Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan
pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat, ini meliputi seni dan ilmu
pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi material atau produk yang cocok
dipakai untuk mencegah, dan mendiagnosa penyakit. Farmasi juga diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik, memformulasi,
mengidentifikasi, mengombinasi, menganalisis, serta menstandarkan obat dan
pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan penggunaannya secara
aman. Salah satu cabang ilmu farmasi, yaitu farmasetika dasar.
Farmasetika dasar membahas tentang cara penyediaan obat meliputi
pengumpulan, pengenalan, pengawetan, dan pembakuan bahan obat-obatan, seni
peracikan obat, serta pembuatan sediaan farmasi menjadi bentuk tertentu hingga siap
digunakan sebagai obat, penyampaian informasi obat kepada pasien, konsultasi obat
agar pasien dapat memahami penggunaan obat yang baik dan benar serta
perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat.
Obat dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sediaan, diantaranya sediaan
padat, sediaan setengah padat (semi solid), dan sediaan cair, salah satunya adalah
bentuk cair atau larutan. Sediaan yang dibuat pada praktikum kali ini adalah sediaan
cair berupa emulsi.

Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
lain dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi adalah suatu sistem dispersi dimana fase
terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh
pembawa yang tidak tercampur. Sediaan emulsi selain dikenal sebagai sediaan cair
juga dapat berupa sediaan setengah padat. Penggunaan sediaan ini pada saat ini makin
populer karena dapat digunakan untuk pemakaian dalam maupun untuk pemakaian
luar. Emulsi merupakan suatu sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan yang tidak

1
mau bercampur, dimana cairan yang lain dalam bentuk butir-butir halus karena
distabilakan oleh komponen ketiga yaitu emulgator. Dalam pembuatan suatu emulsi,
pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu
dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dilakukan praktikum percobaan emulsi,


guna memahami dan menambah wawasan pengetahuan serta keterampilan terkait
sediaan obat emulsi.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
1. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami tentang sediaan emulsi
2. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui tipe-tipe emulsi
3. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan emulsi
1.2.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang sediaan emulsi
2. Agar mahasiwa dapat mengetahui tipe-tipe emulsi
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan emulsi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsiatau surfaktan
yang cocok (Anief, 2004).
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
lain dalam bentuk tetesan kecil (Dirjen POM, 1995).
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur
biasanya mengandung air dan minyak, dimana cairan yang saat terdispersi menjadi
butir-butir kecil dalam cairan lain (Purwatiningrum, 2012).
Tipe-tipe emulsi menurut Gennaro (1969: 298), yaitu:
1. M/A (minyak/air) Suatu emulsi dimana minyak terdispersi sebagai tetesan-
tetesan dalam fase air dan diistilahkan emulsi minyak dalam air.
2. A/M (air/minyak) Jika air adalah fase terdispersi dan minyak adalah medium
pendispersi, maka emulsi disebut emulsi air dalam minyak.
3. Emulsi Ganda Dikembangkan berdasarkan pencegahan pelepasan bahanaktif.
Dalam tipe emulsi ini dihadirkan 3 fase yang disebut bentuk emulsi A/M/A atau
M/A/M atau disebut “emulsi dalam emulsi”. Emulsi mana yang terjadi, tergantung dari
emulgatornya. Jika emulgator larut dalam air, maka terbentuk emulsi O/W. Jika
emulgator larut dalam minyak maka terbentuk emulsi W/O.
Sedangkan tipe-tipe emulsi menurut Lachman (1994) adalah jika tetesan-tetesan
minyak didispersikan dalam fase air, dan air merupakan fase kontinyu maka emulsi
disebut minyak dalam air (M/A). jika minyak merupakan fase kontinyu, emulsi
merupakan tipe air dalam minyak (A/M). Telah diamati bahwa emulsi M/A kadang-
kadang berubah menjadi emulsi A/M atau sebaliknya (inversi). Dua tipe emulsi
tambahan yang digolongkan sebagai emulsi ganda, tampaknya diterimaoleh para ahli
kimia. Secara keseluruhan memungkinkan untuk membuat emulsi ganda dengan

