.
daerah UV (100 - 200 nm) dan daerah sinar tampak (200 - 700 nm) (Sumar,
1994).
padatan kristal maupun amorf. XRD adalah metode karakterisasi lapisan yang
digunakan untuk mengetahui senyawa kristal yang terbentuk. Teknik XRD dapat
digunakan untuk analisis struktur kristal karena setiap unsur atau senyawa
kualitatif yang sangat penting karena kristalinitas dari material pola difraksi
serbuk yang karakteristik, oleh karena itu metode ini disebut juga metode sidik
jari serbuk (powder fingerprint method). Ukuran dan bentuk dari setiap selnya,
nomor atom, dan posisi atom-atom di dalam sel merupakan penyebab utama yang
memiliki energi foton sebesar 1,2 x 103 eV – 2,4 x 105 eV yang dihasilkan
tersebut sinar-x mampu menembus zat padat sehingga dapat digunakan untuk
menentukan struktur kristal. Hamburan sinar ini dihasilkan bila suatu elektron
menumbuk logam, elektron yang berasal dari katoda (elektron datang) menembus
kulit atom dan mendekati kulit inti atom. Pada waktu mendekati inti atom,
elektron ditarik mendekati inti atom yang bermuatan positif, sehingga lintasan
perlambatan ini, maka energi elektron berkurang. Energi yang hilang ini
spektrum kontinyu dengan rentang panjang gelombang yang lebar dan spektrum
terjadi akibat perlambatan mendadak gerak elektron dari katoda pada saat
spektrum kontinyu akan naik seiring dengan bertambahnya nomor atomik target
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari 2018 sampai dengan
Fisika Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan analitik
spin bar (Scienceware®), magnetic stirer (IKA® C-MAG HS 4), Vivaspin® 300
kDa (Sartorius®), alat-alat gelas (Pyrex®), stopwatch, skin tone, freezer, dan PSA
3.2.2 Bahan
tikus putih jantan, akuabides (Dira Sonita), HPMC (Bratachem), asam sitrat
ratu.
Sumatera Barat. Umbi bengkuang sebanyak 0,5 kg yang sudah dikupas kulitnya
dan dicuci bersih dipotong menjadi beberapa bagian dan diblender hingga halus.
bersih dan didiamkan sampai mendapatkan pati. Hasil disaring dan dikeringkan
dalam oven dengan suhu tidak lebih dari 100°C selama 60 menit. Pati yang
sudah kering kemudian diayak sampai halus dengan ayakan mesh 100.
tetes HCl pekat kemudian ditambahkan 0,2 mg logam magnesium. Sampel yang
flavonoid dengan cara lain dapat dilakukan dengan menggunakan NaOH 10%.
Pati bengkuang 200 mg ditambahkan 2 tetes NaOH 10% pada plat tetes, dan
dinyatakan positif apabila terjadi perubahan warna kuning, merah atau jingga (Al
gelas beker dan dihomogenkan. Hasil ini kemudian dipisah menjadi dua dengan
berbeda.
ke dalam gelas beker dan distirer selama 30 menit dengan kecepatan 75 rpm.
dalam gelas beker dan distirer selama 30 menit dengan kecepatan 75 rpm. Larutan
3.3.4 Formula
bengkuang ditampilkan pada Tabel 1. Variasi pada formula ini adalah konsentrasi
zat aktif. Penggunaan pati sebanyak 1 g untuk F1, 2 g untuk F2, dan 3 g untuk F3.
Kitosan sebanyak 35 mg, natrium alginat 50 mg, dan kalsium klorida 0,018M
sebanyak 2,5ml. Komposisi dari formula dapat dilihat pada tabel di bawah :
52
homogen dalam gelas beker kemudian distirer dengan kecepatan 100 rpm selama
180 menit (massa satu). Larutan kitosan dicampur dengan larutan natrium alginat
dan diaduk hingga homogen (massa dua), kemudian dicampur ke dalam massa satu
secara drop by drop (massa tiga) dan disimpan pada suhu kulkas selama 30 menit
sehingga terbentuk pre partikel. Preparasi kalsium klorida yang telah dilakukan
kemudian dicampur ke dalam massa tiga secara drop by drop sebanyak 2,5 ml dan
5 mg dan dilarutkan dengan metanol p.a. dalam labu takar hingga konsentrasinya
menjadi 1 mg/ml atau 1000 µg/mL. Lalu larutan induk 1000 µg/mL, diambil
300 kDa lalu disentrifugasi selama 15 menit hingga didapatkan 2 fase yaitu fase
terjerap dan fase tidak terjerap. Fase yang tidak terjerap dipisahkan dan
Larutan kurva baku dibuat dari larutan induk kuersetin 100 µg/mL dengan cara
memipet 0,1; 0,5; 1,0; 2,0; dan 2,5 mL, dilarutkan ke dalam 10 mL metanol
p.a. (kadar larutan standar menjadi 1; 5; 10; 15; 20; dan 25 µg/mL). Pembuatan
larutan AlCl3 10% dilakukan dengan 2,5 g AlCl3 dilarutkan dengan aquadest
regresi (y = a + bx) dengan nilai R 0,99, jika nilai R tidak mencapai 0,99
absorbansi dilakukan pada larutan partikel pati bengkuang yang tidak terjerap
52
(Fachrurrazie, 2012).
.................................... (1)
menggunakan alat PSA melalui metode DLS. Larutan submikro partikel kitosan-
dalam kuvet PSA. Cahaya monokromatik akan ditembakkan oleh instrumen, hasil
cahaya yang dibiaskan pada sudut 173° dan detektor akan menangkap hasil
cahaya pada sudut 90° akan ditangkap oleh detektor sehingga menghasilkan
Air (20 kali jumlah HPMC) dipanaskan di hot plate pada suhu 100˚C lalu
HPMC ditaburkan sambil diaduk. Sisa air ditambahkan pada masa tersebut lalu
etanol sambil terus diaduk hingga terbentuk masa sistem koloid (Hartawan, 2014).
yang diberikan.
Tikus putih jantan digunting dan dicukur habis bulu punggungnya, dibagi
dua bagian untuk masing masing bagian diberi perlakuan berbeda. Proses
selanjutnya yaitu tikus dijemur dibawah sinar matahari dengan rentang waktu
berubah.
