Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bunga Telang (Clitoria ternatea L.)

Gambar 1. Tanaman Telang (Clitoria ternatea L.)

Bunga telang (Clitoria ternatea L.) adalah tumbuhan suku polong-polongan

yang berasal dari Asia tropis, namun sekarang telah menyebar ke seluruh daerah

tropika. Bunga telang memiliki nama yang beraneka ragam pada setiap daerah di

Indonesia, seperti di daerah Sumatera disebut bunga biru, bunga kelentit, bunga

telang, di Jawa disebut kembang teleng, menteleng, di Sulawesi disebut bunga

talang, bunga temen raleng, dan di Maluku disebut bisi, seyamagulele

(Dalimartha, 2008). Menurut Budiasih (2017) taksonomi tumbuhan telang adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Mangnoliopsida

Ordo : Fabales

4
5

Familia : Fabacea

Genus : Clitoria L

Spesies : Clitoria ternatea

Bunga telang termasuk tumbuhan monokotil dan mempunyai bunga yang

berwarna biru, putih dan coklat. Bunga telang merupakan bunga berkelamin dua

(hermaphroditus) karena memiliki benang sari (alat kelamin jantan) dan putik

(alat kelamin betina) sehingga sering disebut dengan bunga sempurna atau bunga

lengkap. Daun bunga telang termasuk daun tidak lengkap karena tidak memiliki

upih daun, hanya memiliki tangkai daun (petiolus) dan helai daun (lamina). Akar

pada tumbuhan bunga telang termasuk akar tunggang dan warnanya putih kotor.

Bagian-bagian dari akar bunga telang yaitu leher akar (Colum radix), batang akar

atau akar utama (Corpus radix), ujung akar (Apeks radix), serabut akar (Fibrila

radicalis). Biji bunga telang berbentuk seperti ginjal, pada saat masih muda

berwarna hijau, setelah tua bijinya berwarna hitam (Dalimartha, 2008).

Bunga telang dapat beradaptasi dengan baik pada kisaran tanah berpasir,

tahan terhadap kekeringan dengan curah hujan 500-900 mm, salinitas dan mampu

berkompetisi dengan baik terhadap gulma. Bunga telang (Clitoria ternatea L.)

mampu menutup tanah dengan baik pada umur 4–6 minggu setelah tanam.

Tumbuh baik bersama rumput-rumputan yang tinggi seperti rumput guinea dan

rumput gajah. Pertumbuhan bunga telang terbaik di bawah sinar matahari penuh.

Bunga telang mampu beradaptasi terhadap lahan yang luas. Kebutuhan curah

hujan tahunan untuk dapat bertahan serendah-rendahnya 400 mm. Habitat bunga

telang adalah tumbuhan tropika dataran rendah lembab dan agak lembab. Potensi
6

farmakologi bunga telang antara lain adalah sebagai antioksidan, antibakteri, anti

inflamasi dan analgesik, antiparasit dan antisida, antidiabetes, antikanker,

antihistamin, immunomodulator, dan potensi berperan dalam susunan syaraf

pusat, Central Nervous System (CNS) (Budiasih, 2017). Kandungan fitokimia

bunga telang yaitu senyawa kimia seperti fenol, flavonoid, antosianin, flavonol

glikosida, kaempferol glikosida, quersetin glikosida, mirisetin glikosida (Kazuma,

dkk., 2013), saponin, karbohidrat, triterpenoid, flavonoid, tannin, glikosida

flavonol, protein, alkaloid, antrakuinon, antosianin, glikosida jantung, stigmast-4-

ene-3,6-dione, minyak atsiri dan steroid (Al Sanafi, 2016).

Bunga telang telah diamati aktivitas antioksidannya melalui metode DPPH.

Bunga telang yang mengandung sejumlah fenol dan flavonoid menunjukkan

penghambatan yang signifikan dibanding standar asam galat dan kuersetin. Hal ini

menunjukan bahwa daun dan bunga telang memiliki aktivitas antioksidan

melawan radikal bebas seperti DPPH, radikal hidroksil, dan hidrogen peroksida.