3
karakteristik minyak dalam air dalam minyak (M/A/M) atau air dalam minyak dalam
air (A/M/A).
Komponen emulsi menurut Syamsuni (2006), yaitu :
1. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam
emulsi, terdiri atas :
a. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase terdispersi/ fase dalam, yaitu
zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lain.
b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair dalam
emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi tersebut.
c. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam
emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, odoris,
coloouris, pengawet (preservative), dan anti oksidan.
Menurut Jenkiens et al (1957), metode pembuatan emulsi yaittu :
1. Metode kontinental, metode perbandingan 4,2,1 karena dalam metode ini, 4 bagian
minyak diemulsikan, 2 bagian air ditambahkan, dan 1 bagian akasia.
2. Metode inggris, metode ini menggunakan proporsi yang sama dengan metode
continental, tapi urutan pencampurannya berbeda.
Keuntungan emulsi menurut Lachman (1994), yaitu:
1. Beberapa bahan obat menjadi lebih mudah di absorbs bila obat-obat tersebut
diberikan secara oral dalam bentuk emulsi.
2. Emulsi memiliki derajat elegasi tertentu dan mudah dicuci bila diinginkan.
3. Pembuatan emulsi dapat mengontrol viskositas dan derajat kekasaran dari emulsi.
Keuntungan emulsi menurut Gennaro (1990), yaitu:
1. Dalam emulsi, efek terapeutik dan kemampuan tersebarnya bahan-bahan
ditingkatkan.
2. Rasa dan bau yang tidak menyenangkan dari minyak dapat ditutupi sebagian atau
seluruhnya dengan emulsifikasi. Tehnik penutupan kedua tersedia untuk formulator

4
tapi harus digunakan dengan hati-hati. Jika pengaroma dan bahan pemanis
ditambahkan dalam emulsi, hanya dalam jumlah minimal digunakan untuk mencegah
gangguan nausea atau lambung yang diakibatkan oleh pemberian yang dalam jumlah
besar.
3. Absorpsi dan penetrasi dari bahan obat dapat dikontrol lebih mudah jika digabung
dalam bentuk emulsi.
4. Aksi emulsi diperpanjang dan efek emollient yang lebih besar jika dibandingkan
dengan sediaan lain.
5. Air merupakan pembawa yang tidak mahal dan suatu pelarut untuk berbagai obat
dan pengaroma yang. dicampur dalam emulsi.
Kekurangan emulsi menurut Jenkins et al (1957), emulsi
memiliki cracked (pecahan) dan bagian terdistribusi di dalam fase internal adalah
bahan yang harus selalu dikocok dalam mikstura. Sedangkan, menurut Ansel (1989),
kerugian emulsi yaitu, adanya penggabungan bulatan-bulatan fase dalam dan
pemisahan fase menjadi satu lapisan.
Ketidakstabilan emulsi menurut Gennaro (1996), yaitu:
1. Creaming dan sedimentasi
Creaming adalah gerakan ke atas dari tetesan relatif zat terdispersi ke fase
kontinu,sedagkan sedimentasi adalah proses pembalikan yaitu gerakan ke bawah dari
partikel.
2. Agregasi dan koalesensi
Dalam agregasi (flokulasi) tetesan yang terdispersi datang bersama namun
tidak bercampur. Koalaesensi komplit penyatuan tetesan, diarahkan untuk mengurangi
jumlah tetesan dan pemisahan dua fase yang tidak saling bercampur.
3. Inversi
Emulsi dikatakan membalik ketika perubahan emulsi dari M/A ke A/M atau
sebaliknya terjadi. Inversi kadang-kadang terjadi dengan penambahan elektrolit atau
dengan mengubah rasio fase volume.