52
index (PDI).
dari hasil absorbansi pengenceran tiap konsentrasi yang telah didapat dengan y
mengubah nilai absorbansi pada tiap formula submikro partikel kitosan natrium
alginat pembawa pati bengkuang menjadi kadar atau konsentrasi obat dalam fase
pada Persamaan 1.
terdistribusi normal, maka pengujian dilakukan dengan ANOVA One Way. Hasil
pengujian tersebut kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc Test untuk
BAB IV
umbi bengkuang lebih mudah diendapkan ketika telah disaring. Penyaringan umbi
bengkuang yang telah menjadi bubur menggunakan kain putih bersih untuk
memisahkan ampas dan air perasannya. Proses selanjutnya ialah air hasil perasan
umbi bengkuang diendapkan dalam wadah yang diberi penutup, tujuan diberi
penutup adalah untuk mencegah debu dan kotoran masuk ke dalam endapan
(Raharjo, 2010)
metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan
dengan cara menguapkan air tersebut menggunakan energi panas (Riansyah dkk.,
bergantung pada cuaca dan memerlukan waktu yang cukup lama. Hasil yang
mengendap diambil untuk kemudian dimasukkan ke dalam oven, hal ini untuk
mengurangi kadar air dalam pati yang membuat pati lebih tahan lama dan lebih
enzimatis dari pati selain itu juga dapat mencegah pertumbuhan jamur dan
mikroba (Harborne, 1987). Pati bengkuang dimasukkan dalam oven dengan cara
menabur secara merata dan dalam posisi datar agar tidak ada pati yang masih
lembab, karena akan mempengaruhi daya simpan pati. Ketika berada dalam oven,
suhu yang digunakan tidak lebih dari 100°C selama 60 menit karena suhu yang
berada diatas 100°C dan waktu diatas 60 menit akan membuat beberapa
kandungan kimia dalam bengkuang rusak. Pati yang telah kering kemudian diayak
menggunakan ayakan mesh 100 untuk membuat ukuran pati lebih halus dan kecil,
namun sebelum diayak dilakukan penggerusan agar pati lebih mudah lolos ketika
diayak.
berasal dari Sumatera Barat lebih berserat dengan kandungan air yang lebih
bengkuang lokal dari Sumatera Selatan. Kandungan air yang banyak membuat air
hasil perasan umbi bengkuang yang diendapkan dapat menghasilkan pati lebih
banyak. Bengkuang Sumatera Barat juga menghasilkan pati yang lebih cepat
dimana bahan yang memiliki tekstur keras akan menghasilkan partikel yang
Sumatera Barat berwarna putih susu. Warna dari pati dapat mempengaruhi
52
kualitas sediaan yang akan dibuat sehingga bengkuang yang digunakan pada
penelitian ini berasal dari Sumatera Barat agar sediaan yang dihasilkan tidak
meninggalkan bekas warna yang dapat menyebabkan hasil yang bias pada kulit
wilayah Padang. Bengkuang dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang sangat
masam dengan pH 3,92 dan curah hujan yang tinggi yaitu 3200 mm pertahun.
cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 1.500 mdpl atau tinggi dataran ideal
200 800 mdpl dengan suhu optimal berkisar 20 30°C seperti di Padang
dimana galur ini mempunyai gen yang homozigot sehingga tidak ditemukan
variasi genetik tanaman bengkuang di kota Padang dan juga tidak mengenal
Kandungan utama bengkuang adalah air dan serat yaitu 85 gram per 100
gram umbi. Hasil yang didapat dari uji pendahuluan sesuai dengan teori karena
bahwa bengkuang asal Sumatera Barat ditetapkan sebagai varietas yang unggul.
memiliki rasa manis, tekstur umbi yang renyah, kulit yang mudah dilepas dari
warna kulit daging yang putih bersih. Alasan inilah yang membuat bengkuang
asal Sumatera Barat sebagai sampel lebih dipilih dibandingkan bengkuang lain
kimia secara kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung. Uji
fitokimia yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji flavonoid karena senyawa
melanin akibat radikal bebas sehingga berpotensi sebagai pencerah kulit pada uji
in vivo pati bengkuang. Pengujian senyawa flavonoid dilakukan dengan dua cara
Pereaksi shinoda terdiri dari logam Magnesium dan HCl yang akan
bereaksi dengan senyawa flavonoid melalui reduksi inti benzopiron pada struktur
(Achmad, 1986).
positif, ini ditandai dengan terbentuknya warna kuning pada tabung reaksi.
warna, ini dikarenakan fenol yang direaksikan dengan basa akan menyebabkan
perubahan sistem konjugasi dari gugus aromatik (Achmad, 1986). Hasil uji
flavonoid dapat dilihat pada Lampiran 9. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
melanin akibat radikal bebas. Reaksi uji flavonoid dapat dilihat pada Gambar 8.
HO O -O O
NaOH
OH O-
O O
Flavonoid Garam flavilium
(a)
O O
2 HCl
2 2 + MgCl2
Mg
OH + OH
O OH
Flavononol Garam flavononol
O +O
+
MgCl2 + 2 2 + MgCl2
OH OH
OH OH
Gambar 8. Reaksi senyawa flavonoid (a) dengan NaOH dan (b) dengan HCl + Mg (Marliana
dkk., 2005)
Preparasi bahan untuk formula submikro partikel kitosan alginat pembawa pati
bengkuang terdiri dari pati bengkuang, kitosan, natrium alginat, dan kalsium klorida.
Polimer yang digunakan untuk preparasi adalah kitosan, natrium alginat, dan kalsium
klorida. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan bahan bahan tersebut adalah air.
52
Alasan pemilihan air sebagai pelarut karena bahan bahan tersebut memiliki
kelarutan yang baik dalam air. Pemanfaatan alginat didasarkan pada sifat
apabila alginat dilarutkan dalam air. Sifat utama yang kedua adalah
membentuk gel karena adanya kation divalen seperti Ca2+ yang membuat ikatan
silang dengan alginat karena terjadi kompleks antara anion karboksilat dari alginat
Gel terbentuk karena adanya reaksi kimia, pada proses tersebut Ca akan
menggantikan posisi natrium dari alginat dan mengikat molekul alginat yang
panjang. Proses ini tidak memerlukan panas dan gel yang terbentuk tidak akan
meleleh jika dipanaskan. Berbeda dengan gel agar yang memerlukan pemanasan
untuk pembentukan gelnya, sehingga air harus dipanaskan sampai suhu 80°C
untuk membentuk swelling atau gelatinisasi agar dan gel terbentuk pada suhu di
bawah 40°C. Sifat Gugus OH dari polimer serta interaksi ion logam dengan gugus
karboksilat dari alginat terjadi pada inter dan intra molekul ikut berperan dalam
pembentukan kompleks. Ion hidrogen pada gugus karboksilat dari natrium alginat
akan berikatan dengan ion klorida yang lepas pada CaCl2 (FAO, 2007).
