Anda di halaman 1dari 6

Asas Perancangan Obat

Hubungan kuantitatif struktur dan aktivitas


HKSA merupakan metode untuk membuat suatu hubungan antara struktur dan
aktifitas dari berbagai deskriptornya. Deskriptor-deskriptor Fisikokimia meliputi
beberapa parameter termasuk hidrofobisitas atau lifopilisitas, topologi, elektronik dan
sterik, yang dilakukan secara empirik atau yang lebih baru dengan metode komputasi.
HKSA digunakan dalam pengukuran aktivitas bahan kimia dan pengujian biologis.
HKSA sekarang diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu dengan banyak menyinggung
kedesain obat dan penilaian resiko lingkungan.
Metode yang digunakan dalam kajian HKSA
Kajian HKSA berdasarkan parameter yang digunakan digolongkan dalam 3 metode, yaitu:
metode Hansch, metode Fee-Wilson, dan metode QSAR-3D atau CoMFA (Comparative
Molecular Field Analysis).
Metode Hansch
Metode Hansch dikembangkan oleh Hansch pada tahun 1964. Model Hanch mengasumsikan
aktivitas biologis sebagai fungsi dari parameter-parameter hidrofobisitas (), elektronik (), dan
sterik (Es) yang terdapat pada molekul, yang dapat dinyatakan secara matematis sebagai
persamaan (II,3) berikut:
Log A = a + b + c Es + d
Notasi a,b,c dan d mmenyatakan tetapan persamaan regresi. Notasi adalah tetapan
hidrofobisitas subsituen menurut Hansch-Fujita, adalah tetapan hammet yan menyatakan
sifat elektronik, dan Es adalah tetapan subtituen sterik menurut Taft. Ketiga parameter tersebut
diperoleh dari pendekatan ekstratermodinamika atau model kaitan linear energi bebas (Linear
Free Energy Relationship), yaitu suatu model matematik yang dikembangkan dari hubungan
reaktivitas kimia dengan parameter subtituen yang dikemukaan oleh Hammet pada tahun 1938.
Analisis Hansch kemudian dikembangkan dengan menggunakan parameter sifat fisikokimia
dari struktur molekul atau menggunakan beberapa parameter teoritis. Parameter-parameter
tersebut digunakan sebagai variabel bebas yang memberikan aktivitas biologis. Istilah
parameter sebagai variabel bebas dalam analisis QSAR sering disebut predikator atau
deskriptor.
Metode Free-Wilson
Model Free-Wilson atau model de novo dikembangkan oleh Free dan Wilson. Metode ini
didasarkan pada perkiraan bahwa masing-masing substituen pada struktur senyawa induk
memberikan sumbangan yang tetap pada aktivitas biologis. Sumbangan ini bersifat aditif dan
tidak bersifat sumbangan subtituen yang lain. Model Free-Wilson mengajukan model

matematik (persamaan II.4) yang memperkirakan bahwa aktivitas biologis sama dengan jumlah
sumbangan subtituen ditambah aktivitas biologi senyawa induk. (Free-Wilson, 1964).
Log A = S +
S adalah sumbangan subtituen pada aktivitas keseluruhan senyawa turunan senyawa induk
dengan subtituen yang bersangkutan dan adalah aktivitas biologis kerangka dasar atau senyawa
induk.
Penyelesaian model Free-Wilson menggunakan matriks dan analisis regresi miltilinear. Pada
matriks ini substituen mendapat nilai indikator 1 jika terdapat dalam molekul dan mendapat
nilai indikator 0 jika terdapat pada molekul. Untuk senyawa rasemik, pengaruh suatu subtituen
pada atom kiral diberikan nilai indikator 0,5. selanjutnya untuk setiap struktur dikorelasikan
dengan harga aktivitas biologisnya dengan menggunakan analisis regresi multilinear.
Analisis QSAR-3D
Analisis QSAR tiga dimensi (3D) dikembangkan sebagai antisipasi permasalahan pada analisis
Hansch, yaitu senyawa-senyawa enantiomer yang memiliki kuantitas sifat fisikakimia yang
sama, tetapi memiliki aktivitas biologis yang berbeda. Ternyata diketahui bahwa efek
stereokimia memegang peranan penting pada harga aktivitas biologis obat.
Metode QSAR-3D memnggunakan prosedur analisis perbandingan medan molecular
atau Comparative Molecular Field Analysis(CoMFA) yang dikemukakan oleh Cramer dkk,
(1988). CoMFA berusaha untuk menyusun suatu hubungan antara aktivitas biologis da sifat
sterik dan atau elektrostatik dari suatu seri senyawa.
Prosedur CoMFA diawali dengan mendefenisikan aturan superposisi suatu seri senyawasenyawa, kemudian dilakukan perhitungan energi sterik dan energi interaksi elektrostatik
dengan atom-atom dari masing-masing senyawa pada setiap titik kisi (grid point) dalam suatu
ruang tiga dimensi. Hasil dari prosedur ini adalah suatu matriks dengan jumlah kolom energi
(energi interaksi medan) lebih banyak dari pada jumlah baris senyawa.
Untuk memperoleh persamaan linier dari matriks tersebut menggunakan metode analisis
regresi yang disebut Partial Least Squares(PLS).