Hasil penelitian tersebut mengindikasikan adanya potensi sebagai sumber

antioksidan dari bahan hayati (Lakshmi dkk., 2014). Nair dkk Penelitian

mengenai kuersetin dalam bunga telang (Clitoria ternatea L) dengan metode LC-

MS menunjukkan bahwa kuersetin dapat menekan produksi berbagai mediator

pro-inflamasi dari makrofag, endotel, epitel atau sel hati dengan menghambat

faktor sinyal yang terlibat dalam jalur TLR 4 (Nair dkk, 2015).

B. Kuersetin

Kuersetin merupakan senyawa kelompok flavonol terbesar, kuersetin dan


7

glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60-75% dari flavonoid. Kuersetin

dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degeneratif

dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak. Kuersetin

memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi dari Low Density

Lipoproteins (LDL) dengan cara menangkap radikal bebas dan mengkhelat ion

logam transisi. Kuersetin bertindak sehingga aktioksidan dengan mendonorkan

protonnya membentuk senyawa radikal, sehingga menghasilkan e- yang tidak

berpasangan, namun dapat distabilkan dengan adanya delokalisasi oleh resonansi,

hal ini membuat senyawa kuersetin radikal memiliki energi yang sangat rendah

untuk menjadi radikal yang reaktif (Waji, 2009).


OH

OH

HO O

OH

OH O

Gambar 2. Struktur Kuersetin

Tiga gugus dari struktur kuersetin yang membantu dalam menjaga

kestabilan dan bertindak sebagai antioksidan ketika bereaksi dengan radikal bebas

antara lain:

1. Gugus O-dihidroksil pada cincin B

2. Gugus 4-oxo dalam konjugasi dengan alkena 2,3

3. Gugus 3- dan 5- hidroksil

Gugus fungsi tersebut mendonorkan elektron kepada cincin senyawa kuersetin

yang akan meningkatkan jumlah resonansi dari struktur benzene senyawa

kuersetin (Waji, 2009).


8

Kebanyakan flavonoid terikat pada gula dalam bentuk alamiahnya yaitu

dalam bentuk O-glikosida, proses glikosilasi dapat terjadi pada gugus hidroksil

untuk menghasilkan gula. Bentuk glikosida kuersetin yang paling umum

ditemukan adalah kuersetin yang memiliki gugus glikosida pada posisi 3 seperti

kuersetin-3-O-ß-glukosida (Waji, 2009).


OH

OH

HO O

OH

O
O OH
HO
OH O OH

Gambar 3. Quercetin-3-O-ß-glucoside

C. Validasi Metode

Validasi metode analisis merupakan metode yang digunakan untuk

menganalisis dengan tujuan memverifikasi prosedur sesuai persyaratan beberapa

parameter yaitu akurasi, presisi, spesifitas, batas deteksi, batas kuantifikasi,

linearitas, kisaran, ketahanan, kekasaran dan kesesuaian sistem (Gandjar dan

Rohman, 2015). Menurut USP XXXVII (2014) membagi metode-metode analisis

ke dalam beberapa kategori, yaitu:

1. Kategori I merupakan prosedur analisis untuk mengkuantifikasi komponen

utama atau bahan aktif (termasuk pengawet) pada produk farmasi.

2. Kategori II merupakan prosedur analisis untuk menentukan cemaran

(impurities) atau senyawa hasil degradasi pada produk akhir farmasi. Metode

ini meliputi perhitungan kembali secara kuantitatif dan uji batas.


9

3. Kategori III merupakan prosedur analisis untuk menentukan performa

karakteristik (contoh : disolusi, pelepasan obat).