Kitosan larut pada asam organik lemah seperti asam sitrat atau asam asetat
(pH <6,5). Unit glokosamin kitosan pada pH tersebut dikonversikan dalam bentuk
terlarut. Kitosan terendapkan dalam larutan alkali atau dengan polianion dan
larut dalam pelarut asam, yang umumnya berada dalam rentang pH 4 6. Pasangan
bebas pada gugus amina primer bersifat nukleofilik yang dapat menjadi akseptor
proton, sehingga gugus amin ini dapat terprotonasi (Aranaz dkk., 2010). Kitosan
tidak larut dalam pelarut organik lain ataupun air dan akan mengalami degradasi
pada asam organik kuat, sedangkan pada natrium alginat dan kalsium klorida,
pelarut yang digunakan adalah API. Kedua bahan tersebut dapat larut dengan baik
dalam air yang disebabkan oleh adanya gugus karboksil pada alginat dan ion Cl-
pada CaCl2 yang akan berinteraksi dalam API, kemudian didapatkan larutan jernih
Asam organik lemah memiliki gugus hidroksi yang akan berikatan melalui
gugus amino bebas sehingga dapat larut air (Khan et al., 2002). Larutan asam
sitrat untuk pelarut kitosan yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
selama 30 menit pada suhu kamar untuk preparasi kitosan, natrium alginat, dan
magnetic stirrer dengan kecepatan 100 rpm selama 180 menit pada suhu kamar.
Proses pelarutan pati bengkuang yang lebih lama bertujuan agar pati bercampur
campuran yang membuat tumbukan antar molekul air lebih banyak terjadi, selain
pembawa pati bengkuang adalah metode gelasi ionik. Prinsip dasar dari metode
gelasi ionik yaitu berinteraksi secara elektrostatik antara gugus yang berbeda
muatan dari polimer dan penyambung silang atau cross linker. Alasan pemilihan
metode gelasi ionik adalah lebih aman digunakan dibandingkan metode lain
karena metode ini tidak menggunakan pelarut organik dalam proses pelarutannya.
Polimer yang digunakan dalam metode ini adalah kitosan dan natrium alginat
sehingga terjadi interaksi ionik antara polianion natrium alginat dan polikation
pada kitosan. Interaksi elektrostatik juga terjadi antara muatan negatif polianion
pada natrium alginat dan grup amina pada kitosan (Kim et al., 2004).
sehingga ion natrium akan tergantikan oleh ion kalsium dan membentuk struktur
tiga dimensi pada natrium alginat (Utami, 2012). Kompleks yang terbentuk ini
antara polianion dan polikation sehingga dapat melapisi zat aktif lebih baik dan
akan meningkatkan stabilitas zat aktif yang terjerap antara kedua polimer tersebut
bengkuang dilarutkan dalam larutan asam sitrat dan dan kitosan. Larutan kitosan
pada massa 1 ke dalam massa 2 secara drop by drop. Teknik ini berguna agar
tidak terjadi agregasi pada partikel akibat pencampuran dua bahan dengan sifat
kepolaran yang berbeda dan menghasilkan bentuk partikel yang sperik. Efek dari
terapi akan maksimal bila bentuk partikel yang dihasilkan sperik. Bentuk yang
polimer yang digunakan dan mencegah degradasi selama menuju target (Mason,
partikel.
partikel kitosan natrium alginat pengenkapsulasi pati bengkuang dari pelarut dan
pengotor yang larut dalam akuades karena akan mempengaruhi hasil dari
13.000 rpm. Larutan submikro partikel dimasukkan dalam tabung sentrifugasi dan
(rotary per minute) tetapi dapat dikonversikan ke RCF (relative centrifuse force)
jenis dari endapan lebih berat daripada supernatan. Kecepatan yang dibutuhkan
akan besar bila endapan yang terbentuk memiliki berat molekul yang kecil.
Semakin banyak endapan maka berat molekul makin besar, sehingga kecepatan
maka proses pengendapan akan menurun. Putaran pada sentrifugasi yang semakin
besar akan menyebabkan semakin besar pula tekanan yang dihasilkan (Gopala,
2016).
kuarsetin dengan AlCl3 yang dilarutkan pada metanol p.a. pada rentang panjang
gelombang 200 500 nm. Hasil penentuan panjang gelombang maksimum yang
banyak zat aktif yang terenkapsulasi oleh polimer yang digunakan dalam formula
maka semakin sedikit kandungan zat bebas dalam sediaan yang terdegradasi
52
hampir keseluruhan zat aktif terenkapsulasi atau terlindung oleh polimer. Analisis
lurus yang ditunjukkan melalui nilai r (koefisien korelasi). Syarat kurva kalibrasi
yang baik adalah nilai r>0,99 yang menunjukkan semakin linearnya hubungan
persamaan regresi linier. Berdasarkan absorbansi yang didapat dari kurva kalibrasi
0,99. Kurva kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 12. Nilai %EE dihitung
menggunakan Persamaan 1. Hasil %EE ketiga formula dapat dilihat pada Tabel 4,
Hasil %EE yang didapatkan pada formula 1, 2, dan 3 masing masing sebesar
82,36%, 81,10%, dan 77,72%. Formula 1 memiliki nilai %EE terbesar sehingga
dijadikan sebagai formula optimum. Nilai %EE yang besar menandakan partikel
terlindungi dengan baik oleh polimer kitosan dan natrium alginat sehingga
alat particle size analyzer (PSA) dengan metode dynamic light scattering (DLS).
