Anda di halaman 1dari 28

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS KOMBINASI

EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia Linn.)


DAN RIMPANG JAHE GAJAH (Zingiber officinale Rosc.)
PADA TIKUS WISTAR

KARYA ILMIAH YANG TIDAK DIPUBLIKASIKAN

RINI HENDRIANI, M.Si.


NIP. 132317750

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
JATINANGOR
2007
UJI TOKSISITAS SUBKRONIS KOMBINASI
EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia Linn.)
DAN RIMPANG JAHE GAJAH (Zingiber officinale Rosc.)
PADA TIKUS WISTAR

KARYA ILMIAH YANG TIDAK DIPUBLIKASIKAN

Oleh:
RINI HENDRIANI, M.Si.
NIP. 132317750

Jatinangor, Oktober 2007


Mengetahui dan menyetujui

Dekan Fakultas Farmasi Kepala Laboratorium Farmakologi


Universitas Padjadjaran Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran

Prof. Dr. Anas Subarnas, M.Sc. Ahmad Muhtadi, M.S.


NIP. 131479508 NIP.131626235
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN
.....................................................................................................................................
1

I. TINJAUAN PUSTAKA
...........................................................................................................................
2
I.1 Tinjauan Botani
...........................................................................................................................
2
I.2 Toksisitas
...........................................................................................................................
3
I.3 Evaluasi Uji Toksisitas
...........................................................................................................................
6

II. METODE PENELITIAN


...........................................................................................................................
10

III. PERCOBAAN
.....................................................................................................................................
12
3.1 Bahan, Alat dan Hewan Uji
..............................................................................................................................
12
3.2 Penyiapan Bahan
............................................................................................................................
12
3.3 Pengolahan Bahan
............................................................................................................................
13
3.4 Pembuatan Ekstrak Tanaman
............................................................................................................................
13
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak
............................................................................................................................
13
3.6 Pembuatan Sediaan Uji
............................................................................................................................
17
............................................................................................................................
3.7 Penyiapan Hewan Uji
............................................................................................................................
17
3.8 Dosis dan Cara Pemberian Sediaan Uji
............................................................................................................................
17
3.9 Pengamatan Perilaku dan Aktivitas Motorik
............................................................................................................................
18
3.10 Pengamatan Bobot Badan
............................................................................................................................
18
3.11 Pemeriksaan Parameter Urin
............................................................................................................................
19
3.12 Pengamatan Parameter Darah
............................................................................................................................
19
3.13 Pengamatan Fungsi Hati dan Ginjal
............................................................................................................................
19
3.14 Pengamatan makroskopik Organ
............................................................................................................................
20
3.15 Pengamatan mikroskopik Organ
...........................................................................................................................
20

IV. HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN.............................................................


21

V. SIMPULAN DAN SARAN


.....................................................................................................................................
32

DAFTAR PUSTAKA
.....................................................................................................................................
33
LAMPIRAN
.....................................................................................................................................
35

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara yang berada di daerah tropis mempunyai


keanekaragaman hayati yang sangat besar, kaya akan bahan baku obat, sehingga
fitofarmaka merupakan suatu pilihan pengobatan yang menarik dan dapat terus
dikembangkan. Salah satu tumbuhan obat yang berpotensi untuk dikembangkan ke
arah yang lebih modern adalah mengkudu dan jahe.

Pengobatan tradisional di Indonesia, menggunakan bahan-bahan yang


terdapat
di alam sekitar, merupakan bagian dari kebudayaan bangsa yang turun temurun.
Secara tradisional masyarakat Asia percaya mengkudu dan jahe mampu mengobati
berbagai penyakit. Seluruh bagian tanaman mengkudu mempunyai khasiat obat.
Akar mengkudu dimanfaatkan untuk mengobati kejang-kejang dan tetanus, obat
demam dan sebagai tonikum. Kulit batang mengkudu digunakan sebagai tonikum,
antiseptik pada pembengkakan kulit, borok, dan luka. Daun mengkudu
dimanfaatkan untuk mengobati disentri, kejang usus, pusing, muntah, dan demam.
Bunga mengkudu digunakan untuk mengobati kudis, bisul dan sakit kerongkongan.
Buah mengkudu untuk obat asma, menormalkan tekanan darah, gangguan
pernafasan, TBC, dan radang (Heyne, 1987; Bangun, 2002). Jahe digunakan antara
lain sebagai obat batuk dan penghangat badan, juga untuk obat sakit kepala,
rematik, masuk angin, antiemetik, keseleo, bengkak, demam, antituberkulosis,
nyeri dada, dan diare (Heyne, 1987; Farry, 2005).

Dari penelitian sebelumnya diketahui mengkudu dan jahe mempunyai


aktivitas anti TBC. Ekstrak etanol mengkudu dan jahe menunjukkan hasil yang
paling baikkarena dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis
galur yang sensitif (H37Rv) maupun galur resisten (No. 552) pada konsentrasi 10
_g/mL (Sugihartina, 2004). Ekstrak etanol mengkudu dapat menghambat
pertumbuhan M. tuberculosis galur H37Rv, 552 dan 223 pada konsentrasi
10_g/mL. Kombinasi mengkudu dan jahe gajah (7,5;7,5 _g/mL) dapat
menghambat M. tuberculosis galur H37Rv, 552 dan 223 (Agusta, 2005). Ekstrak
etanol rimpang jahe gajah dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis galur
H37Rv dan 552 dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) 5 _g/mL, tetapi
tidak dapat menghambat galur 223 pada konsentrasi hingga 1000 _g/mL (Surya,
2005).

Penelitian ini dilakukan untuk menguji ekstrak buah mengkudu dan rimpang
jahe gajah tunggal serta kombinasi keduanya. Dalam penggunaan obat tradisional,
simplisia atau sediaan galeniknya untuk kesehatan perlu diperhatikan
keamanannya. Oleh karena itu dilakukan berbagai penelitian antara lain pengujian
terhadap toksisitas dan efek samping yang dapat ditimbulkannya. Perlu dilakukan
penelitian toksisitas yang bersifat akut dan yang bersifat kronis.
Penggunaan dalam jangka waktu yang lama mendorong perlunya penentuan
toksisitas subkronis, karena meskipun dianggap aman, tetapi belum diketahui
adanya kemungkinan efek yang tidak diharapkan pada tubuh akibat pemakaian
lama. Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap efek toksik ekstrak etanol
mengkudu dan jahe gajah tunggal maupun kombinasinya dengan perbandingan
(1:1), diberikan setiap hari selama 90 hari dan kelompok satelit tetap dipelihara
selama 30 hari setelah pemberian sediaan uji dihentikan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efek toksik subkronis kombinasi ekstrak etanol buah mengkudu
dan rimpang jahe gajah pada tikus Wistar. Selain informasi toksisitas, hasil
penelitian juga diharapkan dapat menggambarkan efek terhadap organ-organ dalam
tubuh sehingga dapat memberikan petunjuk jenis penelitian khusus lainnya yang
perlu dilakukan.

I TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini meliputi tinjauan botani
tanaman mengkudu dan jahe gajah, serta tinjauan tentang toksisitas.

1.1 Tinjauan Botani


Pada penelitian ini dilakukan tinjauan botani terhadap dua jenis tanaman yang
digunakan yaitu mengkudu dan jahe gajah.

1.1.1 Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.)