Azas Perancangan Obat

Desain Obat Baru dengan Metode Kimia Komputasi


Modifikasi molekul merupakan metode yang digunakan untuk mendapatkan obat baru
dengan aktivitas yang dikehendaki, antara lain yaitu meningkatkan aktivitas obat,
menurunkan

efek

samping

atau

toksisitas,

meningkatkan

selektivitas

obat,

memperpanjang masa kerja obat, meningkatkan kenyamanan penggunaan obat dan


meningkatkan aspek ekonomis obat.

Tujuan utama upaya merancang/desain suatu obat dalam ilmu kimia medisinal adalah
supaya dapat ditemukan suatu molekul yang akan menghasilkan efek biologis yang
bermanfaat tanpa berakibat efek biologis yang merugikan. Sebagai contoh, suatu
senyawa yang dapat menurunkan tekanan darah dapat juga memiliki efek samping
pada sistem syaraf pusat. Dengan demikian merupakan suatu kesalahan apabila tujuan
utama akan dapat tercapai dengan sempurna, tetapi efek negatif obat tersebut juga
cukup merugikan
Desain obat merupakan proses iterasi dimulai dengan penentuan senyawa yang
menunjukkan sifat biologi penting dan diakhiri dengan langkah optimasi, baik dari
profil aktivitas maupun sintesis senyawa kimia. Tanpa pengetahuan lengkap tentang
proses biokimia yang bertanggungjawab terhadap aktivitas biologis, hipotesis desain
obat pada umumnya didasarkan pada pengujian kemiripan struktural dan pembedaan
antara molekul aktif dan tak aktif (Leach, 2001). Kombinasi antara strategi mensintesis
dan uji aktivitasnya menjadi sangat rumit dan memerlukan waktu yang lama untuk
sampai pada pemanfaatan obat. Dengan kemajuan di bidang kimia komputasi, peneliti
dapat menggunakan komputer untuk mengoptimasi aktivitas, geometri dan reaktivitas,
sebelum senyawa disintesis secara eksperimental. Hal ini dapat menghindarkan
langkah sintesis suatu senyawa yang membutuhkan waktu dan biaya mahal, tetapi
senyawa baru tersebut tidak memiliki aktivitas seperti yang diharapkan.
Keberadaan