Ukuran dari partikel diharapkan berukuran dengan rentang 200 500 nm karena
inti sel oleh partikel yang berukuran lebih kecil dan dapat diterima baik oleh sel
sel tubuh manusia (Rawa et al., 2006). Ukuran partikel lebih kecil dari 100 nm
akan menyebakan partikel dapat masuk dalam inti sel yang mengganggu kerja sel
partikel yang dilakukan terhadap sampel cair submikro partikel kitosan alginat
pembawa pati bengkuang yang didapat adalah sebesar 3071,14 nm. Hasil
dianalisa tidak masuk ke dalam rentang submikro partikel. Hal ini dipengaruhi
salah satu parameter penting dalam pembuatan yaitu proses homogenisasi sediaan.
penggunaan sonicator probe berdampak pada ukuran partikel sediaan yang besar
52
akibat tidak adanya energi kinetik yang cukup untuk mengecilkan ukuran partikel
diameter partikel yang dihasilkan maka akan menghasilkan luas partikel yang semakin
besar pula sehingga obat akan lebih mudah terlarut dalam tubuh dan meningkatkan
partikel, jika nilai PDI lebih kecil daripada satu, maka sediaan yang dianalisis
diameter partikel lebih beragam, sedangkan distribusi ukuran partikel yang lebih
terjadinya aglomerasi antar partikel karena partikel yang kecil akan bertumbukan
dengan partikel yang besar (Yuan et al., 2008). Nilai PDI yang dihasilkan pada
pengukuran distribusi partikel atau PDI dengan alat PSA adalah sebesar 0, 403
(Lampiran 15). Semakin tinggi nilai PDI, maka semakin tidak seragam ukuran
apabila nilai PDI <0,5. Formula submikro partikel kitosan alginat pembawa pati
bengkuang dapat dikatakan terdistribusi homogen karena memiliki nila PDI <0,5.
selanjutnya dilihat dari zeta potensial. Nilai zeta potensial dilakukan untuk
mengetahui sifat muatan yang dihasilkan pada permukaan partikel. Sifat muatan
partikel ini nantinya akan mempengaruhi stabilitas partikel. Suatu partikel dengan
52
pembentukan agregat dapat ditunjukkan oleh nilai zeta potensial. Semakin tinggi
nilai zeta potensial yang dihasilkan, maka dapat mencegah partikel mengalami
agregasi dan menunjukkan kecenderungan stabil. Hasil zeta potensial yang rendah
akan menyebabkan kurangnya gaya tolak menolak antar partikel, sedangkan nilai
zeta potensial yang tinggi akan mencegah agregasi pada partikel (Monharaj and
Chen, 2006).
Rentang nilai zeta potensial adalah +25 dan -25 mV. Nilai zeta potensial
menarik antar partikel sehingga sediaan lebih stabil (Rabinovich et al., 2004).
Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan alat PSA, didapat nilai zeta potensial
padatan kristal maupun amorf. Teknik ini digunakan untuk analisis struktur kristal
atau amorf karena setiap unsur atau senyawa memiliki pola tertentu. Tujuan
dilakukannya analisa difraksi sinar X atau X Ray Diffraction dalam penelitian ini
adalah mengidentifikasi fase kristalin dalam material. Data yang diperoleh berupa
intensitas difraksi sinar X yang terdifraksi dan sudut sudut θ. Difraksi berarti
dari katoda (elektron datang) menembus kulit atom dan mendekati kulit inti atom.
52
Elektron ditarik mendekati inti atom yang bermuatan positif sehingga lintasan
menjadi dua sudut. Material yang tidak memiliki struktur kristal tidak akan
mengalami difraksi.
Zat dibagi menjadi tiga macam ditinjau dari strukturnya yaitu monocrystal
(kristal tunggal), polycrystal, dan amorf. Atom penyusun pada kristal tunggal
tersusun secara teratur dalam pola tiga dimensi. Pola pola ini berulang secara
periodik dalam rentang yang panjang tak berhingga. Kumpulan kumpulan dari
kristal tunggal dengan ukuran kecil dan menumpuk akan membentuk polycrystal.
Amorf memiliki pola susunan molekul atau atom yang acak dan tidak teratur
Gambar 9. Susunan atom kristal (a) dan amorf (b) (Smallman, 2002)
pada sinar X. Sediaan submikro partikel kitosan alginat pembawa pati bengkuang
juga dikontakkan pada sinar X. Analisa XRD akan memberikan data data
difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut suatu bahan atau sampel yang
52
Keterangan :
A. Kitosan
B. Na alginat
C. Pati Bengkuang + Kitosan + Na alginat
Gambar 10. Spektra XRD kitosan, natrium alginat, dan pati bengkuang
begitu pula dengan alginat, namun setelah menjadi submikro partikel kitosan
Bentuk partikel dikatakan amorf bila terjadi perbedaan pola difraksi. Amorf tidak
memiliki puncak yang terpisah pada jarak tertentu dan pola yang dihasilkan lebar,
sedangkan bentuk kristal memiliki puncak yang terpisah pada jarak tertentu dan
pola yang dihasilkan tidak lebar. Penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan
yaitu partikel harus berbentuk amorf. Alasan bentuk partikel harus berbentuk
amorf adalah lebih mudah larut dan cepat diabsorbsi (Tutu dkk., 2015).
52
mencukur habis kulit punggung tikus menjadi dua bagian, setelah itu kulit tikus
dibersihkan dari sisa rambut rambut halus yang masih menempel pada kulit
punggungnya. Tikus yang akan dijemur diukur terlebih dahulu warna kulit
awalnya untuk melihat perubahan warna yang terjadi setelah proses penjemuran
Pengukuran warna pada kulit tikus menggunakan alat ukur skin tone yang
terdapat pada kemasan salah satu produk kosmetik di pasaran. Skala ukur ini
digunakan agar hasil yang ditimbulkan tidak bias karena terdapatnya angka 1 16
yang menandakan perubahan warna kulit. Warna kulit dikatakan berubah apabila
Hewan uji diberikan perlakuan kontrol negatif, kontrol positif, F1, F2, dan
F3. Konsentrasi zat aktif 1% untuk F1, 2% untuk F2, dan 3% untuk F3. Semua
perlakuan diberikan dalam bentuk sediaan gel kecuali kontrol positif. Bentuk gel
lain. Gel memiliki kemampuan pelepasan obat yang baik, mudah dibersihkan
Keuntungan gel juga mempunyai kemampuan penyebaran yang baik di kulit serta
tidak memiliki hambatan fungsi rambut secara fisiologis. Sediaan gel juga
mempunyai kelebihan lain diantaranya adalah memiliki daya lekat tinggi sehingga
52
bengkuang yang telah ditetesi etanol (massa 2) sampai terbentuk massa sistem
tinggi dapat menghasilkan gel yang sulit untuk digunakan (Deiner, 2008).
cairan dengan membentuk massa cairan yang kompak. Semakin banyak HPMC
yang terlarut maka semakin banyak juga cairan yang tertahan dan diikat oleh agen
pembentuk gel (Martin et al., 1993). Kontrol negatif yang digunakan pada
Sediaan pasaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah krim malam
mustika ratu. Alasan pemilihan produk krim malam mustika ratu adalah karena
dioles pada kulit tikus, dan dipilihnya krim malam daripada krim siang karena
paparan sinar matahari pada tikus terjadi pada siang hari dan diluar ruangan,
sedangkan pengolesan pada tikus terjadi didalam ruangan tanpa disertai paparan
sinar matahari, selain itu krim siang mengandung tabir surya, padahal tabir surya
tidak diperlukan lagi. Alasan lain karena tidak tersedianya sediaan bengkuang lain
di pasaran dalam bentuk gel atau krim. Sebagian besar sediaan di pasaran tersebut
52
tersedia dalam bentuk face wash dan cleanser sehingga tidak dapat digunakan
sinar matahari yang berlebih dan kerusakan kulit yang disebabkannya. Paparan
sinar matahari yang berlebihan juga akan meningkatkan jumlah melanin di kulit.