Mengkudu merupakan tumbuhan tropis. Jenis mengkudu yang banyak
ditemukan di Indonesia yaitu Morinda citrifolia yang berdaun lonjong besar
berwarna
hijau mengkilap dan Morinda elliptica yang berdaun jorong meruncing. Spesies
mengkudu lain misalnya M. braceata, M. speciosa, M elliptica, M. tinctoria, dan
M.oleifera (Ditjen POM, 1997; Bangun, 2002).
Secara umum mengkudu memiliki ciri-ciri berupa pohon dengan tinggi 1-
6m, bunga berwarna putih, daun bebrbentuk lonjong lebar mengkilat. Buah
mengkudu berbentuk bulat lonjong, panjangnya 5-8 cm, permukaan seperti terbagi
dalam sel-sel poligonal (bersegi banyak) yang berbintik-bintik dan berkutil.
Kandungan buah mengkudu antara lain skopoletin, morindin, morindon, asam
oktanoat, kalium, terpenoid, alkaloid, antrakuinon, _-sitosterol, karoten, glikosida
flavon, asam linoleat, alizarin, asam amino, akubin, L-asperulosid, asam kaproat,
asam kaprilat, asam ursolat glukosa, dan eugenol.
Penggunaan buah mengkudu antara lain sebagai anthelmintik, pelembut
kulit, ekspektoran, antipiretik, antiseptik, antituberkulosis, dan antihipertensi.
(Ditjen POM,1997; Heyne, 1987; Bangun, 2002)

1.1.2 Tanaman Jahe Gajah (Zingiber officinale Rosc.)


Tanaman jahe dikenal dalam tiga varietas yaitu jahe gajah (Zingiber
officinale Rosc.), jahe merah (Zingiber officinale Rosc. Var sunti val), dan jahe
emprit (Zingiber officinale var. Amarum). Ketiganya dapat dibedakan berdasarkan
karakteristik morfologinya (Ditjen POM, 1997; Heyne 1987; Farry, 2005).
Jahe gajah berupa terna berbatang semu, tinggi 0,3 – 1 m, rimpang bila
dipotong berwarna kuning. Daun semprit, panjang 15-23 mm, lebar 8-15 mm,
berbentuk lidah dan memanjang. Rimpang jahe gajah lebih besar dan mengembung
dari pada varietas lainnya, aromanya kurang tajam dan rasanya kurang pedas.
Gambar dapat dilihat pada Lampiran A, Gambar 1.3.
Kandungan utama dari jahe adalah gingerol, zingiberol, zingiberen,
zingeron, terpen, felandren, dekstrokamfen, seskuiterpen zingiberen, resin, dan
amilum. Jahe banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia karena khasiatnya
yang banyak antara lain sebagai obat sakit kepala, rematik, masuk angin,
antiemetik, keseleo, bengkak, demam, antituberkulosis, nyeri dada, batuk, dan
diare (Heyne, 1987; Farry, 2005).

1.2 Toksisitas
Salah satu tujuan terpenting toksikologi ialah memberikan keterangan
sehingga kerugian kesehatan manusia dan lingkungan akibat senyawa beracun
dapat dicegah atau dibatasi (Koeman, 1987).

1.2.1 Latar Belakang Sejarah


Seiring perkembangan zaman, manusia semakin sadar tentang pentingnya
kesehatan diri, maka keamanan bahan-bahan yang dikonsumsi perlu diperhatikan.
Toksikologi merupakan kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai
bahan terhadap makluk hidup dan sistem biologi lainnya. Tosikologi lebih
ditujukan untuk mendeteksi resiko keracunan pada manusia baik resiko yang telah
diketahui maupun yang masih menjadi dugaan. Uji toksisitas sangat penting untuk
mencegah resiko akibat pemaparan senyawa tertentu pada manusia.
Faktor penting yang mempengaruhi keamanan suatu senyawa adalah jumlah
dosisnya, maka dilakukan suatu penelitian hubungan antara dosis (kadar) tertentu
dan respon biologi yang dihasilkannya.

1.2.2 Jenis Uji Toksisitas


Pada umumnya metode uji toksisitas dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu,
uji toksisitas yang dirancang untuk mengevaluasi seluruh efek umum suatu
senyawa, dan uji yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci tipe toksisitas
spesifik (Hayes 2001; Loomis, 1987; Lu, 1995).

Uji toksisitas umum meliputi :


a. Uji toksisitas akut.
Uji Toksisitas akut dilakukan dengan memberi senyawa yang sedang diuji
sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam, kemudian
diamati selama 14 hari. Penelitian ini dirancang untuk menentukan dosis letal
median (LD50), selain juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin
dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang dosis yang
sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama.
Senyawa yang mempunyai toksisitas akut yang rendah, tidak diperlukan
penentuan (LD50) secara tepat, cukup informasi bahwa dosis yang cukup besar
menyebabkan hanya sedikit kematian, atau bahkan tidak menyebabkan kematian
(EPA,1988). Pandangan ini diterima oleh Joint FAO/WHO Expert Committee on
Food Additives (WHO, 1966).

b. Uji Toksisitas Subkronis


Uji toksisitas subkronis dilakukan untuk mengevaluasi efek senyawa,
apabila diberikan kepada hewan uji secara berulang-ulang. Biasanya diberikan
senyawa uji setiap hari selama kurang lebih 10% dari masa hidup hewan, yaitu 3
bulan untuk tikus dan 1-2 tahun untuk anjing.
Uji toksisitas sub kronis menyangkut evaluasi seluruh hewan untuk
mengetahui efek patologi kasar dan efek histologi. Uji ini dapat menghasilkan
informasi toksisitas zat uji yang berkaitan dengan organ sasaran, efek pada organ
itu, dan hubungan dosis efek dan dosis respons. Informasi tersebut dapat memberi
petunjuk jenis penelitian khusus lainnya yang perlu dilakukan.

c. Uji Toksisitas Kronis


Uji toksisitas kronis dilakukan dengan memberikan senyawa uji
berulangulang selama masa hidup hewan uji atau sebagian besar masa hidupnya,
misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing
dan monyet. Pada uji toksisitas kronis ini dilakukan evaluasi patologi lengkap.

Uji toksisitas selektif antara lain :


a. Uji Teratogenitas
Uji teratogenitas adalah suatu pengujian untuk memperoleh informasi
adanya abnormalitas fetus yang terjadi karena pemberian suatu zat dalam masa
perkembangan embrio. Informasi tersebut termasuk abnormalitas bagian luar,
jaringan lunak dan kerangka fetus. Pada pengujian ini senyawa uji dalam beberapa
tingkat dosis diberikan kepada beberapa kelompok hewan percobaan selama paling
sedikit masa organogenesis dari kehamilan, satu dosis untuk satu kelompok. Sesaat
sebelum waktu melahirkan, uterus diambil dan dilakukan evaluasi terhadap fetus.

b. Uji Mutagenitas
Uji mutagenitas adalah uji yang dilakukan untuk memperoleh informasi
mengenai kemungkinan terjadinya efek mutagenik suatu senyawa. Efek mutagenik
merupakan efek yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sifat genetika sel
tubuh makhluk hidup.

c. Uji Karsinogenitas
Uji karsinogenitas dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai efek
korsinogenik suatu senyawa pada hewan percobaan. Suatu senyawa bersifat
karsinogenik jika senyawa tersebut dapat menginduksi karsinoma (pembentukan
tumor). Uji ini memerlukan biaya yang banyak dan waktu yang lama.

1.3 Evaluasi Uji Toksisitas


Penelitian jangka pendek yang menyeluruh akan memberikan informasi
toksisitas senyawa uji dalam kaitannya dengan organ sasaran, efek pada organ
tersebut dan hubungan dosis – efek dan dosis – respons. Evaluasi hasil uji
toksisitas dilakukan pengamatan umum, pengamatan parameter klinik, dan
pemeriksaan setelah kematian.

