HADIS
A.Pengertian Ilmu Hadist
Menurut Prof Dr T.M Hasbi Asidiq, Ilmu Hadist ialah : ilmu yang berkaitan dengan
hadist.definisi ini dikemukakan mengingat ilmu yang behubungan dengan hadist sangat banyak
macamnya. Hal ini disebabkan karena ulama yang membahas masalah ini juga banyak,
karenanya dijumpai sejumlah istilah yang berkaitan dengan ilmu hadist.
Diantara ulama ada yang menggunakan sejarah ilmu hadsit, ilmu usul Al hadist atau ilmu
musthalah hadist. Ilmu hadist dibagi menjadai dua bagian :
1. Ilmu Hadist Riwayah
Ilmu yang mangetahui perkataan, perbuatan takrir dansifat-sifat Nabi. Dengan kata lain ilmu
hadist riwayah adalah ilmu yang membahas segala sesuatu yang datang dari Nabi baik perkataan,
perbuatan, ataupun takrir.
2. Ilmu Hadist Dirayah
Ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-
cara menerima dan menyampaikan hadist dan sifat-sifat rawi. Oleh karena itu yang menjadi
objek pembahasan dari ilmu hadist dirayah adalah keadaan matan, sanad dan rawi hadist
Artinya : “Hai oarang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti” (Qs Al Hujrat 6)
http://t4f5.wordpress.com/2009/04/10/sejarah-perkembangan-ilmu-hadis/
Orang yang melakukan studi secara kritis akan mengetahui bahwa asas sarta prinsip-prinsip
pokok ulumul hadits (kaidah-kaidah menerima dan menyampaikan hadits) itu benar-benar
terdapat dalam kitab al Quran yang mulia, serta terdapat dalam Sunnah Nabawiyah. Allah
berfirman :
Wahai orang-orang yang telah beriman, jika datang orang fasiq dengan membawa suatu berita
kepada kalian, maka hendaklah kalian menelitinya (al Hujurat : 6).
Semoga Allah mengelokkan wajah orang yang mendengar berita dariku, lalu ia menyampaikan
persis seperti apa yang pernah didengarnya. Karena tidak sedikit orang yang mendengarnya
sendiri (HR Tirmidzi)
Maka tidak sedikit orang yang membawa berita itu lebih mengerti daripada orang yang
menerima berita tersebut, begitu pula tidak sedikit orang yang membawa berita itu tidak lebih
mengerti daripada orang lyang menerima berita tersebut (HR Tirmidzi).
Dalam ayat al Quran serta dua hadits tersebut jelas terdapat suatu prinsip ketentuan mengenai
pengambilan suatu berita sekaligus tata cara dalam menerima suatu berita tertentu; dengan cara
melakukan tabayyun (memperjelasnya) serta menelitinya dan agar hati-hati dalam
menyampaikan suatu berita kepada orang lain. Dalam rangka melaksanakan perintah Allah dan
Rasuyl-Nya itu, maka para sahabat telah menetapkan ketentuan-ketentuan dalam menyampaikan
suatu berita sekaligus dalam hal menerimanya, terutama ketika mereka meragukan terhadap
kejujuran dari orang yang menyampaikan berita tersebut. Atas dasar ini, maka nampak jelaslah
kedudukan serta nilai sanad dalam rangka untuk menerima atau menolak suatu berita. Dalam
muqadimah Shahih Muslim, dari riwayat Ibnu Sirin, dikatakan Semula mereka tidak pernah
mempertanyakan tentang sanad, kemudian setelah timbul fitnah, mereka baru
mempertanyakannya : 'Sebutkanlah kepada kami orang-orang yang meriwayatkan hadits kepada
kamu sekalian'. Lalu jika ternyata mereka yang meriwayatkan hadits tersebut adalah orang-orang
Ahli Sunnah maka terimalah hadits itu, sebaliknya, jika ternyata memang orang-orang Ahli
Bid'ah, maka janganlah kamu mengambil hadits yang diriwayatkannya..
Berpijak pada prinsip bahwa uatu hadits itu tidak dapat diterima kecuali sesudah dikatahui
sanadnya, maka munculah ilmu Jarh wa Ta'dil, dan (ilmu mengenai) pembicaraan terhadap rawi-
rawi hadits, serta (cara) pembicaraan terhadap rawi-rawi hadits, serta (cara) mengetahui sanad-
sanad yang muttasil dan yang munqati', dan mengetahui cacat-cacat yang tersembunyi. Bahkan
telah muncul pula pembicaraan pada sebagian rawi-rawi yang tercela â??meskipun masih sangat
sedikit sekali- karena sedikitnya rawi-rawi yang benar-benar tercela pada masa awalnya.