5
Menurut Martin (1990), cara menentukan tipe emulsi adalah sebagai berikut:
1. Tes Pengenceran Tetesan
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa emulsi bercampur dengan luar
akibatnya, jika air ditambahkan ke dalam emulsi M/A, air akan terdispersi cepat dalam
emulsi. Jika minyak ditambahkan tidak akan terdispersi tanpa pengadukan yang kuat.
Begitu pula dengan emulsi A/M.
2. Uji Kelarutan Cat
Uji ini berdasarkan prinsip bahwa dispersi cat secara seragam melalui emulsi
jika cat larut dalam fase luar. Amaran, cat larut air secara cepat mewarnai emulsi M/A
tapi tidak mewarnai emulsi tipe A/M. Sudan III, cat larut minyak dengan cepat
mewarnai emulsi A/M, tidak tipe M/A.
3. Uji Arah Creaming
Creaming adalah fenomena antara 2 emulsi yang terpisah dari cairan aslinya
dimana salah satunya mengapung pada permukaan lainnya. Konsentrasi fase
terdispersi adalah lebih tinggi dalam emulsi yang terpisah. Jika berat jenis relatif tinggi
dari kedua fase diketahui, maka arah creaming dari fase terdispersi menunjukkan
adanya tipe emulsi M/A. Jika cream emulsi menuju ke bawah berarti emulsi A/M. Hal
ini berdasarkan asumsi bahwa mimyak kurang padat daripada air.
4. Uji Hantaran Listrik
Uji hantaran listrik berdasarkan pada prinsip bahwa air menghantarkan arus
listrik sedangkan minyak tidak. Jika elektrode ditempatkan pada emulsi
menghantarkan artus listrik, maka emulsi M/A. Jika sistem tidak menghantarkan arus
listrik, maka emulsi adalah A/M.
5. Tes Fluoresensi
Banyak minyak jika dipaparkan pada sinar UV berfluoresensi, jika tetesan
emulsi dibentangkan dalam lampu fluoresensi di bawah mikroskop dan semuanya
berfluoresensi, menunjukkan emulsi A/M. Tapi jika emulsi M/A, fluoresensinya
berbintik-bintik.

6
Menurut Gennaro (1996: 300-301), macam-macam emulgator yaitu:
1. Bahan pengemulsi sintetik
a. Anionik, pada sub bagian ini ialah surfaktan bermuatan (-). Bahan pengemulsi
ini rasanya tidak menyenangkan dan mengiritasi saluran pencernaan.
b. Kationik, aktivitas permukaan pada kelompok ini bermuatan (+). Komponen
ini bertindak sebagai bakterisid dan juga menghasilkan emulsi antiinfeksi sepertimpada
lotion kulit dan krem.
c. Non ionik, merupakan surfaktan tidak berpisah ditempat tersebar luas
digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika kerja keseimbangan molekul antara
hidrofik dan lipofilik
2. Emulgator alam
Banyak emulgator alam (tumbuhan, hewan). Bahan alam yang diperkirakan
hanyalah gelatin, lesitin dan kolesterol.
Gelatin merupakan suatu protein yang sejak lama digunakan sebagai emulgator.
Lesitin adalah bahan yang berasal dari hewan (telur) dan kacang kedele. Kolesterol
merupakan bahan yang diperoleh antara lain dari lemak bulu domba dan sebagai
konstituen utama dalam adeps lanae (Syamsuni, 2006).
3. Padatan terbagi halus
Bagian emulgator ini membentuk lapisan khusus disekelilin tetesan terdispersi dan
menghasilkan emulsi yang meskipun berbutIr kasar, mempunyai stabilitas pisik. Hal
ini dapat menyebabkan padatan dapat bekerja sebagai emulgator dari efek yang
ditimbulkan dari pewarna dan serbuk halus.
Menurut Syamsuni (2006), macam-macam emulgator yaitu:
1. Emulgator Alam
Emulgator alam, yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang
rumit. Dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Emulgator dari tumbuh-tumbuhan (Gom arab, tragakan, agar-agar, chondrus,
emulgator lain).

7
b. Emulgator hewani (Kuning telur dan adeps lanae).
c. Emulgator dari mineral (Magnesium Aluminium Silikat (Veegum),
Bentanoit).
2. Emulgator Buatan atau Sintetis
a. Sabun
b. Tween 20, 40, 60, 80.
c. Span 20, 40, 80.