1.3.1 Pengamatan Umum


Secara umum dilakukan pengamatan pada penampilan, perilaku dan
aktivitas motorik, serta semua abnormalitas hewan uji sebelum dan sesudah proses
uji toksisitas. Berat badan dan konsumsi makanan selama proses uji toksisitas perlu
diperhatikan. Berkurangnya pertambahan berat badan merupakan indeks efek
toksik yang sederhana namun cukup sensitif. Konsumsi makanan yang nyata
berkurang dapat memperberat manifestasi toksik senyawa uji.
1.3.2 Pengamatan Parameter Klinik
Hasil pengujian di laboratorium klinik diperlukan untuk membantu membuat
diagnosis dan memantau toksisitas yang terjadi. Pada penelitian ini dilakukan
pemeriksaan hematologi meliputi parameter kadar hemoglobin, jumlah sel eritrosit,
leukosit, dan trombosit, serta hematokrit. Dilakukan pula uji biokimia darah dan
analisis urin.

a. Hematologi
Pemeriksaan hematologi dapat memberikan informasi efek yang disebabkan
senyawa uji terhadap darah dan jaringan pembentuk darah. Darah terdiri atas sel-
sel dan cairan yang terdapat dalam sistem sirkulasi tertutup, mengalir secara teratur
dalam satu arah, didorong terutama oleh kontraksi jantung yang berirama. Darah
terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit,
serta plasma yang merupakan cairan tempat sel-sel darah itu terendam. Jika darah
dikeluarkan dari sistem sirkulasi, darah akan membeku dan cairan kuning bening
yang disebut serum memisah dari koagulum. Darah yang ditampung dan dicegah
pembekuan dengan menambahkan antikoagulan akan memisah bila disentrifuga
membentuk lapisanlapisan. Hematokrit adalah perkiraan volume eritrosit padat per
satuan volume darah. Volume hematokrit normal tikus 36-50,6%. Sedangkan
volume darah normal tikus 60 mL/kg. (Zutphen, 1993; Mitruka, 1981).
Eritrosit tidak mempunyai inti, mengandung hemoglobin yang merupakan
protein pembawa oksigen. Anemia adalah kondisi patologis yang ditandai oleh
konsentrasi hemoglobin darah di bawah normal, berhubungan dengan pengurangan
jumlah sel darah merah. Atau dapat pula jumlah sel normal namun jumlah
kandungan hemoglobinnya kurang (anemia hipokrom). Anemia dapat disebabkan
pendarahan atau produksi sel darah merah oleh sum-sum tulang tidak cukup.
Penetapan kadar hemoglobin dapat dilakukan dengan metoda Sahli. Metoda
ini menggunakan cara kolorimetrik visual. Hemoglobin dalam hemometer diubah
menjadi hematin asam dengan penambahan HCl 0,1N, kemudian warna yang
terjadi dibandingkan secara visual dengan standard pada alat tersebut. Kadar
hemoglobin normal tikus adalah 11-20 g/100 mL (Zutphen, 1993; Mitruka, 1981).
Jumlah sel darah merah dihitung menggunakan hemositometer dan
mikroskop. Darah diencerkan dengan natrium sitrat 0,1M, kemudian dimasukkan
ke dalam kamar hitung. Jumlah eritrosit dihitung dalam volume tertentu, dengan
menggunakan faktor konversi jumlah eritrosit dapat diperhitungkan. Jumlah sel
darah merah normal tikus 6,76-9,20 x106/mm3 (Mitruka, 1981).
Sel darah putih (leukosit) bukan merupakan komponen dengan jumlah yang
selalu tetap dalam darah. Sel darah putih bermigrasi ke jaringan tempat melakukan
berbagai fungsinya. Leukosit berperan dalam pertahanan selular dan humoral dari
organisme terhadap materi asing. Jumlah leukosit dihitung menggunakan
hemositometer dan mikroskop. Darah diencerkan menggunakan larutan Turk yang
mengandung asam asetat dan gentian violet membentuk warna ungu muda.
Gentian violet berguna untuk memberikan warna pada inti dan granula leukosit.
Jumlah leukosit normal tikus 6,60-12,60 x106/mm3 (Mitruka, 1981).
Jumlah trombosit dihitung menggunakan hemositometer dan mikroskop.
Darah diencerkan dengan larutan ammonium oksalat 1%, yang ditujukan untuk
melisiskan eritrosit. Jumlah trombosit normal tikus 1,5-4,6 x106/mm3 (Mitruka,
1981).

b. Uji Biokimia Darah


Laju distribusi ke setiap organ tubuh berhubungan dengan aliran darah.
Volume aliran darah di hati dan ginjal paling tinggi, sehingga organ tersebut paling
banyak terpapar senyawa toksikan. Selain itu, fungsi metabolisme dan eksresi pada
organ tersebut besar, sehingga keduanya lebih peka terhadap toksikan. Dengan
mengetahui biokimia darah maka dapat diketahui keadaan organ tubuh terutama
fungsi hati dan ginjal.
Pada penelitian ini uji biokimia darah yang dilakukan adalah penentuan
kadar glukosa, kreatinin, BUN, SGOT, SGPT, LDL, trigliserida, HDL, protein
total, albumin, dan kolesterol.

c. Urinalisis
Urin merupakan jalur utama eksresi sebagian besar senyawa toksikan,
sehingga ginjal mempunyai volume aliran darah yang tinggi, mengkonsentrasi
toksikan pada filtrat dan membawa toksikan melalui sel tubulus. Karena itu ginjal
merupakan organ sasaran utama dari efek toksik. Pemeriksaan urin selain dapat
memberikan data mengenai ginjal dan saluran urin, juga mengenai fungsi berbagai
organ dalam tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal dan
lainlain.
Perlu diperhatikan waktu pengumpulan sampel urin. Urin kumpulan sepanjang
24 jam mempunyai susunan yang tidak banyak berbeda dari susunan urin 24 jam
berikutnya. Tetapi sampel urin yang diambil pada saat tertentu di waktu siang atau
malam, dapat memberikan susunan urin yang berbeda. Analisis urin meliputi
warna, berat jenis, pH, dan suhu.

2.3.3 Pemeriksaan Setelah Kematian


Pada akhir pengujian semua hewan uji dikorbankan dan diperiksa
patologinya
secara makroskopis, jika keadaan jaringan memungkinkan, dilakukan pula
pemeriksaan histologi. Selain itu, berat beberapa organ, baik dalam nilai absolut
maupun relatif terhadap berat badan harus diukur, karena ini merupakan indikator
yang berguna bagi toksisitas. Pemeriksaan ini akan menghasilkan informasi
toksisitas senyawa uji dalam kaitannya dengan efek pada organ sasaran. Informasi
tersebut dapat memberikan petunjuk tentang jenis penelitian khusus lainnya yang
perlu dilakukan.

a. Organ Sasaran
Toksikan tidak mempengaruhi semua organ secara merata, karena
dipengaruhi oleh kepekaan suatu organ, juga tingginya kadar senyawa atau
metabolitnya di organ sasaran. Kadar ini selain bergantung pada dosis yang
diberikan juga pada derajat absorbsi, distribusi, pengikatan, dan eksresi.
Senyawa uji yang diberikan secara oral, absorbsi terjadi di saluran cerna.
Lambung merupakan tempat penyerapan yang penting, terutama untuk senyawa
yang bersifat asam lemah. Dalam usus, senyawa yang bersifat basa lemah akan
mudah diserap. Setelah senyawa tersebut diserap dan memasuki darah, maka akan
didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh. Kadarnya dalam organ tergantung
mudah atau tidaknya senyawa melewati dinding kapiler dan membran sel, serta
afinitas komponen organ terhadap senyawa tersebut.
Pengikatan suatu senyawa dalam jaringan dapat menyebabkan kadarnya
menjadi tinggi. Hati dan ginjal memiliki kapasitas yang lebih tinggi untuk
mengikat senyawa asing. Hal ini berhubungan dengan fungsi metabolik dan
eksretorik.

b. Histologi Organ
Pada pemeriksaan setelah kematian hewan uji perlu dilakukan pemeriksaan
histologi organ untuk mengetahui hubungan antara gejala yang terjadi dengan
struktur organ yang mengalami paparan senyawa uji.
Pada penelitian ini organ yang ditimbang dan diperiksa secara histologis yaitu
hati, ginjal, anak ginjal, jantung, limpa, pankreas, paru-paru, otak, testes dan vesika
seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina). Lambung diperiksa secara
makroskopis.
Hati adalah organ terbesar dan memberikan proses metabolisme paling
kompleks di dalam tubuh. Organ ini terlibat dalam metabolisme zat makanan serta
sebagian besar obat dan toksikan. Pada pemeriksaan patologi makroskopik hati,
warna dan penampilan sering dapat menunjukkan sifat toksisitas, seperti
perlemakan hati atau sirosis. Berat organ merupakan petunjuk yang sangat peka
dari pengaruh zat uji
pada hati. Pada pemeriksaan mikroskopik hati, dapat dideteksi berbagai kelainan
histologi seperti perlemakan, nekrosis, sirosis, nodul hiperplastik dan neoplasia,
selain juga dapat mendeteksi perubahan dalam berbagai struktur subsel. Data
tersebut digabungkan dengan data uji biokimia sehingga dapat menggambarkan
cara kerja toksikan.
Ginjal merupakan organ sasaran utama dari efek toksik selain hati. Ginjal
mempunyai kemampuan kompensasi yang luar biasa. Uji fungsi ginjal selain
dilakukan analisis urin dan darah, juga pemeriksaan secara morfologis dan
histologis. Pada pemeriksaan makroskopis ditentukan berat ginjal. Perubahan berat
organ, bila dibandingkan dengan hewan pembanding, dapat menunjukkan lesi
ginjal. Pemeriksaan histopatologi dapat mengungkapkan tempat, luas, dan sifat
morfologik lesi ginjal. Sebagai suatu bagian vital dalam tubuh, susunan saraf
dilindungi dari toksikan dalam darah oleh suatu mekanisme protektif sawar darah
otak. Meskipun demikian, susunan saraf rentan dari berbagai jenis toksikan.
Susunan saraf terdiri atas dua bagian utama yaitu susunan saraf perifer dan susunan
saraf pusat (SSP) yang mencakup otak dan sum-sum tulang belakang. Pada uji
toksisitas perlu juga dilakukan pemeriksaan histologi otak.
Jantung adalah suatu organ yang vital dalam tubuh, meskipun bukan sasaran
utama, organ ini dapat dirusak oleh berbagai senyawa, juga sistem reproduksi,
testis dan vesika seminalis atau ovarium dan uterus, serta pankreas yang
merupakan bagian sistem endokrin. Oleh karena itu perlu dilakukan pula
pemeriksaan histologi pada organ-organ tersebut.

II METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini dilakukan pengujian toksisitas subkronis ekstrak etanol


buah mengkudu dan rimpang jahe gajah tunggal serta kombinasinya. Pada tahap
penelitian dilakukan penyiapan ekstrak tumbuhan obat dimulai dengan
pengumpulan bahan segar berupa buah mengkudu yang cukup matang dan
rimpang jahe gajah, kemudian di determinasi. Buah mengkudu dan rimpang jahe
gajah dicuci dan diiris kemudian dijemur di bawah sinar matahari langsung sampai
kering. Simplisia yang telah kering dihaluskan dan diayak. Setelah itu diekstraksi
menggunakan pelarut etanol 96% kemudian diuapkan sampai kental. Dilakukan
penetapan karakteristik ekstrak. Sediaan obat dibuat dengan melarutkan ekstrak
dalam air menggunakan tragakan 1%.
Uji toksisitas sub kronis dilakukan menggunakan hewan tikus putih jantan
dan betina galur Wistar. Diuji dengan dosis bertingkat 50, 400, 1000 mg/kg bb
kombinasi ekstrak etanol buah mengkudu dengan rimpang jahe gajah (1:1) dan
ekstrak etanol buah mengkudu tunggal 50 mg/kg bb juga ekstrak etanol rimpang
jahe gajah tunggal 50 mg/kg bb. Pemberian sediaan dilakukan secara oral setiap
hari selama 90 hari. Kelompok satelit tetap dipelihara sampai 120 hari tanpa
pemberian zat uji lagi setelah pemberian sediaan selama 90 hari.
Evaluasi hasil uji toksisitas dilakukan pengamatan umum, pengamatan
parameter klinik, dan pemeriksaan setelah kematian. Pada pengamatan umum
dilakukan pengamatan pada penampilan, perilaku dan aktivitas motorik, serta
semua abnormalitas hewan uji sebelum dan sesudah proses uji toksisitas. Berat
badan dan konsumsi makanan selama proses uji toksisitas perlu diperhatikan.
Konsumsi makanan yang berkurang secara nyata dapat memperberat manifestasi
toksik zat uji.
Hasil pengujian di laboratorium klinik diperlukan untuk membantu membuat
diagnosis dan memantau toksisitas yang terjadi. Pada penelitian ini dilakukan
pemeriksaan hematologi pada darah yang diambil dari ekor tikus pada hari ke 91
dan untuk kelompok satelit pada hari ke 121, kemudian diamati jumlah sel darah
merah, sel darah putih, trombosit, hemoglobin dan angka hematokrit yaitu
perbandingan endapan sel dengan volume darah. Nilai parameter darah kelompok
yang diberi sediaan uji dibandingkan terhadap kelompok kontrol. Dilakukan pula
uji biokimia darah yang meliputi penentuan kadar glukosa, kreatinin , BUN,
SGOT, SGPT, LDL, trigliserida, HDL, protein total, albumin, dan kolesterol.
Analisis urin meliputi warna, berat jenis, dan pH.
Pada akhir pengujian semua hewan uji yang hidup dikorbankan dan
dilakukan isolasi terhadap organ-organ tertentu untuk diperiksa patologinya secara
makroskopis, dilakukan pula pemeriksaan histologi. Lambung diperiksa secara
makroskopis menggunakan kaca pembesar. Pada penelitian ini organ yang
ditimbang dan diperiksa secara histologis yaitu hati, ginjal, kelenjar adrenal,
jantung, limpa, paru-paru, otak, testes dan vesika seminalis (jantan) dan uterus dan
ovarium (betina).
III PERCOBAAN

3.1 Bahan, Alat dan Hewan Uji

3.1.1 Bahan
Buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.), rimpang jahe gajah (Zingiber
officinale Rosc.), tragakan, etanol 96%, air destilasi, larutan Turk 0,1%, larutan
natrium sitrat 2%, larutan asam hidroklorida 0,1N, larutan dapar formalin, pereaksi
biokimia darah, etanol absolut, xylol, paraffin padat, dan pewarna Hematoksilin
Eosin
(HE).

3.1.2 Alat
Alat refluks, alat penguap vakum putar, cawan penguap, penangas air,
timbangan analitik, timbangan tikus, mortir dan stampler, jarum oral tikus, spuit
3cc, kandang metabolisme, alat uji perilaku, tabung eppendorf, alat sentrifuga
eppendorf, tabung kapiler hematokrit, mikrosentrifuga, mikropipet, hemositometer,
mikroskop, alat penghitung, tabung sahli, alat bedah, spektrofotometer ultra violet
visibel (Fotometer 4020 Hitachi), kaca pembesar, kamera, mikrotom, kaca objek,
kaca penutup, dan peralatan gelas yang umum digunakan di laboratorium.

3.1.3 Hewan Uji


Tikus putih jantan dan betina galur Wistar usia 2-3 bulan dengan bobot 100-
200 gram. Hewan diperoleh dari laboratorium hewan Farmakologi dan Toksikologi
Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung dan Pusat Antar Universitas ITB.

3.2 Penyiapan Bahan


Bahan yang digunakan adalah buah mengkudu yang diperoleh dari daerah
Bandung, dan rimpang jahe gajah yang diperoleh dari daerah kadungora kabupaten
garut, kemudian dilakukan determinasi tanaman di Herbarium Bandungense,
Departemen Biologi Institut Teknologi Bandung. Dari hasil determinasi diperoleh
data mengkudu tersebut termasuk spesies Morinda Citrifolia Linn. dan jahe gajah
spesies Zingiber officinale Rosc.

3.3 Pengolahan Bahan


Buah mengkudu dan rimpang jahe gajah segar dicuci dan dibersihkan
kemudian diiris dengan ketebalan lebih kurang 0,5 cm dan dijemur dibawah sinar
matahari langsung sampai kering. Simplisia yang telah kering dihaluskan
menggunakan alat penghancur, kemudian diayak, sehingga diperoleh serbuk
simplisia yang siap digunakan untuk proses selanjutnya.

3.4 Pembuatan Ekstrak Tanaman


Ekstrak dibuat dengan menggunakan alat refluks dengan pelarut etanol 96%.
Serbuk simplisia ditimbang 100 gram, dimasukkan ke dalam labu bundar dan
diekstraksi menggunakan 500 mL etanol 96%, direfluks selama 2 jam, kemudian
disaring panas-panas menggunakan kain flanel, dan disaring lagi menggunakan
kertas saring sehingga didapatkan filtrat yang bening tanpa endapan. Residu
diekstraksi lagi 2 kali masing-masing menggunakan 500 mL etanol 96%, dan
filtratnya disatukan. Seluruh filtrat yang diperoleh diuapkan menggunakan alat
penguap vakum berputar sampai volumenya lebih kurang 100 mL, kemudian
ekstrak diuapkan diatas penangas air pada suhu 50 oC sampai diperoleh ekstrak
kental dengan bobot konstan. Bagan ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran B,
Gambar 3.4.

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak


Pengujian ekstrak kental meliputi parameter non spesifik yaitu susut
pengeringan, bobot jenis, kadar air, kadar abu, kadar abu yang tidak larut dalam
asam. Pengujian parameter spesifik meliputi organoleptik ekstrak, senyawa terlarut
dalam pelarut tertentu dan kandungan kimia ekstrak termasuk flavonoid, saponin,
kuinon, tanin, alkaloid, steroid/triterpenoid.

3.5.1 Parameter Susut Pengeringan


Ekstrak ditimbang sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke dalam botol
timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105 oC
selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam
botol timbang, dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal
lebih kurang 5-10 mm, kemudian masukkan ke dalam ruang pengering, buka
tutupnya, keringkan pada suhu 105 oC hingga bobot tetap. Sebelum setiap
pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator
hingga suhu kamar.

3.5.2. Parameter Bobot Jenis


Digunakan piknometer bersih, kering dan telah dikaliberasi dengan
menetapkan bobot piknometer pada suhu 25 oC dan bobot air yang baru
dididihkan. Atur hingga suhu ekstrak cair lebih kurang 20 oC, kemudian masukkan
ke dalam piknometer. Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25 oC,
buang kelebihan ekstrak cair dan ditimbang. Kurangkan bobot piknometer kosong
dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis ekstrak cair adalah hasil yang
diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer pada
suhu 25 oC.

3.5.3 Parameter Kadar Air


Penetapan kadar air menggunakan cara destilasi, menggunakan toluen yang
telah dikocok dengan sedikit air, biarkan memisah dan buang lapisan air suling. Ke
dalam labu kering dimasukkan 5 gram ekstrak kemudian dimasukkan 200 mL
toluen ke dalam labu, lalu dihubungkan dengan alat destilasi. Dituangkan toluen ke
dalam tabung penerima melalui alat pendingin, kemudian labu dipanaskan dengan
hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih, dilakukan penyulingan
dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling,
kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan 4 tetes tiap detik. Setelah semua air
tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen, sambil dibersihkan dengan
sikat tabung yang disambungkan pada sebuah kawat tembaga yang telah dibasahi
dengan toluen.
Selanjutnya penyulingan dilakukan selama 5 menit dengan tabung penerima
pendingin dibiarkan dingin pada suhu kamar. Jika ada tetes air yang melekat pada
tabung pendingin pertama, dilakukan penggosokkan dengan karet yang diikatkan
pada sebuah kawat tembaga dan dibasahi dengan toluen sampai tetesan turun.
Setelah air dan toluen memisah sempurna dilakukan pembacaan volume air.
Kemudian dilakukan penghitungan kadar air dalam persen.

3.5.4 Parameter Kadar Abu


Pada penetapan kadar abu, 2 gram ekstrak ditimbang saksama, dimasukkan
ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-
lahan hingga arang habis, dinginkan, dan timbang. Jika cara ini arang tidak dapat
dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu.
Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang.
Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.Pada penetapan
kadar abu yang tidak larut dalam asam, abu yang diperoleh pada penetapan kadar
abu, didihkan dengan 25 mL asam sulfat encer P selama 5 menit, kumpulkan
bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca masir atau kertas
saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang.
Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara.

3.5.5 Parameter Organoleptik Ekstrak


Pemeriksaan parameter organoleptik ekstrak merupakan pengenalan awal
yang sederhana dilakukan seobyektif mungkin meliputi bentuk, warna, rasa, dan
bau. Ekstrak etanol buah mengkudu berbentuk cairan kental, warna coklat, rasa
pahit dan agak asam serta berbau aromatik. Ekstrak etanol rimpang jahe gajah
berbentuk cairan kental, warna coklat, rasa pedas dan berbau aromatik khas.

3.5.6 Parameter Senyawa Terlarut dalam Pelarut Tertentu


Pada penentuan kadar senyawa yang larut dalam air, maserasi 5 gram
ekstrak selama 24 jam dengan 100 mL air kloroform LP menggunakan labu
bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian
dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan
dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105 oC hingga
bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitung
terhadap ekstrak awal.
Pada penetapan senyawa yang larut dalam etanol, maserasi sejumlah 5 gram
ekstrak selama 24 jam dengan 100 mL etanol (95%), menggunakan labu bersumbat
sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama
18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol, kemudian uapkan
20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara,
panaskan residu pada suhu 105 oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen
senyawa yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal.

3.5.7 Parameter Golongan Kandungan Fitokimia


Pada pemeriksaan kandungan fitokimia, sebanyak 1 gram ekstrak ditambah
100 mL air panas, kemudian dididihkan selama 5 menit dan di saring. Filtrat yang
diperoleh digunakan untuk pemeriksaan flavonoid, saponin, kuinon dan tanin.

a. Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 5 mL filtrat ditambah serbuk magnesium dan 1 mL klorida pekat,
dikocok kuat-kuat dengan 5 mL amil alkohol, kemudian di biarkan memisah.
Warna
merah atau jingga yang terbentuk pada lapisan amil alkohol menunujukkan adanya
senyawa flavonoid.

b. Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 10 mL filtrat dikocok tegak selama 10 detik kemudian didiamkan
dan diamati busa yang terbentuk. Adanya saponin ditunjukkan dengan timbulnya
busa
yang stabil setelah penambahan satu tetes asam klorida 2N.
c. Pemeriksaan Kuinon
Sebanyak 5 mL filtrat dari pemeriksaan flavonoid ditambah dengan
beberapa
tetes natrium hidroksida 1N. Adanya kuinon ditunjukkan dengan terbentuknya
warna merah.

d. Pemeriksaan Tanin
Sebagian filtrat dari pemeriksaan flavonoid direaksikan dengan larutan
besi(III)klorida 1%. Adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau
atau biru. Pada sebagian filtrat dari pemeriksaan flavonoid ditambah 15 mL
pereaksi Steasny (campuran 2 bagian formalin 30%v/v dengan 1 bagian asam
klorida pekat), dipanaskan pada tangas air suhu 90 oC. Adanya tanin katekat
ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah muda. Hasil pemeriksaan tanin
katekat disaring kemudian filtrat dijenuhkan dengan penambahan natrium asetat
dan beberapa tetes besi(III)klorida 1%. Terbentuknya warna biru atau hitam
menunjukkan adanya tanin galat

e. Pemeriksaan Alkaloid
Sebanyak 1 gram ekstrak dilembabkan dengan 5 mL amonia 50% dan
digerus dalam mortar, ditambah 20 mL kloroform, digerus kuat dan disaring. Filtrat
yang terdiri dari larutan senyawa organik digunakan untuk percobaan selanjutnya
(larutan A). Larutan A diekstraksi dengan asam klorida 2N (larutan B). Larutan A
diteteskan pada kertas saring kemudian ditetesi pereaksi Dragendorff. Adanya
alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah atau kuning pada kertas
saring. Ke dalam masing-masing 5 mL larutan B dalam tabung reaksi ditambahkan
beberapa tetes pereaksi Dragendorff atau Mayer. Reaksi positif terjadi jika
terbentuknya endapan warna merah bata atau endapan warna putih pada
penambahan pereaksi Mayer.

f. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid
Sejumlah ekstrak dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2 jam kemudian
disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap kemudian residu direaksikan
dengan pereaksi Lieberman-Bouchard. Terbentuk warna merah, biru atau violet
menunjukkan adanya senyawa terpenoid/steroid.

3.6 Pembuatan Sediaan Uji


Senyawa uji berupa ekstrak kental etanol buah mengkudu dan jahe gajah
tunggal dan kombinasi (1:1) sesuai dosis. Sediaan dibuat dengan melarutkannya
dalam air menggunakan tragakan 1% dan untuk kontrol, dibuat tragakan 1% tanpa
senyawa uji. Sediaan diberikan secara oral setiap hari selama 90 hari.
3.7 Penyiapan Hewan Uji
Sebelum pengujian dimulai, hewan diadaptasikan di dalam ruangan
percobaan selama lebih kurang tujuh hari. Hewan diamati kesehatan dan tingkah
lakunya. Hewan yang digunakan dalam percobaan adalah hewan yang sehat, tidak
terjadi penurunan bobot badan melebihi 10% dan tidak menunjukkan kelainan
tingkah laku dan penyimpangan dari keadaan normal.

3.8 Dosis dan Cara Pemberian Sediaan Uji


Hewan dikelompokkan secara acak sedemikian rupa sehingga penyebaran
bobot badan merata pada semua kelompok. Hewan dikelompokkan dalam 8
kelompok tikus jantan dan 8 kelompok tikus betina, masing-masing kelompok
terdiri dari 10 ekor, sehingga masing-masing dosis terdiri dari 10 ekor jantan dan
10 ekor betina.

Kelompok tersebut terdiri dari:


- Kelompok I : Dosis 50 mg /kg bb ekstrak etanol jahe gajah
(Dosis rendah tunggal).
- Kelompok II : Dosis 50 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu
(Dosis rendah tunggal).
- Kelompok III : Dosis 50 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu-jahe gajah (1:1)
(Dosis rendah kombinasi).
- Kelompok IV : Dosis 400 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu-jahe gajah (1:1)
(Dosis tengah kombinasi).
- Kelompok V : Dosis 1000 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu-jahe gajah
(1:1), (Dosis atas kombinasi).
- Kelompok VI : Kontrol (diberi tragakan 1%)
- Kelompok VII : Satelit kontrol (diberi tragakan 1%)
- Kelompok VIII : Satelit dosis 1000 mg /kg bb ekstrak etanol mengkudu-jahe
gajah (1:1), (Satelit dosis atas kombinasi).

3.9 Pengamatan Perilaku dan Aktivitas Motorik


Perilaku dan aktivitas motorik diamati sebelum dan sesudah pemberian
pertama, sesudah pemberian 90 hari (pada hari ke 91) dan kelompok satelit setelah
30 hari sediaan uji berhenti diberikan (hari ke 121). Untuk melihat pengaruh
pemberian sediaan uji dilakukan pengamatan rasa ingin tahu (jumlah jengukan
pada platform), aktivitas motorik, straub, piloereksi, ptosis, refleks pineal, refleks
kornea, lakrimasi, midriasis, katalepsi, sikap tubuh, menggelantung, retablismen,
fleksi, respons tertutup induksi sakit (uji Hafner), kolik, mortalitas, grooming,
defekasi, urinasi, pernapasan, salivasi, vokalisasi, tremor, writing (menggeliat).
3.10 Pengamatan Bobot Badan
Penimbangan bobot badan tikus dilakukan setiap hari selama 91 hari untuk
kelompok uji dan 121 hari untuk kelompok satelit. Pertambahan bobot badan
kelompok uji selama 90 hari dan pertambahan bobot badan selama 120 hari untuk
kelompok satelit dibandingkan terhadap kelompok kontrol.
3.11 Pemeriksaan Parameter Urin
Pemeriksaan parameter urin pada akhir pengujian yaitu hari ke 91 bagi
kelompok uji sedangkan kelompok satelit dilakukan pada hari ke 121. Urin
ditampung sepanjang lebih kurang 16 jam, hewan dipuasakan dan ditempatkan
dalam kandang metabolisme. Dilakukan pemeriksaan urin yang meliputi warna
dan kekeruhan, berat jenis dan pH.

3.12 Pengamatan Parameter Darah


Darah diambil dari ekor tikus pada hari ke 91 sedangkan untuk kelompok
satelit pada hari ke 121. Darah tikus yang ditampung dan dicegah pembekuannya
dengan penambahan antikoagulan akan memisah bila disentrifuga membentuk
lapisanlapisan.
Hematokrit adalah perkiraan volume eritrosit padat per satuan volume darah.
Penetapan kadar hemoglobin dapat dilakukan dengan metoda Sahli. Metoda ini
menggunakan cara kolorimetrik visual. Hemoglobin dalam hemometer diubah
menjadi hematin asam dengan penambahan HCl 0,1N, kemudian warna yang
terjadi dibandingkan secara visual dengan standard yang ada pada alat tersebut.
Jumlah sel darah merah dihitung menggunakan hemositometer dan
mikroskop. Darah diencerkan dengan natrium sitrat 0,1M, kemudian dimasukkan
ke dalam kamar hitung. Jumlah eritrosit dihitung dalam volume tertentu, dengan
menggunakan faktor konversi jumlah eritrosit dapat diperhitungkan.
Jumlah leukosit dihitung menggunakan hemositometer dan mikroskop.
Darah diencerkan menggunakan larutan Turk yang mengandung asam asetat dan
gentian violet membentuk warna ungu muda. Gentian violet berguna untuk
memberikan warna pada inti dan granula leukosit.
Jumlah trombosit dihitung menggunakan hemositometer dan mikroskop.
Darah diencerkan dengan larutan ammonium oksalat 1%.

3.13 Pengamatan Fungsi Hati dan Ginjal


Pengamatan fungsi hati dan fungsi ginjal dilakukan terhadap hewan uji
menggunakan plasma darah dan urin yang telah ditampung sebelum dikorbankan
pada hari ke 91 sedangkan kelompok satelit dilakukan pada hari ke 121. Penentuan
secara kuantitatif dilakukan dengan menghitung kadar biokimia darah
menggunakan alat spektrofotometer Clinicon dengan pereaksi dari Rajawali
Nusindo. Pengamatan fungsi ginjal meliputi kreatinin dan BUN, sedangkan fungsi
hati meliputi SGOT, SGPT, HDL, LDL, kolesterol total, protein total, albumin, dan
trigliserida.

3.14 Pengamatan Makroskopik Organ


Pada penelitian ini organ yantg diamati secara makroskopik dan bobotnya
ditimbang meliputi hati, limpa, ginjal, kelenjar adrenal, jantung, paru-paru,
pankreas, otak, testes dan vesika seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina).
Perbandingan bobot organ dengan bobot badan dihitung sehingga diperoleh indeks
organ dalam %. Indeks organ kelompok yang diberi sediaan uji dan kelompok
satelit dibandingkan terhadap indeks organ kelompok kontrol. Kondisi mukosa
lambung diperiksa secara makroskopis dan diamati dibawah kaca pembesar untuk
melihat bila ada tukak, jumlah dan lebar tukak.

3.15 Pengamatan Mikroskopik Organ


Pada pemeriksaan setelah kematian hewan uji, dilakukan pemeriksaan
histologi organ untuk mengetahui hubungan antara gejala yang terjadi dengan
struktur organ yang mengalami paparan senyawa uji. Pada penelitian ini organ
yang diperiksa secara histologis yaitu hati, ginjal, kelenjar adrenal, jantung, limpa,
paru-paru, otak, testes dan vesika seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina).
Preparat histologi dibuat dengan mengiris organ menggunakan mesin pemotong
khusus (mikrotom) kemudian diletakan diatas kaca objek, setelah itu dilakukan
prosedur pewarnaan menggunakan Hematoksilin-Eosin (HE), kemudian ditutup
dengan kaca penutup objek dan dilem menggunakan entellan. Preparat diamati di
bawah mikroskop dan dilakukan pemotretan.
IV HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Suatu bahan yang akan digunakan oleh manusia baik sintetis maupun bahan
alam yang berasal dari tanaman, selain diperlukan data efek farmakologi juga
diperlukan data toksisitas, maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui
toksisitas subkronis kombinasi ekstrak etanol buah mengkudu dan rimpang jahe
gajah pada tikus Wistar.
Pemeriksaan pendahuluan simplisia perlu dilakukan untuk menjamin
kebenaran dan kualitasnya. Setelah buah mengkudu dan rimpang jahe gajah
dikumpulkan, kemudian dilakukan determinasi untuk memastikan jenis tanaman
tersebut. Dari hasil determinasi di Herbarium Bandungense, Departemen Biologi
ITB diperoleh data mengkudu tersebut termasuk spesies Morinda citrifolia Linn.
dan
jahe gajah spesies Zingiber officinale Rosc.
Pelarut untuk ekstraksi disesuaikan dengan sifat kandungan yang terdapat
pada tanaman uji. Pada penelitian ini digunakan etanol 96% untuk ekstraksi
menggunakan refluks sebanyak tiga kali agar dapat mengekstraksi sebanyak
mungkin zat aktif. Hasil percobaan diperoleh ekstrak etanol mengkudu dan jahe
gajah dengan rendemen masing-masing 16,14% dan 97%.
Dilakukan pemeriksaan karakteristik ekstrak yang berupa sediaan kental
diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan pelarut
etanol 96%, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang
tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Susut
pengeringan ditentukan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Bobot jenis memberikan
batasan massa per satuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair
sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang. Nilai yang diperoleh
terkait dengan kemurnian dan kontaminasi. Penentuan kadar air untuk memberikan
batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan.
Penentuan kadar abu memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai akhir terbentuknya ekstrak.
Parameter organoleptik ekstrak berguna sebagai pengenalan awal yang sederhana
seobyektif mungkin, meliputi bentuk, warna, rasa dan bau. Penentuan parameter
senyawa terlarut dalam pelarut tertentu dengan melarutkan ekstrak dalam air atau
alkohol untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa
kandungan secara gravimetri, bertujuan memberikan gambaran awal jumlah
senyawa kandungannya. Penentuan parameter golongan kandungan fitokimia
bertujuan memberikan informasi adanya kandungan golongan kimia tertentu
sebagai parameter mutu ekstrak dalam kaitannya dengan efek farmakologi.

Pengujian toksisitas dilakukan pada hewan uji yang sehat, hewan kontrol
termasuk dalam penelitian dan mendapat perlakuan yang sama tetapi diberikan
sediaan blanko. Bentuk sediaan uji, tingkatan dosis dan lama pemberian sebanding
dengan pemberian pada manusia.
Faktor penting yang mempengaruhi keamanan suatu senyawa antara lain
jumlah dosisnya. Pada penelitian ini digunakan dosis berdasarkan penelitian
sebelumnya dan hasil uji tokisitas akut pada dosis bertingkat 5, 50, 500, 2000, dan
5000 mg/kg bb kombinasi ekstrak buah mengkudu dengan jahe gajah (1:1).
Pengujian menggunakan hewan mencit putih jantan dan betina galur Swiss
Webster,
dan pemberian sediaan uji dilakukan secara oral. Pengamatan dilakukan selama 14
hari dan tidak ditemukan adanya kematian. Pada uji toksisitas subkronis ini
digunakan dosis 50 mg/kg bb dan dua dosis yang lebih tinggi yaitu 400 mg/kg bb
dan 1 gram/kg bb.
Dilakukan pengamatan perilaku dan aktivitas motorik terhadap semua
kelompok hewan uji. Pada hari pertama, satu jam setelah pemberian sediaan uji,
umumnya dapat diamati adanya penurunan aktivitas motorik baik pada tikus jantan
maupun pada tikus betina, juga pada kelompok kontrol yang diberi sediaan blanko.
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sediaan uji tidak mempengaruhi uji
aktivitas motorik pada hari pertama pemberian. Hasil pengamatan perilaku dan
aktivitas motorik dapat dilihat pada Lampiran C, Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Setelah
pemberian sediaan uji 90 hari berturut-turut, profil aktivitas motorik tidak
menunjukkan perbedaan dengan kelompok kontrol, demikian juga pada kelompok
satelit baik padatikus jantan ataupun betina. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian sediaan uji selama 90 hari berturut-turut dan penghentian pemberian
sediaan uji selama 30 hari setelah pemberian selama 90 hari berturut-turut, tidak
menunjukkan perubahan terhadap aktivitas motorik.
Pada pengamatan terhadap defekasi dan urinasi pada hari pertama sebelum
dan setelah pemberian, setelah pemberian sediaan uji selama 90 hari berturut-turut,
serta pengamatan pada hari ke 121, tidak menunjukkan perbedaan variasi jumlah
defekasi dan urinasi dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa
sediaan uji tidak mempengaruhi defekasi dan urinasi hewan uji.
Dilakukan juga pengamatan terhadap sikap tubuh dan pernafasan, dan
kemampuan kerja otot dengan menggelantung dan rentablismen, indentifikasi
adanya
straub, piloereksi, ptosis, refleks pineal dan korneal, midriasis, katalepsi, fleksi,
respon tertutup induksi rasa sakit (uji hafner), kolik, mortalitas, grooming, tremor
dan writhing (menggeliat), juga aktifitas kelenjar salivasi dan lakrimasi tidak
menunjukkan profil yang berbeda dengan kelompok kontrol.
Hasil pengamatan bobot badan tikus menunjukkan profil perkembangan dan
peningkatan bobot badan dengan profil yang hampir sama dengan semua
kelompok
dosis hewan uji dapat dilihat pada Lampiran D.. Peningkatan yang paling tinggi
terjadi pada kelompok hewan yang diberi sediaan uji mengkudu dosis 50 mg/kg
bb.
Pada pengamatan parameter darah yang meliputi hematokrit, hemoglobin,
sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit menunjukkan profil yang hampir
sama dengan kelompok kontrol. Perbedaan yang bermakna terjadi pada jumlah sel
darah putih tikus jantan pada pemberian senyawa uji dosis 400 mg/kg bb (p=
0,029). Hal tersebut belum tentu akibat pemberian sediaan uji, karena hanya terjadi
pada sebagian dari satu kelompok dosis dan sel darah putih/leukosit berperan
dalam pertahanan tubuh terutama terhadap infeksi, dalam keadaan radang leukosit
dapat terbentuk lebih banyak.
Fungsi hati dan ginjal dapat dilihat dari pengujian biokimia darah. Pada
pengujian serum trasaminase asam glutamat oksaloasetat (SGOT) dan
transaminase asam glutamat piruvat (SGPT), aktifitas enzim SGPT dan SGOT
tikus jantan pada dosis 50 mg/kg bb, 400 mg/kg bb dan 1000 mg/kg bb
menunjukkan aktifitas yang menurun dibandingkan kelompok kontrol. Pada
pemberian ekstrak kombinasi jahe gajah dan mengkudu dosis 50 dan 400 mg/kg
bb, aktifitas enzim SGPT lebih rendah dari kontrol dan menunjukkan perbedaan
yang bermakna secara statistik (p= 0,015 dan p= 0,042). Aktifitas SGPT dan SGOT
berkaitan erat dengan kondisi patologi hati, penurunan aktifitas enzim tersebut
menunjukkan adanya perbaikan fungsi hati. Aktifitas enzim SGPT pada kelompok
satelit dosis 1000 mg/kg bb kembali menunjukkan aktifitas yang meningkat
mendekati kelompok kontrol. Sedangkan aktifitas enzim SGPT dan SGOT tikus
betina pada umumnya tidak menunjukkan aktifitas yang berbeda secara statistik
dibanding kelompok kontrol, hanya pada kelompok pemberian mengkudu 50
mg/kg bb aktifitas SGPT meningkat.