Kemudian para ulama lama kelamaan memperluas (jangkauan pembahasan) dalam masalah yang
demikian itu, hingga lahirlah pembahasan dalam beberapa cabang yang berhubungan dengan
hadits dari segi pencatatannya, tata cara menerimanya serta menyampaikannya, dan mengetahui
nasikh-mansukhnya, gharibnya dan hal-hal selainnya, hanya saja demikian itu dilakukan para
ulama secara lisan.
Kemudan terus berkembang, dan lambat laun ilmu-ilmu ini ditulis dan dibukukan, akan tetapi
dalam beberapa kitab yang masih bercampur dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti ilmu Ushul Fikih
dan ilmu hadits, misalnya kitab Ar Risalah dan kitab Al Umm karya Imam Syafi'i.
Para akhirnya ilmu-ilmu tersebut telah mencapai puncaknya dan telah menjadi sebuah istilah
tersendiri, dan masing-masing cabang ilmu telah terpisah dari cabang ilmu lainnya. Hal ini
terjadi pada abad keempat hijriah, maka para ulama ahli hadits berusaha menyusun kitab secara
khusus dalam bidang ulumul hadits. Adapun ulama yang pertama kali menyusun kitab dalam
bidang ini adalah al Qadhi Abu Muhammad al Hasan bin Abdurrahman bin Chalad ar
Ramaharmuzi (wafat pada tahun 360 H), kitabnya Al Muhaddits al Fashil Baina al Rawi wa al
Wa'i.
Disusun oleh al Qadhi Abu Muhammad al Hasan bin Abdurrahman bin Chalad ar Ramaharmuzi.
Kitab ini belum membahas seluruh persoalan dalam bidang ulumul hadits, dan memang
begitulah umumnya keadaan orang yang pertama kali menyusun kitab dalam bidang ilmu
apapun.
Disusun oleh Abdullah Muhammad bi Abdul Hakim an Naisabury (wafat 405 H). kitab ini
belum disusun sacara sistematis seperti halnya ilmu yang lain.
Disusun oleh Abu Nu'em Ahmad bin Abdullah al Asbahany (wafat 430 H). sebuah kitab
pelengkap Al Hakim Ma'rifat 'Ulum al Hadits , akan tetapi masih terdapat beberapa persoalan
yang tertinggal belum dibahas, yang hal itu dapat ditemukan oleh orang yang kritis terhadap
persoalan tersebut.
Al Kifayatu fi ilmi al Riwayah.
Disusun oleh Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Tsabit al Khatib al Baghdadi (wafat 463 H). sebuah
kitab yang menghimpun segala permasalahan dalam cabang ilmu ini, sekaligus berisi penjelasan
kaidah-kaidah periwayatan dan merupakan kitab acuan pokok yang sangat penting dalam ilmu
ini.
Disusun oleh al Khatib al Baghdadi juga, sebuah kitab yang membahas tentang adab periwayatan
sebagaimana nampak jelas pada namanya, dan merupakan kitab yang paling baik dalam babnya
dan sangat bernilai pembahasannya serta cakupannya. Dan sangat sedikit cabang-cabang ilmu
hadits kecuali al Khatib telah menyusun dalam sebuah kitab tersendiri, makanya benar apa yang
dikatakan oleh al Hafidz Abu Bakar bin Nuqthah bahwa Setiap orang yang sadar mengetahui
bahwa para ahli hadits sesudah al Khatib dalam menyusun kitab selalu mengacu kepada kitab
beliau tersebut.
Disusun oleh Al Qadhi 'Iyadh bin Saushi al Yahshuby (wafat 544 H). kitab ini belum mencakup
seluruh pembahasan ulumul hadits, bahkan hanya terbatas pada persoalan yang berhubungan
dengan tata cara penerimaan dan penyampaian hadits dan cabang-cabangnya, akan tetapi sangat
bagus sekali bab pembahasan dan sistematika serta urutan-urutannya.
Disusun oleh Abu Hafs Umar bin Abdul majid al Mayanaji (wafat 580 H), sebuah bagian kecil
yang tidak begitu besar faidahnya.
Ulumul Hadits.
