Anda di halaman 1dari 18

ULUMUL HADIST

(Aspek Ontologi, Epistomologis, dan Aksiologis)

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Prodi Dirasah Islamiyah Pascasarjana
UIN Alauddin Makassar

Oleh :

RISKAYANTI
NIM. 80100221120

PRODI DIRASAH ISLAMIYAH


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2022
B A B  I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hadis diyakini oleh mayoritas umat Islam sebagai salah satu


sumber ajaran Islam yang kedudukannya berada setelah al-Qur’an. Relasi
antara al-Qur;an-hadis dan umat Islam terhadap keduanya seperti
prinsip simbosis mutualisme. Al-Qur’an dan hadis merupakan sumber
inspirasi dan ajaran yang tak ada habisnya sehingga kesinambungan
sejarahnya bisa dirunut.

Setelah Rasullah Saw wafat, kaum muslimin merasa perlu menjaga


kesinambungan wahyu dan kesuciannya. Mereka menghimpun dengan
mengerahkan segala hapalan mereka yang cemerlang dan kemampuan
mereka semaksimal mungkin. Dengan itu hadis Nabi Saw. mendapat
perlindungan dan pemeliharaan.

Kondisi hadis pada masa perkembangan sebelum pengodifikasian


dan filterisasi pernah mengalami pembauran dan kesimpangsiuran di
tengah jalan sekalipun hanya minoritas saja. Oleh karena itu, para ulama
bangkit mengadakan riset hadis-hadis yang beredar dan meletakkan dasar
kaidah atau peraturan –peraturan yang ketat bagi seorang yang
meriwayatkan hadis yang nantinya ilmu ini disebut ilmu hadis. Dari usaha-
usaha mereka itu kemudian melahirkan  metode-metode yang cukup “kaya”,
mulai dari metode penyusunan dalam berbagai bentuknya (musnad, sunan,
jami’ dan lain-lain) hingga kepada kaidah-kaidah penelusuran hadis.  Kaidah-
kaidah tersebut, kemudian berkembang menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri 
yang disebut dengan Ilmu Hadis.

Itulah alasan mengapa mempelajari ilmu hadis  sebagai sebuah


metodologi sangatlah penting bagi kaum muslimin guna menangkis segala
tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang yang memusuhi  agama Islam
dan umatnya.

B.     Rumusan Masalah.

Sebagaimana dalam uraian yang telah dikemukakan oleh penulis


diatas, diperoleh permasalahan yang menjadi sentral dalam pembahasan
makalah ini, yakni;

1
1. Bagaimana Ilmu hadis ditinjau dalam perspektif ontologis ?
2. Bagaimana Ilmu hadis ditinjau dalam perspektif epistimologis ?
3. Bagaimana Ilmu hadis ditinjau dalam perspektif aksiologis?

Tujuan :

1. Untuk mengetahui pengertian ilmu hadist ditinjau dalam perspektif


ontologi.
2. Untuk mengetahui pengertian ilmu hadist ditinjau dalam perspektif
epistomologi.
3. Untuk mengetahui pengertian ilmu hadist ditinjau dalam perspektif
aksiologi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Ulumul Hadis dalam perspektif Ontologis.


A. Pengertian Ulumul Hadis.

Menurut bahasa, Ilmu Hadis terdiri dari dua kata yakni kata “ilmu” dan
“hadis”, kata “ilmu” berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu,
‘ilman, dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang berarti mengerti, memahami benar-
benar. Kata hadis secara etimologi berarti komunikasi, kisah, percakapan yang
bersifat Religius, sekuler, historis, atau kontemporer, dan secara
terminologinya hadis  adalah segala yang disandarkan kepada Nabi Saw baik
dari segi perkataan, perbuatan, dan penetapan. Menurut Al-‘alamah at-
Tabrizy dalam kitabnya Syarhu’d Di-baj’il-Mudzahhab diperoleh suatu
pengetian bahwa Ulumul Hadis adalah

‫ وتمييز صحاحها> وحسانها‬,‫هو العلم بأقوال رسول هللا صلعم وأفعاله وتقريراته وهيئته وشكله مع أسانيدها‬
‫ وضعافها> عن خالفها متنا واسناد‬.

Ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuatan, penetapan, gerak-gerik


dan bentuk jasmaniah Rasulullah saw beserta  sanad-sanad dan ilmu
pengetahuan untuk membedakan keshahihannya, kehasanannya dan
kedaifannya daripada lainnya, baik matan maupun sanadnya.

