Disusun Oleh:
I. LATAR BELAKANG
Pada masa rasulullah masih hidup, zaman khulafaur rasyidin dan sebagian
besar zaman umayyah sehingga akhir abad pertama hijrah, hadis-hadis nabi tersebar
melalui mulut kemulut. Ketika itu umat islam belum memiliki inisiatif untuk
menghimpun hadis-hadis nabi yang bertebaran. Mereka merasa cukup dengan
menyimpan dalam hafalan yang terkenal kuat. Dan memang diakui oleh sejarah bahwa
kekuatan hafalan para sahabat dan tabi’in benar-benar sulit tandingannya. Hadis nabi
tersebar ke berbagai wilayah yang luas dibawa oleh para sahabat dan tabi’in ke seluruh
penjuru dunia. Para sahabatpun mulai berkurang jumlahnya karena meninggal dunia.
Sementara itu usaha pemalsuan terhadap hadis-hadis nabi makin bertambah banyak,
baik yang dibuat oleh orang-orang zindik dan musush-musuh islam maupun yang
datang dari orang islam sendiri.
Yang dimaksud dengan pemalsuan hadis ialah menyandarkan sesuatu yang
bukan dari nabi saw kemudian dikatakan dari nabi saw. Berbagai motifasi yang
dilakukan mereka dalam hal ini, ada kalanya kepentingan politik seperti yang
dilakukan sekte-sekte tertentu setelah adanya konflik fisik (fitnah) antara pro ali dan
pro muawiyyah karena fanatisme golongan, madzhab, ekonoi, perdagangan dan lain
sebagainya pada masa berikutnya atau unsur kejujuran dan daya ingat para perawi
hadis yang berbeda. Oleh karena itu para ulama bangkit mengadakan riset hadis-hadis
yang beredar dan meletakkan dasar kaidah-kaidah yang ketat bagi seorang yang
meriwayatkan hadis yang nantinya ilmu itu disebut ilmu hadis.
Ulumul Hadis adalah istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama hadis.
Ulumul hadis terdiri adas dua kata, yaitu ‘ulum dan Al-hadist. Kata ‘ulum dalam
bahasa arab merupakan jamak dari kata ‘ilm yang berarti “ilmu-ilmu” sedangkan
al-hadist di kalangan Ulama Hadis berarti “segala sesuatu yang disandarkan
kepada nabi SAW dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat.” Dengan demikian,
gabungan dari dua kata tersebut mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang
membahas atau berkaitan dengan hadis nabi SAW.”
Sedangkan menurut Prof. Dr. T.M Hasbi Ash-Shiddiqy menyatakan, bahwa
yang dimaksud dengan “Ilmu Hadits” itu ialah: “ilmu yang berpautan dengan
hadits.” Definisi ini beeliau kemukakan, mengingat ilmu yang bersangkut paut
dengan hadits itu banyak macamnya.1
Pada mulanya, ilmu-ilmu hadis memenag merupakan beberapa ilmu yang
masing-masing berdiri sendiri, yang berbicara tentang Hadist nabi Saw dan para
perawinya, seperti ilmu al-Hadist al-Shahih, ilmu al-mursal, ilmu al-asma wa al-
kuna, dan lain-lain. Penulisan ilmu-limu hadist secara parsial dilakukan, khusunya,
oleh para ulama abad ke-3 H.
Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial tersebut disebut dengan ulumul
hadist, karena masing-masing membicarakan tentang hadist dan perawinya. Akan
tetapi, pada masa berikutnya, ilmu-ilmuyang terpisah itu mulai digabungkan dan
dijadikan satu, serta selanjutnya, dipandang sebagai satu disiplin ilmu yang berdiri
sendiri. Terhadap ilmu yang sudah digabungkan dan menjadi satu kesatuan
tersebut tetap dipergunakan nama ulumul hadist, sebagaimana halnya sebelum
disatukan. Jadi, penggunaan lafaz jamak ulumul hadist, setelah mengandung
makna mufrad atau tunggal, yaitu ilmu hadist, karena telah terjadi makna
perubahan makna lafaz tersebut dari maknanya yang pertama “beberapa ilmu yang
terpisah” menjadi nama dari suatu disiplin ilmu yang khusus, yang nama lainnya
adalah Mushthalah al-Hadist.2
1
Drs. M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Angkasa, 1991) h.61
2
Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag, Ulumul Hadist, (Bandunng: Tafakur) h.94
Sedangkan tujuan utama mempelajari Ilmu Hadist Dirayah ini
ialah: untuk mengetahui dan menetapkan tentang maqbul (dapat
diterima) dan mardudnya (tertolaknya) suatu hadist Nabi saw.
Dengan demikian, ilmu Hadist Dirayah merupakan mizan
(neraca) yang harus dipergunakan untuk menghadapi ilmu hadist
Riwayah.3
Menurut Prof. Hasbi, bahwa ilmu hadist Dirayah ini, pada zaman
Muaqaddimin dinamai dengan “Ulumul Hadits” dan pada masa yang
akhir ini dimasyhurkan dengan nama ‘Ilmu Musthalah”4
3
Drs. M. Syuhudi Ismail,Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Angkasa, 1991) h.63
4
Prof. Dr. T. M. Hasbi As-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976) h.15
5
Drs. M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Angkasa, 1991) h.62
6
Abdul Majid Khon,Ulum Hadis, (Jakarta:Amzah,2009) h. 78
ilmu hadis secara garis besar dibagi menjadi dua disiplin limu yaitu ilmu hadis
riwayah dan ilmu hadis diroyah7
Pembedaan di sini perlu dilakukan karena bahwasanya munculnya disiplin
ilmu hadis dirayah tidaklah sama waktu dan pencetusnya. Ilmu Hadis Riwayah,
yang selanjutnya disingkat IHR, dipelopori oleh Muhammad bin Syihab Az Zuhry
(51 – 124 H). Ia adalah orang pertama yang menghimpun hadits Nabi SAW atas
perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Umar II, memerintah tahun 99 – 102
H/717 – 720 M )8
Sedangkan Ilmu Hadist Diroyah(IHD)/Ilmu Mustholah Hadits/Ilmu Ushul
Hadits/Ushul al-Riwayah dipelopori oleh Al Qadli Abu Muhammad Al Hasan bin
Abdurrahman bin Khalad Ar Ramahurzuri (w.360 H).