Beberapa sifat yang dipertimbangkan dari bahan pengemulsi menurut Gennaro


(1996), yaitu:
1. Harus efektif pada permukaan dan mengurangi tegangan antar muka sampai di
bawah 10 dyne/cm.
2. Harus diabsorbsi cepat di sekitar tetesan terdispersi sebagai lapisan kental
mengadheren yang dapat mencegah koalesensi.
3. Memberikan tetesan-tetesan yang potensialnya listriknya cukup sehingga terjadi
saling tolak-menolak.
4. Harus meningkatkan viskositas emulsi.
5. Harus efektif pada konsentrasi rendah.
Menurut Lachman (1994), mekanisme kerja emulgator adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Tegangan Permukaan
Walaupun pengurangan tegangan permukaan energi bebas antar muka yang
dihasilkan pada dispersi. Peranan zat pengemulsi sebagai batang antarmuka adalah
yang paling penting. Ini dapat dilihat dengan jelas bila seseorang memperhatikan
bahwa banyak polimer dan padatan yang terbagi halus, tidak efisien dalam menurunkan
tegangan antarmuka, membentuk pembatas antarmuka yang baik sekali, bertindak
untuk mencegah penggabungan dan berguna sebagai zat pengemulsi.
2. Pembentuk Lapisan Antarmuka
Pembentukan lapisan-lapisan oleh suatu pengemulsi pada permukaan tetesan air
atau minyak tidak dipelajari secara terperinci. Pengertian dari suatu lapisan tipis

8
monomolekuler yang terarah dari zat pengemulsi tersebutpada permukaan fase dalam
suatu emulsi. Cukup beralasan untuk mengharapkan molekul amfifilik untuk mengatur
dirinya pada suatu antarmuka air, minyak dan bagian hidrofilik pada fase air. Juga
sudah ditetapkan dengan baik bahwa zat aktif permukaan cenderung berkumpul pada
antarmuka, dan pengemulsi diabsorbsi pada antar muka minyak dan air sebagai lapisan
monomolekuler. Jika kensentrasi zat pengemulsi cukup tinggi, pengemulsi membentuk
suatu lapisan yang kaku antara fase-fase yang tidak saling bercampur tersebut, yang
bertindak sebagai suatu penghalang mekanik. Baik terhadap adhesi maupun
menggabungnya tetesan-tetesan emulsi.
3. Penolakan Elektrik
Telah digambarkan bagaimana lapisan antarmuka atau kristal cair lamellar
mengubah laju penggabungan tetesan dengan bertindak sebagai pembatas. Disamping
itu, lapisan yang sama atau serupa dapat menghasilkan gaya listrik tolak antara tetesan
yang mendekat. Penolakan ini disebabkan oleh suatu lapisan listrik rangkap yang dapat
timbul dari gugus-gugus bermuatan listrik yang mengarah pada permukaan bola-bola
yang teremulsi M/A yang distabilkan dengan sabun Na. Molekul-molekul surfaktan
tidak hanya berpusat pada antarmuka tetapi karena sifat polarnya, molekul-molekul
tersebut terarah juga. Bagian bawah hidrokarbon dilarutkan dalam tetesan minyak,
sedangkan kepala (ioniknya) menghadap ke fase kontinu (air). Akibat permukaan
tetesan tersebut ditabur dengan gugus-gugus bermuatan, dalam hal ini gugus
karboksilat yang bermuatan negatif. Ini menghasilkan suatu muatan listrik pada
permukaan tetesan tersebut menghasilkan apa yang dikenal sebagai lapisan listrik
rangkap.
Potensial yang dihasilkan oleh lapisan rangkap tersebut menciptakan suatu
pengaruh tolak menolak antara tetesan-tetasan minyak, sehingga mencegah
penggabungan. Walaupun potensial listrik tolak tidak dapat diukur secara langsung
untuk membandingkan dengan teori. Toeri kuantitas yang behubungan, potensial zet
dapat ditentukan. Potensial zeta untuk suatu emulsi yang distabilkan dengan surfaktan