komputer

yang

dilengkapi

dengan

aplikasi

kimia

komputasi,

memungkinkan ahli kimia komputasi medisinal menggambarkan senyawa obat secara


tiga dimensi (3D) dan melakukan komparasi atas dasar kemiripan dan energi dengan
senyawa lain yang sudah diketahui memiliki aktivitas tinggi (pharmacophore query).
Berbagai senyawa turunan dan analog dapat "disintesis" secara in silico atau yang
sering diberi istilah senyawa hipotetik (Zoumpoulaki dan Mavromoustakos, 2005).
Aplikasi komputer melakukan kajian interaksi antara senyawa hipotetik dengan
reseptor yang telah diketahui data struktur 3D secara in silico. Kajian ini dapat
memprediksi aktivitas senyawa-senyawa hipotetik dan sekaligus dapat mengeliminasi
senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas rendah. Prediksi toksisitasnya secara in
silico juga dilakukan dengan cara melihat interaksi senyawa dengan enzim yang
bertanggung jawab terhadap metabolisme obat. Hasilnya adalah usulan senyawa yang
siap disintesis dan diyakini mempunyai aktivitas tinggi dibandingkan dengan senyawa
yang telah dikenal. Jumlah senyawa yang diusulkan biasanya jauh lebih sedikit
dibandingkan penemuan obat secara konvesional. Hal inilah yang menjadi keunggulan
dari studi komputasi dalam menemukan obat baru.

Dua metode yang saling melengkapi dalam penggunaan komputer sebagai alat bantu
penemuan obat, adalahligand-based drug design (LBDD) yaitu rancangan obat
berdasarkan ligan yang sudah diketahui, danstructure-based drug design (SBDD) yaitu
rancangan obat berdasarkan struktur target yang didasarkan pada struktur target
reseptor yang bertanggung jawab atas toksisitas dan aktivitas suatu senyawa didalam
tubuh. LBDD memanfaatkan informasi sifat fisikokimia senyawa aktif sebagai landasan
mendesain senyawa baru. Metode LBDD yang lazim digunakan adalah pharmacophore
discovery, hubungan

kuantitatif

struktur-aktivitas

(HKSA/QSAR),

dan docking molekular (molecular docking). Pharmacophore discovery merupakan


metode pencarian kesamaan sifat fisikokimia, seperti sifat elektronik, hidrofobik dan
sterik dari senyawa-senyawa yang dilaporkan aktif. Langkah selanjutnya adalah
menggambarkan struktur 3D yang menggabungkan sifat gugus-gugus maupun bagian
senyawa

yang

diduga

bertanggung

jawab

terhadap

aktivitasnya

(pharmacophore). QSAR memadukan statistika dengan sifat fisikokimia senyawa yang


diprediksi dengan bantuan komputer untuk menurunkan suatu persamaan yang
digunakan memprediksi aktivitas suatu senyawa (Istiyastono dkk., 2003; Pranowo
dkk., 2007; Yuliana dkk., 2004).
Prediktor yang digunakan dalam studi QSAR diperoleh dari hasil pengukuran
(measurable) seperti kerapatan, energi ionisasi, titik didih, massa molekul, momen
dipol, tetapan keasaman dan lipofilitas. Kimia komputasi banyak memberikan
keuntungan dalam studi QSAR karena dapat menghasilkan prediktor yang diperoleh
dari perhitungan (calculated) antara lain muatan atom netto, beda energi HOMO
(Highest Occupied Molecular Orbital) dan LUMO (Lowest Unoccupied Molecular
Orbital), polarizabilitas, luas area, volume molekular, dan refraktivitas molar (Hansch,
dkk., 2002).
Perangkat

lunak Gaussian

(www.gaussian.com) atau

Turbomole

(www.turbomole.com) merupakan dua diantara banyak perangkat lunak kimia


komputasi handal untuk penentuan sifat molekular sistem kimia. Perkembangan lanjut
dari

QSAR

adalah

3D-QSAR

atau

CoMFA

(Comparative

Molecular

Field

Analysis).CoMFA merupakan metode 3D-QSAR yang menggunakan teknik hubungan


kuantitatif antara aktivitas biologis dari sekelompok senyawa deret homolog dengan
sifat tiga dimensinya yang berkait dengan sifat elektronik dan sterik. Dalam metode
CoMFA, efek sterik, elektrostatik, luas permukaan, hidrofobitas dan ikatan hidrogen
dari molekul dihubungkan pada deskripsi molekular spesifik (Paulino, 2008).