Ibnu Hajar Al-asqalani berpendapat bahwa ilmu hadis adalah:

‫هو معرفة القواعد التي يتوصل بها إلي معرفة الراوي والمروي‬.

Adalah mengetahui kaidah-kaidah yang dijadikan sambungan untuk


mengetahui (keadaan) perawi dan yang diriwayatkan.

Para ulama membagi ilmu hadis kepada dua bagian utama yaitu: Ilmu
Hadis Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah :

    Ilmu Hadis Riwayah.

Kata Riwayah secara bahasa diartikan sebagai periwayatan atau cerita.


Secara terminologinya, yang dimaksud dengan Ilmu Hadis Riwayah adalah

)5( ‫علم يعرف به نقل ما أضيف للنبي صلعم قوال أو فعال أوتقريرا أو غير ذلك وضبطها وتحريرها‬

 ilmu untuk mengetahui cara-cara penukilan, pemeliharaan dan


pendewanan apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., baik
berupa perkataan, perbuatan, ikrar maupun lain sebagainnya.

3
Dari definisi tersebut, dapat difahami bahwa yang menjadi objek
pembahasan dari Ilmu Hadis Riwayah adalah bagaimana cara menerima,
menyampaikan,dan memindahkan (mendewankan) suatau hadis kepada orang
lain. Ilmu ini tidak membicarakan tentang syadz  (kejanggalan) serta illat 
(kecacatan) matan hadis. Demikian pula ilmu ini tidak membicarakan tentang
kualitas para perawi baik dari segi keadilannya, kedabitan ataupun
kepasikannya. ilmu hadis riwayah bertujuan untuk: “memelihara syari’at
Islam dan otentitas Sunnah Nabi saw”. Adapun faedah mempelajari ilmu
riwayah ini ialah untuk menghindari adanya kemungkinan salah kutip
terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Perintis
pertama ilmu riwayah ialah Muhammadd bin Syihab Az-Zuhry yang wafat
pada tahun 124 hijriah. 

     Ilmu Hadis Dirayah

        Sebagian Ulama mendifinisikan Ilmu Hadis Dirayah sebagai;

‫ وأصناف‬,‫ وحال الرواة وشروطهم‬,‫علم يعرف منه حقيقة الرواية وشروطها وانواعها وأحكامها‬
)9(.‫المرويات وما يتعلق بها‬

“Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-


syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui
keadaan para perawi. Baik syarat-syaratnya, macam-macam hadis yang
diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya”.

Dari definisi ini dapat diketahui bahwa objek pembahasan Ilmu


Hadis Dirayah  adalah keadaan para perawi dan marwi’nya. Keadaan para
perawi meliputi baik yang menyangkut pribadinya, keadaan hapalannya,
maupun yang menyangkut persambungan dan terputusnya sanad. Sedang
keadaan marwi yang dimaksud adalah sudut keshahihan, kedaifan serta
sudut-sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan. obyek
pembahasan Ilmu hadis dirayah adalah; “Hakikat, sifat-sifat, dan kaidah-
kaidah dalam periwayatan”.

Jika dilihat dari segi tujuan maka ilmu hadis dirayah bertujuan


untuk: “meneliti hadis berdasarkan kaidah-kaidah atau persyaratan-
persyaratan dalam periwayatan”. sementara faedah mempelajari ilmu hadis
dirayah adalah untuk mengetahui mana  hadis yang maqbul (diterima) dan
mana yang mardud (tertolak).

4
B. Perbedaan Pandangan Ulama Tentang Ulumul Hadis.

Jika diperhatikan dengan seksama, tidak dijumpai pertentangan


pendapat diantara para Ulama seputar masalah Ulumul Hadis. Ulama
Mutakaddimin maupun Ulama Mutaakhirin sepakat berpendapat bahwa
pokok bahasan dalam Ulumul Hadis, adalah seputar permasalahan tentang
matan dan sanad hadis.

Mengingat fungsi ilmu hadis sangat menentukan terhadap


pemakaian nas sebagai pedoman beramal, tidak sedikit para ulama yang
memberikan tanggapan atas ketentuan hukum mempelajari ilmu hadis.

“Imam Suryan Sauri berkata saya tidak mengenal ilmu dan yang
lebih utama bagi orang yang berhasrat menundukkan wajahnya dihadapan
Allah selain dari pada ilmu hadis, orang-orang sangat memerlukan ilmu
ini, sampai kepada soal-soal kecil sekalipun, seperti makan, minum
memerlukan petunjuk dari al-hadis.”

Mempelajari ilmu hadis lebih utama dari pada menjalankan shalat


dan puasa sunnah, karena mempelajari ilmu ini adalah fardu kifayah,
sedangkan shalat sunnah dan puasa sunnah hukumnya sunnah.

Imam Asy-Syafii berkata, “Demi umurku soal hadis ini termasuk


tiang agama yang paling kokoh dan keyakinan yang paling teguh. Tidak
digemari untuk menyiarkannya selain oleh orang-orang yang jujur lagi
takwa, dan tidak diberi untuk menyiarkannya selain oleh orang-orang
munafik lagi celaka.”

Terdapat perbedaan dalam hal jumlah dari cabang-cabang Ulumul


hadis,  Imam Suyuthi mengatakan bahwa cabang-cabang ulumul hadis tak
terhitung jumlahnya. Sedang al-Hazimy mengatakan Ulumul Hadis terdiri
dari pembahasan yang sangat banyak, mencapai seratus jenis. Masing-
masing merupakan ilmu tersendiri. Sehingga seandainya seseorang
menghabiskan usianya untuk mempelajarinya, maka tidak akan
mengkajinya secara tuntas.

Ibn ash-Shalah menyebutkan enam puluh lima jenis ilmu hadis


yang dimungkinkan adanya jenis lain. Ia masih bisa dibagi-bagi lagi,
sampai tak terbatas. Akan tetapi beliau membeberkan banyak jenis yang
masih mungkin ke dalam satu jenis.

Oleh karena itu, Al-Hafidz ibn katsir dalam mengomentari karya


Ibn ash-Shalah berpendapat, semua itu masih perlu dipertimbangkan lagi,

5
bahkan pembeberan ilmu hadis ke dalam jumlah itu masih perlu juga
dipertimbangkan. Karena masih dimungkinkan memasukkan sebagian
kepada sebagian yang lain, yang lebih layak dari yang beliau sebutkan itu.
Disamping itu, beliau juga membedakan beberapa bahasan yang
sebenarnya memiliki kemiripan. Karena itu selayaknya masing-masing
cabang dimasukkan ke dalam bagian yang selaras, sehingga jumlahnya
bisa diperkecil.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa perbedaan ulama


tentang jumlah dari cabang-cabang Ulumul Hadis disebabkan dari
banyaknya pembahasan yang terdapat dalam Ulumul hadis yang mana
para Ulama menganggapnya penting sehingga pembahasan tersebut
dijadikan cabang ilmu tersendiri.

2. Ulumul Hadis Dalam Perspektif Epistimologi.

Ulumul Hadis ditinjau dari perspektif Epistimologisnya, maka


pembahasannya secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
cabang-cabang Ilmu Hadis dan sejarah perkembangan Ilmu Hadis.

A.    Cabang-cabang Ilmu Hadis.

Cabang-cabang yang berpangkal pada sanad, antara lain:

a. Ilmu Rijal al-Hadis

            Ilmu Rijal al-Hadis adalah;

‫علم يبحث فيه عن رواة الحديث من الصحابة والتابعين ومن بعدهم‬

Artinya; Ilmu yang membahas tentang para perawi hadis, baik dari
sahabat, tabi’in, maupun dari angkatan sesudahnya.

b. Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil.

‫علم يبحث فيه عن جرح الرواة وتعديلهم بألفاظ مخصوصة وعن مراتب تلك األلفاظ‬

" Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan


kepada para perawi dan tentang penta’dilannya (memandang adil para
perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-
martabat kata-kata itu” 

c. Ilmu Tarikh al-Ruwah

6
ilmu yang membahas tentang sejarah pribadi perawi, mulai dari
kelahirannya, proses penerimaannya terhadap hadis dan segala hal yang
berhubungan dengan pribadi sang perawi hadis.

Selain ketiga ilmu di atas ada juga ilmu thabaqah yang tidak kalah
penting dibandingkan dengan ketiga ilmu tersebut, ilmu thabaqah itu,
termasuk bagian dari ilmu Rijal al-Hadis karena obyek yang dijadikan
pembahasannya ialah rawi-rawi yang menjadi sanad suatu hadis. Hanya
saja masalahnya berbeda, kalau di dalam ilmu rijalul hadis para rawi
dibicarakan secara umum tentang hal ihwal, biografi, cara-cara menerima
dan memberikan hadis dan lain sebagainya, maka dalam ilmu tabaqah
menggolongkan para rawi tersebut dalam satu atau beberapa golongan,
sesuai dengan alat pengikatnya. Misalnya rawi-rawi yang sebayah
umurnya, digolongkan dalam satu thabaqah dan para rawi yang
seperguruan, mengikatkan diri dalam satu thabaqah pula.   

Misalnya, ditinjau dari alat pengikatnya, yaitu perjumpaannya


dengan Nabi, para sahabat itu termasuk dalam thabaqah pertama, para
tabi’in termasuk dalam thabaqah kedua, para tabi’-tabiin termasuk dalam
thabaqah ketiga dan seterusnya.

‫ رواه البخاري ومسلم‬.‫خير القرون قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم‬

“sebaik-baik generasi ialah generasiku, kemudian generasi orang-


orang yang mengikutinya dan lalu generasi orang-orang yang
mengikutinya lagi.

-          Thabaqat as-sahabah

-          Thabaqat at-tabi’iy

Kitab-kitab thabaqat antara lain: At-thabaqatu’l Kubra karya


Muhammad bin Sa’ad bin Mani’ Al-hafidh Katib Al-Waqidy (168-230 H),
Thabaqatu’r-Ruwah krya Al-Hafids Abu’ Amr Khalifah bin Khayyath
Asy-Syaibani (240) H dan banyak lagi buku-buku yang lainnya.            

Cabang-cabang yang berpangkal pada matan, antara lain:

a.     Ilmun Nasikh wal Mansukh.

‫علم يبحث فيه عن الناسخ والمنسوخ من األحاديث‬

“Ilmu yang menerangkan hadis-hadis yang sudah dimansuhkan dan


yang menasihkannya”.

7
Apabila didapati suatu hadis yang maqbul, tidak ada pelawanan
dinamailah hadis tersebut Muhkam. Dan jika dilawan oleh hadis yang
sederajat, tapi mungkin dikumpulkan dengan tidak sukar, maka hadis itu
dinamai Mukhatakiful Hadis. Jika tak mungkin dikumpul dan diketahui
mana yang terkemudian, maka yang terkemudian itu dinamai Nasikh dan
yang terdahulu dinamai Mansukh.

Banyak para ahli yang menyusun kitab Nasikh dan


Mansukh diantaranya adalah; Ahmad Ibn Ishak Ad-Dinary (318
H), Muhammad Ibn Bahar Al-Asbahani (322 H), Ahmad ibn Muhammad
An-Nahhas (338 H), Muhammad ibn Musa Al-Hazimi (584 H) menyusun
kitab yang dinamai Al-Iktibar, yang kemudian diringkaskan oleh Ibn Abdil
Haq (744 H).

b.      Ilmu Asbab al-Wurud Hadis.

‫علم يعرف به السبب الذي ورد ألجله الحديث والزمان الذي جاء فيه‬.

“ Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi saw. menuturkan


sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu”

 Ilmu ini sangat penting diketahui karena dapat menolong kita


dalam memahami hadis, sebagaimana ilmu Asbabu Nuzul dapat membantu
kita dalam memahami Al-quran.

            Ulama yang  mula-mula menyusun kitab ini dan kitabnya ada
dalam masyarakat adalah Abu Hafas Ibn Umar Muhammad ibn Raja Al-
Ukhbari. Kemudian dituliskan pula oleh Ibrahim ibn Muhammad, yang
terkenal dengan nama Ibnu Hamzah Al-Huzaini (1120 H), dalam
kitabnya Al-Bayan Wat-Tarif dan dicetak pada tahun 1329 H.[24]

c.       Ilmu Mukhtalaf  al-Hadis

‫علم الذي يبحث في األحاديث التي ظاهرها متعارض فيزيل تعارضها أويوفق بينهم كما يبحث في األحاديث‬
‫التي يشكل فهمها> أو تصورها فيدفع أشكالها ويوضح حقيقتها‬

           “Ilmu yang membahas hadis-hadis yang tampaknya saling


bertentangan. Lalu menghilangkan pertentangan itu atau
mengkompromikannya, di samping membahas hadis yang sulit difahami
atau dimengerti, lalu menghilangkan kesulitan itu dan menjelaskan
hakekatnya ”.

            Ilmu ini termasuk ilmu terpenting bagi ahli hadis, ahli fiqh dan
ulama –ulama lain. Yang menekuninya harus memiliki pemahaman yang

8
mendalam, dan mampu memadukan antara hadis dan fiqhi. Ulama telah
memberikan perhatian serius terhadap ilmu ini sejak masa sahabat,
kemudian generasi demi generasi mengikuti jejak mereka,
mengkrompomikan antar hadis yang tampaknya saling bertentangan dan
menghilangkan kesulitan dalam memahaminya.

            Karya paling awal dalam bidang ini adalah kitab Ikhtilaf al-Hadits
karya Imam Muhammad ibn Idris asy-Syafi’iy (150-204 H) dan
merupakan kitab terklasik yang sampai kepada kita.

Cabang – cabang yang berpangkal pada sanad dan matan, ialah:

a.       Ilmu ‘llail Hadis.

‫علم يبحث فيه عن أسباب غامضة خفية قادحة فى صحة الحديث‬

“Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembuyi,


tidak nyata yang dapat mencacatkan hadis”.

Yakni menyambung yang mungqati, merafa’kan yang mauquf,


memasukkan suatu hadis kedalam hadis yang lain, dan yang serupa itu.
semuanya ini, bila diketahui, dapat merusakkan keshahihan hadis.

            Diantara Ulama yang menulis ilmu ini ialah Ibn Mandini (234 H),
Ibn Abi Hatim (327 H), kitab beliau dinamai Kitab Illail Hadis. Selain itu
Ulama yang menulis kitab ini adalah Al-Imam Muslim (261 H), Ad-
Daruqutni (357 H), dan Muhammad Ibn Abdillah Al-Hakim.

B.     Sejarah Perkembangan Ilmu Hadis.

Perkembangan ilmu hadis selalu beriringan dengan perkembangan


hadis sejak masa Rasulullah saw. sekalipun belum dinyatakan sebagai ilmu
yang secara mandiri, namun mereka telah mulai mempergunakan kaidah-
kaidah dan metode-metode tertentu dalam menerima hadis, walaupun
kaidah-kaidah tersebut belumlah dituliskan. Para peneliti hadis
memperhatikan adanya dasar-dasar ilmu hadis  baik dalam al-Qur’an
maupun hadis-hadis Nabi saw. utamanya yang berhubungan dengan
anjuran memeriksa berita yang datang dan persaksian dari seorang yang
adil, firman Allah swt yang mengancurkan memeriksa berita yang datang
adalah :

)6( َ‫صيبُوا قَوْ ًما بِ َجهَالَ ٍة فَتُصْ بِحُوا َعلَى َما فَ َع ْلتُ ْم نَا ِد ِمين‬
ِ ُ‫ق بِنَبٍَإ فَتَبَيَّنُوا َأ ْن ت‬ ِ َ‫)يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا ِإ ْن َجا َء ُك ْ>م ف‬
>ٌ ‫اس‬

Terjemahannya:

9
“Wahai orang-orang yang beriman, jika seseorang yang fasik
datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya,
agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan
(kecorobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu”. (QS.
Al-Hujurat: 06)

Ketika meninggalnya Rasulullah saw., maka para sahabatlah yang


kemudian melanjutkan risalah yang ditinggalkan oleh Rasulullah saw.
yang telah disempurnakan oleh Allah swt. untuk disebarkan ke seluruh
penjuru bumi.

Pada masa Tabi’in Ulama yang pertama kali menetapkan dasar-


dasar ilmu hadis adalah Muhammad bin Syihab al-Zuhri (51-124 H) atas
permintaan khalifah Umar bin ‘Abdul ‘Aziz menghimpun hadis-hadis
dalam bentuk riwayat (bersanad) dari berbagai penjuru dunia Islam. Atas
dasar itulah, maka sebagian ulama menetapkan beliau sebagai
peletak Ulumul Hadis.

Pada pertengahan abad II hingga abad III mulailah ilmu hadis


dikodifakasi hanya saja masih terintegrasi dengan ilmu-ilmu yang lain
seperti ushul al-fiqh dan ushul al-Tafsir  sebagaimana karya Muhammad
bin Idris al-Syafi’i  yang berjudul al-Risalah, sehingga para ulama
menyatakan bahwa kitab pertama yang menjelaskan tentang “ulum al-
Hadis adalah kitab al-Risalah karya al-Syafi’i.

Pada abad III H kemudian disebut dengan abad keemasan hadis,


tahap ini di tandai dengan inisiatif para ulama untuk membukukan hadis
Rasul secara khusus.[30]mulailah Ilmu hadis berdiri sendiri hanya saja
para ulama mengumpulkan Ilmu hadis masih bersifat mandiri (tidak
menyatu) dalam segi pembahasan, diantara karya-karya yang berhubungan
dengan ilmu hadis pada masa ini adalah:

a)      Ikhtilaf al-Hadis karya Ali bin al-Madiny

b)      Ta’wil Mukhtalaf al-Hadis karya Ibnu Qutaibah

Kedua karya tersebut di atas bertujuan untuk menjawab serangan


kelompok teologi seperti Mu’tazilah dan ahli bid’ah.

c)      Karya-karya Imam al-Bukhary dalam ilmu Hadis: Al-Tarikh al-


Kabir, al-Awsat, al-Sagir, dan al-Du’afa’

d)     Karya Imam Muslim : Tabaqat al-Tabi’in dan al-‘Ilal

10
e)      Karya Imam al-Tirimizi : al-Asama’ wa al-Kuna, al-‘Ilal (yang
dicantumkan pada bagian akhir kitabnya al-Jami’), dan al-Tawarikh.

f)       Karya Imam Muhammad bin Sa’ad, al-Tabaqat

g)      Karya al-Nasaiy , al-Du’afa’ wa al-Matrukin

Dan banyak lagi, karya-karya dalam ilmu hadis yang lahir pada
abad III namun semuanya hanya berbicara pada bab-bab tertentu dalam
ilmu hadis dan atau salah satu diantara cabang-cabang ilmu hadis
sebagaimana yang telah diklasifikasikan pada poin terdahulu.

Kemandirian ilmu hadis menjadi satu ilmu yang mandiri mulai


tampak pada abad IV H yang terhimpun dalam satu kitab dengan judul al-
Muhaddis al-Fasil baina al-Rawi wa al-Wa’iy yang disusun oleh al-Qadiy
Abu Muhammad al-Hasan bin Abdurrahman al-Ramahurmuzi (w.
360). Tokoh-tokoh ilmu hadis pada abad ini dan setelahnya adalah:

 a) Al-Khatib al-Bagdadi (w. 364 H)

 b) Al-Hakim al-Naisaburi (w. 405)

 c) Al-As|bahani (w. 430 H).

            Pada perkembangan berikutnya disusun sebuah kitab ilmu Hadis


yang bernama “Al-Kifayah fi Ilmi Ar-Riwayah” oleh Al-Khatib Al-
Bagdadi Abu Bakar ibn Ahmad bin Ali (w. tahun 463 H). Kitab ini
membahas tentang pedoman-pedoman dalam periwayatan hadis dengan
menjelaskan prinsip-prinsip serta kaidah-kaidah dalam periwayatan hadis
serta mazhab para Ulama dalam masalah yang mereka perselisihkan.
Perkembangan berikutnya muncul Kitab Al-Ilm Fi Ulum Ar-Riwayah Wa
As-Sima’ karya Qadi Iyad ibn Musa Al-Yahsubi (w. tahun 544 H).

            Memasuki abad kesepuluh sampai awal abad keempat belas hijriah
dinamai dengan masa kebekuan dimana ijtihad dalam masalah ilmu hadis
berhenti total. Tahap ini ditandai dengan lahirnya sejumlah kitab-kitab
hadis yang ringkas dan praktis, baik dalam bentuk syair maupun prosa.
Para penulis juga sibuk dengan kritikan-kritikan terhadap istilah-istilah
yang terdapat dalam kitab yang telah ada tanpa ikut menyelami inti
permasalahannya, baik melalui penelitian maupun melalui ijtihad. Kitab
yang disusun pada abad ini antara lain: Al-manzhumat al-Baiquniyyah
karya Umar bin Muhammad bin Futuh Al-Baiquni ad-Dimasyqi (w.1080
H).

11
            Pada permulaan abad ke-14 H, Umat Islam terbangkitkan oleh
sejumlah kekhawatiran yang setiap saat bisa muncul akibat persentuhan
antara dunia Islam dengan dunia Timur dan Barat, bentrokan militer yang
tidak manusiawi, serta kolonialisme pemikiran yang lebih jahat dan lebih
bahaya. Kondisi ini, menuntut disusunya kitab-kitab yang membahas
seputar informasi tersebut, guna menyanggah kesalahan-kesalahan dan
kedustaan mereka. Maka tersusunlah kitab Ulumul Hadis seperti;

1. Qawaid At-Tahdis karya Syekh Jamaluddin Al-Qasimi.

2. Miftah As-Sunnah atau Tarikh Fanun Al-Hadis Karya Abdul Azis Al-


Khuli.

3. As-Sunnah Wa Makanatuha Fi At-Tasyri’ Al-Islami karya Dr. Mustafa


As-Siba’i.

4. Al-Hadis Wa Al- Muhaddisun karya Dr. Muhammad Abu Zahw.

5. Al-Manhaj Al-Hadis Fi Ulum Al-Hadis karya Al-Ustadz Dr. Syekh


Muhammad As-Simahi.[33]

            Dari penjelasan tersebut dapat difahami bahwa sejarah Ulumul


Hadis sudah dimulai sejak zaman para sahabat, setelah Rasulullah SAW.
meninggal dunia, walaupun pada masa tersebut ilmu hadis belumlah
disusun dalam bentuk buku. Selanjutnya mengalami perkembangan seiring
dengan perkembangan zaman, sebagai bentuk penyempurnaan sekaligus
jawaban atau sanggahan dari fitnah yang dilontarkan oleh orang-orang
yang memusuhi Islam dan ajarannya.

3.Ulumul Hadis Dalam Perspektif Aksiologis.

Berbicara mengenai Ulumul Hadis dari perspektif aksiologis, maka


tidak terlepas dengan pembahasan Ilmu Hadis Dirayah dan Ilmu Hadis
Riwayah serta cabang- cabang ulumul hadis yang jumlahnya
diperselisihkan oleh sebagian ulama. Sesuai dengan pembahasan
sebelumnya, dapat kita lihat bahwa diantara faedah atau manfaat
mempelajari Ilmu-ilmu Hadis adalah;

1. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan Hadis dan Ilmu


Hadis dari masa kemasa, sejak zaman Rasulullah Saw sampai
sekarang.
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh beserta usaha-usahanya yang telah
mereka  lakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan
meriwayatkan sebuah hadis.

12
3.  Untuk mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para Ulama
dalam mengklasifikasikan sebuah hadis.
4.  Mengetahui usaha-usaha dan jerih payah yang ditempuh para ulama
dalam menerima dan menyampaikan periwayatan hadis, kemudian
menghimpun dan mengkodifikasikannya ke dalam berbagai kitab
hadis.
5.  Untuk mengetahui istilah-istilah, nilai-nlai, dan kriteria-kriteria hadis
yang akan dijadikan sebagai pedoman dalam beristinbat.
6. Untuk mengetahui muttashil, tau mungqathinya sanad hadis dan untuk
mengetahui marfu’ atau mursalnya pemberian hadis.
7. Untuk mengetahui nama-nama hadis yang maqbul (dapat diterima) dan
nama hadis yang seharusnya ditolak (mardud).       
8. Bagian dari ‘ilm rijal al-hadis ini adalah ‘ilm tarikh rijal al-hadits. Ilmu
ini secara khusus membahas perihal para rawi hadis dengan penekanan
pada aspek-aspek tanggal kelahiran, nasab atau garis keturunan, guru
sumber hadis, jumlah hadis yang diriwayatkan, dan murid-
muridnya. Ilmu ini juga menetapkan apakah periwayatan seorang rawi
itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekali.
9. Dengan ilmu Asbabi Wurudi’l-Hadits terhindar dari kebohongan
riwayat-riwayat yang bukan datangnya dari Nabi ataupun para
sahabat. Juga untuk menolong memahami dan menafsirkan hadis. Dan
masih terlalu banyak mamfaat dan faedah yang dapat kita ambil dalam
mempelajari Ilmu-Ilmu Hadis.

13
B AB  III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

ü  Para ulama membagi ilmu hadis kepada dua bagian utama


yaitu: Ilmu Hadis Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah. a) Ilmu Hadis
Riwayah adalah ilmu yang membahas tentang periwayatan hadis-hadis
Nabi saw secara baik dan benar; b) Ilmu Hadis Dirayah  adalah : Ilmu
yang yang bertujuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-
syaratnya, jenis-jenisnya, hukum-hukumnya, keadaan pribadi perawi dann
sayart-syarat mereka.