4. Kategori IV yaitu uji identifikasi.

Parameter yang harus dipenuhi dalam validasi metode analisis ada beberapa

hal antara lain akurasi, presisi, spesifitas, batas deteksi, batas kuantifikasi,

linearitas, kisaran, ketahanan, kekasaran, dan kesesuaian sistem. Pemilihan

parameter yang akan diuji tergantung dari jenis dan metode pengujian yang akan

divalidasi.

Tabel 1. Data yang diperlukan untuk uji validasi (USP XXXVII, 2014).

Karakteristik Kategori Kategori II Kategori Kategori


Kuantitatif Limit tes
Analisis 1 III IV
Akurasi Ya Ya * * Tidak
Presisi Ya Ya Tidak Ya Tdak
Spesifitas Ya Ya Ya * Ya
Batas Deteksi Tidak Tidak Ya * Tidak
Batas Tidak Ya Tidak * Tidak
Kuantitasi
Linieritas Ya Ya Tidak * Tidak
Kisaran Ya Ya * * Tidak
*mungkin diperlukan, tergantung pada spesifikasi tes yang dilakukan

1. Akurasi

Akurasi merupakan ukuran yang menunjukan derajat kedekatan hasil

analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai

persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan

hasil analisis sangat tergantung dengan sebaran galat sistematik di dalam

keseluruhan tahapan analisis (Gandjar, 2007). Akurasi diukur sebagai

banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran. Pada

pengujian senyawa obat untuk uji akurasi yang diperbolehkan yaitu dengan
10

membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar (Gandjar dan

Rohman, 2015). Tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan akurasi

suatu metode analisis yaitu:

a. Membandingkan hasil analisis dengan CRM (certified refrence material)

dari organisasi internasional.

b. Uji perolehan kembali atau perolehan kembali dengan memasukkan analit

ke dalam matriks blangko (spoked placebo).

c. Penambahan baku pada matriks sampel yang mengandung analit (standard

addition method) (Gandjar dan Rohman, 2015).

2. Presisi

Presisi adalah ukuran kedekatan hasil analisis yang diperoleh dari

serangkaian pengukuran berulang dengan pengukuran yang sama dan

mencerminkan kesalahan acak yang terjadi dalam sebuah metode. Presisi

diukur sebagai koefisien variasi atau deviasi standar relatif dari hasil analisis

yang diperoleh dari independen disiapkan standar kontrol kualitas (Riyanto,

2014).

Penentuan presisi dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu keterulangan

(repeatability), presisi antara (intermediate precision), dan ketertiruan

(reproducibility). Keterulangan merupakan ketepatan yang ditentukan pada

laboratorium yang sama oleh satu analis serta menggunakan peralatan dan

dilakukan pada hari yang sama. Presisi antara merupakan ketepatan pada

kondisi percobaan pada laboratorium yang sama oleh analis, peralatan, dan

reagen yang berbeda. Ketertiruan mempresentasikan presisi hasil yang dapat


11

dilakukan pada tempat percobaan yang lain dengan tujuan untuk memverifikasi

bahwa suatu metode akan menghasilkan hasil yang sama pada fasilitas tempat

yang berbeda (Yuwono dan Indrayanto, 2005; Gandjar dan Rohman, 2015).

3. Spesifitas

Spesifitas diukur dengan selektivitas yang merupakan kemampuan untuk

mengukur analit yang dituju secara tepat dengan adanya komponen–komponen

lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradasi, dan

komponen matriks (USP XXXVII, 2014). Selektivitas dapat dibuktikan dengan

pemisahan yang baik antara analit dengan kompnen yang lain. Bukti dari

persyaratan ini didapatkan resolusi analit dari komponen lain lebih besar dari

1,5–2,0. Kemurnian puncak dapat dievaluasi dengan spektra tiga dimensi

menggunakan detektor PDA, secara keseluruhan dari puncak pada

kromatogram dapat dibandingkan. Hal ini dapat dilakukan pada sistem HPLC

yang dilengkapi dengan detektor PDA. Nilai kemurnian antara 0,000–0,9500

berarti puncak terkontaminasi. Penentuan identitas puncak dapat dilakukan

dengan membandikan nilai waktu retensi (tR) dengan puncak standar analit

(Yuwono dan Indrayanto, 2005; Gandjar dan Rohman, 2015).

