Anda di halaman 1dari 18

EKSISTENSI DAN URGENSI ILMU HADIS

DALAM STUDI ISLAM

MAKALAH

Dipersentasikan di Lokal pada Mata Kuliah


Studi Islam Komprehensif

Oleh :
Rismadona
NIM. 1920050001

Siti Umi Taslima


NIM. 1920050004

Nur Harisyah Hasibuan


NIM. 1920050006

Dosen Pembimbing :
Dr. H. Taufiqurrahman, M.Hum
Dr. Alkhendra, M.Ag

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
1441 H/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT., karena


telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya. Shalawat dan salam kita haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW. semoga syafaatnya kita dapatkan di hari akhir kelak.
Amiin.
Makalah yang kami jelaskan tentang Eksistensi dan Urgensi Ilmu Hadis
dalam Studi Islam. Sebagai seorang pembelajar, kami dengan serius telah
berusaha dengan maksimal agar makalah kelompok ini dapat dibuat dengan baik
dan berkualitas. Tetapi tentu saja, sebagai manusia biasa, pemakalah tidak luput
dari kesalahan dan khilafan. Oleh sebab itu, sebelum makalah ini menjadi
konsumsi publik, terlebih dahulu pemakalah sampaikan permohonan maaf yang
sedalam-dalamnya.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Padang, Oktober 2019

Kelompok 4

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eksistensi hadis merupakan sumber ajaran Islam setelah Al-Qur`an.
Kewajiban mengikuti hadis bagi umat Islam sama wajibnya dengan
mengikuti Al-Qur`an. Hal ini karena hadis merupakan mubayyin terhadap Al-
Qur`an. Tanpa memahami dan menguasai hadis, siapapun tidak akan bisa
memahami Al-Qur`an karena Al-Qur`an merupakan dasar hukum pertama,
yang di dalamnya berisi garis besar syariat, dan hadis merupakan dasar
hukum kedua, yang di dalamnya berisi penjabaran dan penjelasan Al-Qur`an.
Dengan demikian, antara hadis dan Al-Qur`an memiliki kaitan yang sangat
erat satu sama lain dan tidak bisa dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-
sendiri.1
Urgensi hadis nabi baik dalam studi Islam maupun implementasi ajaran
Islam, bukanlah hal yang asing bagi kaum muslimin umumnya, apalagi bagi
kalangan ulamanya. Mengingat strategisnya posisi hadis dan urgensi
mempelajarinya, maka ulama hadis memberikan perhatian serius dalam
bentuk menghafal hadis, menyusun hadis dalam kitab-kitab dan
mempublikasikannya, menjabarkan cabang-cabang keilmuannya, meng-
aplikasikannya dalam ketetapan hukum syariat, menjelaskan posisi dan
urgensi hadis kepada umat dan memotivasi umat untuk mempelajarinya dan
berpegang teguh kepada sunah dalam semua aspek kehidupannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian hadis dan ilmu hadis?
2. Bagaimana eksistensi dan urgensi ilmu hadis dalam studi Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian hadis dan ilmu hadis.
2. Mengetahui eksistensi dan urgensi ilmu hadis dalam studi Islam.

1
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.
73.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis dan Ilmu Hadis


