Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis
flora yang tumbuh di dunia, tiga puluh ribu diantaranya tumbuh di
Indonesia.Sekitar 26% telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih
tumbuh liar di hutan-hutan. Tumbuhan yang telah dibudidayakan, lebih dari
940 masih digunakan sebagai obat tradisional (Depkes RI, 1986)
Pemanfaatan keanekaragaman hayati bagi masyarakat harus secara
berkelanjutan. Pemanfaatan yang berkelanjutan adalah pemanfaatan yang
tidak hamya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan
datang. Keanekaragama hayati merupakan lahan penelitian dan pengembangan ilmu yang sangat berguna untuk kehidupan manusia. Pada zaman yang
semakin berkembang ini diperlukan kesadaran tentang penggunaan obatobatan yang berasal dari alam, atau yang sering dikenal dengan nama obatobatan herbal.
Salah satu tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan herbal yakni
tumbuhan sirsak yang termasuk dalam famili Annonaceae. Manfaat daun
sirsak sudah diketahui sejak jaman dahulu. Hal itu terbukti dengan adanya
fakta bahwa sejak dahulu kala masyarakat telah menggunakan daun sirsak
sebagai obat untuk berbagai penyakit. Salah satu bagian yang terkenal dalam
pengobatan adalah daunnya daun sirsak banyak dimanfaatkan sebagai obat
seperti untuk penyakit kulit, rematik, batuk dan flu, antikanker dan hipertensi.
Khasiat lain dari daun sirsak adalah sebagai antispasmodik dan memberi efek
menenangkan (Purwatresna, 2012).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian
mengenai daun sirsak dengan metode ekstrasi infundasi.

B. Tujuan
1. Ekstraksi

Mahasiswa mampu melakukan proses ekstraksi metabolit sekunder dari


tanaman dengan beberapa metode ekstraksi dan khususnya memahami
prinsip ektraksi dari metode Infundasi
2. Skrining Fitokimia
Mahasiswa mampu membuat pereaksi untuk mengidentifikasi senyawa
metabolit sekunder dan mengidentifikasi senyawa golongan Alkaloid,
Saponin, Flavonoid, Tannin dan Polifenol serta Terpenoid.
3. Partisi Ekstrak (Ekstraksi Cair-Cair)
Mahasiswa mampu melakukan pemisahan (partisi) senyawa metabolit
sekunder yang terkandung dalam ekstrak berdasarkan pada perbedaan
kepolararan pelarut dengan metode ekstraksi cair-cair.
4. Kromatografi Lapis Tipis
Mahasiswa mampu memahami prinsip dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT),
dapat menentukan fase gerak dan fase diam dalam KLT, mampu melakukan
preparasi sampel dan lempeng KLT serta mampu menotolkan sampel ke fase
diam, serta dapat mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder dengan
menggunakan pereaksi semprot.
C. Manfaat
1. Agar mahasiswa dapat memahami prosedur kerja ekstraksi infundasi,
skrining fitokimia, ekstraksi cair-cair dan KLT
2. Agar mahasiswa memiliki keterampilan dalam melakukan ekstraksi
infundasi, skrining fitokimia, ekstraksi cair-cair dan KLT terhadap daun
sirsak
3. Diharapkan dapat memberikan wawasan tentang kandungan senyawa dan
khasiat dari daun sirsak bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tumbuhan Sirsak (Annona muricata Linn)
1. Klasifikasi Tumbuhan
Tumbuhan sirsak (Annona muricata Linn.) termasuk tanaman tahunan
dengan sistematik sebagai berikut:
Kingdom
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Plantae (Tumbuhan)
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
: Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)
: Magnoliidae
: Magnoliales
: Annonaceae
: Annona
: Annona muricata L. (Dalimarta, 2003)

2. Morfologi Tumbuhan
Secara morfologis, tumbuhan sirsak terdiri dari: daun berbentuk bulat
panjang, daun menyirip, berwarna hijau muda sampai hijau tua, ujung daun
meruncing dan permukaan daun mengkilap. Bunga tunggal, dalam satu bunga
terdapat banyak putik sehingga dinamakan bunga berpistil majemuk. Bagian
bunga tersusun secara hemicylis, yaitu sebagian terdapat dalam lingkaran dan
yang lain spiral atau terpencar.
Mahkota bunga yang berjumlah 6 sepalum yang terdiri atas dua lingkaran,
bentuknya hampir segitiga, tebal dan kaku. Berwarna kuning keputih-putihan
dan setelah tua mekar dan lepas dari dasar bunganya.Putik dan benang sari
lebar dengan banyak karpel (bakal buah). Bunga keluar dari ketiak daun,
cabang, ranting atau pohon.Bunga umumnya sempurna (hermaphrodit).Tapi
terkadang hanya bunga jantan dan bunga betina saja yang terdapat pada satu
pohon. Bunga melakukan penyerbukan silang, karena umumnya tepung sari
matang terlebih dahulu sebelum putiknya reseptif (Dalimarta, 2003).