Hal ini pada akhirnya dapat mengakibatkan bintik bintik merah atau gelap pada
bagian kulit yang sering terbuka (Miriam, 2002). Bercak bercak ini memiliki
Flek berwarna coklat sampai berwarna hitam ini berkembang karena sel
pembentukannya. Sebagai akibat dari kerja enzim tironase, asam amino tirosin
melanin yang berwarna coklat kehitaman. Eumelanin yang terbentuk akan dikirim
menuju keratinosit epidermal, hal ini akan menyebabkan pigmentasi pada kulit
(Baumann, 2009).
52
Sinar UV
Flavonoid menghambat enzim tirosinase Kulit
Tyrosinase
H
3HC C CHOO
Tyrosine
NH3
OH 1/2 O2
H2
OH C
CH COO
NH3
DOPA OH
1/2 O2
O
H2
C
H
C COO
E
NH3
P
O
DOPAquinone I
CO2
HO CH2 D
CH
HN
COO E
HO
H
R
LeucoDOPAchrom
e M
HO I
S
HO N
H
5,6 dihidroxyindol
Eumelanin
Gambar 11. Skema terjadinya pembentukan melanin (Chang et al., 2005)
52
situs aktif tirosinase sehingga melanin tidak terbentuk. Enzim tirosinase ini
Pengolesan sediaan pada kulit tikus yang telah dijemur dilakukan sebanyak
2 kali sehari. Perhitungan dosis sediaan yang dioles dapat dilihat pada Lampiran
8. Pengukuran skin tone pada kulit tikus yang telah djemur dilakukan setiap hari
selama 4 hari pengolesan. Proses pengukuran menggunakan alat ukur skin tone
dilakukan dengan cara menempelkan kertas ukur skin tone tepat disebelah kulit
Gambar 12. Alat ukur warna kulit yang digunakan untuk mengukur warna kulit tikus
Perhitungan tingkatan skin tone dilakukan selama 4 hari setelah tikus selesai
dijemur yaitu pada H+1, H+2, H+3, dan H+4. Pengukuran warna kulit dilakukan
52
dengan melihat angka hasil tingkatan skin tone yang semakin kecil, karena hasil
yang menunjukkan angka tingkatan skin tone yang semakin kecil menandakan
bahwa kulit semakin cerah. Berdasarkan hasil pengujian yang didapat, dapat
disimpulkan bahwa F3 lebih cepat mencerahkan kulit tikus dibandingkan F1, F2,
kontrol positif, dan kontrol negatif. Hal ini disebabkan oleh pemberian zat aktif
Rentang zat aktif yang diberikan sebesar 1 3% karena kandungan zat aktif di atas
3% akan menyebabkan gel menjadi kental dan sulit berpenetrasi sehingga efek
yang dihasilkan akan lebih lama. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
(Suryani et al., 2002) yang menyatakan bahwa konsentrasi pati bengkuang >5%
pati bengkuang <1% menghasilkan sediaan yang memiliki tekstur cair. Hasil uji in
H-0 2 2 2 2 2
H-1 3 4 4 3 3
H-2 4 4 5 4,67 4,3
H-3 5 6 6 6 6
H-4 6 6,7 7 6,7 6,7
H-5 8 7,7 8 8 8
H-6 9,3 9 9,3 9 9,33
H-7 11 11 11 11 11
H+1 10 10,7 10,3 9,7 10
H+2 9 10 9 8,3 8
H+3 8 9 7 6,7 6
H+4 7 9 6 5 4
formula 3 menunjukkan rentang hasil angka skin tone yang kecil sehingga
52
yang sama yaitu formula 3 lebih cepat mencerahkan kulit dibandingkan formula 1,
7
warna kulit pada skin tone
0
Hari ke+1 Hari ke+2 Hari ke+3 Hari ke+4
tone paling tinggi karena pada F3, jumlah zat aktif yang terkandung didalamnya
adalah yang paling besar sehingga lebih cepat menurunkan angka warna pada skin
tone sehingga selisih yang dihasilkan adalah yang paling besar. Kelompok negatif
pada hari ke+3 dan pada hari ke+4 menunjukkan grafik yang tetap karena pada
52
kelompok negatif hanya diberikan HPMC 2%, ini berarti HPMC 2% tidak
pengaruh konsentrasi formula yang diberikan terhadap hewan uji. Hasil perubahan
warna kulit tikus dianalisis menggunakan SPSS® 16. Analisis hasil perubahan
warna kulit tikus diolah dengan melakukan uji normalitas terlebih dahulu. Uji
normal atau tidak. Berdasarkan hasil yang didapat dari analisis uji normalitas pada
nilai perubahan warna kulit tikus, diperoleh nilai signifikansi >0,05 menggunakan
metode Shapiro Wilk yang menunjukkan bahwa nilai perubahan warna kulit tikus
yang dianalisis terdistribusi normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada
Lampiran 18.
Analisis yang dilakukan selanjutnya adalah One Way ANOVA. Hasil nilai
sig. yang didapatkan pada uji ANOVA sebesar 0.00 yang menandakan bahwa
dilanjutkan dengan Uji Post Hoc untuk melihat kelompok mana yang berbeda
secara signifikan. Kelompok kontrol positif H7 dengan kontrol positif H10, H11;
kontrol negatif H10, H11; F1 H10, H11; F2 H10, H11; dan F3 H10, H11
menunjukkan hasil yang berbeda signifikan, ditunjukkan nilai sig. 0,02, 0,00,
0,32, 0,32, 0,00, 0,00, 0,00, 0,00, 0,00, dan 0,00. Hasil analisis menggunakan
BAB V
5.1 Kesimpulan
sebaga berikut:
sudah sesuai dengan yang diharapkan karena bentuk amorf lebih mudah
rata-rata ukuran 3071,148 nm, PDI sebesar 0,403, dan zeta potensial 4,1
mV.
3. Efek pencerah kulit pada gel formula 3 dengan kandungan zat aktif
lebih cepat.