9
sebanding dengan dengan potensial lapisan rangkap hasil perhitungan. Tambahan pula,
perubahan dalam potensial zeta parallel dengan perubahan potensial lapisn rangkap
jika elektrolit ditaburkan. Hal ini dan data yng berhubungan dengan besarnya potensial
pada antarmuka dapat digunakan untuk menghitung penolakan total atara tetes-tetes
minyak sebagai suatu fungsi dari jeruk antara tetesan tersebut.
4. Padatan Terbagi Halus
Bagian emulgator ini membentuk lapisan khusus disekeliling tetesan terdispersi dan
menghasilkan emulsi yang meskipun berbutir kasar, mempunyai stabilitas fisik. Hal ini
dapat menyebabkan padatan dapat bekerja sebagai emulgator.
2.2. Uraian Bahan
1. Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol
Rumus Molekul : C2H60
Berat Molekul : 46,7 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak, bau khas ; rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P, dan
dalam eter P.
Kegunaan : Cairan pensteril
Khasiat : Sebagai antispetik (menghancurkan mikroba) dan
bersifat desinfektan (penghambat pertumbuhan).

10
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya;
ditempat sejuk, jauh dari nyala api

2. Aqua Destilata (Dirjen POM, 1979; Dirjen POM, 1995)


Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama lain : Air suling
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,03 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau, tidak


mempunyai rasa.
Kegunaan : Sebagai pelarut
Khasiat : Sebagai sumber air bagi organisme untuk hidup
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

11
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan tempat percobaan
Dilaksanakannya praktikum pembuatan “EMULSI” ini pada hari Jumaat tanggal
21 maret 2019. Pukul 07.30 WITA yang bertempat di Laboratorium Teknologi
Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri
Gorontalo.
3.2 Alat dan bahan
3.2.1 Alat
Pada praktikum kali ini, alat yang digunakan dalam praktikum diantaranya Botol
coklat, Batang Pengaduk, Cawan porselin, Gelas kimia, Gelas ukur, Kaca arloji, Lap
halus, Lap kasar, Lumpang dan Alu, Neraca analitik, Penangas air, Pipet tetes, Sendok
tanduk, Sudip.
3.2.2 Bahan
Pada praktiikum kali ini, bahan yang digunakan dalam praktikum diantaranya
Alkohol 70 %, Alkohol 96 %, Aquadestilata, Copy resep, Etiket, Gliserol, PGA, Sirup
simplex, Tisu.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan sirup simplex
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70 %
3. Dipanaskan air 18 mL menggunakan penangas air
4. Ditimbang metil paraben sebanyak 0,045 gr dimasukkan ke dalam air yang telah
dipanaskan, diaduk hingga larut
5. Dimasukkan sukrosa ke dalam metil paraben yang telah larut, sedikit demi sedikit
hingga homogen
6. Diaduk hingga homogen dan tunggu hingga mendidih
7. Didinginkan selama 12 jam

12
8. Dimasukkan ke dalam wadah dan dinginkan
3.3.2. Kalibrasi Botol
1. Disiapkan botol yang akan digunakan
2. Diambil gelas ukur, kemudian diukur air sebanyak 60 mL dan dimasukkan ke
dalam botol
3. Diberi tanda pada batas 60 mL
4. Dibuang air yang berada dalam botol
3.3.3 Pembuatan Emulsi
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
2 . Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70 %
3. Ditimbang gom arab 2,5 gr, dimasukkan ke dalam mortir
4. Ditimbang Gliserol sebanyak 10 mL, dimasukkan ke dalam mortir dan digerus
hingga tercampur merata
5. Diukur sirup simpleks 18 mL, dimasukkan ke dalam mortir, digerus hingga
tercampur rata
6. Diukur alkohol 95 % sebanyak 6 mL, dimasukkan ke dalam mortir, diaduk
hingga homogen
7. Diukur aquadestilata 23,5 mL, dimasukkan ke dalam mortir sedikit demi sedikit
dan digerus hingga terbentuk musilago
8. Dimasukkan ke dalam botol 60 mL yang telah dikalibrasi
9. Dikocok hingga homogen
10. Diberi etiket dan dibuat salinan resep

13
3.4 Deskripsi Resep
3.4.1 Resep
dr. Fristanto, Sp. pd
Jl. Jawa No. 18 Bandung
SIK : No. 04/KM/1983

Gorontalo, 20 maret 2019

R/ Gliserol 10 mL
PGA 2,5 mg
Sirup simplex 18 mL
Aethanolum 95 % 6 mL
Aquadestilata ad 60 mL
m.f. emuls. da in flac. No.I
∫. t. dd. II cth
Pro : Vyra
Umur : 27 tahun