1. Pengertian Hadis
Menurut Ibn Manzhur, hadis berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata
2
al-hadits, jamaknya: al-hadist al-haditsan dan al-hudtsan. Secara
etimologis, kata ini memiliki banyak arti di antaranya al-jadid yang artinya
sesuatu yang baru, lawan dari al-qadim yang lama, dan al-khabar yang
berarti kabar atau berita.3
Di samping pengertian tersebut, M.M. Azami mendefinisikan bahwa
kata „hadis‟ (Arab: al-hadits), secara etimologi (lughawiyah), berarti
„komunikasi‟, „kisah‟, „percakapan‟: religius atau sekular, historis atau
kontemporer.4
Secara terminologis, hadis berarti segala sesuatu yang diberitakan oleh
Nabi Muhammad SAW. baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat
dan hal-ihwal Nabi.5
Yang dimaksud dengan “hal-ikhwal” ialah segala yang diriwayatkan
dari Nabi SAW. yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah
kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.6
2. Pengertian Ilmu Hadis
Yang dimaksud dengan ilmu hadis, menurut ulama mutaqaddimi
adalah:
ُ‫ْرفَت‬ ُ ‫صهَّى هللاُ َعهَ ْي ًِ َو َسهَّ َم ِم ْه َحي‬
ِ ‫ْث َمع‬ ِ ‫صال ْاالَحا َ ِد ْي‬
َ ‫ث بِان َّرسُوْ ِل‬ ُ ‫ِع ْه ٌم يُب َْح‬
َ ‫ث ع َْه َك ْيفِيَ ِت اِ ْح‬
‫صاالًط َوا ْوقِ َاعًطا‬ ُ ‫ال ُ َّوا حِ َا َ ْب ًطا َو َع َا نَت َو ِم ْه َحي‬
َ ‫ْث َك ْيفِيَ ِت ان َّسىَ ِ اِ ْح‬ ِ ‫اَحْ َو‬

2
Endang Soetari, Ulum Al-Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 60.
3
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 1.
4
M.M. Azami, Studies in Hadis Methodology and Literature, Terj. Meth Kieraha, (Jakarta:
Lentera, 2003), hlm. 21.
5
Sutoyo dkk, Alquran Hadis Untuk Madrasah Aliyah Semester 2 Kelas X, (Surakarta: CV.
Pratama, 2010), hlm. 2-3.
6
Munzier Suparta,...., hlm. 2.

3
Artinya: Ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara
persambungan hadis sampai kepada Rasulullah SAW. Dari segi hal ihwal
para perawinya, kedhabitan, keadilan dan dari bersambung tidaknya
sanad dan sebagainya.

Pada perkembangan selanjutnya, oleh ulama mutaakhirin, ilmu hadis


ini dipecah menjadi dua, yaitu ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah.
Pengertian yang diajukan oleh ulama mutaqaddimin itu sendiri, oleh ulama
mutaakhirin dimasukkan ke dalam pengertian ilmu hadis dirayah.7
a. Ilmu Hadis Riwayah
Yang dimaksud hadis riwayah adalah:
‫صهَّى هللاُ َعهَ ْي ًِ َو َسهَّ َم قَوْ الًط اَوْ فِ ْعالًط اَوْ حَ ْق ِريْراًط‬ ُ ‫ِع ْه ٌم يُ ْشخَ ِم ُم َعهَى َما اُ ِ ي‬
َ ‫ْف إِنَى انىَّبِ ِّى‬
‫صفَت‬ ِ ْ‫اَو‬
Artinya: Ilmu yang mencakup pembahasan tentang segala sesuatu yang
dinukilkan/diriwayatkan dari Nabi SAW, baik mengenai perkataan,
perbuatan, ketetapan, maupun sifat-sifat beliau.

Objek ilmu hadis riwayah adalah bagaimana cara menerima,


menyampaikan kepada orang lain, dan memindahkan atau
mendewankan apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, iqrar (ketetapan) maupun
yang lainnya.
b. Ilmu Hadis Dirayah
Yang dimaksud hadis dirayah adalah:
‫ث انرِّ َجا‬ ِ ‫ف بِ ًِ أَحْ َوا ُل ان َّسىَ ِ َو ْان َم ْخ ِه َو َك ْيفِيَّتُ انخَّ َح ُّمم ِم َو ْا َدَا ِء َو‬
ِ ‫صفا‬ ُ ‫ِع ْه ُم يُع َْر‬
Artinya: Ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara
menerima dan meriwayatkan hadis serta sifat-sifat para perawi hadis.

Dari pengertian di atas, objek pembahasan ilmu hadis dirayah


adalah keadaan perawi dan marwinya. Keadaan para perawi yang
menyangkut kepada pribadinya, seperti akhlak, tabi‟at dan keadaan
hafalannya, maupun yang menyangkut persambungan dan terputusnya
sanad. Sedang keadaan marwi adalah dari sudut keshahihan,

7
Ibid., hlm. 23-24.

4
kedhaifannya, dan dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan
matan.8
3. Cabang-cabang ilmu hadis
Dari ilmu hadis riwayah dan dirayah ini pada perkembangan
berikutnya muncullah cabang-cabang ilmu hadis lainnya seperti ilmu rijal
al-hadis, ilmu al-jarh wal al-ta‟dil, ilmu tarikh al-ruwah, ilmu „ilal al-
hadis ilmu al-nasikh wa al-mansukh, ilmu asbab wurud al-hadis dan ilmu
mukhtalif al-hadis. Secara singkat cabang-cabang diatas akan diuraikan
sebagai berikut:9
a. Ilmu Rijal al-Hadis
Ilmu Rijal al-Hadis merupakan:
‫عهم يعرف بً واة انح يث مه حيث أو م واة نهح يث‬
Artinya: Ilmu untuk mengetahui para perawi hadis dalam kepasitasnya
sebagai perawi hadis.

Telah kita ketahui, kedudukan sanad sangatlah penting untuk


mengetahui apakah kualitas hadis tersebut benar-benar shahih ataukah
hanya sebuah karya palsu buatan manusia selain nabi. Untuk itu dengan
adanya ilmu Rijal Al-Hadis ini sangat membantu dalam menentukan
siapa sajakah yang dipercaya sebagai perawi hadis dan juga bagaimana
kualitas dari perawi tersebut.
b. Ilmu Jahr wa at-Ta‟dil
Ilmu al-Jarh menurut bahasa memiliki makna luka, cela, cacat.
Namun menurut istilah, yang dimaksud dengan ilmu Jahr wa at-Ta‟dil
adalah ilmu yang membahas apa saja masalah yang bisa timbul pada
seorang perawi hingga perawi tersebut dinyatakan cacat. Cacat yang
dimaksud bisa melalui keadilan maupun kedhabitannya. Sedangkan
yang dimaksud at-Ta‟dil adalah pembersihan atau pensucian perawi dan
ketetapan, bahwa perawi tersebut memiliki sifat dhabit dan adil. Jadi,
ilmu Jahr wa at-Ta‟dil adalah ilmu yang membahas perawi hadis, dari

8
Ibid., hlm. 24-27.
9
Ibid., hlm. 30-43.

5
segi yang dapat menunjukkan keadaan mereka. Sehingga dengan ilmu
ini, kita bisa mengetahui apakah hadis keperiwayatan dari perawi
tersebut bisa diterima atau ditolak.
Informasi mengenai Jahr atau Ta‟dil-nya seorang perawi dapat
diketahui melalui popularitas para perawi dikalangan para ahli ilmu
sebagai orang yang tsiqoh, dan dari pujian dari rawi lain yang adil. Hal
itu menyangkut sebuah kebiasaan yang mereka lakukan setiap harinya,
sehingga bisa diketahui bagaimana tata krama, dan juga sikap mereka.
c. Ilmu Tarikh ar-Ruwah
Ilmu Tarikh ar-Ruwah adalah ilmu yang membahas tentang
keadaan dan identitas perawi seperti kelahirannya, wafatnya, guru-
gurunya, orang yang meriwayatkan hadis dari dirinya, tempat tingga
mereka, tempat mereka mengadakan lawatan. Ilmu ini untuk
mengetahui para perawi hadis yang berkaitan dengan usaha atau cara
periwayatan mereka terhadap hadis.
Sebagai bagian dari ilmu rijal al-hadis, ilmu ini mengkhususkan
pembahasanya secara mendalam pada sudut kesejarahan dari orang-
orang yang terlibat dalam periwayatan. Adapun hubungan antara ilmu
tersebut dan ilmu tabaqah ar-ruwah, terdapat beberapa pendapat di
antara para ulama. Ada ulama yang membedakannya dan ada juga yang
menyamakannya.
Menurut As-Suyuti, hubungan antara tabaqah ar-ruwah dan tarikh
ar-ruwah adalah umum dan khusus. Keduanya bersatu dalam
pengertian yang berkaitan dengan para perawi, tetapi ilmu tarikh ar-
ruwah menyendiri dalam hubungannya dengan kejadian- kejadian yang
baru. Menurut As-Sakhawi, para ulama mutakhirin membedakan antara
kedua disiplin ilmu tersebut. Menurut mereka, ilmu tarikh ar-ruwah
melalui eksistensinya berfungsi untuk memperhatikan kelahiran dan
wafat para perawi dan melalui sifatnya, berfungsi untuk memperhatikan
hal ihwal para perawi. Adapun ilmu tabaqah ar-ruwah, melalui
eksistensinya, berfungsi untuk memperhatikan hal ihwal perawi dan