52
5.2 Saran
partikel.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A. 1986, Kimia organik bahan alam, Departemen Pendidikan dan
kebudayaan Universitas Terbuka, Jakarta, Indonesia.
Al-daihan, S. & Bhat, R.S. 2012, Antibacterial activities of extracts of leaf, fruit,
seed and bark of Phoenix dactylifera. African Journal of Biotechnology,
11(42): 10021 - 10025.
Anderson, P.D. 1996, Anatomi dan fisiologi tubuh manusia, Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, Indonesia.
Ansel, H.C. 1989, Pengantar bentuk sediaan farmasi, edisi ke-4, diterjemahkan
dari Bahasa Inggris oleh Ibrahim, Farida., Universitas Indonesia Press,
Jakarta, Indonesia.
Anwar, E., 2012, Eksipien dalam sediaan farmasi, karakterisasi dan aplikasi,
Dian Rakyat, Jakarta, Indonesia.
Aranaz, I., Harris, R., dan Heras, A., 2010, Chitosan Amphiphilic Derivatives,
Chemistry an Applications, Curr. Org. Chem., 14, 308-330.
Ayu. Analisis pengaruh promosi, grup referensi dan keluarga terhadap keputusan
konsumen dalam pembelian produk kecantikan pond’s skin whitening di
kota Malang, diakses tanggal 23 September 2017,
<http://portalgaruda.org/>.
Berne, B.J. & Pecora, R. 2000, Dynamic light scattering: With application to
chemistry, biology, and physic, Dover Publication, New York, USA.
Bisht S., Feldmann, G., Soni, S., Ravi, R., Karikar, C., Maitra, A., et al. 2007,
Polymeric nanoparticle-encapsulated curcumin ("Nanocurcumin"): a novel
strategy for human cancer therapy, J. Biomater, 18(2): 205 – 221.
Damayanti, Lia. 2010, Kulit dan turunannya, diakses tanggal 21 Januari 2018,
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/lia.damayanti/material/kuliahhistolog
ikjp.pdf.
Deiner, Fadilah. 2008, Formulasi bath gel bengkuang - madu, Skripsi, S.TP.,
Teknologi Industri Pertanian, Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor, Indonesia.
Des Rieux, A., Fievez, V., Garinot, M., Schneider, Y., & Preat, V. 2006,
Nanoparticles as potential oral delivery systems of proteins and vaccines :
a mechanistic approach. J. Control Release, 116(1): 1 – 27.
Dike. 2011, Manfaat bengkuang mencegah diabetes dan kanker, diakses tanggal
17 Januari 2018, <http://id.shvoong.com/>.
Dini, Purnama Hari., Surya, Wenny Murtius.,& Desri, Ira Rahmi. , „Studi
karakteristik hasil fermentasi olahan bengkuang (Pachryzus
erosus menggunakan konsentrasi ragi,‟ skripsi, S.T.P., Teknologi Hasil
Perikanan, Universitas Andalas, Padang, Indonesia.
Gandjar, G.H., & Rohman, A. 2007, Kimia farmasi analisis. Pustaka Pelajar
Yogyakarta, Indonesia.
Ghasemi, A. & Zahediasl, S. 2012, Normality tests for statistical analysis: a guide
for non-statisticans, Int J Endocrinology Metabolism, 10(2): 486 – 489.
Gennaro, A.R. 2001, Remington : The science and practica of pharmacy, 20th
edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
Hartawan. 2014, Karakterisasi dan interaksi minyak atsiri daun gelam dengan
HPMC menggunakan fourer transform infra red, foccusing digital
microscopy, scanning electron microscopy (SEM) dan uji daya hambat
pertumbuhan bakteri propionicbacterium acnes, Skripsi, S.Farm, Sekolah
Tinggi Ilmu Farmasi Palembang, Palembang, Indonesia.
Ishihara, M., Obara, K., Nakamura, S., Fujita, M., Masuoka, K., Y, Sawa., et al.
2006, Chitosan hydrogel as a drug carrier to control angiogenesis, Journal
of Artificial Organs, 9(8): 23 - 46.
52
Jridi, Balti, R., M Sila, A., Souissi, N., Nedjar-Arroume, N., Guillochon, D., M,
Nasri., et al, 2011, Extraction and functional properties of gelatin from the
skin of cuttlefish (sepia officinalis) using smooth hound crude acid
protease-aided process, Food Hydrocolloids, 4(25): 943 - 950.
th
Junquiera L.C., Carneiro J., and Kelley R.O. 2003, Basic histology, 10 edition,
Lange, Washington, USA.
Khan, T.A., Peh, K.K. & Chang, H.S. 2002, Reporting degree of deacetylation
values of chitosan: the influence of analytical methods, J Pharm Sci, 5(3):
205 - 212.
Khopkar, S.M. 1990, Konsep dasar kimia analitik, Universitas Indonesia Press,
Jakarta, Indonesia.
Kim, K. 2014, Chitin and chitosan derivates, CRC Press, New York, USA.
Kriswanto, Pernamasari, A. & Fatimah, S.S. 2014, Pengembangan dan uji validasi
metode analisis kadar parasctamol dan kafein dengan kromatografi cair
kinerja tinggi, J. Sci Tec Chem, 5: 51 – 59.
Kumakiri, M., Hashimoto, K., and Willis, L. 1977, Biologic changes due to long
wave ultraviolet irradiation on human skin ultrastructural study, J. Invest
Dermatol, 8(69): 392 - 400.
Lee, A. & Kaplan, M.D. 1992, Suntan, sunburn, and sun protection, Journal of
Wildernes Medicine, 6(3):174 - 179.
Li, P., Dai, Y., Zhang, J.P., Wang, A.Q. & Wei, Q. 2008, Chitosan-alginate
nanoparticles as a novel drug delivery system for nifedipin, International
Journal Biomed Sci, 4(3): 221 – 228.
Majalah Kesehatan. 2011, 7 Herbal alami untuk perawatan kulit, diakses tanggal
17 Januari 2018, <http://majalahkesehatan.com/>.
Mao, S., Sun, W., & Kissel, T. 2009, Chitosan based formulation for delivery of
DNA and RNA. Advanced Drug Delivery, 12(62): 12 - 27.
Martien, R., Adhyatmika, Irianto., Iramie D.K., Farida, V., Sari, Dian Purwita.
2012, Perkembangan teknologi nanopartikel sebagai sistem penghantaran
obat. Majalah Farmasetik, 8(1): 167 - 179.