3. Kandungan Kimia
Daun sirsak (Annona muricata L.) mengandung tannin, alkaloid dan
sejumlah kandungan kimia lainnya seperti acetogenins, annonacatin,
annohexocin, annonacin, annomuricin, anomurine, anonol, gentisic acid
caclourine, linoleic acid, gigantetronin dan muricapentocin. Kandungan
senyawa kimia tersebut merupakan senyawa yang dapat memberikan manfaat
untuk tubuh, baik sebagai obat ataupun meningkatkan sistem kekebalan tubuh
(Dalimarta, 2003).
4. Khasiat atau Kegunaan
Daun sirsak dimanfaatkan sebagai pengobatan alternatif untuk pengobatan
kanker, yakni dengan mengkonsumsi air rebusan daun sirsak. Selain untuk
pengobatan kanker, tanaman sirsak juga dimanfaatkan untuk pengobatan
demam, diare, anti kejang, anti jamur, anti parasit, anti mikroba, sakit
pinggang, asam urat, antioksidan, gatal-gatal, bisul, flu dan lain-lain
(Mardiana, 2011).
B. Uraian Tentang Golongan Senyawa Kimia
a. Alkaloid
Alkaloid dari tanaman kebanyakan merupakan senyawa amina tersier dan
yang lainnya terdiri dari nitrogen primer, sekunder, dan quartener (Poither,
2000).Semula alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang
biasanya bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan cincin
aromatis (Achmad, 1986).Berdasarkan asam amino penyusunnya, alkaloid
asiklis yang berasal dari asam amino ornitin dan lisin. Alkaloid aromatis jenis
fenilanin berasal dari fenilalanin, tirosin dan 3,4-dihidrosifenilalanin. Alkaloid
indol yang berasal dari trifon.
Untuk mengetahui senyawa alkaloid, digunakan reagen wagner ditandai
dengan terbentuknya endapan. Endapan tesebut diperkirakan adalah kaliumalkaloid. Pada pembuatan pereaksi wagner, iodium bereaksi dengan I- dari
kalium iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat pada uji wagner, ion
logam K + akan membentuk ikatan kovalaen koordinat dengan nitrogen pada

alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Syarifuddin,


1994).
Struktur alkaloid dengan 5 atom N :

b. Tannin
Tannin merupakan gambaran umum senyawa golongan polimer fenolik
(Cown, 1999).Tannin merupakan bahan yang dapat merubah kulit mentah
menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silangkan
protein dan mengendapkan gelatin dalam larutan.
Untuk mengetahui senyawa tannin, digunakan larutan gelatin dan
FeCl3.Perubahan warna yang terjadi karena penambahan FeCl3 karena
terbentuknya Fe3+- tanin dan Fe3+- polifenol. Atom oksigen pada tannin dan
polifenol mempunyai pasangan elektron yang mampu mendonorkan
elektronnya pada tannin dan polifenol mempunyai pasangan elektronyang
mampui mendonorkan elektronnya pada Fe3+ yang mempunyai orbital dko
song membentuk ikatan kovalen koordinat sehingga menjadi suatu kompleks
(Syarifuddin, 1994).

Adapun rumus kimia tannin adalah :

c. Acetogenin
Senyawa acetoginin yang terdapat dalam daun sirsak berperan sebagai
inhibitor sumber energi untuk pertumbuhan sel kanker.Kekuatan energi
menyebabkan sel tidak bisa membelah dengan baik. Acetogenin yang ikut
masuk ke dalam tubuh akan menempel pada reseptor dinding sel dan
berfungsi merusak ATP di dinding mitokondria. Akibatnya produksi energi
didalam sel kanker terhenti dan akhirnya sel kanker akan mati.
Annonaceous