3.4.2 Narasi Resep


3.4.2.1 Narasi Resep Per Kata
% = Persenta = Persen
I = Unus = Satu
2,5 = Duo puntchu quinque = Dua koma lima
6 = Sex = Enam
10 = Decem = Sepuluh
18 = Duodeviginti = Delapan belas
60 = Sexaginta = Enam puluh
95 = Nonaginta quinque = Sembilan puluh lima
Ad = ad = Tambahkan

14
C.th = Cochlear thea = Sendok teh (3 ml)
da in = da in = Masukkan dalam
dd = de die = Tiap hari
emuls. = Emulsio = Emulsi
flac. = Flacon = Botol
g = gramma = gram
m.f = misce fac = Campur dan buatlah
ml = Mililiter = Mililiter
No. = Numero = Sebanyak
Pro = Pro = Untuk
R/ = Recipe = Ambillah
∫. = Signa = Tandai
t. = Ter = Tiga
3.4.2.2 Narasi Resep Per Kalimat dalam Bahasa Latin
Recipe Gliserol Decem mililiter, PGA Duo puntchu quinque gramma, Sirup
simplex mililiter, sirup simplex Duodeviginti mililiter, aethanolum nonaginta quinque
persenta sex mililiter, aquadest ad sexaginta mililiter. Misce fac emulsio da in flacon
numero unus. Signa bis de die unus cochlear thea (Syamsuni, 2006).
3.4.2.3 Narasi Resep Per Kalimat dalam Bahasa Indonesia
Ambillah Gliserol sepuluh mililiter, PGA dua koma lima gram, sirup simplex
delapan mililiter, aethanolum sembilan puluh lima persen enam mililter, air
ditambahkan sampai enam puluh mililiter. Campur dan buatlah emulsi masukkan
dalam botol sebanyak satu. Tandai pemakaian dua kali sehari satu sendok teh
(Syamsuni, 2006).
3.4.3 Perhitungan Bahan
3.4.4 Perhitungan dosis
3.4.5 Kekurangan Resep

15
Resep tersebut tidak dibubuhi paraf atau tanda tangan dokter (subscription) dan
tidak disertakan alamat pasien. Menurut Anief (1997), resep yang lengkap harus
memuat alamat pasien dan tanda tangan atau paraf dokter yang menulis resep.
2.4.6 Interaksi Obat
Gliserol atau gliserin adalah obat yang digunakan untuk mengatasi kontispasi
atau kesulitan buang air besar secara sementara. Obat ini berinteraksi di dalam tubuh
dan dapat menimbulkan rangsangan buang air besar dalam waktu 15-60 menit (Tjay,
2016).
2.4.7 Indikasi Resep
Resep ini mengandung gliserol atau gliserin yang diindikasikan untuk
mengobati konstipasi atau untuk orang yang susah buang air besar secara sementara
(IAI, 2013).
2.4.8 Penyampaian Resep
Obat ini merupakan bentuk sediaan emulsi yang mengandung zat aktif gliserol.
Obat ini diminum 2 kali sehari 1 sendok teh tiap setiap 12 jam atau setiap pagi dan
malam . Sebelum digunakan, obat ini harus dikocok dahulu agar obat dapat terdispersi
kembali. Obat ini dimpan dalam wadah tertutup baik, disimpan ditempat sejuk (Dirjen
POM, 1995).
2.4.9 Farmakologi Obat
Gliserol pada umumnya tidak dicerna di dalam usus dan hanya sedikit
diabsopsi. Yang diabsorpsi ditemukan pada limfa nodus mesenteric, hati dan limfa.
Kebiasaan menggunakan gliserol akan mengganggu absospsi zat larut lemak. Gliserol
didistribusi di usus, untuk melembekkan feses dan dimetabolisme di tempat yan sama
dengan tempat didistribusi yaitu di usus sehingga gliserol akan dieksresikan bersama
dengan feses (Dipiro, 2005).