6
melalui sifatnya berfungsi untuk memperhatikan kelahiran dan kapan
mereka wafat.
d. Ilmu „Illal al-Hadis
Kata illal adalah bentuk jama‟ dari kata “al-illah” yang menurut
bahasa berarti al-maradh (penyakit atau sakit). Menurut ulama
muhadditsin , istilah illah berarti sebab yang tersembunyi atau samar
yang dapat mencemarkan hadis, sehingga hadis tersebut tidak terlihat
cacat. Adapun yang dimaksud dengan Ilmu Illah al-Hadis menurut
ulama muhadditsin adalah ilmu yang membahas tentang sebab-sebab
yang tersembunyi yang dapat mencacatkan kesahihan hadis, seperti
mengatakan muttashil terhadap hadis yang munqathi‟, menyebut marfu‟
pada hadis yang mauquf, memasukkan hadis ke dalam hadis lain dan
hal-hal yang seperti itu.
e. Ilmu an-Nasakh wa al-Mansukh
Yang dimaksud ilmu Nasakh wa Mansukh dalam ilmu hadis adalah
ilmu yang membahas tentang hadis-hadis yang berlawanan yang tidak
dapat dipertemukan dengan ketetapan bahwa yang datang terdahulu
disebut mansukh dan yang datang kemudian disebut nasikh.
f. Ilmu Asbab Wurud al-Hadis
Pengertian ilmu Asbaab Wurud al-Hadis, yakni suatu ilmu yang
membicarakan sebab-sebab Nabi Muhammad SAW. menuturkan
sabdanya dan saat beliau menuturkannya, seperti sabda Rasulullah
SAW. tentang suci dan menyucikan air laut, yaitu “Laut itu suci airnya
dan halal bangkainya”. Hadis ini dituturkan oleh Rasulullah SAW.
ketika seorang sahabat yang sedang berada ditengah laut mendapatkan
kesulitan untuk berwudlu‟. Contoh lain adalah hadis tentang niat yang
dituturkan berkenaan dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW. Ke
Madinah, salah seorang yang ikut hijrah karena ingin menikahi wanita
yang bernama Ummu Qais.

7
g. Ilmu Gharib al-Hadis
Ilmu Gharib al-Hadis adalah ilmu yang membahas makna kalimat
yang terdapat dalam matan hadis dari lafadh-lafadh asing atau sulit
dipahami. Pada zaman Nabi ilmu ini belum ada, karena pada saat itu
masyarakat arab sudah bisa faham dengan apa yang dikatakan oleh
nabi. Semua penjelasan Nabi begitu terekam dan mudah difahami oleh
bangsa arab kala itu. Namun ketika islam berkembang pesat, banyak
diantaranya yang kurang bisa dipahami oleh masyarakat selain bangsa
Arab. Oleh karena ilmu ini sangat penting untuk diajarkan agar tidak
terjadi kesalahan penafsiran dari hadis Nabi.
h. Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif
Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif adalah ilmu pengetahuan yang
berusaha menerangkan tentang hadis-hadis yang sudah diubah titik atau
syakalnya (mushahhaf), dan bentuknya (muharraf).
i. Ilmu Mukhtalif al-Hadis
Ilmu Mukhtalif al-Hadis adalah ilmu yang membahas tentang hadis-
hadis yang menurut lahirnya saling bertentangan atau berlawan agar
pertentangan tersebut dapat dihilangkan atau dapat dikompromikan
antara keduanya sebagaimana membahas hadis-hadis yang sulit
dipahami isi atau kandungannya, dengan menghilangkan kemusykilan
atau kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya.
4. Unsur-Unsur Pokok Hadis
Pada periwayatan Hadis harus terdapat empat unsur yakni:
a. Rawi ialah subjek periwayatan, rawi atau yang meriwayatkan hadis.
b. Sanad atau thariq ialah jalan menghubungkan matan hadis kepada Nabi
Muhammad SAW. Sanad ialah sandaran hadis, yakni referensi atau
sumber yang memberitahukan hadis, yakni rangkaian para rawi
keseluruhan yang meriwayatkan hadis.
c. Matan adalah materi berita, yakni lafazh (teks) hadisnya, berupa
perkataan, perbuatan atau taqrir, baik yang diidhafahkan kepada Nabi

8
SAW., sahabat atau tabi‟in, yang letaknya suatu hadis pada penghujung
sanad.
d. Rijalul hadis ialah tokoh-tokoh terkemuka periwayat hadis yang diakui
keabsahannya dalam bidang hadis. Dengan demikian untuk mengetahui
seseorang disebut sebagai rijalul hadis ditentukan oleh ilmu rijalul
hadis.10

B. Eksistensi dan Urgensi Ilmu Hadis dalam Studi Islam


1. Kedudukan Hadis sebagai Syari‟at
Menurut Sohari Sahrani, hadis adalah mubayyin (penjelas) bagi Al-
Qur`an, karenanya siapapun tidak akan bisa memahami Al-Qur`an tanpa
dengan memahami dan menguasai hadis. Begitupula halnya menggunakan
hadis tanpa Al-Qur`an akan kehilangan arah, karena Al-Qur`an merupakan
dasar hukum pertama yang didalamnya berisi garis-garis besar syariat
islam. Oleh karena itu antara Al-Qur`an dan hadis memiliki hubungan
timbal balik yang tidak dapat dipisah-pisahkan.11
Menurut Habsi Asshidiqy, ahli „aql dan ahli naql dalam Islam, telah
berijma‟ bahwa hadis atau sunnah itu dasar bagi hukum-hukum Islam dan
bahwa para umat ditugaskan mengikuti al-hadis, as-sunnah ditugaskan
mengikuti Al-Qur`an. Tak ada perbedaan dalam garis besarnya
Begitu juga dengan Fatchur Rahman beliau mengatakan hampir
seluruh ummat Islam telah sepakat menetapkan hadis sebagai salah satu
undang-undang yang wajib ditaati baik berdasar petunjuk akal, petunjuk
nash-nash Al-Qur`an maupun ijma‟ para sahabat.
Munzier Suparta menjelaskan alasan-alasan yang kuat terkait dengan
penetapan hadis sebagai sumber hukum, yaitu:12
a. Menurut petunjuk akal
Nabi Muhammad adalah rasul Allah yang telah diakui dan
dibenarkan umat Islam. Didalam melaksanakan tugas agama, yaitu
10
Sutoyo dkk,...., hlm. 12-16.
11
Sahrani, Sohari, Ulumul Hadits, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) hlm.35.
12
Munzier Suparta, ...hlm. 49-57.