ü  Meskipun tampak secara dzahir bahwa antara Ilmu Hadis


Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah berbeda dari tiga sisi –yakni; obyek,
tujuan, dan faedah akan tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan karena
hubungan keduanya merupakan satu sistem yang tidak terpisahkan antara
satu dengan yang lain (syaiaini mutalazimaini) atau dengan kata lain ilmu
hadis dirayah sebagai in put dan Ilmu Hadis Riwayah sebagai out put.

ü  Cabang-cabang ilmu hadis adalah: Ilmu Rijal al-Hadis, Ilmu Al-


Jarh wa al-Ta’dil, Ilmu Tarikh al-Ruwah, Ilmu ‘Ilal al-Hadis, Ilmu
Musykil al-Hadis, Ilmu Muktalaf al-hadis, Ilmu Nasikh wa al-Mansukh,
dan Ilmu Asbab al-Wurud, dan masih banyak lagi cabang-cabang yang
lainnya.

ü  Tokoh-tokoh pengembang ilmu Hadis dari abad ke abad:

a. Abad I H : Abdullah bin al-Mubarak, Umar bin Abdul ‘Aziz dan


Ibnu Syihab al-Zuhry
b. Abad II-III H : Ali bin al-Madiny, Ibnu Qutaibah, al-Bukhari,
Muslim, Al-Tirmizi, al_Nasa’iy, Ibnu Sa’ad dan banyak lagi
lainnnya.
c.  Abad IV adalah abad kemandirian Ilmu hadis tokoh-tokohnya
adalah: al-Qadiy Abu Muhammad al-Hasan bin Abdurrahman al-
Ramahurmuzi, Al-Khatib al-Bagdadi (w. 364 H), Al-Hakim al-
Naisaburi (w. 405), Al-As|bahani (w. 430 H), dan banyak lagi  selain
mereka.

ü  Manfaat mempelajari ilmu-ilmu Hadis sangatlah banyak,


diantaranya adalah menghindari adanya penukilan Hadis yang salah dari

14
sumber pertamanya yaitu Nabi SAW. Serta bagaimana mempertahankan
hadis-hadis Nabi SAW sebagai sumber hukum kedua bagi Umat Islam,
dari serangan orang-orang yang tidak senang terhadap Nabi SAW. beserta
ajaran-ajarannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adiwikarta, Endang Soetari, Al-Takhrij: Sebuah Metode Sebuah


Hadis,. 30 April 2005.

Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjaj, al-Sunnah Qabl al-Tadwin, Maktabah


Wahbah, Kairo, Cet. I, 1383 H/1963 M.

Al-Qasimi, Muhammad Jamaluddin, Qawaidu at-Tahdis-Min Fununi


Musthalihil Hadis,  Al-Jami ilmi al-arabi.

Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis , Cet. I


edisi kedua; PT Pustaka Rizki Putra, 1997.

At-Tarmusy Muhammad Mahfudh, Manhaj Dzawin-Nadhar, Surabaya:


Maktabah Nabhaniyah.

At-Tabrizy, Al-‘alamah, Mushtafa ‘Ibaby ‘I-Halaby,Syarh Dibajul-


Mudzahhab, Mesir.

Azami, M. M., Memahami Ilmu Hadis-Telaah Metodologi dan Literatur


Hadis, Cet. III; Jakarta: Lentera Basritama, 2003.

Bar, ibnu Abdu, Ilmu Rijal Al-Hadis, Dar al-Itisham, Cairo, 1998.

ITR, Nuruddin, ‘Ulum Al-Hadis 1, Cet:II, Dar al-Fikr Damaskus, 1995.

Khon, Abdul Majid, ‘Ulumul Hadis, Cet. I; Jakarta: Amzah, 2008 M.

M. Mudzakkir, Muhammad Ahmad-, Ulumul Hadis, Cet. III; CV. Pustaka


Setia: Bandung, 2004.

Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawir; Kamus Arab-


Indonesia, Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta,
1984.

Rahman, Fatchur, Ikhtisar Musthalahu’l Hadits, Cet:I, Bandung; PT


Alma’arif, 1974.

Ranuwijaya, Utang, Ilmu Hadis, Cet. IV; Gaya Media Pratama: Jakarta,
2001.

16
Soetari, Adiwikarta Endang, Al-Takhrij: Sebuah Metode Sebuah
Hadist, 30 April 2005.

Suparta, Mundzier, Ilmu Hadis, E      `disi 1-4., PT. Raja Grfindo Persada:


Jakarta, 2006.

17

Anda mungkin juga menyukai