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Gambar 4.1 Sediaan Emulsi

4.2 Pembahasan
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi ada dua yaitu oil in water (o/w) atau
minyak dalam air, dan water in oil (w/o) atau air dalam minyak. (Syamsuni, 2006).
Adapun prinsip yang digunakan dalam praktikum ini adalah dengan
mencampurkan bahan aktif emulsi yaitu PGA dengan komponen-komponen lain
seperti Gliserol, sirup simpleks, aethanolum 95%, dan aqua destilata yang terdapat
dalam resep dengan menggunakan metode triturasi. Menurut Ansel (2008), metode
triturasi adalah metode pencampuran bahan dalam lumpang dengan menggunakan alu.
Adapun khasiat dari zat aktif PGA yaitu untuk mengobati konstipasi atau sembelit
(Dianne, dkk, 2013). Emulgator merupakan komponen utama untuk memperoleh
emulsi yang stabil. Emulgator yang digunakan adalah emulgator alam dari tumbuhan
yaitu gom arab. Sirup simpleks dan etanol 95% sebagai penambah rasa manis dan
peningkat viskositas dari emulsi. Aqua destilata adalah bahan dasar yang digunakan
untuk membuat emulsi tipe minyak dalam air (Anief, 2010).
Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan sediaan ini adalah disiapkan alat
dan bahan serta dibersihkan alat yang digunakan dengan alkohol 70 %. Menurut Rowe
(2009), alkohol 70 % digunakan sebagai antimikroba dan desinfektan. Kemudian

17
ditimbang semua bahan yaitu, Gliserol sebanyak 10 mL, aethanolum 95% sebanyak 6
ml, gom arab sebanyak 2,5 gr, sukrosa 11,7 gr dan metil paraben 0,045 gr.
Ditambahkan sirup simpleks, menurut Anief (1993) sirup simpleks dapat
menambah kekentalan serta memberi rasa pada sediaan emulsi. Pertama dipanaskan air
18 ml sampai mendidih, kemudian dimasukkan 0,045 gr metil paraben ke dalam air
yang telah dipanaskan, diaduk sampai larut. Menurut Dirjen POM (1995) sifat metil
paraben sukar larut dalam air, sehingga diperlukan pemanasan terlebih dahulu untuk
membantu kelarutannya. Menurut Dirjen POM (199), metil paraben dalam sirup
simpleks digunakan sebagai pengawet. Kemudian dimasukkan 11,7 gr sukrosa sedikit
demi sedikit, diaduk sampai mendidih. Karena jika sukrosa dimasukkan sekaligus,
akan mempengaruhi kelarutan. Setelah mendidih larutan didinginkan selama 12 jam
agar sirup simpleks larut , kemudian di tuang dalam wadah dan ditutup menggunakan
aluminium foil.
Langkah selanjutnya, dilakukan pengenceran alkohol. Hal ini dilakukan karena
kosentrasi awal alkohol adalah 96% sementara yang diperlukan adalah alkohol dengan
konsentrasi 95%. Dimasukkan ke dalam gelas kimia, diaduk hingga homogen dan
ditutup menggunakan aluminium foil untuk menghindari terkontaminasi oleh zat yang
tidak diinginkan dan alkohol mmiliki sifat yang mudah menguap.
Kemudian, sebelum membuat emulsi yang dilakukan terlebih dahulu adalah
mengkalibrasi botol agar takaran batas di dalam botol tepat dan akurat. dengan cara,
diukur air sebanyak 60 ml, kemudian air dimasukkan ke dalam botol. Ditandai batas
60 ml pada botol, dan dituang air yang berada dalam botol.
Selanjutnya, dilakukan pembuatan emulsi, dimasukkan gom arab sebanyak 2,5
gr ke dalam lumpang, digerus hingga membentuk musilago dan mengeluarkan bunyi
yang khas. Musilago adalah campuran yang kental berwarna putih yang terlihat pada
pengadukan dan mempunyai bunyi yang spesifik (Anief, 2010). Selanjutnya,
ditambahkan Gliserol sebanyak 10 mL dan digerus hingga tercampur merata,
kemudian diukur alkohol 95% sebanyak 6 mL dan sirup simpleks sebanyak 18 mL,