Disusun oleh Abu Amru Utsman bin Abdurrahman al Syahrazury, terkenal dengan sebutan Ibnu
Shalah (wafat 643 H). kitabnya terkenal dengan nama 'Muqaddimah Ibnu Shalah', merupakan
kitab yang paling baik dalam bidang ulumul hadits. Dalam kitab ini penyusunnya menghimpun
masalah-masalah yang terpisah-pisah dari kitab-kitab al Khatib dan orang yang mendahuluinya,
karenanya kitabini menghimpun kaidah-kaidah ilmu hadits, akan tetapi belum tersusun secara
urut sesuai dengan tema pokok bahasan, sebab meloncat-loncat dari satu masalah ke masalah
yang lain, sekalipun begitu kitab ini merupakan kitab pegangan pokok bagi para ulama yang
datang sesudahnya, banyak sekali ulama yang telah membuat ringkasan dari kitab ini, serta
mensistematiskannya, bahkan ada pula ulama yang telah memberikan tanggapan serta koreksi
perbaikan terhadap kitab ini.
Disusun oleh Muhyidin Yahya bin Syarifu al Nawawi (wafat 676 H). kitab ini merupakan
ringkasan dari kitab 'Ulumul Hadits' karya Ibnu Shalah, sebuah kitab yang sangat baik sekali,
Cuma kadang-kadang terdapat ungkapan yang sulit untuk dipahami.
Disusun oleh Jalaludin Abdurrahman bin Abu Bakar As Suyuti (wafat 911 H).merupakan kitab
pensyarah kitab Taqrib An Nawawi sebagaimana nampak jelas pada namanya, dalam kitab ini
penyusunnya mengumpulkan kaidah-kaidah yang banyak sekali.
Disusun oleh Muhammad bin Abdurrahman al Sakhawy (wafat 902 H), merupakan kitab
pensyarah kitab Alfiyah karya al Iraqi, dan merupakan syarah yang paling sempurna dan paling
baik dari sekian banyak kitab syarah Alfiya
Disusun oleh al Hafidz Ibnu Hajar al Asqalany (wafat 852 H), sebuah kitab kecil dan sangat
ringkas, akan tetapi merupakan ringkasan yang paling bermanfaat dan paling bagus urutan-
urutannya, penyusunnya merupakan orang yang paling awal dalam menyusun kitab yang
menempuh jalan secara urut dan terbagi-bagi pembahasannya, yang sebelumnya belum pernah
dilakukan orang lain. Kemudian beliau telah mensyarahnya dengan nama 'Nuzhatu al Nadhar',
sebagaimana yang lainnya telah mensyarahkannya.
Al Mandhumatu al Baiquniyah.
Disusun oleh Umar bin Muhammad al Baiquny (wafat 1080 H), merupakan kitab nadham yang
ringkas karena hanya terdiri dari tiga puluh empat bait, dan merupakan ringkasan yang
bermanfaat lagi terkenal dan telah banyak disyarahkan.
Qawaidu al Tahdits.
Disusun oleh Muhammad Jamaluddin al Qashimy (wafat 1332 H), merupakan kitab karangan
orisinil yang sangat berfaidah sekali.
Dinukil dari kitab Taisir Musthalah Hadits karya Dr. Mahmud Thahhan yang diterjemahkan
kedalam bahasan Indonesia oleh Drs. Zainul Muttaqin dan diterbitkan oleh Titian Ilahi Press (Cet
II/Des 1999).
http://www.salafyoon.net/manhaj/sekilas-sejarah-perkembangan-ilmu-hadits.html
Pengantar Ilmu Hadits
Sesungguhnya segala pujian hanya untuk Allah. Kami memuji kepada-Nya, meminta
pertolongan hanya kepada-Nya dan meminta ampunan hanya kepada-Nya. Kita berlindung
kepada-Nya dari kejelekan jiwa-jiwa kita dan kejelekan amalan-amalan kita. Barangsiapa yang
diberi hidayah oleh Allah, niscaya tidak ada yang sanggup menyesatkannya. Barangsiapa yang
disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang mampu memberi hidayah kepadanya. Saya bersaksi
bahwa sesungguhnya tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada
sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan Rasul-
Nya. amma ba’du:
Dan sebagai perwujudan dari perintah Allah dan Rasul-Nya ini, para sahabat radhiallahu anhum
senantiasa melakukan tatsabbut (mengecek kebenaran) dalam menukil dan menerima sebuah
kabar, terlebih lagi jika mereka meragukan kejujuran orang yang membawa kabar tersebut. Maka
dari sisi inilah muncul pembahasan mengenai sanad sebuah kabar dan bagaimana pentingnya
kedudukan sanad dalam menerima atau menolak suatu kabar.