Pelopor

perkembangan

3D-QSAR

adalah

Marshall

yang

telah

mengkomersialkan pendekatan analog aktif ini, dan beberapa teknik desain obat lain
dalam program pemodelan molekul bernama SYBYL (www.tripos.com/sybyl/).
SBDD memanfaatkan informasi dari struktur protein target untuk mencari sisi aktif
protein yang berikatan dengan senyawa obat. Berdasarkan prediksi sisi aktif dapat
dirancang senyawa yang diharapakan berikatan dengan protein target tersebut dan
memiliki aktivitas biologis. Struktur protein target dapat dimodelkan dari data struktur
kristalnya (www.rscb.org) ataupun hasil analisis nuclear magnetic resonance, NMR
maupun data genomic (bioinformatics).
Paul Ehrlich (abad 19) menghipotesiskan bahwa semua obat harus bergabung dengan
suatu reseptor sedemikian hingga terjadi efek yang diinginkan. Hipotesis ini telah
menyebabkan perubahan cara berpikir dunia kedokteran. Karena jasa-jasanya inilah
maka Paul Ehrlich disebut sebagai Father of Pharmacotherapy. Dengan teori Magic
Bullets, molekul obat disamakan seperti roket yang setelah ditembakkan mencari
mangsanya (reseptor) dan menimbulkan efeknya (Lewis, 2006). Hal ini menjadi dasar
filosofi dari dockingmolekular yang didasarkan pada pemanfaatan informasi struktur
target maupun sifat fisikokimia ligan untuk melakukan uji interaksi senyawa obat pada
prediksi sisi aktif protein. Berdasarkan informasi yang diperoleh dirancang senyawa
baru yang diharapkan lebih aktif dari senyawa-senyawa yang telah tersedia.
Fleksibilitas protein dan interaksinya dengan suatu senyawa dianalisis dengan
mengaplikasikan simulasiMolecular Dynamics (MD), yaitu simulasi yang menganalisis
perubahan struktur suatu senyawa sebagai fungsi waktu berdasarkan parameterparameter tertentu (Trieb dkk., 2004).
Prinsip dasar kimia medisinal adalah aktivitas biologi yang bergantung pada posisi
tiga-dimensi dari gugus fungsi yang spesifik (farmakofor). Kecanggihan dalam
menyusun model matematika yang diikuti dengan kemampuan komputer yang
semakin cepat dan mudah digunakan, telah memungkinkan untuk mendapatkan sifat
spesifik senyawa obat yang telah dikenal, dan selanjutnya digunakan untuk
memprediksi senyawa obat dengan aktivitas yang lebih tinggi. High throughput screen
(HTS), merupakan metode penemuan molekul obat baru yang didasarkan pada
otomatisasi proses skrining. Jika dikombinasikan dengan penyediaan ekstrak oleh
kimia medisinal dan kimia kombinatorial maka HTS akan mampu menghasilkan lead
compounddengan cepat dan efisien.

Perkembangan program pemodelan molekul dan aplikasinya dalam penelitian farmasi


dikenal dengan desain obat terbantukan komputer (Computer-Assisted drug Design,
CADD) atau desain molekuler terbantukan komputer (Computer-Assisted Molecular
Design, CAMD). Cara ini dapat diterapkan jika telah diketahui struktur molekul
reseptor secara tiga-dimensi, cara kerja obat pada taraf molekuler, cara bergabungnya
dan peran berbagai kekuatan interaksi fisik dan kimia terhadap penggabungan
kompleks reseptoragonis (Chen dkk., 2005).

Desain obat tidak hanya desain ligan, tetapi juga farmakokinetik dan toksisitas yang
pada umumnya diluar kemampuan untuk didesain dengan bantuan komputer. Namun
demikian, perangkat khemometri yang dilengkapi desain eksperimental dan statistik
mutivarat dapat membantu merencanakan dan mengevaluasi farmakokinetik dan
toksikologi eksperimental.
Referensi :
https://islamudinahmad84.wordpress.com/tulisan/lain-lain/desain-obat-barudengan-metode-kimia-komputasi-2/
http://ferawatibisala027.blogspot.co.id/2015/03/metode-modifikasi-strukturmolekul-obat.html
Prof. Dr. Harno Dwi Pranowo, M.Si. 2009. Peran Kimia Komputasi dalam Desain
Molekul Obat. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai