UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
JATINANGOR
2007
UJI TOKSISITAS SUBKRONIS KOMBINASI
EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia Linn.)
DAN RIMPANG JAHE GAJAH (Zingiber officinale Rosc.)
PADA TIKUS WISTAR
Oleh:
RINI HENDRIANI, M.Si.
NIP. 132317750
I. TINJAUAN PUSTAKA
...........................................................................................................................
2
I.1 Tinjauan Botani
...........................................................................................................................
2
I.2 Toksisitas
...........................................................................................................................
3
I.3 Evaluasi Uji Toksisitas
...........................................................................................................................
6
III. PERCOBAAN
.....................................................................................................................................
12
3.1 Bahan, Alat dan Hewan Uji
..............................................................................................................................
12
3.2 Penyiapan Bahan
............................................................................................................................
12
3.3 Pengolahan Bahan
............................................................................................................................
13
3.4 Pembuatan Ekstrak Tanaman
............................................................................................................................
13
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak
............................................................................................................................
13
3.6 Pembuatan Sediaan Uji
............................................................................................................................
17
............................................................................................................................
3.7 Penyiapan Hewan Uji
............................................................................................................................
17
3.8 Dosis dan Cara Pemberian Sediaan Uji
............................................................................................................................
17
3.9 Pengamatan Perilaku dan Aktivitas Motorik
............................................................................................................................
18
3.10 Pengamatan Bobot Badan
............................................................................................................................
18
3.11 Pemeriksaan Parameter Urin
............................................................................................................................
19
3.12 Pengamatan Parameter Darah
............................................................................................................................
19
3.13 Pengamatan Fungsi Hati dan Ginjal
............................................................................................................................
19
3.14 Pengamatan makroskopik Organ
............................................................................................................................
20
3.15 Pengamatan mikroskopik Organ
...........................................................................................................................
20
DAFTAR PUSTAKA
.....................................................................................................................................
33
LAMPIRAN
.....................................................................................................................................
35
PENDAHULUAN
Penelitian ini dilakukan untuk menguji ekstrak buah mengkudu dan rimpang
jahe gajah tunggal serta kombinasi keduanya. Dalam penggunaan obat tradisional,
simplisia atau sediaan galeniknya untuk kesehatan perlu diperhatikan
keamanannya. Oleh karena itu dilakukan berbagai penelitian antara lain pengujian
terhadap toksisitas dan efek samping yang dapat ditimbulkannya. Perlu dilakukan
penelitian toksisitas yang bersifat akut dan yang bersifat kronis.
Penggunaan dalam jangka waktu yang lama mendorong perlunya penentuan
toksisitas subkronis, karena meskipun dianggap aman, tetapi belum diketahui
adanya kemungkinan efek yang tidak diharapkan pada tubuh akibat pemakaian
lama. Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap efek toksik ekstrak etanol
mengkudu dan jahe gajah tunggal maupun kombinasinya dengan perbandingan
(1:1), diberikan setiap hari selama 90 hari dan kelompok satelit tetap dipelihara
selama 30 hari setelah pemberian sediaan uji dihentikan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efek toksik subkronis kombinasi ekstrak etanol buah mengkudu
dan rimpang jahe gajah pada tikus Wistar. Selain informasi toksisitas, hasil
penelitian juga diharapkan dapat menggambarkan efek terhadap organ-organ dalam
tubuh sehingga dapat memberikan petunjuk jenis penelitian khusus lainnya yang
perlu dilakukan.
I TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka yang berhubungan dengan penelitian ini meliputi tinjauan botani
tanaman mengkudu dan jahe gajah, serta tinjauan tentang toksisitas.
1.2 Toksisitas
Salah satu tujuan terpenting toksikologi ialah memberikan keterangan
sehingga kerugian kesehatan manusia dan lingkungan akibat senyawa beracun
dapat dicegah atau dibatasi (Koeman, 1987).
b. Uji Mutagenitas
Uji mutagenitas adalah uji yang dilakukan untuk memperoleh informasi
mengenai kemungkinan terjadinya efek mutagenik suatu senyawa. Efek mutagenik
merupakan efek yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sifat genetika sel
tubuh makhluk hidup.
c. Uji Karsinogenitas
Uji karsinogenitas dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai efek
korsinogenik suatu senyawa pada hewan percobaan. Suatu senyawa bersifat
karsinogenik jika senyawa tersebut dapat menginduksi karsinoma (pembentukan
tumor). Uji ini memerlukan biaya yang banyak dan waktu yang lama.
a. Hematologi
Pemeriksaan hematologi dapat memberikan informasi efek yang disebabkan
senyawa uji terhadap darah dan jaringan pembentuk darah. Darah terdiri atas sel-
sel dan cairan yang terdapat dalam sistem sirkulasi tertutup, mengalir secara teratur
dalam satu arah, didorong terutama oleh kontraksi jantung yang berirama. Darah
terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan trombosit,
serta plasma yang merupakan cairan tempat sel-sel darah itu terendam. Jika darah
dikeluarkan dari sistem sirkulasi, darah akan membeku dan cairan kuning bening
yang disebut serum memisah dari koagulum. Darah yang ditampung dan dicegah
pembekuan dengan menambahkan antikoagulan akan memisah bila disentrifuga
membentuk lapisanlapisan. Hematokrit adalah perkiraan volume eritrosit padat per
satuan volume darah. Volume hematokrit normal tikus 36-50,6%. Sedangkan
volume darah normal tikus 60 mL/kg. (Zutphen, 1993; Mitruka, 1981).
Eritrosit tidak mempunyai inti, mengandung hemoglobin yang merupakan
protein pembawa oksigen. Anemia adalah kondisi patologis yang ditandai oleh
konsentrasi hemoglobin darah di bawah normal, berhubungan dengan pengurangan
jumlah sel darah merah. Atau dapat pula jumlah sel normal namun jumlah
kandungan hemoglobinnya kurang (anemia hipokrom). Anemia dapat disebabkan
pendarahan atau produksi sel darah merah oleh sum-sum tulang tidak cukup.
Penetapan kadar hemoglobin dapat dilakukan dengan metoda Sahli. Metoda
ini menggunakan cara kolorimetrik visual. Hemoglobin dalam hemometer diubah
menjadi hematin asam dengan penambahan HCl 0,1N, kemudian warna yang
terjadi dibandingkan secara visual dengan standard pada alat tersebut. Kadar
hemoglobin normal tikus adalah 11-20 g/100 mL (Zutphen, 1993; Mitruka, 1981).
Jumlah sel darah merah dihitung menggunakan hemositometer dan
mikroskop. Darah diencerkan dengan natrium sitrat 0,1M, kemudian dimasukkan
ke dalam kamar hitung. Jumlah eritrosit dihitung dalam volume tertentu, dengan
menggunakan faktor konversi jumlah eritrosit dapat diperhitungkan. Jumlah sel
darah merah normal tikus 6,76-9,20 x106/mm3 (Mitruka, 1981).
Sel darah putih (leukosit) bukan merupakan komponen dengan jumlah yang
selalu tetap dalam darah. Sel darah putih bermigrasi ke jaringan tempat melakukan
berbagai fungsinya. Leukosit berperan dalam pertahanan selular dan humoral dari
organisme terhadap materi asing. Jumlah leukosit dihitung menggunakan
hemositometer dan mikroskop. Darah diencerkan menggunakan larutan Turk yang
mengandung asam asetat dan gentian violet membentuk warna ungu muda.
Gentian violet berguna untuk memberikan warna pada inti dan granula leukosit.
Jumlah leukosit normal tikus 6,60-12,60 x106/mm3 (Mitruka, 1981).
Jumlah trombosit dihitung menggunakan hemositometer dan mikroskop.
Darah diencerkan dengan larutan ammonium oksalat 1%, yang ditujukan untuk
melisiskan eritrosit. Jumlah trombosit normal tikus 1,5-4,6 x106/mm3 (Mitruka,
1981).
c. Urinalisis
Urin merupakan jalur utama eksresi sebagian besar senyawa toksikan,
sehingga ginjal mempunyai volume aliran darah yang tinggi, mengkonsentrasi
toksikan pada filtrat dan membawa toksikan melalui sel tubulus. Karena itu ginjal
merupakan organ sasaran utama dari efek toksik. Pemeriksaan urin selain dapat
memberikan data mengenai ginjal dan saluran urin, juga mengenai fungsi berbagai
organ dalam tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal dan
lainlain.
Perlu diperhatikan waktu pengumpulan sampel urin. Urin kumpulan sepanjang
24 jam mempunyai susunan yang tidak banyak berbeda dari susunan urin 24 jam
berikutnya. Tetapi sampel urin yang diambil pada saat tertentu di waktu siang atau
malam, dapat memberikan susunan urin yang berbeda. Analisis urin meliputi
warna, berat jenis, pH, dan suhu.
a. Organ Sasaran
Toksikan tidak mempengaruhi semua organ secara merata, karena
dipengaruhi oleh kepekaan suatu organ, juga tingginya kadar senyawa atau
metabolitnya di organ sasaran. Kadar ini selain bergantung pada dosis yang
diberikan juga pada derajat absorbsi, distribusi, pengikatan, dan eksresi.
Senyawa uji yang diberikan secara oral, absorbsi terjadi di saluran cerna.
Lambung merupakan tempat penyerapan yang penting, terutama untuk senyawa
yang bersifat asam lemah. Dalam usus, senyawa yang bersifat basa lemah akan
mudah diserap. Setelah senyawa tersebut diserap dan memasuki darah, maka akan
didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh. Kadarnya dalam organ tergantung
mudah atau tidaknya senyawa melewati dinding kapiler dan membran sel, serta
afinitas komponen organ terhadap senyawa tersebut.
Pengikatan suatu senyawa dalam jaringan dapat menyebabkan kadarnya
menjadi tinggi. Hati dan ginjal memiliki kapasitas yang lebih tinggi untuk
mengikat senyawa asing. Hal ini berhubungan dengan fungsi metabolik dan
eksretorik.
b. Histologi Organ
Pada pemeriksaan setelah kematian hewan uji perlu dilakukan pemeriksaan
histologi organ untuk mengetahui hubungan antara gejala yang terjadi dengan
struktur organ yang mengalami paparan senyawa uji.
Pada penelitian ini organ yang ditimbang dan diperiksa secara histologis yaitu
hati, ginjal, anak ginjal, jantung, limpa, pankreas, paru-paru, otak, testes dan vesika
seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina). Lambung diperiksa secara
makroskopis.
Hati adalah organ terbesar dan memberikan proses metabolisme paling
kompleks di dalam tubuh. Organ ini terlibat dalam metabolisme zat makanan serta
sebagian besar obat dan toksikan. Pada pemeriksaan patologi makroskopik hati,
warna dan penampilan sering dapat menunjukkan sifat toksisitas, seperti
perlemakan hati atau sirosis. Berat organ merupakan petunjuk yang sangat peka
dari pengaruh zat uji
pada hati. Pada pemeriksaan mikroskopik hati, dapat dideteksi berbagai kelainan
histologi seperti perlemakan, nekrosis, sirosis, nodul hiperplastik dan neoplasia,
selain juga dapat mendeteksi perubahan dalam berbagai struktur subsel. Data
tersebut digabungkan dengan data uji biokimia sehingga dapat menggambarkan
cara kerja toksikan.
Ginjal merupakan organ sasaran utama dari efek toksik selain hati. Ginjal
mempunyai kemampuan kompensasi yang luar biasa. Uji fungsi ginjal selain
dilakukan analisis urin dan darah, juga pemeriksaan secara morfologis dan
histologis. Pada pemeriksaan makroskopis ditentukan berat ginjal. Perubahan berat
organ, bila dibandingkan dengan hewan pembanding, dapat menunjukkan lesi
ginjal. Pemeriksaan histopatologi dapat mengungkapkan tempat, luas, dan sifat
morfologik lesi ginjal. Sebagai suatu bagian vital dalam tubuh, susunan saraf
dilindungi dari toksikan dalam darah oleh suatu mekanisme protektif sawar darah
otak. Meskipun demikian, susunan saraf rentan dari berbagai jenis toksikan.
Susunan saraf terdiri atas dua bagian utama yaitu susunan saraf perifer dan susunan
saraf pusat (SSP) yang mencakup otak dan sum-sum tulang belakang. Pada uji
toksisitas perlu juga dilakukan pemeriksaan histologi otak.
Jantung adalah suatu organ yang vital dalam tubuh, meskipun bukan sasaran
utama, organ ini dapat dirusak oleh berbagai senyawa, juga sistem reproduksi,
testis dan vesika seminalis atau ovarium dan uterus, serta pankreas yang
merupakan bagian sistem endokrin. Oleh karena itu perlu dilakukan pula
pemeriksaan histologi pada organ-organ tersebut.
II METODE PENELITIAN
3.1.1 Bahan
Buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.), rimpang jahe gajah (Zingiber
officinale Rosc.), tragakan, etanol 96%, air destilasi, larutan Turk 0,1%, larutan
natrium sitrat 2%, larutan asam hidroklorida 0,1N, larutan dapar formalin, pereaksi
biokimia darah, etanol absolut, xylol, paraffin padat, dan pewarna Hematoksilin
Eosin
(HE).
3.1.2 Alat
Alat refluks, alat penguap vakum putar, cawan penguap, penangas air,
timbangan analitik, timbangan tikus, mortir dan stampler, jarum oral tikus, spuit
3cc, kandang metabolisme, alat uji perilaku, tabung eppendorf, alat sentrifuga
eppendorf, tabung kapiler hematokrit, mikrosentrifuga, mikropipet, hemositometer,
mikroskop, alat penghitung, tabung sahli, alat bedah, spektrofotometer ultra violet
visibel (Fotometer 4020 Hitachi), kaca pembesar, kamera, mikrotom, kaca objek,
kaca penutup, dan peralatan gelas yang umum digunakan di laboratorium.
a. Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 5 mL filtrat ditambah serbuk magnesium dan 1 mL klorida pekat,
dikocok kuat-kuat dengan 5 mL amil alkohol, kemudian di biarkan memisah.
Warna
merah atau jingga yang terbentuk pada lapisan amil alkohol menunujukkan adanya
senyawa flavonoid.
b. Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 10 mL filtrat dikocok tegak selama 10 detik kemudian didiamkan
dan diamati busa yang terbentuk. Adanya saponin ditunjukkan dengan timbulnya
busa
yang stabil setelah penambahan satu tetes asam klorida 2N.
c. Pemeriksaan Kuinon
Sebanyak 5 mL filtrat dari pemeriksaan flavonoid ditambah dengan
beberapa
tetes natrium hidroksida 1N. Adanya kuinon ditunjukkan dengan terbentuknya
warna merah.
d. Pemeriksaan Tanin
Sebagian filtrat dari pemeriksaan flavonoid direaksikan dengan larutan
besi(III)klorida 1%. Adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau
atau biru. Pada sebagian filtrat dari pemeriksaan flavonoid ditambah 15 mL
pereaksi Steasny (campuran 2 bagian formalin 30%v/v dengan 1 bagian asam
klorida pekat), dipanaskan pada tangas air suhu 90 oC. Adanya tanin katekat
ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah muda. Hasil pemeriksaan tanin
katekat disaring kemudian filtrat dijenuhkan dengan penambahan natrium asetat
dan beberapa tetes besi(III)klorida 1%. Terbentuknya warna biru atau hitam
menunjukkan adanya tanin galat
e. Pemeriksaan Alkaloid
Sebanyak 1 gram ekstrak dilembabkan dengan 5 mL amonia 50% dan
digerus dalam mortar, ditambah 20 mL kloroform, digerus kuat dan disaring. Filtrat
yang terdiri dari larutan senyawa organik digunakan untuk percobaan selanjutnya
(larutan A). Larutan A diekstraksi dengan asam klorida 2N (larutan B). Larutan A
diteteskan pada kertas saring kemudian ditetesi pereaksi Dragendorff. Adanya
alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah atau kuning pada kertas
saring. Ke dalam masing-masing 5 mL larutan B dalam tabung reaksi ditambahkan
beberapa tetes pereaksi Dragendorff atau Mayer. Reaksi positif terjadi jika
terbentuknya endapan warna merah bata atau endapan warna putih pada
penambahan pereaksi Mayer.
f. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid
Sejumlah ekstrak dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2 jam kemudian
disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap kemudian residu direaksikan
dengan pereaksi Lieberman-Bouchard. Terbentuk warna merah, biru atau violet
menunjukkan adanya senyawa terpenoid/steroid.
Suatu bahan yang akan digunakan oleh manusia baik sintetis maupun bahan
alam yang berasal dari tanaman, selain diperlukan data efek farmakologi juga
diperlukan data toksisitas, maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui
toksisitas subkronis kombinasi ekstrak etanol buah mengkudu dan rimpang jahe
gajah pada tikus Wistar.
Pemeriksaan pendahuluan simplisia perlu dilakukan untuk menjamin
kebenaran dan kualitasnya. Setelah buah mengkudu dan rimpang jahe gajah
dikumpulkan, kemudian dilakukan determinasi untuk memastikan jenis tanaman
tersebut. Dari hasil determinasi di Herbarium Bandungense, Departemen Biologi
ITB diperoleh data mengkudu tersebut termasuk spesies Morinda citrifolia Linn.
dan
jahe gajah spesies Zingiber officinale Rosc.
Pelarut untuk ekstraksi disesuaikan dengan sifat kandungan yang terdapat
pada tanaman uji. Pada penelitian ini digunakan etanol 96% untuk ekstraksi
menggunakan refluks sebanyak tiga kali agar dapat mengekstraksi sebanyak
mungkin zat aktif. Hasil percobaan diperoleh ekstrak etanol mengkudu dan jahe
gajah dengan rendemen masing-masing 16,14% dan 97%.
Dilakukan pemeriksaan karakteristik ekstrak yang berupa sediaan kental
diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan pelarut
etanol 96%, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang
tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Susut
pengeringan ditentukan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Bobot jenis memberikan
batasan massa per satuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair
sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang. Nilai yang diperoleh
terkait dengan kemurnian dan kontaminasi. Penentuan kadar air untuk memberikan
batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan.
Penentuan kadar abu memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai akhir terbentuknya ekstrak.
Parameter organoleptik ekstrak berguna sebagai pengenalan awal yang sederhana
seobyektif mungkin, meliputi bentuk, warna, rasa dan bau. Penentuan parameter
senyawa terlarut dalam pelarut tertentu dengan melarutkan ekstrak dalam air atau
alkohol untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa
kandungan secara gravimetri, bertujuan memberikan gambaran awal jumlah
senyawa kandungannya. Penentuan parameter golongan kandungan fitokimia
bertujuan memberikan informasi adanya kandungan golongan kimia tertentu
sebagai parameter mutu ekstrak dalam kaitannya dengan efek farmakologi.
Pengujian toksisitas dilakukan pada hewan uji yang sehat, hewan kontrol
termasuk dalam penelitian dan mendapat perlakuan yang sama tetapi diberikan
sediaan blanko. Bentuk sediaan uji, tingkatan dosis dan lama pemberian sebanding
dengan pemberian pada manusia.
Faktor penting yang mempengaruhi keamanan suatu senyawa antara lain
jumlah dosisnya. Pada penelitian ini digunakan dosis berdasarkan penelitian
sebelumnya dan hasil uji tokisitas akut pada dosis bertingkat 5, 50, 500, 2000, dan
5000 mg/kg bb kombinasi ekstrak buah mengkudu dengan jahe gajah (1:1).
Pengujian menggunakan hewan mencit putih jantan dan betina galur Swiss
Webster,
dan pemberian sediaan uji dilakukan secara oral. Pengamatan dilakukan selama 14
hari dan tidak ditemukan adanya kematian. Pada uji toksisitas subkronis ini
digunakan dosis 50 mg/kg bb dan dua dosis yang lebih tinggi yaitu 400 mg/kg bb
dan 1 gram/kg bb.
Dilakukan pengamatan perilaku dan aktivitas motorik terhadap semua
kelompok hewan uji. Pada hari pertama, satu jam setelah pemberian sediaan uji,
umumnya dapat diamati adanya penurunan aktivitas motorik baik pada tikus jantan
maupun pada tikus betina, juga pada kelompok kontrol yang diberi sediaan blanko.
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sediaan uji tidak mempengaruhi uji
aktivitas motorik pada hari pertama pemberian. Hasil pengamatan perilaku dan
aktivitas motorik dapat dilihat pada Lampiran C, Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Setelah
pemberian sediaan uji 90 hari berturut-turut, profil aktivitas motorik tidak
menunjukkan perbedaan dengan kelompok kontrol, demikian juga pada kelompok
satelit baik padatikus jantan ataupun betina. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian sediaan uji selama 90 hari berturut-turut dan penghentian pemberian
sediaan uji selama 30 hari setelah pemberian selama 90 hari berturut-turut, tidak
menunjukkan perubahan terhadap aktivitas motorik.
Pada pengamatan terhadap defekasi dan urinasi pada hari pertama sebelum
dan setelah pemberian, setelah pemberian sediaan uji selama 90 hari berturut-turut,
serta pengamatan pada hari ke 121, tidak menunjukkan perbedaan variasi jumlah
defekasi dan urinasi dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa
sediaan uji tidak mempengaruhi defekasi dan urinasi hewan uji.
Dilakukan juga pengamatan terhadap sikap tubuh dan pernafasan, dan
kemampuan kerja otot dengan menggelantung dan rentablismen, indentifikasi
adanya
straub, piloereksi, ptosis, refleks pineal dan korneal, midriasis, katalepsi, fleksi,
respon tertutup induksi rasa sakit (uji hafner), kolik, mortalitas, grooming, tremor
dan writhing (menggeliat), juga aktifitas kelenjar salivasi dan lakrimasi tidak
menunjukkan profil yang berbeda dengan kelompok kontrol.
Hasil pengamatan bobot badan tikus menunjukkan profil perkembangan dan
peningkatan bobot badan dengan profil yang hampir sama dengan semua
kelompok
dosis hewan uji dapat dilihat pada Lampiran D.. Peningkatan yang paling tinggi
terjadi pada kelompok hewan yang diberi sediaan uji mengkudu dosis 50 mg/kg
bb.
Pada pengamatan parameter darah yang meliputi hematokrit, hemoglobin,
sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit menunjukkan profil yang hampir
sama dengan kelompok kontrol. Perbedaan yang bermakna terjadi pada jumlah sel
darah putih tikus jantan pada pemberian senyawa uji dosis 400 mg/kg bb (p=
0,029). Hal tersebut belum tentu akibat pemberian sediaan uji, karena hanya terjadi
pada sebagian dari satu kelompok dosis dan sel darah putih/leukosit berperan
dalam pertahanan tubuh terutama terhadap infeksi, dalam keadaan radang leukosit
dapat terbentuk lebih banyak.
Fungsi hati dan ginjal dapat dilihat dari pengujian biokimia darah. Pada
pengujian serum trasaminase asam glutamat oksaloasetat (SGOT) dan
transaminase asam glutamat piruvat (SGPT), aktifitas enzim SGPT dan SGOT
tikus jantan pada dosis 50 mg/kg bb, 400 mg/kg bb dan 1000 mg/kg bb
menunjukkan aktifitas yang menurun dibandingkan kelompok kontrol. Pada
pemberian ekstrak kombinasi jahe gajah dan mengkudu dosis 50 dan 400 mg/kg
bb, aktifitas enzim SGPT lebih rendah dari kontrol dan menunjukkan perbedaan
yang bermakna secara statistik (p= 0,015 dan p= 0,042). Aktifitas SGPT dan SGOT
berkaitan erat dengan kondisi patologi hati, penurunan aktifitas enzim tersebut
menunjukkan adanya perbaikan fungsi hati. Aktifitas enzim SGPT pada kelompok
satelit dosis 1000 mg/kg bb kembali menunjukkan aktifitas yang meningkat
mendekati kelompok kontrol. Sedangkan aktifitas enzim SGPT dan SGOT tikus
betina pada umumnya tidak menunjukkan aktifitas yang berbeda secara statistik
dibanding kelompok kontrol, hanya pada kelompok pemberian mengkudu 50
mg/kg bb aktifitas SGPT meningkat.
Kadar glukosa darah tikus jantan dan betina menunjukkan peningkatan yang
berbeda bermakna secara statistik pada pemberian sediaan uji dosis 1000 mg/kg
bb, tikus jantan p= 0,033 dan tikus betina p= 0,010 (Lampiran G). Penyimpangan
kadar glukosa darah dari normal dapat diakibatkan perubahan kecepatan oksidasi
glukosa. Kadar glukosa darah naik akibat dari pengaruh glukagon dan adrenalin
melalui pembebasan glukosa dari cadangan. Pembebasan glukagon dan adrenalin
dikontrol oleh hipotalamus. Terjadinya kenaikan glukosa darah pada tikus jantan
dan betina pada pemberian sediaan uji dosis tinggi kombinasi menunjukkan adanya
ganguan penganturan gula darah.
Kadar total protein darah tikus jantan menunjukkan kadar yang setara
dengan kelompok kontrol. Kadar total protein darah tikus betina menunjukkan
kadar yang cenderung meningkat dibanding kelompok kontrol. Tetapi hanya pada
dosis 400 mg/kg bb yang menunjukkan perbedaan bermakna ( p= 0,020).
Profil kolesterol darah (trigliserida, kolesterol total, HDL dan LDL) tikus jantan
dan betina menunjukkan profil yang setara dengan kelompok kontrol. Tetapi
hanya pada kolesterol HDL tikus betina kelompok dosis 1000 mg/kg bb
menunjukkan peningkatan yang berbeda bermakna dibanding kelompok kontrol
(p= 0,019).
Pada pengamatan makroskopik organ, setelah hewan uji dibedah, diisolasi
beberapa organ yaitu hati, limpa, ginjal, kelenjar adrenal, jantung, paru-paru,
pankreas, otak, testes dan vesika seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina),
serta lambung. Masing-masing organ diamati keadaannya dan ditimbang, organ
yang berpasangan ditimbang bersama (Lampiran H). Pada hasil pengamatan tidak
menunjukkan adanya kelainan organ secara makroskopik, juga tidak ditemukan
terjadinya tukak dilambung hewan uji.
Pengamatan secara mikroskopik dengan histologi organ tertentu dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara gejala yang terjadi dengan struktur organ yang
mengalami paparan senyawa uji. Dilakukan pemeriksaan histologi terhadap organ
hati, limpa, ginjal, kelenjar adrenal, jantung, paru-paru, otak, testes dan vesika
seminalis (jantan), uterus dan ovarium (betina).
Pada pemeriksaaan histologi hati kelompok hewan uji kombinasi dosis 1000
mg/kg bb paling banyak mengalami degenerasi sel hati hal ini menunjukkan
pemberian sediaan uji dosis tinggi dapat merusak sel hati lebih banyak. Pada
kelompok dosis kombinasi 50 mg/kg bb ditemukan adanya peningkatan yang
cukup tinggi jumlah sel kupffer dibanding kontrol. Sel kupffer merupakan sel
makrofag fagositik bentuk fagosit mononukleus, peningkatan jumlah sel ini
kemungkinan karena adanya sifat imunostimulan.
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) dan rimpang jahe
gajah (Zingiber officinale Rosc.) tunggal pada dosis masing-masing 50 mg/kgbb
sertakombinasinya dengan perbandingan (1:1) dengan dosis 50, 400, dan 1000
mg/kg bbpada tikus Wistar tidak menyebabkan toksisitas berarti, terlihat dengan
tidak adanyaperbedaan bermakna kelompok hewan yang diberi sediaan uji
dibanding kelompokkontrol pada perilaku, perkembangan bobot badan, parameter
darah, indeks danmakroskopik organ.
Pada organ hati dan ginjal tidak ditemukan toksisitas berarti terlihat pada
pemeriksaan kadar biokimia darah yang meliputi SGOT, SGPT, HDL, LDL,
kolesterol total, protein total, albumin, dan trigliserida, juga kreatinin dan BUN.
Padapengamatan histologi organ hati ditemukan adanya peningkatan yang cukup
tinggi jumlah sel kupffer pada kelompok uji kombinasi dosis 50 mg/kg bb. Pada
limpa ditemukan adanya pelebaran pulpa putih pada semua kelompok dosis
dibanding kontrol dan pelebaran yang paling besar terdapat pada kelompok uji
kombinasi dosis 50 mg/kg bb. Hal ini terjadi kemungkinan karena ada efek
imunostimulan.
5.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan uji toksisitas kronis yang dapat
mengevaluasi sediaan uji lebih lama sehingga dapat diambil kesimpulan yang lebih
baik, juga dilakukan evaluasi mikroskopik dan histologi organ yang lebih
mendalam dengan meneliti lebih banyak organ dari tikus percobaan yang lebih
banyak. Setelah dilakukan pengujian toksisitas subkronik ini dan dihasilkan data
bahwa kombinasi mengkudu dan jahe gajah tidak menyebabkan toksisitas berarti,
maka penelitian dapat dilanjutkan dengan uji klinik pada manusia sehingga
dihasilkan komposisi obat yang tepat dan dapat berguna bagi kehidupan manusia.