7
Abdul Majid Khon, Op, Cit., h.69., TM. Hasby As Siddiqieqy, sejarah dan pengantar Ilmu Hadits,h. 128
8
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, lihat juga: Abdul Majid Khon, Op, Cit., h.70
9
Abdul Majid Khon,Ulum Hadis, (Jakarta:Amzah,2009) h. 78-83.
belum menyatu. seperti at-tarikh dan
al-i`lal karya
Muslim, kitabal-
asma` wa al kuna
dan kitab at-tawarikh
karya At-Tirmidzi
5. Masa setelah Tabi` Berdiri sendiri sebagai ilmu hadis. Ilmu hadis pertama
Tabi`in (abad ke 4 H) al-muhaddits al-
fashilbaynaar -
rawiwa al-
wa`IkaryaAr-
Ramahurmuzi.
10
Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: Pusaka
Rizki Putra, 2009), cet. 3, hlm.113
b) Naqd dakhili yaitu kritik internal, yakni tentang makna hadis dan syarat
keshahihannya.
Adapun syarat-syarat pentajrih dan penta’dil adalah berilmu, taqwa, wara’,
jujur, menjauhi fanatik golongan, mengetahui sebab-sebab ta’dil dan tajrih
(mufassar).
2. Ilmu dan kaidah tentang matan.
a. Ilmu Gharib al-hadist.
Adalah ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan
hadist yang sukar di ketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.
Yang dibahas oleh ilmu ini adalah lafadz yang musykil dan susunan kalimat
sukar dipahami, tujuannya untuk menghindarkan penafsiran menduga-duga.
Pada masa tabi’in dan abad pertama hijriyah bahasa arab yang tinggi mulai
tidak dipahami oleh umum hanya diketahui secara terbatas. Maka orang yang
ahli mengumpulkan kata-kata yang tidak dapat dipahami oleh umum tersebut
dan kata-kata yang kurang terpakai dalam pergaulan sehari-hari. Adapun
beberapa upaya para ulama muhaditsin untuk menafsirkan keghariban matan
hadis, antara lain:
1) Mencari dan menelaah hadist yang sanadnya berlainan dengan yang
bermatan gharib.
2) Memperhatikan penjelasan dari sahabat yang meriwayatkan hadist atau
sahabat lain yang tidak meriwayatkannya.
3) Memperhatikan penjelasan dari rawi selain sahabat.
b. Ilmu asbab wurud al-hadist dan tawarikh al-mutun.
Asbab adalah jama’ dari kata masdar sabab yang dalam bahada berarti
sama dengan kata an-nabl artinya tali atau berarti saluran, maksudnya ialah
segala sesuatu yang menghubungkan dengan benda lain sedang dalam istilah
ialah segala sesuatu yang mengantarka pada tujuan. Atau dapat di definisikan
sebagai suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum itu sendiri. Sedangkan
kata “wurud” artinya sampai, muncul atau mengalir seperti ucapan yang berarti
”air yang memancar atau air yang mengalir”. Jadi asbabul wurud al-hadist
ialah sesuatu yang membatasi arti dari suatu hadist baik yang berkaitan dengan
arti umum atau khusus, muqayyad, atau muthlaq, dinasakh atau seterusnya.
Dengan demikian ilmu asbabul wurud al-hadist menurut istilah adalah suatu
ilmu yang membahas masalah sebab-sebab nabi saw menyampaikan sabdanya
pada saat beliau menuturkannya. Sedang tata cara untuk mengetahui sebab-
sebab lahirnya hadist hanya bisa diketahui dengan periwayatan.
c. Ilmu nasikh wa al-mansukh.
Ta’rif ilmu nasikh wa al-mansukh adalah ilmu-ilmu yang membahas hadis-
hadis yang bertentangan dan tidak mungkin diambil jalan tengah. Hukum hadis
yang satu menghapus (menasikh) dan hukum hadis yang lain (mansukh). Yang
datang dahulu disebut mansukh dan yang muncul belakangan dinamakan
nasikh. Nasikh inilah yang berlaku selanjutnya.
3. Ilmu dan kaidah tentang sanad dan matan.11
a. Ilmu ‘ilal al-hadist
11
ibid, hlm.118- 119.
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu Hadits adalah ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Nabi
SAW. Perintis pertama Ilmu Hadits adalah Al Qadi Abu Muhammad Ar-
Ramahurmuzy. Pada mulanya, Ilmu Hadits merupakan beberapa ilmu yang
masing-masing berdiri sendiri, ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial
tersebut disebut dengan Ulumul Hadits, karena masing-masing membicarakan
tentang hadits dan para perawinya. Akan tetapi pada masa berikutnya ilmu-ilmu
itu digabungkan dan dijadikan satu serta tetap menggunakan nama Ulumul
Hadits.