9
menyampaikan hukum-hukum syariat kepada ummat, kadang-kadang
beliau membawakan peraturan-peraturan yang isi dan redaksi peraturan
itu telah diterima dari Allah, kadang-kadang beliau membawakan
peraturan-peraturan hasil ciptaan sendiri atas bimbingan ilham dari
tuhan. Dan tidak jarang pula beliau membawakan hasil ijtihad semata-
semata mengenai suatu masalah yang tiada ditunjuk oleh wahyu atau
dibimbing oleh ilham. Hasil ijtihad beliau ini terus berlaku sampai ada
nash yang menasakhkannya. Sudah layak sekali kalau peraturan-
peraturan dan inisiatif-inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas
bimbingan ilham maupun hasil ijtihad beliau, kita tempatkan sebagai
sumber hukum positif. Kepercayaan yang telah kita berikan kepada
beliau sebagai utusan tuhan mengharuskan kita untuk mentaati segala
peraturan yang dibawanya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hadis merupakan salah
satu sumber hukum dan sumber ajaran islam yang meduduki urutan
kedua setelah Al-Qur`an. Sedangkan bila dilihat dari segi kehujjahan-
nya, hadis melahirkan hukum zhanny, kecuali hadis yang mutawatir.
b. Menurut petunjuk nash Al-Qur`an
Al-Qur`an telah mewajibkan ittiba‟ dan mentaati hukum-hukum
dan peraturan-peraturan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad
dalam beberapa ayat antara lain:

           

           

.     


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu
berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59)

10
c. Menurut dalil-dalil hadis
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. berkenaan dengan
keharusan menjadikan hadis sebagai pedoman hidup, disamping Al-
Qur`an sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:
)‫َاب هللاِ َو سُـىَّتَ وَبِيِّ ًِ ( واي مانك‬ ِ ‫ج فِـ ْي ُك ْم أَ ْم َري ِْه نَ ْه ح‬
َ ‫َضهُّموْ ا َما حَ َمسَّـ ْكخُ ْم بِ ِما َ ِكـخ‬ ُ ْ‫ح ََركـ‬
Artinya: Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian,yang kalian
tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu
berupa kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya. (HR.Malik)

d. Menurut Ijma para Sahabat


Para sahabat telah sepakat mentapkan wajibul ittiba‟ terhadap
hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah wafat.
Diwaktu hayat Rasulullah, para sahabat sama konsekuen melaksanakan
hukum-hukum Rasulullah, mematuhi peraturan-peraturan dan mening-
galkan larangan-larangannya. Sepeninggal Rasulullah, para sahabat bila
tidak menjumpai ketentuan dalam hadis nabi, menanyakan kepada siapa
yang masih mengingatnya. Umar dan sahabat lain pun meniru tindakan
Abu Bakar tersebut. Tindakan para Khulafaur rasyidin, tidak seorang-
pun dari sahabat dan tabi‟in yang mengingkarinya. Karena hal demikian
itu merupakan suatu Ijma‟.
2. Fungsi Hadis sebagai Bayan Al-Qur`an
Hadis memiliki peranan penting dalam menjelaskan (bayan) firman-
firman Allah SWT di dalam Al-Qur`an. Secara lebih rinci, dijelaskan
fungsi-fungsi hadis dalam islam adalah sebagai berikut:13
a. Bayan Al- Taqrir (memperjelas isi Al-Qur`an)
Fungsi Hadis sebagai bayan al- taqrir berarti memperkuat isi dari
Al-Qur`an. Sebagai contoh hadis yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari
dan Abu Hurairah terkait perintah berwudhu, yakni:
“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang
berhadats sampai ia berwudhu”.