4. Limit deteksi (Limit of Detection/LOD)

Limit deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah yang

masih dapat dideteksi meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi (Gandjar dan

Rohman, 2015). Limit deteksi dihitung dari rerata kemiringan garis dan

simpangan baku intersep kurva standar yang diperoleh (ICH, 2005).


12

Metode yang sering digunakan dalam menentukan limit deteksi adalah

menentukan kadar sampel yang menghasilkan rasio signal-to-noise 2:1 atau 3:1

untuk LOD. Cara yang lain untuk menentukan nilai LOD yaitu dengan

menggunakan standar deviasi dari respon dengan rumus LOD = 3.3(SD/S)

dimana SD adalah standar deviasi dan S adalah slope dari kurva kalibrasi

(Ahuja dan Dong, 2005; Gandjar dan Rohman, 2015)

5. Limit kuantitasi (Limit of Quantification/LOQ)

Batas kuantitasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam

sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi pada kondisi analisis

yang digunakan. Limit kuantitasi digunakan sebagai parameter pengujian

kuantitatif untuk konsentrasi analit yang rendah dalam matriks yang kompleks

dan digunakan untuk menentukan adanya pengotor atau degradasi produk. limit

kuantitasi dihitung dari rerata kemiringan garis dan simpangan baku intersep

kurva standar yang diperoleh (Gandjar dan Rohman, 2015)

Metode yang sering digunakan dalam menetukan LOQ adalah

menentukan kadar sampel yang menghasilkan rasio signal-to-noise 10:1 untuk

LOQ. Cara yang lain adalah menentukan LOQ dengan standar deviasi dari

respon dengan rumus LOQ = 10(SD/S) dimana SD adalah standar deviasi dan

S adalah slope dari kurva kalibrasi (Ahuja dan Dong, 2005; Gandjar dan

Rohman, 2015)

6. Linieritas
13

Linieritas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis untuk

memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analit yang

terdapat pada sampel pada kisaran konsentrasi tertentu. Rentang metode

pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat

ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linieritas yang dapat diterima

(Ermer dan Miller, 2005).

Linieritas dapat dilihat melalui kurva kalibrasi yang menunjukkan

hubungan antara respon dengan konsentrasi analit pada beberapa seri larutan

baku. Kurva kalibrasi ini kemudian akan ditemukan regresi linearnya yang

berupa persamaan y=bx+a, dimana x adalah konsentrasi, y adalah respon, a

adalah intersep y yang sebenarnya dan b adalah slope yang sebenarnya. Tujuan

dari dibuatnya regresi ini adalah untuk menentukan estimasi terbaik untuk

slope dan intersep y sehingga akan mengurangi residual error, yaitu perbedaan

nilai hasil percobaan dengan nilai yang diprediksi melalui persamaan regresi

linear. Parameter adanya hubungan linear digunakan koefisien korelasi r pada

analisis regresi linear. Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b adalah 0

dan r adalah +1 atau -1 terganting arah garis (Harmita, 2004; Gandjar dan

Rohman, 2015).

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi merupakan metode analisis untuk proses pemisahan suatu zat

atau molekul berdasarkan perbedaan sifat. Menurut fase geraknya, kromatografi

dibedakan menjadi kromatografi cair dan gas. Kromatografi cair kinerja tinggi
14

(KCKT) atau HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan

metode analisis kromatografi cair yang sensitif dan akurat yang berasal dari

kromatografi kolom klasik, teknik kromatografi ini semakin berkembang setelah

kromatografi cair kinerja tinggi dikemas dengan beads yang sangat kecil (~10μm)

dan beroperasi pada tekanan tinggi. Prinsip kerja KCKT yaitu pemisahan analit-

analit berdasarkan kepolarannya. KCKT terdapat kolom sebagai fase diam dan

larutan tertentu sebagai fase gerak. Perbedaan KCKT dengan kromatografi

lainnya adalah pada KCKT digunakan tekanan tinggi untuk mendorong fase

gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya dan kecepatannya

untuk sampai ke detektor (waktu retensinya) akan berbeda, hal ini akan teramati

pada spektrum yang puncak-puncaknya terpisah (Gandjar dan Rohman, 2015).