Kadar glukosa darah tikus jantan dan betina menunjukkan peningkatan yang
berbeda bermakna secara statistik pada pemberian sediaan uji dosis 1000 mg/kg
bb, tikus jantan p= 0,033 dan tikus betina p= 0,010 (Lampiran G). Penyimpangan
kadar glukosa darah dari normal dapat diakibatkan perubahan kecepatan oksidasi
glukosa. Kadar glukosa darah naik akibat dari pengaruh glukagon dan adrenalin
melalui pembebasan glukosa dari cadangan. Pembebasan glukagon dan adrenalin
dikontrol oleh hipotalamus. Terjadinya kenaikan glukosa darah pada tikus jantan
dan betina pada pemberian sediaan uji dosis tinggi kombinasi menunjukkan adanya
ganguan penganturan gula darah.
Kadar total protein darah tikus jantan menunjukkan kadar yang setara
dengan kelompok kontrol. Kadar total protein darah tikus betina menunjukkan
kadar yang cenderung meningkat dibanding kelompok kontrol. Tetapi hanya pada
dosis 400 mg/kg bb yang menunjukkan perbedaan bermakna ( p= 0,020).
Profil kolesterol darah (trigliserida, kolesterol total, HDL dan LDL) tikus jantan
dan betina menunjukkan profil yang setara dengan kelompok kontrol. Tetapi
hanya pada kolesterol HDL tikus betina kelompok dosis 1000 mg/kg bb
menunjukkan peningkatan yang berbeda bermakna dibanding kelompok kontrol
(p= 0,019).
Pada pengamatan makroskopik organ, setelah hewan uji dibedah, diisolasi
beberapa organ yaitu hati, limpa, ginjal, kelenjar adrenal, jantung, paru-paru,
pankreas, otak, testes dan vesika seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina),
serta lambung. Masing-masing organ diamati keadaannya dan ditimbang, organ
yang berpasangan ditimbang bersama (Lampiran H). Pada hasil pengamatan tidak
menunjukkan adanya kelainan organ secara makroskopik, juga tidak ditemukan
terjadinya tukak dilambung hewan uji.
Pengamatan secara mikroskopik dengan histologi organ tertentu dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara gejala yang terjadi dengan struktur organ yang
mengalami paparan senyawa uji. Dilakukan pemeriksaan histologi terhadap organ
hati, limpa, ginjal, kelenjar adrenal, jantung, paru-paru, otak, testes dan vesika
seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina).
Pada pemeriksaaan histologi hati kelompok hewan uji kombinasi dosis 1000
mg/kg bb paling banyak mengalami degenerasi sel hati hal ini menunjukkan
pemberian sediaan uji dosis tinggi dapat merusak sel hati lebih banyak. Pada
kelompok dosis kombinasi 50 mg/kg bb ditemukan adanya peningkatan yang
cukup tinggi jumlah sel kupffer dibanding kontrol. Sel kupffer merupakan sel
makrofag fagositik bentuk fagosit mononukleus, peningkatan jumlah sel ini
kemungkinan karena adanya sifat imunostimulan.
V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) dan rimpang jahe
gajah (Zingiber officinale Rosc.) tunggal pada dosis masing-masing 50 mg/kgbb
sertakombinasinya dengan perbandingan (1:1) dengan dosis 50, 400, dan 1000
mg/kg bbpada tikus Wistar tidak menyebabkan toksisitas berarti, terlihat dengan
tidak adanyaperbedaan bermakna kelompok hewan yang diberi sediaan uji
dibanding kelompokkontrol pada perilaku, perkembangan bobot badan, parameter
darah, indeks danmakroskopik organ.
Pada organ hati dan ginjal tidak ditemukan toksisitas berarti terlihat pada
pemeriksaan kadar biokimia darah yang meliputi SGOT, SGPT, HDL, LDL,
kolesterol total, protein total, albumin, dan trigliserida, juga kreatinin dan BUN.
Padapengamatan histologi organ hati ditemukan adanya peningkatan yang cukup
tinggi jumlah sel kupffer pada kelompok uji kombinasi dosis 50 mg/kg bb. Pada
limpa ditemukan adanya pelebaran pulpa putih pada semua kelompok dosis
dibanding kontrol dan pelebaran yang paling besar terdapat pada kelompok uji
kombinasi dosis 50 mg/kg bb. Hal ini terjadi kemungkinan karena ada efek
imunostimulan.

5.2 Saran

Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan uji toksisitas kronis yang dapat
mengevaluasi sediaan uji lebih lama sehingga dapat diambil kesimpulan yang lebih
baik, juga dilakukan evaluasi mikroskopik dan histologi organ yang lebih
mendalam dengan meneliti lebih banyak organ dari tikus percobaan yang lebih
banyak. Setelah dilakukan pengujian toksisitas subkronik ini dan dihasilkan data
bahwa kombinasi mengkudu dan jahe gajah tidak menyebabkan toksisitas berarti,
maka penelitian dapat dilanjutkan dengan uji klinik pada manusia sehingga
dihasilkan komposisi obat yang tepat dan dapat berguna bagi kehidupan manusia.

Anda mungkin juga menyukai