18
penggunaan sirup simpleks pada emulsi bertujuan sebagai zat tambahan yang dalam
hal ini adalah sebagai pemanis dan pengawet, hal ini sesuai dengan kegunaan dari
komposisi sirup simpleks yaitu menurut Dirjen POM (1995) metil paraben sebagai
antimikroba dan menurut Dirjen POM (1995) sukrosa sebagai penambah rasa manis.
Selanjutnya dimasukkkan campuran alkohol 90% dan sirup simpleks ke dalam
lumpang yang berisi campuran musilago dan propileglikol, dan diaduk hingga
tercampur merata. Ditambahkan aqua destilata sebanyak 23,5 mL sedikit demi sedikit
untuk mencegah pecahnya emulsi, sehingga stabilitas emulsi tetap terjaga. diaduk
hingga tercampur merata. Kemudian diaduk hingga semua bahan tercampur merata.
Menurut Ansel (1989).Pengadukan dilakukan secara perlahan dengan kecepatan yang
stabil untuk mencegah pecahnya emulsi, sehingga tidak merusak stabilitas emulsi.
Langkah selanjutnya, emulsi dipindahkan ke dalam gelas kimia dan dimasukkan
ke dalam botol 60 mL. Botol yang digunakan untuk menyimpan sediaan emulsi adalah
botol coklat. Menurut Ansel (1989) dalam sediaan oral terdapat senyawa yang peka
terhadap cahaya, maka digunakan botol berwarna coklat. Hampir semua senyawa
organik peka terhadap cahaya, sehingga kebanyakan sediaan oral cair harus dikemas
dalam botol berwarna coklat Kemudian diberi etiket dan label. Menurut Dirjen POM
(1979). Obat ini diminum dua kali sehari 2 sendok makan, setiap 12 jam tiap pagi dan
malam. Pada label harus tertera tanda kocok dahulu sebelum diminum, agar bahan obat
yang terkandung dalam emulsi dapat terdistribusi secara merata kembali.
Pada percobaan ini sediaan emulsi yang telah dibuat tidak menyatu atau terpisah,
hal ini terjadi karena terdapat kemungkinan kesalahan yaitu terdapat bahan obat yang
tersisa atau menempel pada alat-alat laboratorium yang telah dipakai, seperti
menempel pada lumpang, gelas ukur, gelas kimia, dan alat laboratorium lainnya.
Kemungkinan kesalahan yang lain seperti kesalahan dalam penimbangan atau
pengukuran bahan, kesalahan membaca skala gelas ukur dan kesalahan saat
pengadukan bahan obat.

19
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Emulsi adalah sediaan bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam
cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
2. Ada beberapa tipe emulsi yaitu :
a) Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A, adalah emulsi yang terdiri atas
butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air. Minyak
sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal.
b) Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M, adalah emulsi yang tersebar
atau terdispersi kedalam minyak. Air sebagai fase internal dan minyak
sebagai fase eksternal.
3. Adapun cara pembuatan emulsi yaitu, Disiapkan alat dan bahan yang
akan digunakan, dibersihkan dengan alkohol 70%, dihitung bahan yang akan
digunakan, digerus emulgator hingga homogen, dimasukkan oleum ricini ke
dalam lumping dan gerus, dimasukkan sirup simpleks digerus sampai
tercampur, dimasukkan aethanolum 90%, di gerus kembali hingga homogeny
,dimasukkan ke dalam botol yang sudah di kalibrasi, diberi etiket.

5.2 Saran

5.2.1 saran untuk jurusan

Untuk kelancaran praktikum berikutnya, sebaiknya fasilitas dan


penuntun praktikum yang digunakan dalam praktikum lebih dilengkapi agar
hasil yang diperoleh dalam praktikum lebih maksimal dan kesalahan dalam
praktikum dapat berkurang

20
5.2.2 Saran untuk laboratorium

Untuk laboratorium diharapkan agar dapat melengkapi fasilitasnya


berupa alat-alat dan bahan-bahan yang menunjang praktikum agar praktikum
dapat berjalan dengan lancer

5.2.3 saran untuk asisten

Diharapkan agar kerja sama antara asisten dan praktikan lebih


ditingkatkan dan hubungan asisten dengan praktikan diharapkan selalu terjaga
keharmonisannya agar dapat tercipta suasana kerja sama yang baik.

21

Anda mungkin juga menyukai