Analisis kuantitatif didasarkan pada pengukuran luas area standar yang

dibandingkan dengan luas area sampel, namun perbandingan ini kurang

menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu konsentrasi standar.

Oleh karena itu, dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi (Wiji dkk,

2010).

Kromatografi cair kinerja tinggi memiliki beberapa keuntungan antara lain

mempunyai resolusi yang tinggi, kolom yang terbuat dari bahan gelas atau

stainless steel dan berdiameter kecil yang bisa memberikan hasil pemisahan yang

sempurna, proses analisis berlangsung cepat, tekanan yang diberikan oleh fase

gerak relatif tinggi, laju alir dapat diatur sesuai kebutuhan, waktu analisis yang

cepat, biaya yang rendah, dan kemungkinan untuk menganalisis sampel yang

tidak stabil (Gupta dkk, 2012).


15

1. Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Gambar 4. Diagram sistem KCKT. (a) wadah fase gerak; (b) pompa; (c)
autosampler atau injektor; (d) kolom; (e) detektor; (f) sistem
pendataan (Anggraena, 2018).

Instrumen kromatografi cair kinerja tinggi terdiri atas beberapa

komponen yaitu wadah fase gerak, pompa, alat untuk memasukkan sampel

(tempat injeksi), kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, dan

suatu komputer atau integrator atau perekam (Rohman, 2009).

a. Fase gerak pada kromatografi cair kinerja tinggi

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang

dapat bercampur dan secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan

resolusi. Daya elusi dan resolusi tersebut ditentukan oleh polaritas

keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen–komponen

sampel. Fase normal (fase diam lebih polar dibandingkan fase gerak),

kemampuan elusi meningkat dengan menurunnya polaritas pelarut. Fase

terbalik (fase diam kurang polar dibandingkan fase gerak), kemampuan

elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Elusi pada KCKT

ada dua cara yakni cara isokratik dan cara gradient. Cara isokratik,
16

komponen fase gerak tetap selama elusi sementara untuk cara gradien

komponen fase gerak berubah – ubah selama elusi. Deret elutropik yang

disusun berdasarkan tingkat kepolaran pelarut merupakan panduan yang

berguna dalam memilih fase gerak yang akan digunakan pada penetapan

metode dengan KCKT. Nilai pemenggalan UV (UV cut-off) merupakan

panjang gelombang pada kuvet 1 cm, pelarut akan memberikan absorbansi

lebih dari 1,0 satuan absorbansi. Pengetahuan tentang pemenggalan UV ini

sangat penting untuk analisis yang menggunakan detektor UV-Visible dan

fluorometri. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk menggunakan panjang

gelombang deteksi yang tidak bertepatan atau disekitar angka pemenggalan

UV pelarut yang digunakan sebagai fase gerak (Gandjar dan Rohman,

2015).

Fase gerak yang digunakan dalam KCKT biasanya adalah fase gerak

terbalik yaitu menggunakan campuran hidro organik. Senyawa organik yang

umumnya digunakan adalah metanol dan asetonitril atau campuran

keduanya. Senyawa – senyawa lainnya yang dapat digunakan dalam fase

gerak untuk penyesuaian selektivitas adalah tetrahidrofuran (THF) dan

dimetilsulfoxide (DMSO) (Kazakevich dan LoBrutto, 2007).

Konsentrasi dari larutan organik dalam fase gerak merupakan faktor

dominan yang mempengaruhi retensi analit dalam sistem KCKT.