Martien, R., Adhyatmika., Iramie, D.K.I., Verda, F. & Dian, P.S. 2012,
Perkembangan teknologi nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat,
Majalah Farmaseutik, 8: 133 - 144.
Pham, T.T.< Jaafar-Maalej, C., Charcosset, C. & Fessi, H. 2012, Liposome and
niosome preparation using a membrane cofactor for scale-up, Colloids and
52
Pal, S.L., J.P.K. Manna, G.P., Mohanta & Manavalan, R. 2011, Nanoparticle an
overview of preparation and characterization, J Appl. Pharm. Sci,
1(6): 228 - 234.
Park, K., Yeo, Y., & Swarbrick, J. 2007, Microencapsulation technology in:
encyclopedia of pharmaceutical technology. p 2315-2325, 3rd edition,
Informa Healthcare Inc, New York, USA.
Poskitt, E.M., Cole, T.J. & Lawson, D.E. 1979, Diet, sunlight, and 25-hydroxy-
vitamin D in healthy children and adults, Brit Med, 1(4): 221.
Rabinovich, G.L., Couvreue, P., Lambert, G., Goldstein, D., Benita, S. &
Dubernet, C. 2004, Extensive surface studies help to analyse zeta
potesial data:the case of cationic emultions, Chem Phys Lipid, 131: 1 –
13.
Raharjo. 1994, Serapan hara pada tanaman umbi – umbian. Edisi khusus
Balittang Malang, Indonesia.
Rawat, M.D., Singh, S. & Saraf. 2006, Nanocarriers: Promising vehicle for
bioactive drugs, Biol Pharm Bull, 29(9): 1790 – 1798.
Riansyah, A., Supriadi, Agus., & Nopianti, Rodiana. 2013, Pengaruh suhu dan
watu pengeringan menggunakan oven. Universitas Sriwijaya, Palembang,
Indonesia.
Saifudin, A., Rahayu, V. & Teruna, H.Y. 2011, Standardisasi bahan obat alam
Graha Ilmu Sharma, Yogyakarta, Indonesia.
Smallman, R., & Bishop, R. 1999, Modern Physics Metallurgy and Materials
Engineerin, Butterworth-Heinemann, Oxford, UK.
Sapana, P.A., Paraag, S.G., Shrivastav & Pankaj, S. 2013, Ionotropic gelation: a
promising cross linking technique for hydrogels, J nanotechnology, 2(1):
234 - 238.
52
Satiadarma, H. & Suyoto. 1986, Kesehatan kulit dan kosmetika, Andy Offset,
Yogyakarta, Indonesia.
Sekarindah, T. & H.Rozaline. 2006, Terapi jus buah dan sayur, Puspa Swara,
Depok, Indonesia.
Shae, C.R. & Parrish, J.A. 1991, Nonionizing radation and the skin. Dalam In:LA
G. (eds). Physiology, biochemistry and molecular biology of the skin.
p.910-927, Oxford University Press., New York, America.
Siahaan, Eva R., Pangkahila, Wimpie. & Wiraguna, AAGP. 2017, Krim ekstrak
kulit delima merah (punica granatum) menghambat peningkatan jumlah
melanin sama efektifnya dengan krim hidrokuinon pada kulit marmut
(cavia porcellus) betina yang dipapar sinar UVB, J BM, 9(1):7 - 13.
Suardi, M. , „Formulasi dan uji klinik gel anti jerawat benzoil peroksida-
HPM ‟, skripsi, S.Farm., Farmasi, Universitas Udayana, Denpasar,
Indonesia.
Sumar Hendayana, dkk. 1994, Kimia analitik instrumen, 1st edition, IKIP
Semarang Press, Semarang, Indonesia.
Synowiecki, J & Al-Khateeb, N.A. 2003, Production, properties, and some new
applications od chitin and its derivatives, Critical Reviews in Food Science
and Nutrition, 43(2): 145 - 171.
Tutu, R., Subaer, & Usman, 2015, Studi analisis karakterisasi dan mikrostruktur
mineral sedimen sumber air panas Sulili di Kabupaten Pinrang, J Sains dan
Pendidikan Fisika, 11(2): 192 – 201.
Uragami, T. & Kim, S.K., 2006, Separation membranes from chitin, chitosan and
derivatives, biological activities and applications, CRC Press.
Voigt, R., 1984, Buku pelajaran teknologi farmasi, diterjemahkan oleh Noerono
Soendani, Edisi Kelima, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
Indonesia.
Willis, I. & Cylus, L. 1977, UVA erythema in skin, J Invest Dermato, 9(21): 120 -
128.
Yuan, Y., Gao, Y., Zhao, J. & Mao, L. 2008, Characterization and stability of
beta-carotene nanoemulsions prepared by high pressure homogenization
under various emulsifying condition, Food Res Intl, 41: 61 – 68.
52
LAMPIRAN
Pati bengkuang
„
Larutan prepartikel
- Sentrifugasi
- Pengukuran % EE
Formula optimum
Pembuatan gel
Karakterisasi partikel
Analisis data
52
Umbi bengkuang
Dikupas
Dicuci
Dipotong
Diblender
Diendapkan
Endapan
Disaring
Dioven
Diayak
Pati bengkuang
52
Pati bengkuang
- Ditambahkan 3 tetes HCL
- Ditambahkan serbuk magnesium
0,2 g
Warna kuning/merah
Hasil positif
52
1 g pati bengkuang
- Dilarutkan dalam
3 ml asam sitrat
50 mg/ml
- Dihomogenkan
dengan magnetic
stirer 100 rpm
selama 180 menit
Larutan homogen
b. Preparasi Kitosan
35 mg kitosan
Larutan homogen
50 mg natrium alginat
Larutan homogen
127
- dihomogen
kan
Massa 2 Massa 1
- massa 2 +
massa 1
drop by
drop diatas
magnetic
Larutan prepartikel
stirer
selama 60
menit
-larutan CaC12 2,5 ml drop by drop
diatas magnetic stirer selama 60
menit
127
128
Air
- Dipanaskan
- Ditaburkan
HPMC
-Diaduk
-Dibentuk
Tikus
Diamati
130
= 0,1 g x 2
(+)
NaOH 10 %
(+)
132
Larutan induk kitosan Larutan induk Na alginat Larutan induk pati bengkuang
0.7
0.6
0.5
y = 0.0249x + 0.0005
Absorbansi
0.4 R² = 0.9909
0.3
0.2
0.1
0
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi (ppm)
Replikasi 1 0,055 10
Replikasi 2 0,056 10
Replikasi 3 0,057 10
Rata-rata±SD 0,056±0,001
Flavonoid total 22,289 mg/L (ppm)
( )
=
= 22,289 mg/g
Maka, 1 gram ekstrak mengandung sebanyak 22,289 mg flavonoid
136
∑ ∑
∑
a. Formula 1
Y = 0,0005 + 0,0249x
0,385 = 0,0005 + 0,0249x
X = 15,441 ppm x fp
= 15,441 x 10
= 154,41 ppm
X = 0,15441 mg/mL
Jumlah dalam supernatan = 0,15441 mg/mL x 25 ml
= 3,86 mg
%EE =
= 82,36%
b. Formula 2
Y = 0,0005 + 0,0249x
0,420 = 0,0005 + 0,0249x
X = 16,8473 ppm x fp
= 16,8473 x 10
= 168,473 ppm
X = 0,168473 mg/mL
Jumlah dalam supernatan = 0,168473 mg/mL x 25 ml
= 4,2118 mg
137
%EE =
= 81,10%
c. Formula 3
Y = 0,0005 + 0,0249x
0,495 = 0,0005 + 0,0249x
X = 19,8594 ppm x fp
= 19,8594 x 10
= 198,594 ppm
X = 0,198594 mg/mL
Jumlah dalam supernatan = 0,198594 mg/mL x 25 ml
= 4,9648 mg
%EE =
= 77,72%
138
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
=∑
= 307117,8751/100 = 3071,148 nm
139
Interpretasi Grafik:
(X).