Disebutkan dalam Muqaddamah Shahih Muslim dari Muhammad bin Sirin bahwa beliau berkata,
“Dahulu, mereka tidak pernah mempertanyakan mengenai sanad suatu hadits. Tapi tatkala
fitnah (kekacauan) telah terjadi , mereka sudah mulai bertanya (kepada orang yang
menceritakan hadits), “Sebutkan kepada kami rijal (para penukil hadits) kalian. Maka dilihatlah
orang yang disebutkan; Jika rijal yang dia sebutkan adalah ahlussunnah maka diterima hadits
mereka, tapi jika yang disebutkan itu adalah ahli bid’ah maka tidak diterima hadits mereka. “
http://penuntutilmu.com/pengantar-ilmu-hadits/
Para ulama membagi perkembangan hadits itu kepada 7 periode
yaitu :
a. Masa wahyu dan pembentukan hukum ( pada Zaman Rasul : 13
SH - 11 SH ).
b. Masa pembatasan riwayat ( masa khulafaur-rasyidin : 12-40 H ).
c. Masa pencarian hadits ( pada masa generasi tabi'in dan sahabat-
sahabat muda : 41 H - akhir abad 1 H ).
d. Masa pembukuan hadits ( permulaan abad II H ).
e. Masa penyaringan dan seleksi ketat ( awal abad III H ) sampai
selesai.
f. Masa penyusunan kitab-kitab koleksi ( awal abad IV H sampai
jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H ).
g. Masa pembuatan kitab syarah hadits, kitab-kitab tahrij dan
penyusunan kitab-kitab koleksi yang lebih umum ( 656 H dan
seterusnya ).
Pada zaman Rasulullah al-Hadits belum pernah dituliskan sebab :
a. Nabi sendiri pernah melarangnya, kecuali bagi sahabat-sahabat
tertentu yang diizinkan beliau sebagai catatan pribadi.
b. Rasulullah berada ditengah-tengah ummat Islam sehingga dirasa
tidak sangat perlu untuk dituliskan pada waktu itu.
c. Kemampuan tulis baca di kalangan sahabat sangat terbatas.
d. Ummat Islam sedang dikonsentrasikan kepada Al-Qur'an.
e. Kesibukan-kesibukan ummat Islam yang luar biasa dalam
menghadapi perjuangan da'wah yang sangat penting.
Pada zaman-zaman berikutnya pun ternyata al-Hadits belum sempat
dibukukan karena sebab-sebab tertentu. Baru pada zaman ‘Umar bin
Abdul Azis, khalifah ke-8 dari dinasti Bani Umayyah ( 99-101 H ) timbul
inisiatif secara resmi untuk menulis dan membukukan hadits itu.
Sebelumnya hadits-hadits itu hanya disampaikan melalui hafalan-hafalan
para sahabat yang kebetulan hidup lama setelah Nabi wafat dan pada
sa'at generasi tabi'in mencari hadits-hadits itu.
Diantara sahabat-sahabat itu ialah :
Abu Hurairah, meriwayatkan hadits sekitar 5374 buah. Abdullah bin ‘
Umar bin Khattab, meriwayatkan sekitar 2630 buah. Anas bin Malik,
meriwayatkan sebanyak 2286 buah. Abdullah bin ‘Abbas, meriwayatkan
sebanyak 1160 buah. ‘Aisyah Ummul Mu'minin, meriwayatkan sebanyak
2210 buah. Jabir bin ‘Abdillah meriwayatkan sebanyak 1540 buah. Abu
Sa'id al-Hudri meriwayatkan 1170 buah.
Kenapa kemudian Hadits Dikodifikasi.
Kodifikasi Hadits itu justru dilatar belakangi oleh adanya usaha-
usaha untuk membuat dan menyebarluaskan hadits-hadits palsu
dikalangan ummat Islam, baik yang dibuat oleh ummat Islam sendiri
karena maksud-maksud tertentu, maupun oleh orang-orang luar yang
sengaja untuk menghancurkan Islam dari dalam. Dan sampai saat ini
ternyata masih banyak hadits-hadits palsu itu bertebaran dalam
beberapa literatur kaum Muslimin. Di samping itu tidak sedikit pula
kesalahan-kesalahan yang berkembang dikalangan masyarakat Islam,
berupa anggapan terhadap pepatah-pepatah dalam bahasa Arab yang
dinilai mereka sebagai hadits.