Pertimbangan dalam memilih fase gerak meliputi kompatibilitas antar

solven, kelarutan sampel dalam eluen, polaritas, transmisi cahaya,

viskositas, stabilitas dan pH. Solven yang digunakan sebagai fase gerak
17

harus dapat bercampur serta tidak menimbulkan presipitasi saat dicampur.

Sampel harus dapat terlarut dalam fase gerak karena apabila tidak, maka

dapat terjadi presipitasi didalam kolom. Transmisi cahaya penting

diperhatikan apabila digunakan deteksi UV yang akan menentukan UV

cutoff masing – masing solven. Solven yang memiliki nilai UV cutoff lebih

tinggi dibandingkan panjang gelombang sampel yang dianalisis tidak dapat

digunakan. Tabel 2 menunjukkan nilai UV cutoff untuk beberapa solven

yang sering digunakan. Solven yang terlalu kental menyebabkan bentuk

puncak kromatogram yang melebar (Kazakevich dan Lobrutto, 2007).

Tabel 2. UV cutoff solvent yang digunakan sebagai fase gerak (Kazakevich dan
Lobrutto, 2007).

Pelarut UV cutoff
Asetonitril 190
Isopropil alcohol 205
Methanol 205
Ethanol 205
Uninhibit THF 215
Etil asetat 256
DMSO 268

b. Fase diam pada KCKT

Fase diam pada metode KCKT menggunakan silika baik yang

dimodifikasi secara kimia maupun tidak dimodifikasi, atau polimer –

polimerstiren dan divinil benzene. Permukaan silika memiliki sifat polar dan

sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Oktadesil silika

(ODS atau C18) merupakan fase diam hasil modifikasi yang paling banyak

digunakan karena mampu memisahkan senyawa – senyawa dengan

kepolaran yang rendah, sedang sampai tinggi (Gandjar dan Rohman, 2015).
18

c. Injektor

Sampel–sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam

fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat

penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang

dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal.

Penyuntikan dilakukan dengan katup diputar sehingga fase gerak melewati

keluk sampel dan menggelontor sampel kedalam kolom. Presisi penyuntikan

dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1%. Penyuntik ini

mudah digunakan untuk otomatisasi dan sering digunakan untuk

autosampler pada KCKT (Gandjar dan Rohman, 2015).

d. Pompa

Pompa yang digunakan dalam KCKT yang memenuhi syarat wadah

pelarut, yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Pompa yang

digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan

mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 3 mL setiap menitnya

(Rohman, 2009; Anggraena, 2018).

Pompa KCKT dapat diklasifikasikan berdasarkan rentang kecepatan

alir, mekanisme kerjanya atau berdasarkan metode pencampurannya. Pompa

yang biasa digunakan dalam analisis umumnya memiliki rentang kecepatan

alir 0,001 sampai 10 mL tiap menitnya. Kebanyakan pompa menggunakan

mekanisme resiprok, sedangkan berdasarkan metode pencampurannya biasa

menggunakan kondisi pencampuran tekanan rendah atau tekanan tinggi

(Ahuja dan Dong, 2005; Anggraena, 2018).


19

Gambar 5. Skema pompa piston resiprok tunggal (Anggraena, 2018)

Kebanyakan pompa KCKT menggunakan desain piston resiprok

seperti gambar diatas. Gambar tersebut dapat dilihat terdapat cam bermotor

yang dapat menjalankan piston secara depan ke belakang untuk mengalirkan

solven melalui suatu vulva inlet dan outlet.

Gambar 6. Skema pompa dual piston dengan pompa parallel (Anggraena,


2018)
Gambar diatas merupakan pompa yang menggunakan piston ganda

dimana terdapat satu motor yang menjalankan dua piston pada pompa yang

berbeda. Hasil yang diperoleh pada pompa model ini lebih stabil (Ahuja dan

Dong, 2005; Anggraena, 2018)

e. Kolom

Kolom merupakan bagian dari KCKT yang terdapat fase diam

didalamnya. Fase diam pada KCKT berupa lapisan film cair yang terikat
20

pada basis partikel silika. Tujuan terikatnya lapisan film untuk mencegah

kemungkinan terjadinya kebocoran cairan fase diam dari kolom. Lapisan

film cair terikat pada partikel silika melalui ikatan kovalen (Harvey, 2000;

Anggraena, 2018).

f. Detektor

Detektor UV-Visibel paling sering digunakan yang didasarkan pada

penyerapan radiasi ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Visibel) pada kisaran

panjang gelombang 190 nm sampai 800 nm oleh spesies analit yang

mempunyai struktur–struktur atau gugus–gugus kromoforik. Sel detektor

umumnya berupa tabung dengan diameter 1 mm dan panjang celah optiknya

10 mm, serta diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan

pengaruh indeks bias yang dapat merubah absorbansi yang terukur (Kar,

2005; Anggraena, 2018).

E. Landasan Teori

Bunga telang merupakan bagian dari tanaman telang (Clitoria ternatea L.)

suku Fabaceae. Menurut penelitian yang telah dilakukan, bunga telang (Clitoria

ternatea L.) mengandung senyawa kimia seperti fenol, flavonoid, antosianin,

flavonol glikosida, kaempferol glikosida, quersetin glikosida, mirisetin glikosida

(Kazuma, dkk., 2013), saponin, karbohidrat, triterpenoid, flavonoid, tannin,

glikosida flavonol, protein, alkaloid, antrakuinon, antosianin, glikosida jantung,

stigmast-4-ene-3,6-dione, minyak atsiri dan steroid (Al Sanafi, 2016).


21

Kuersetin merupakan salah satu senyawa golongan flavonoid dalam bunga

telang. Kuersetin merupakan senyawa flavonoid golongan flavonol yang

dilaporkan dapat menekan produksi berbagai mediator pro-inflamasi dari

makrofag, endotel, epitel atau sel hati dengan menghambat faktor sinyal yang

terlibat dalam jalur TLR4 (Nair dkk, 2015). Kuersetin menunjukkan efek proteksi

terhadap tukak lambung yang diinduksi etanol, melalui penghambatan peroksidasi

lipid dan peningkatan aktivitas enzim-enzim antioksidan (Coskun dkk, 2004).

Penelitian Sukmawati dkk (2019) mengenai analisis kadar kuersetin pada ekstrak

etanol daun miana (Plectranthus scutellaroides (L.) R.Br.) secara HPLC (High

Performace Liquid Chromatography) pada waktu retensi 4,563 menit,

menggunakan fase gerak metanol:akuabides (59:41) dan fase diam oktadesil

(C18). Kuersetin merupakan senyawa yang memiliki sifat polar sehingga senyawa

kuersetin dapat dianalisis dengan metode KCKT karena metode ini memiliki

kelebihan sensitif dan selektif (Sukmawati dkk, 2019). Prinsip kerja KCKT yaitu

pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya.

Validasi metode analisis dengan metode KCKT dilakukan berdasarkan

parameter kategori 1 meliputi akurasi, presisi, spesifitas, batas deteksi, batas

kuantitasi, linearitas, dan kisaran untuk mendapatkan analisis kadar kuersetin

(Gandjar dan Rohman, 2015)


22

F. Kerangka Konsep Penelitian

Preparasi Sampel

Uji Susut Pengeringan

Ekstraksi bunga telang

Uji Identifikasi Flavonoid dan


Kromatografi Lapis Tipis

Analisis penetapan kadar kuersetin dalam


bunga telang dengan metode KCKT

Parameter validasi metode analisis kategori I :


akurasi, presisi, spesifitas, batas deteksi, batas
kuantitasi, linieritas, dan kisaran

Hasil analisis data

Gambar 7. Kerangka Konsep Penelitian

Anda mungkin juga menyukai