140
Interpretasi Grafik:
Grafik zeta potensial diatas dibaca dengan cara menarik garis lurus
dari titik puncak yang ditunjukkan oleh simbol (X) ke sisi bawah grafik.
Nilai yang berada di posisi kanan setelah angka 0 menunjukkan hasil zeta
potensial yang positif sedangkan nilai yang berada di posisi kiri setelah
angka 0 menunjukkan hasil zeta potensial yang negatif. Berdasarkan grafik
di atas, hasil zeta potensial pada sampel sebesar 4,1mV.
141
Proses penjemuran
F3
H0 H7 H11
F2
H0 H7 H11
142
F1
H0 H7 H11
Kontrol negatif
H0 H7 H11
Kontrol positif
H0 H7 H11
143
H-0 2 2 2 2 2
H-1 3 4 4 3 3
H-2 4 4 5 4 4
H-3 5 6 6 5 6
H-4 6 6 7 6 6
H-5 8 7 8 8 8
H-6 9 9 9 9 9
H-7 11 10 10 11 11
H+1 10 10 9 10 10
H+2 9 9 8 9 8
H+3 8 8 6 7 6
H+4 7 8 5 5 4
H-0 2 2 2 2 2
H-1 3 4 4 3 3
H-2 4 4 5 5 5
H-3 5 6 6 7 6
H-4 6 7 7 8 7
H-5 8 8 8 9 8
H-6 9 9 10 11 9
H-7 10 11 12 12 10
H+1 9 10 11 11 9
H+2 8 10 10 10 7
H+3 7 9 8 8 5
H+4 6 9 6 6 3
144
H-0 2 2 2 2 2
H-1 3 4 4 3 3
H-2 4 4 5 5 5
H-3 5 6 6 6 6
H-4 6 7 7 6 7
H-5 8 8 8 7 8
H-6 10 9 9 8 10
H-7 12 12 11 10 12
H+1 11 12 10 8 11
H+2 10 11 9 6 9
H+3 9 10 7 5 7
H+4 8 10 7 4 5
145
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Tingkat Kontrol Positif H7 .175 3 . 1.000 3 1.000
Perubahan Warna Kontrol Positif H8 .175 3 . 1.000 3 1.000
Kulit
Kontrol Positif H9 .175 3 . 1.000 3 1.000
Kontrol Positif H10 .175 3 . 1.000 3 1.000
Kontrol Positif H11 .175 3 . 1.000 3 1.000
Kontrol Negatif H7 .175 3 . 1.000 3 1.000
Kontrol Negatif H8 .175 3 . 1.000 3 1.000
Kontrol Negatif H9 .175 3 . 1.000 3 1.000
Kontrol Negatif H10 .175 3 . 1.000 3 1.000
Kontrol Negatif H11 .175 3 . 1.000 3 1.000
Formula 1 H7 .175 3 . 1.000 3 1.000
Formula 1 H8 .175 3 . 1.000 3 1.000
Formula 1 H9 .175 3 . 1.000 3 1.000
Formula 1 H10 .175 3 . 1.000 3 1.000
Formula 1 H11 .175 3 . 1.000 3 1.000
Formula 2 H7 .175 3 . 1.000 3 1.000
Formula 2 H8 .253 3 . .964 3 .637
Formula 2 H9 .292 3 . .923 3 .463
Formula 2 H10 .253 3 . .964 3 .637
Formula 2 H11 .175 3 . 1.000 3 1.000
Formula 3 H7 .175 3 . 1.000 3 1.000
Formula 3 H8 .175 3 . 1.000 3 1.000
Formula 3 H9 .175 3 . 1.000 3 1.000
Formula 3 H10 .175 3 . 1.000 3 1.000
Formula 3 H11 .175 3 . 1.000 3 1.000
ANOVA
Kelompok (i) Kelompok (j) Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
Kontrol Positif Kontrol Positif H8 1.00000 .90921 .277
H7 Kontrol Positif H9 2.00000* .90921 .032
Kontrol Positif H10 3.00000* .90921 .002
Kontrol Positif H11 4.00000* .90921 .000
Kontrol Negatif H7 .00000 .90921 1.000
Kontrol Negatif H8 .00000 .90921 1.000
Kontrol Negatif H9 1.00000 .90921 .277
Kontrol Negatif H10 2.00000* .90921 .032
Kontrol Negatif H11 2.00000* .90921 .032
Formula 1 H7 .00000 .90921 1.000
Formula 1 H8 1.00000 .90921 .277
Formula 1 H9 2.00000* .90921 .032
Formula 1 H10 4.00000* .90921 .000
Formula 1 H11 5.00000* .90921 .000
Formula 2 H7 .00000 .90921 1.000
Formula 2 H8 1.33333 .90921 .149
Formula 2 H9 2.66667* .90921 .005
Formula 2 H10 4.33333* .90921 .000
Formula 2 H11 6.00000* .90921 .000
Formula 3 H7 .00000 .90921 1.000
Formula 3 H8 1.00000 .90921 .277
Formula 3 H9 3.00000* .90921 .002
Formula 3 H10 5.00000* .90921 .000
Formula 3 H11 7.00000* .90921 .000
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
96