13
Ibid., hlm. 58-66.

11
Hadis di atas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:

        

        


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai
dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki. (QS.Al-Maidah: 6)

b. Bayan At-Tafsir (menafsirkan isi Al-Qur`an)


Fungsi hadis sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran
(perincian) terhadap isi Al-Qur`an yang masih bersifat umum (mujmal)
serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang
bersifat mutlak (taqyid). Contoh hadis sebagai bayan at-Tafsir adalah
penjelasan Nabi Muhammad SAW. mengenai hukum pencurian.
ِّ‫ص ِم ْانكَف‬
َ ‫أَحَى بِ َسا ِ ِ فَقَ َ َ يَ َ يُ ِم ْه ِم ْف‬
Artinya: Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri,
maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan
tangan.

Hadis diatas menafsirkan surat Al-Maidah ayat 38:

          

.   

Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,


potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. (QS.Al-Maidah: 38)

Dalam AlQur‟an, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang


pencuri dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum,
kemudian Nabi SAW. memberikan batasan bahwa yang dipotong dari
pergelangan tangan.
c. Bayan at-Tasyri‟ (Memberi kepastian hukum islam yang tidak ada di
Al-Qur`an)

12
Hadis sebagai bayan at-Tasyri‟ ialah sebagai pemberi kepastian
hukum atau ajaran-ajaran Islam yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur`an.
Biasanya dalam Al Qur‟an hanya menerangkan pokok-pokoknya saja.
Sebagaimana contohnya hadis mengenai zakat fitrah, dibawah ini:

ِ َّ‫ضانَ َعهَى انى‬


‫اس‬ َ ‫ض زَ َكا ةَ انفِ ْ ِر ِم ْه َ َم‬ َ ‫صهَّى هللاُ َعهَ ْي ًِ َو َسهَّ َم فَ َر‬
َ ِ‫اِ َّن َ سُوْ ُل هللا‬
َ‫صا عًطا ِم ْه َ ِعي ٍرْر َعهَى ُكمِّ حُرٍّر اَوْ َع ْب ٍر َ َك ٍرر أَوْ أُ ْو َى ِمهَ ْان ُم ْسهِ ِم ْيه‬ َ ْ‫صا عًطا ِم ْه حَ َم ٍرراَو‬
َ
Artinya: Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam
pada bulan Ramadhan satu sha‟ kurma atau gandum untuk setiap
orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan. (HR.
Muslim)

d. Bayan Nasakh (Mengganti ketentuan terdahulu)


Bayan An-nasakh berarti ketentuan yang datang kemudian dapat
menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan yang baru
dianggap lebih cocok dengan lingkungannya dan lebih luas. Salah satu
contohnya yakni:

ٍ ‫صيَّةا لِ اوا ِر‬


)‫ث (رواه البخارى‬ ِ ‫اَل او‬
Artinya: Tidak ada wasiat bagi ahli waris. (HR. Bukhori)
Hadis ini menasakh Al-Qur`an surat Al-Baqarah ayat 180:

          

.      

Artinya: Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu


kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabat secara ma‟ruf.
(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.

Untuk fungsi hadis sebagai bayan Nasakh ini masih terjadi


perdebatan di kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim
membolehkan menasakh Al-Qur`an dengan segala hadis walaupun
hadis ahad. Kelompok Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan
hadis masyhur tanpa harus matawatir. Sedangkan para mu‟tazilah

13
membolehkan menasakh dengan syarat hadis harus mutawatir. Selain
itu, ada juga yang berpendapat bayan Nasakh bukanlah fungsi hadis.
3. Urgensi Ilmu Hadis dalam Studi Islam
Urgensi berasal dari bahasa Latin “urgere” (kata kerja) yang berarti
mendorong. Dalam bahasa Inggris “urgent” (kata sifat) dalam bahasa
Indonesia “urgensi” (kata benda). Istilah urgensi menujuk pada sesuatu
yang mendorong kita yang memaksa kita untuk diselesaikan. Dengan
demikian mengandalkan ada suatu masalah dan harus ditindak lanjuti.
“Urgensi” bisa berarti “pentingnya, misalnya urgensi kepemimpinan
muda” itu lebih berarti pentingnya kepemimpinan muda.Para ulama telah
sepakat menetapkan bahwa hadis adalah pokok kedua dari agama islam.
Di dalam Al-Qur`an juga telah dijelaskan berulang kali perintah untuk
mengikuti ajaran Rasulullah SAW, sebagaimana yang terangkum firman
Allah SWT di surat An-Nisa‟ ayat 80:

.             

Artinya:“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah


mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka
Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”
Selain itu, Allah SWT menekankan kembali dalam surat Al-Hasyr ayat 7:

             

 
Artinya: apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

Di samping Al-Qur`an sebagai pokok pertama. Pendapat ini sesuai


dengan maksud beberapa ayat Al-Qur`an dan hadis Nabi SAW
diantaranya:
“Kami turunkan Al-Qur`an yang penuh dengan segala kebenaran
untuk pedomanmu menegakkan hukum ditengah-tengah masyarakat
menurut petunjuk Allah kepadamu.”

14
Al-Qur`an dan hadis memiliki kaitan yang erat karena hadis
merupakan penjelasan terhadap Al-Qur`an. Sebaliknya Al-Qur`an sebagai
pokok pertama sehingga Al-Qur`an dan hadis tidak dapat dipisahkan.
Beberapa kepentingan mempelajari hadis dalam studi Islam:
a. Menambah wawasan tentang hadis
b. Dapat menerapkan hadis dalam kehidupan sehari-hari
c. Sebagai penjelas Al-Qur`an
d. Memberikan suri tauladan yang baik
e. Dapat menetapkan suatu hukum

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadis berarti segala sesuatu yang diberitakan oleh Nabi Muhammad
SAW. baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat dan hal-ihwal Nabi.
Sedangkan menurut ulama ilmu hadis dirayah adalah keadaan perawi dan
marwinya. Keadaan para perawi yang menyangkut kepada pribadinya, seperti
akhlak, tabi‟at dan keadaan hafalannya, maupun yang menyangkut
persambungan dan terputusnya sanad. Sedang keadaan marwi adalah dari
sudut keshahihan, kedhaifannya, dan dari sudut lain yang berkaitan dengan
keadaan matan. Cabang-cabang ilmu hadis terdiri dari Ilmu Rijal al-Hadis,
Ilmu Jahr wa at-Ta‟dil, Ilmu Tarikh ar-Ruwah, Ilmu „Illal al-Hadis, Ilmu an-
Nasakh wa al-Mansukh, Ilmu Asbab, Ilmu Gharib al-Hadis, Ilmu at-Tashif
wa at-Tahrif, Ilmu Mukhtalif al-Hadis. Adapun unsur-unsur ilmu hadis yaitu
Rawi, Sanad, Matan, dan Rijalul hadis
Kedudukan dan urgensi hadis adalah sebagai penjelas bagi Al-Qur`an,
karenanya siapapun tidak akan bisa memahami Al-Qur`an tanpa dengan
memahami dan menguasai hadis. Begitupula halnya menggunakan hadis
tanpa Al-Qur`an akan kehilangan arah, karena Al-Qur`an merupakan dasar
hukum pertama yang didalamnya berisi garis-garis besar syariat islam. Oleh
karena itu antara Al-Qur`an dan hadis memiliki hubungan timbal balik yang
tidak dapat dipisah-pisahkan.

B. Kritik dan Saran


Demikianlah yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok makalah ini. Penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan
kritik dan saran demi membangun kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agus Solahudin dan Agus Suyadi. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka
Setia.

Endang Soetari. 2010. Ulum Al-Hadis. Bandung: Pustaka Setia.

M.M. Azami. 2003. Studies in Hadis Methodology and Literature, Terj. Meth
Kieraha. Jakarta: Lentera.

Munzier Suparta. 2001. Ilmu Hadis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sutoyo dkk. 2010. Alquran Hadis Untuk Madrasah Aliyah Semester 2 Kelas
X. Surakarta: CV. Pratama.

Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia.

17

Anda mungkin juga menyukai