Walaupun ditinjau dari segi isi materinya tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip pokok ajaran Islam, tetapi kita tetap tidak boleh
mengatakan bahwa sesuatu ucapan itu sebagai ucapan Rasulullah kalau
memang bukan sabda Rasul. Sebab Sabda Rasulullah : " Barangsiapa
berdusta atas namaku maka siap-siap saja tempatnya dineraka ".
Alhamdulillah, berkat jasa-jasa dari ulama-ulama yang saleh, hadits-
hadits itu kemudian sempat dibukukan dalam berbagai macam buku,
serta diadakan seleksi-seleksi ketat oleh mereka sampai melahirkan satu
disiplin ilmu tersendiri yang disebut Ilmu Musthalah Hadits. Walaupun
usaha mereka belum dapat membendung seluruh usaha-usaha
penyebaran hadits-hadits palsu dan lemah, namun mereka telah
melahirkan norma-norma dan pedoman-pedoman khusus untuk
mengadakan seleksi sebaik-baiknya yang dituangkan dalam ilmu
musthalah hadits tersebut.
Sehingga dengan pedoman itu ummat Islam sekarang pun dapat
mengadakan seleksi-seleksi seperlunya. Nama-nama Ishak bin
Rahawih, Imam Bukhari, Imam Muslim, ar-Rama at-Turmudzi, al-Madini,
Ibnu Shalah dan banyak lagi ulama-ulama saleh lainnya adalah rentetan
nama-nama yang besar jasanya dalam usaha penyelamatan hadits-
hadits dari kepalsuan-kepalsuan sehingga lahirlah ilmu tersebut.
Untuk memberikan gambaran perkembangan hadits dapat kita
perhatikan perkembangan kelahiran kitab-kitab hadits dan ilmu-ilmu
hadits.
Perkembangan Kitab-kitab Hadits
A. Cara penyusunan kitab-kitab hadits.
Dalam penyusunan kitab-kitab hadits para ulama menempuh cara-
cara antara lain :
1. Penyusunan berdasarkan bab-bab fiqhiyah, mengumpulkan hadits-
hadits yang berhubungan dengan shalat umpamanya dalam babush-
shalah,hadits-hadits yang berhubungan dengan masalah wudhu dalam
babul-wudhu dan sebagainya. Cara ini terbagi dua macam :
a. Dengan mengkhususkan hadits-hadits yang shahih saja, seperti
yang ditempuh oleh Imam Bukhari dan Muslim.
b. Dengan tidak mengkhususkan hadits-hadits yang shahih ( asal
tidak munkar ), seperti yang ditempuh oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'I,
dan sebagainya.
2. Penyusunan berdasarkan nama-nama sahabat yang
meriwayatkannya. Cara ini terbagi dua macam :
a. Dengan menyusun nama-nama sahabat berdasarkan abjad.
b. Dengan menyusun nama-nama sahabat berdasarkan nama
qabilah. Mereka dahulukan Banu Hasyim, kemudian qabilah yang
terdekat dengan Rasulullah.
c. Dengan menyusun nama-nama sahabat berdasarkan kronologik
masuknya Islam. Mereka didahulukan sahabat-sahabat yang termasuk
assabiqunal awwalun kemudian ahlul Badr, kemudian ahlul Hudaibiyah,
kemudian yang turut hijrah dan seterusnya.
d. Dengan menyusun sebagaimana ketiga dan dibagi-bagi
berdasarkan awamir, nawahi, ikhbar, ibadat, dan af'alun nabi.
Seperti yang ditempuh oleh Ibnu Hibban dalam shahehnya.
3. Penyusunan berdasarkan abjad-abjad huruf dari awal matan
hadits, seperti yang ditempuh oleh Abu Mansur Abdailani dalam
Musnadul Firdausi dan oleh as-Suyuti dalam Jamiush-Shagir.
B. Kitab-kitab Hadits Pada Abad ke I H.
1. Ash-Shahifah oleh Imam Ali bin Abi Thalib.
2. Ash-Shadiqah oleh Imam Abdullah bin Amr bin ‘Ash.
3. Daftar oleh Imam Muhammad bin Muslim ( 50 - 124 H ).
4. Kutub oleh Imam Abu Bakar bin Hazmin.
Keempat-empatnya tidak sampai ke tangan kita, jadi hanya berdasarkan
keterangan sejarah saja yang dapat dipertanggung-jawabkan.