acetogenins

memiliki

sitotoksisitas

terhadap

sel

kanker.Artinya, senyawa acetogenins di dalam sirsak dapat membunuh sel


kanker.Acetogenins adalah senyawa poliketida dengan struktur C-34 atau C37 rantai karbon tidak bercabang yang terikat pada gugus 2-propanol pada C-2
untuk membentuk suatu lakton.Senyawa ini memiliki 350 senyawa turunan
yang ditemukan pada keluarga Annonaceae.Sebanyak 82 senyawa diantaranya
ada pada sirsak.Acetogenins dapat melindungi sistem kekebalan tubuh dan
mencegah infeksi yang mematikan. Pengobatan menggunakan acetogenins
akan membuat penderita kanker merasa lebih kuat dan lebih sehat selama
proses keperawatan, serta memiliki penampilan fisik yang membaik.Rumus
struktur senyawa acetoginin.

C. Ekstraksi Menggunakan Metode Infundasi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat.


Adapun tujuan dari ekstraksi untuk menarik semua komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa
komponen zat padat kedalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Adapun jenis-jenis ekstraksi yaitu ekstraksi secara dingin dan ekstraksi
secara panas. Ekstraksi secara dibagi menjadi tiga metode yaitu metode
maserasi, metode soxhietasi dan metode perkolasi. Sedangkan esktraksi secara
panas dilakukan dengan metode refluks dan destilasi uap.
Infus atau rebusan obat adalah sediaan air yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia nabati dengan air suhu 90C selama 15 menit, yang
mana ekstraksinya dilakukan secara infundasi. Penyarian adalah peristiwa
memindahkan zat aktif yang semula di dalam sel ditarik oleh cairan penyanyi
sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari. Secara umum penyarian akan
bertambah baik apabila permukaan simplisia yangbersentuhan semakin luas
(Ansel, 1989).
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada 90-980C selama 15 menit. Umumnya infus selalu dibuat dari
simplisia yang mempunyai jaringan lunak, yang mengandung minyak atsiri,
dan zat-zat yang tidak tahan pemanasan lama (Depkes RI.1979).
Keuntungan Dan kekurangan Metode Infundasi:
a. Keuntungan
1. Unit alat yang dipakai sederhana,
2. Biaya operasionalnya relatif rendah.
b. Kerugian
1. Zat-zat yang tertarik kemungkinan sebagian akan mengendap
kembali,apabila kelarutannya sudah mendingin (lewat jenuh),
2. Hilangnya zat-zat atsiri,
3. Adanya zat-zat yang tidak tahan panas lama,disamping itu simplisia
yang mengandung zat-zat albumin tentunya zat ini akan menggumpal
dan menyukarkan penarikan zat-zat berkhasiat tersebut.

Cara ini sangat sederhana dan sering digunakan oleh perusahaan obat
tradisional. Dengan beberapa modifikasi, cara ini sering digunakan untuk
membuat ekstrak.
Infus dibuat dengan cara :
1. Membasahi bahan bakunya, biasanya dengan air 2 kali bobot bahan, untuk
bunga 4 kali bobot bahan dan untuk karagen 10 kali bobot bahan.
2. Bahan baku ditambah denga air dan dipanaskan selama 15 menit pada
suhu 90-98C. Umumnya untuk 100 bagian sari diperlukan 10 bagian
bahan.
Hal ini disebabkan Karen :
a. Kandungan simplisia kelarutannya terbatas, misalnya kulit kina
digunakan 6 bagian.
b. Disesuaikan dengan cara penggunaannya dalam pengobatan, misalnya
daun kumis kucing, sekali minum infus 100cc, karena itu diambil 1/2
bagian.
c. Berlendir, misalnya karagen digunakan 1/2 bagian.
d. Daya kerjanya keras, misalnya digitalis digunakan 1/2 bagian.
3. Untuk memindahkan penyaringan kadang-kadang perlu ditambah bahan
kimia misalnya :
a. Asam sitrat untuk infus ikan.
b. Kalium atau Natrium karbonat untuk infus kelembak.
4. Penyaringan dilakukan pada saat cairan masih panas, kecuali bahan yang
mengandung bahan yang mudah menguap.

D. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan suatu analisis kualitatif kandungan kimia


tumbuhan atau bagian tumbuhan. Tujuan utama dari penapisan fitokimia
adalah menganalisis tumbuhan untuk mengetahui kandungan bioaktif yang
berguna untuk pengobatan. Fitokimia atau kimia tumbuhan merupakan
disiplin ilmu yang mempelajari aneka ragam senyawa organik pada tumbuhan,
yaitu mengenai struktur kimia, biosintesis, metabolisme, penyebaran secara
ilmiah dan fungsi biologisnya. Pendekatan secara penapisan fitokimia meliputi
analisis kualitatif kandungan dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar,
batang, daun, bunga, buah dan biji) terutama kandungan metabolit sekunder
yang merupakan senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, glikosida,
terpenoid, saponin, tanin dan polifenol.
Metode yang dilakukan untuk melakukan penapisan fitokimia harus
memenuhi beberapa persyaratan antara lain: sederhana, cepat, dapat dilakukan
dengan peralatan minimal, selektif terhadap golongan senyawa yang
dipelajari, semikualitatif dan dapat memberikan keterangan tambahan ada atau
tidaknya senyawa tertentu dari golongan senyawa yang dipelajari (Teyler,
1988). Uji fitokimia yang dapat dilakukan adalah uji kualitatif secara
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan secara uji kualitatif secara kimiawi.
E. Ekstraksi Cair-cair
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction) yaitu
pemisahan solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair.
Campuran diluen dan solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak
saling campur), dan jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat)
dan fase solven (ekstrak).

Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut.


Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven.
Pemilihan solven menjadi sangat penting. Dipilih solven yang memiliki sifat antara lain:

1. Solut mempunyai kelarutan yang besar dalam solven, tetapi solven sedikit
atau tidak melarutkan diluen,

2. Tidak mudah menguap pada saat ekstraksi,


3. Mudah dipisahkan dari solut, sehingga dapat dipergunakan kembali,
4. Tersedia dan tidak mahal (Rohman, 2009).
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu
campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara
teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika,
bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam logam.
Proses ini pun digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan ekstrak
hasil ekstraksi padat cair (Rohman, 2009).
Ekstraksi cair-cair terutama digunakan bila pemisahan campuran dengan
cara distilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan
aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis.
Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya
dua tahap, yaltu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut,
dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin (Yazid, 2005).
Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak
meninggalkan pelarut yang pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam
pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi
dan pelarut tidak saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit).Agar
terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi yang
besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di
antara kedua cairan tersebut.Untuk itu salah satu cairan distribusikan menjadi
tetes-tetes kecil (misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk) (Gandjar,
2007).
Tentu saja pendistribusian ini tidak boleh terlalu jauh, karena akan
menyebabkan terbentuknya emulsi yang tidak dapat lagi atau sukar
sekali dipisah. Turbulensi pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang
penting perbedaan konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang batas tetap
ada. Hal ini berarti bahwa bahan yang telah terlarutkan sedapat mungkin
segera disingkirkan dari bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan yang telah
terdistribusi menjadi tetes-tetes hanis menyatu kembali menjadi sebuah fasa

homogen dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat


dipisahkan dari cairan yang lain (Gandjar, 2007).
Berbagai jenis metode pemisahan yang ada, ekstraksi pelarut atau juga
disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan
popular. Pemisahan ini dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro.
Prinsip distribusi ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua zat pelarut yang tidak saling bercampur.
Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda
dalam kedua fase terlarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan
preparatif, pemurnian, pemisahan serta analisis pada semua kerja (Rohman,
2009).
Berbeda dengan proses retrifikasi, pada ekstraksi tidak terjadi pemisahan
segera dari bahan-bahan yang akan diperoleh (ekstrak), melainkan mula-mula
hanya terjadi pengumpulan ekstrak (dalam pelarut). Suatu proses ekstraksi
biasanya melibatkan tahap-tahap berikut:
1. Mencampurkan bahan ekstrak dengan pelarut dan membiarkannya saling
kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada
bidang antar muka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi
ekstraksi yang sebenarnya, yaitu pelarut ekstrak.
2. Memisahkan larutan ekstrak dari refinat, kebanyakan dengan cara
penjernihan atau filtrasi.
3. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut.
Umumnya dilakukan dengan mendapatkan kembali pelarut.Larutan
ekstrak langsung dapat diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipekatkan
(Gandjar, 2007).
F. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. KLT
merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi
dengan memisahkan komponen- komponen sampel berdasarkan perbedaan
kepolaran (Anonim, 2012).

1. Semua kromatografi memilki :


a. Fase diam (dapat berupa padatan atau kombinasi cairan-padatan)
b. Fase gerak (berupa cairan atau gas)
Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponenkomponen dari campuran bersama- ama. Komponen yang berbeda akan
bergerak pada laju yang berbed pula. KLT digunakan untuk memisahkan
komponen- komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam
dibawah gerakan pelarut pengembang.pada dasarnya KLT sangat mirip dengan
kromatografi kertas, terutama pada cara pelaksanaanya. Perbedaan nytanya
terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan
tipis adsorben sebagai pengganti kertas.
2. Prinsip
Prinsip kerja KLT adalah memisahkan sampel berdasarkan perbedaan
kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya
menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan
dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan
yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antar sampel
dengan eluen maka sampel akan semakinterbawa oleh fase gerak tersebut.
3. Nilai Rf
Nilai Rf adalah nilai yang digunakan sebagai nilai perbandingan relatif
antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam
fase diam sehungga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi.
jarak yang ditempuh substansi

Rf
jarak yang ditempuh oleh pelarut
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula bergeraknya
senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis (KLT).
Ada beberapa keuntungan dari metode kromatografi lapis tipis yaitu:
a. Prosedurnya lebih sederhana dengan waktu yang relatif singkat.
b. Dapat digunakan untuk memisahkan sampel yang sangat kecil sampai
nanogram.
c. Pemisahan lebih sempurna untuk senyawa kompleks dalam larutan.
d. Mudah dideteksi
e. Lebih sensitif.

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar,


Menurut Ibnu Gholib Gandjar dan Abdul Rohman (2007, h.353-354), beberapa
keuntungan lain kromatografi planar adalah:
1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,
fluoresensi atau dengan radias menggunakan sinar ultra violer.
3. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending)
atau dengan cara elusi dua dimensi.
4. Ketetapan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan bercak yang tidak bergerak.
Pemisahan senyawa dengan kromatografi lapis tipis dalam medium secara
prinsip sama dengan kromatografi kertas, namun pemisahan dapat dilakukan
secara adsorbs, pertukaran ion, kromatografi partisi atau filtrasi gel pada
medium yang digunakan. Metode ini sangat cepat dan dapat dilakukan kurang
dari satu hari. Noda yang dihasilkan sangat rapat, sehingga memungkinkan
untuk mendeteksi senyawa dengan konsentrasi rendah. Senyawa yang
dipisahkan data dideteksi dengan semprotan korosif pada suhu tinggi, dimana
hal ini tidak dapat dilakukan pada kromatografi kertas.
Satu kekurangan KLT yang asli ialah kerja penyaputan pelat kaca dengan
penjerap. Kerja ini kemudian agak diringankan dengan adanya penyaput
otomatis. Meskipun begitu, dengan menggunakan alat itu pun tetap diperlukan
tindakan pencegahan tertentu. Pelat kaca harus dibersihkan hati-hati dengan
aseton untuk menghilangkan lemak. Kemudian bubur silica gel (ataupun
penjerap lain) dalam air harus dikocok kuat-kuat selama jangka waktu tertentu
sebelum penyaputan. Tergantung pada ukutan partikel penjerap, mungkin
harus ditambahkan kalsium sulfat hemihidrat (15 %) untuk membantu
melekatkan penjerap pada pelat kaca.
Identifikasi flavonoid dapat dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT). KLT merupakan cara cepat dan mudah untuk melihat kemurnian suat
sampel maupun karakterisasi sampel dengan menggunakan standar. Cara ini
praktis untuk analisis skala kecil karena hanya memerlukan bahan yang sangat
sedikit dan waktu yang dibutuhkan singkat. Kemurnian suatu senyawa bisa

dilihat dari jumlah bercak yang terjadi pada plat KLT atau jumlah puncak pada
kromatogram KLT. Uji kualitatif dengan KLT dapat dilakukan dengan
membandingkan waktu retensi kromatogram sampel dengan kromatogram
senyawa standar (Markham, 1988).
Densitometer (TLC Scanner) merupakan instrumen pengukur densitas
bercak hasil pemisahan kromatografi lapis tipis. Instrumen dilengkapi dengan
suatu perangkat optik, sumber cahaya dan detektor seperti halnya
spektrofotometer (Touchstone dan Dobbins, 1983; Poole dan Khatib, 1987;
Touchstone dan Sherma, 1979).
Keuntungan utama analisis secara KLT-densitometri adalah memerlukan
waktu lebih singkat dan lebih murah biaya operasionalnya dibandingkan
KCKT (Jork et al., 1990).

BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN
A. Alat dan Bahan
a. Alat
- Batang Pengaduk
- Bejana KLT
- Botol Infus
- Botol Timbang
- Cawan Porselin
- Erlenmayer
- Gelas Kimia
- Gelas Ukur
- Kaca Arloji
- Kertas Saring
- Kompor
- Labu Ukur
- Lempeng KLT
- Mikropipet
- Mistar
- Neraca Analitik
- Panci Infusa
- Penangas Air
- Pensil

Penjepit Kayu
Pipet Tetes
Pipet Volume
Tabung Reaksi dan Rak
Termometer

b. Bahan
- Amil Alkohol
- Aquades
- Asam Asetat Anhidrat
- Asam Sulfat
- Etanol 95%
- Etil Asetat
- HCL 5%
- HCL Pekat
- Isopropanol P
- Kain Flanel
- Kloroform P
- Larutan Aluminium (III) klorida 5%
- Metanol
- Natrium Sulfat Anhidrat P
- n-Heksan
- Pereaksi Asam klorida 2 N
- Pereaksi Besi (III) klorida 1%
- Pereaksi Bounchardat
- Pereaksi Dragendrof
- Pereaksi Liebermann-Bounchard
- Pereaksi Mayer
- Pereaksi Molish
- Pereaksi Natrium hidroksida 2 N
- Pereaksi Timbal (II) asetat
- Simplisia Daun Sirsak
B. Prosedur Kerja
1) Ekstraksi Infundasi
Dicuci dan dipotong sampel yang akan digunakan

Ditimbang sesuai yang dibutuhkan. Kemudian diisi panic infusa


bagian bawah dengan air lebih kurang sepertiga bagian dan bagian
panic atas diisi dengan aquadest sebanyak 200 ml.

Dimasukkan sampel yang telah ditimbang ke dalm panci infusa


bagian atas lalu panci ditutup dan diletakan di atas nyala api kompor.

Dipantau suhu rebusan dalam panci sesekali mungkin, bila telah


mencapai suhu 90 oC waktu mulai dihitung. Dimatikan kompor
setelah 15 menit suhu mencapai 90 oC

Difiltrasi rebusan sampel pada panci infusa pada saat panas


menggunakan kain flanel. Bila filtrate belum mencapai 500 ml, maka
ditambahkan sedikit air panas melalui sisa sampel yang masih ada di
kain flanel sampai 500 ml di dalam botol
2) Skrining Fitokimia
1. Pemeriksaan Alkaloida
Ditimbang serbuk simplisia daun Sirsak sebanyak 0,5 g.

Ditambahkan 1 mL Asam Klorida dan 9 mL air suling.

Dipanaskan di atas tangas air selama 2 menit, kemudian didinginkan dan disaring

Filtrat

Diambil 3 tetes, ditambahkan


2 tetes
pereaksi3 Meyer
Diambil 3 tetes,
ditambahkan
2 tetes
pereaksi Bouchardat
Diambil
tetes,
ditambahkan
2 tetes pereaksi Dragen

Endapan coklat-hitamEndapan merah bata


Endapan putih/kuning

Sisa

2. Pemeriksaan Flavonoid
Ditimbang serbuk simplisia daun Sirsak 10 g

Ditambahkan 100 mL air panas

Dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas

Filtrat

Diambil 5 mL, lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat dan 2 mL amil alkoh

Dikocok dan dibiarkan memerah

Warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol


3. PemeriksaanTanin
Disari 0,5 g serbuk simplisia daun Sirsak dengan 10 mL air
suling. Disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling
sampai tidak berwarna.

Diambil 2 mL larutan lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi


(III) klorida

Terjadi warna biru atau hijau kehitaman

4. Pemeriksaan Glikosida
DitimbangserbuksimplisiadaunSirsaksebanyak 3 g, kemudian
disari dengan 30 mL pelarut(7:3)*
*) etanol 95% : air suling

Direfluks selama 10 menit, kemudian didinginkan dan disaring.


Filtrat
Diambil 20 mL ditambahkan 25 timbal (II) asetat 0,4 N, diamkan
selama 5 menit lalu disaring.
Disari filtrate sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran
(3:2)*
*) kloroform P: Isopropanolol P
Ditambahkan natrium sulfatan hidrat P secukupnya pada lapisan
kloroform.

Disaring dan diuapkan pada temperature tidak lebih dari 50 oC


Sisa
Dilarutkan dengan 2 mL methanol, kemudian diambil 0,1 mL
larutan percobaan dimasukkan kedalam tabung reaksi, diuapkan
di atas penangas air.

Ditambahkan 2 mL air dan 5 tetes pereaksi Molish


Ditambahkan 2 mL asam sulfat secara hati-hati.
Terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan.

5. Pemeriksaan Saponin
Dimasukkan 0,5 g sampel ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 10 mL air suling panas

Didinginkan lalu dikocok dengan kuat selama 10 detik


Terbentuk buih selama tidak kurangdari 10 menit setinggi 1-10
cm, ditambahkan 1 tetes larutan HCl 2N

Buih hilang

Buih tidak hilang

Tidak ada
Saponin

Ada Saponin

6. Pemeriksaan Steroida/Triterpenoid
Dimaserasi 1 g serbuk simplisia daun Sirsak dengan n-heksan
selama 2 jam, lalu disaring.
Diuapkan filtrate dalam cawan penguap.
Ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat
pekat pada sisa penguapan.
Timbul warna ungu atau merah

hijau biru.

3) Ekstraksi Cair-Cair

Ditimbang ekstrak etanol kental sebanyak 15 gram kemudian dilarutkan atau disuspen

Dilakukan partisi bertingkat dengan menggunakan pelarut n-heksan, klorofo

Diambil 15 gram ekstrak etanol yang telah dibuat sebelumnya kemudian ditambahkan

Dipartisi dengan metode cair-cair menggunakan pelarut n-heksan (3x50ml) sehinnga didapatkan

Dikumpulkan ektrak n-heksan lalu diuapkan sehingga di dapat ekstr

Dipartisi kembali ekstrak etanol-air dengan pelarut kloroform (3x50ml) sehingga didapatkan e

Dikumpulkan ekstrak kloroform lalu diuapkan sehingga didapat ekstrak k

Dipartisi kembali ekstrak etanol air dengan pelarut etil asetat (3x50ml)sehingga didapatkan ek

Dikumpulkan ekstrak etil asetat lalu diuapkan sehingga didapat ekstrak

Diidentivikasi senyawa metabolit sekunder ekstrak metanol, n-heksan, kloroform dan e

4) Kromatografi Lapis Tipis


Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Dipotong silica gel dengan ukuran 10 x 4 cm, kemudian lempeng


diaktifkan dengan cara dipanaskan di atas hotplate selama 3 menit,
kemudian diberi batas pada bagian bawah 2 cm dan bagian atas 2 cm.

Dibuat eluen dalam chamber dengan campuran pelarut butanol : asam


asetat : air dengan perbandingan 4:5:1 kemudian dijenuhkan.

Diencerkan ekstrak dengan methanol hingga larut lalu dimasukkan ke


dalam vial dan diberi label.

DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha, S., 2003, Atlas TumbuhanObat Indonesia.Jilid 1. Cetakan II, Trubus
Ariwidiya, Jakarta.
Gandjar., I,.G,. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Harborne.J.B. 1987. Metode Fitokimia. ITB Press. Bandung
Ibnu Gholib Gandjar dan Abdul Rohman. Kimia Farmasi Analisis (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2007) h. 353
Jork, H., Funk, W., Fischer, W. and Wimmer, H. 1990. Thin-Layer
Chromatography, Reagents and Detection Methods.Weinheim : VCH
Verlagsgesellschaft mbH, 3-7.
Kantasubrata J. 1991. Warta Kimia Analitik. Puslitbang Kimia Terapan LIPI, 9:4-7
Mardiana. 2011. Potensi Nano partikel-Magnetik Ekstrak Daun Sirsak Sebagai
Obat Antikanker. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Markham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Buku asli
terbit tahun 1982
Mekar Nyi. 2008. Bahan kuliah Fitokimia. Universitas Al-Ghifari. Bandung
Rohman,. A,. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Syarifuddin, N., (1994), Ikatan Kimia, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Touchstone, J.C. and Dobbins, J.C. 1983. Practice of Thin Layer Chromatography
2nd edition. New York : John Wiley & Sons, Inc., 315.
Teyler.V.E et.al.1988. Pharmacognosy Edition 9th. Lea & Febiger.Phiadelphia.
Yazid,. E,.2005. Kimia Fisika untuk Paramedis.Andi. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai