Anda di halaman 1dari 9

TUGAS UMMUL HADIST

HASIL RESUME 3 JURNAL UMMUL HADIST


Untuk memenuhi tugas mata kuliah ummul hadist yang diampu oleh

Dosen

Disusun Oleh :

Rizka Maulida Putri

(2017202137)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

TAHUN 2020/2021
HASIL RIVIEW 3 JURNAL

1. Jurnal Pertama
Ulumul Hadis dan Sejarah Perkembangannya
AFIFAHHUSNAINI
0304183178
Ulumul Hadis terdiri atas dua kata, yaitu ‘ulum dan al- H adits Kata ‘ulu mdalam
Bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari ‘ilm , yang berarti “ilmu-ilmu”, tradisi di kalangan
sebagian ulama, ilmu diartikan sebagai sesuatu yang menancap dalam-dalam pada diri
seseorang yang dengannya ia dapat menemukan atau mengetahui sesuatu. Sedangkan
Kata al- H a dit s juga berasal dari Bahasa Arab yang berarti: ‫ ﻟﺠﺪﻳﺪ( ا‬yang baru). Di
samping arti baru, al- H a dit s juga mengandung arti dekat ‫)ﻟﻘﺮﻳﺐ‬. (‫ ا‬Kata al- H a dit s bisa
juga berarti: ‫ ﻟﺨﺒﺮ( ا‬berita). Secara Terminologis, para Ulama Hadis mendefinisikan hadis
berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dari perkataan, perbuatan,
taqrir,atausifat”.
Dengan demikian, gabungan kata ‘ Ulu m al- H a dit s
mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadis Nabi
SAW”. Ilmu Hadis merupakan kaidah, dasar-dasar serta pedoman dalam menerima dan
menolak suatu Hadis.
Sejarah perkembangan Ulumul Hadis terbagi menjadi tiga periodesasi yaitu awal
lahirnya Ilmu Hadis sampai pada masa kekinian. Dalam sejarah perkembangan Hadis
tercatat bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun ilmu ini dalam satu disiplin
ilmu yang lengkap adalah al-Qadi Abu Muhammad ar-Ramahurmuzi (w. 360 H) dengan
kitabnya al- Muhadis al-Fasilbain a ar- Rawi wa al-Wa’i. Selanjutnya muncul al-Hakim
Abu ‘Abdillah an-Naisaburi (321-405 H) dengan kitabnya Ma’rifah ‘Ulum al-Hadis.
Seperti dikatakan sebelumnya, bahwa ilmu hadis sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu
lain senantiasa mengalami perkembangan menuju kesempurnaannya. Dalam gerak
perkembangan tersebut, ilmu ini telah melahirkan banyak cabang yang masing-masing
akhirnya dianggap berdiri sendiri dengan obyek bahasan tersendiri pula. Meskipun
demikian, intipermasalahannyatetapbertolakdarisegisanaddanmatan.
Tentang cabang-cabang ilmu hadis ini, menurut Imam as-Suyuthi tidak dapat dihitung
secara pasti. Sebab, memang jumlahnya banyak. Imam al-hazimi juga mengemukakan
penilaian yang sama. Menurutnya, ilmu hadis mempunyai lebih dari seratus cabang ilmu
yang masing-masing dapat dianggap berdiri sendiri. Bahkan katanya lebih lanjut, jika
seseorang mencurahkan perhatiannya untuk kajian segala cabang ilmu ini, niscaya
sampaiakhirhayatnyapuniatidakakanmampumenguasainya.
2. Jurnal Kedua
PERIODESASI PERKEMBANGAN STUDI HADITS (Dari Tradisi Lisan/Tulisan
Hingga berbasis Digital)
Luthfi Maulana IAIN Pekalongan
luthfy.maulana@gmail.com
Sejarah perkembangan studi hadis dari fase ke fase menarik untuk diperbincangkan,
mengingat peran hadis sangat begitu sentral bagi umat Islam, sebagaimana peranya
sebagai sumber primer ajaran Islam, bahkan pelengkap keberadaan al-Quran. Sehingga
keberadaan hadis menjadi sangat urgen sekali untuk mengungkap ajaran alQuran yang
masih bersifat global.Sebagaimana kita ketahui, pada awal perkembangannya, studi hadis
mengalami perkembangan yang sangat begitu pesat, sehingga studi hadis menjadi bahasan
populer kala itu, sebab di masa-masa sebelumnya para sahabat lebih fokus dalam mengkaji al-Quran.
Kajian hadis memasuki puncak kepopuleranya ketika memasuki masa tadwin pada abad ke II
hijriah yang dikomandoi oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Umar bin
Abdul Aziz memang dikenal berbeda dengan khalifah- khalifah sebelumnya, karena Umar bin
Abdul Aziz merupakan pencetus kodifikasi hadis, sehingga ketika itu, hadis menjadi sebuah bahan
kajian yang begiru menggiurkan, bahkan pasca setelah tadwin muncul berbagai karya kitab yang
sangat luar biasa, sebagaimana munculnya ragam literatur hadits.
Sejarah Perkembangan hadis pada periode pertama dimulai pada masa Ashr al-Wahy wa al-
Takwin, masa ini merupakan masa wahyu turun dari Nabi Muhammad SAW.pada masa ini
pusat studi hadits masih berpusat kepada Nabi Muhammad SAW, karena masa ini merupakan
masa dimana Nabi SAW masih ada.
Begitu juga pada periode kedua, periode ini tergolong pada masa sahabat, pengertian
tentang sahabat atau batasan tentang sahabat menjadi perdebatan para ulama. Ada yang
memberikan batasan sempit, yakni sahabat yang secara khusus menjadi periwayat hadits.Ada juga
yang mempunyai kecenderungan mengartikan.
Masa periode ketiga, masa ini merupakan masa setelah Nabi wafat, pada masa ini para sahabat
tidak lagi dapat mendengar sabda Nabi Muhammad SAW, serta menyaksikan perbuatan-
perbuatan Nabi Muhammad SAW yang pada dasarnya bermuatan ajaran ilahi, sehingga
informasi hadits hanya bisa diketahui melalui informasi sahabat. Atas hal tersebut, para sahabat
pada masa ini mulai sadar untuk mengembangkan periwayatan hadis, bahkan para sahabat rela
mengorbankan jiwa dan raganya untuk menegakan agama dan menyebarluaskan Islam.
Memasuki periode ke empat, dimana pada masa ini tergolong pada masanya sahabat Khulafaur
Rasyidin, perkembangan pada masa ini hadis masih terbatas, karena para sahabat pada masa ini masih
fokus pada penyebaran al-Quran, masa ini disebut juga sebagai al-tatsabut wa al-iqlal min
riwayah, meskipun pada masa ini perhatian sahabat masih terpusat pada penyebaran al-Quran,
namun para sahabat tetap memperketat dalam penerimaan hadis, hal ini karena para sahabat sangat
berhati- hati, agar tidak terjadinya kekeliruan periwayatan hadis dengan al-Quran.Hal tersebut
merupakan perhatian langsung dari Khalifah Abu Bakr as- Shidiq, hingga dilanjutkan oleh
Khalifah Umar bin Khattab, Utsman bin Affan hingga Ali bin Abi Thalib.
Selain itu, pada masa itu juga sudah banyak berita yang diada-adakan oleh pelaku bid’ah (al-
Mubtadi’) seperti Khawarij, Rafidhah, Syi’ah dan bahkan pada saat itu sudah mulai bermunculan
hadits-hadits palsu sehingga Umar bin Abdul Azizi mengkhawatirkan hilangnya hadits-hadits Nabi
SAW. Seruan Umar bin Abdul Aziz akan kodifikasi hadits mendapatkan respon dan antusias
umat Islam dan dari para ulama hadits, sehingga pada masa itu hadits dapat berhasil
dikodifikasikan.

3. Jurnal Ketiga
UMMUL HADIST
PROF. DR. TAJUL ARIFIN, MA
A. Definisi Hadits Hadits
menurut bahasa memiliki beberapa arti:
a. Jadid lawan qodim = yang baru jamaknya hidats, hudats dan huduts b. Qarib lawan
ba’id = yang dekat; yang belum lama terjadi seperti dalam perkataan “ ‫ﻫﻮ ﺣﺪﻳﺚ اﻟﻌﻬﺪ ﻓﻲ‬
‫ ”اﻻﺳﻼم‬artinya orang yang baru memeluk agama Islam.Jamaknya : hidats, hudats, huduts. c.
Khabar = berita yakni “‫ " ﻣﺎ ﻳﺘﺤﺪ‬: ‫ ث ﺑﻪ وﻳﻨﻘ ّﻞ‬sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan
dari seseorang kepada orang lain, semakna dengan kata “haddatsa”. Dari makna inilah
diambil perkataan hadits Rasulullah (T.M. Hasby As-syidiqi, 1991:20).
Ilmu hadits berkembang sejalan dengan perkembangan periwayatan dalam Islam.
Tetapi perkembangan yang sangat nampak dari ilmu hadits adalah setelah wafatnya
Rasulullah Saw. yaitu ketika itu para shahabat merasa penting untuk mengumpulkan
hadits-hadits nabi karena ditakutkan hilang. Ketika pengumpulan hadits berlangsung para
shahabat melakukan upaya agar hadits nabi terjaga keontentikannya dengan cara
menerapkan aturan-aturan dan persyaratanpersyaratan dalam penerimaan suatu hadits
sehingga dengan aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan tersebut dapat diketahui
diterima atau tidaknya suatu hadits dan shahih atau tidaknya hadits tersebut.
Perkembangan ilmu hadits terus berjalan sejalan dengan terus bertambahnya
periwayatan hadits. Setiap ada riwayat maka disanalah ulumul hadits berperan menentukan
diterima atau tidaknya sehingga pada akhirnya ulum al-hadits menjadi disiplin ilmu yang
mandiri dalam ajaran agama Islam (M. Ajaj Al-Khuththabi,1989: 10-11).
B. Wilayah Pembahasan Ilmu al-Hadits
Para ulama ahli ahdits (muhadditsin) dalam berbagai kitab ulum al-Hadits-nya
mencantumkan berbagai pembahasan seperti pembagian hadits kedalam hadits shahih,
hasan dan da’if, macam macam pembagian hadit da’if seperti hadits mursal, muallaq,
munqhati’, murharib, muharraf, mushahaf dan yang lainya, membahas tentang kaifiah
tahamml wa alada, (cara-cara seorang rawi mendapatkan hadits dan meyampaikannya),
pembahasan tentang jarah wa tai’dil sepetri pembhasan masalah sayarat-syarat bagi
mujarrih dan mu’addil, dan yang lainnya, mengetahui nama-nama rawi dan negeri
ashalnya, membedakan rawi yang tsiqat dan yang dha’if, dan lain lain.Untuk setiap sub
pembhasan materi-materi diatas mereka selalu membahasnya dengan panjang lebar, hal ini
seperti yang dilakukan oleh al-Hakim dalam kitabnya Ma’rifat al-Ulum al-Hadits dalam
kitab tersebut ia menyebutkan setidaknya ada lima puluh dua permasalahan yang dibahas
dalam ulum al-hadits.Mengenai cakupan pembahasan ulum al-hadits ada beberapa
perkataan ulama ahli hadits yang menunjukan bahwa pembahasan ilmu hadits sangat
luas.“Sesungguhnya pembahasan ilmu hadits sangatlah banyak sehingga tak bisa dihitung”.
‫ﻛﻞ ﻧﻮع ﻣﻨﻬﺎ ﻋﻠﻢ ﻞ وﻟﻮ اﻧﻔﻖ اﻟﻄﺎﻟﺐ ﻓﻴﻪ ﻋﻤﺮﻩ ﻣﺎ اذرك‬, ‫ﻋﻠﻢ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻳﺸﺘﻤﻞ ﻋﻠﻰ اﻧﻮاع ﻛﺜﻴﺮة ﺗﺒﻠﻎ ﻣﺎ ﺋﺔ‬
‫“ ﻧﻬﺎﻳﺘﻪّﻣﺴﺘﻘ‬Cakupan ilmu hadits sangatlah banyak sehingga mencapai seratus macam
permasalahan, setiap permasalahan memiliki pembahasan tersendiri, sehingga jika
seseorang menghabiskan seluruh umurnya niscaya ia tidak akan selesai.”
Sementara itu Ibn Shalah dalam kitabnya Muqaddimah Ibn Shalah (t.t.: 6)
menyebutkan setidaknya ada 56 macam pembahasan ulum al-hadits diantaranya:
pembahasan tentang hadits shahih, hasan dan dhaif, pembahasan tentang musnad dan
marfu, pembahasan tentang kaifiyat al-sima, pembahasan tentang rawi yang tshiqat dan
dhaif dan yang lainnya.Dan tidak mungkin ada akhirnya, karena setiap pembahasan dari
setiap dari bahasan ilmu hadits tersebut semuanya masih bisa dibagi-bagi sampai tak
terhingga, hal tersebut disebabkan karena tidak terhitungnya jumlah perawi hadits yang
memiliki sifat yang berbeda-beda hal itu juga disebabkan kerena beraneka ragamnya matan
hadits dan sifatnya yang semuaya tidak akan menjadi jelas kecuali dibahas secara
tersendiri.
C. Periodisasi Perkembangan Periwayatan Hadits
Mayoritas ulama ahli hadits membagi periodisasi yang telah dilalui oleh hadits Rasul
sebagai sumber tasyri’ kedalam tujuh periode. Ketujuh periode tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Periode pertama, yaitu masa turunnya wahyu dan pembentukan hukum Islam. Periode
ini dimulai sejak nabi Muhammad diangkat menjadi rasul hingga beliau wafat (13 SH.-11
H).
b. Periode kedua, yaitu masa Khulafa al-Rasyidin yang ditandai dengan adanya
pembatasan dalam penerimaan riwayat hadits (12 H.-40 H ).
c. Periode ketiga, yaitu masa berkembangnya periwayatan hadits dan masa
diberlakukannya Rihlah li al-Thalib alHadits (perjalanan mencari hadits) yang dilakukan
oleh shahabat kecil dan tabi’in besar.
d. Periode keempat, yaitu masa pembukuan hadits (‘Ashr alTadwin) (awal abad kedua
sampai akhir abad kedua).
e. Periode kelima, yaitu masa pentashhihan hadits (awal abad ketiga sampai akhir abad
ketiga).
f. Periode keenam, yaitu masa penyusunan kitab-kitab jami’ (dari awal abad keempat
sampai jatuhnya kota Baghdad tahun 656 H).
g. Periode ketujuh, yaitu masa pembuatan syarah, pembuatan kitab-kitab takhrij, membuat
kitab hadits-hadits hukum, membuat kitab-kitab jami’ yang umum serta membahas hadits-
hadits Zawaid (656- sekarang) (Hasby Ash shidiqy, 1974: 46-47).
D. Klasifikasi Al-Hadits Dilihat Dari Segi Kuantitas (Jumlah) Perawi Yang
Meriwayatkannya
Ditinjau dari sedikit atau banyaknya rawi yang menjadi sumber berita, hadits terbagi
kedalam dua macam, yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad.
A. Hadits Mutawatir
Definisi Secara etimologis (bahasa) mutawatir merupakan bentuk isim fa’il yang
diambil dari kata tawat.t.ara yang berati teus-menerus atau bersambung. Sebagai contoh
arti dari kalimat tawat.t.ara al- matharu adalah hujan yang terusmenerus. Sedangkan
menurut istilah, ada beberapa definisi yang diungkapkan oleh para ulama yang memiliki
pengertian yang sama.

a. Hadits Mutawatir menurut Muhammad al-azaj al-Khutabhi dalam kitab Ushul al-
Hadits (t.t.: 130) ‫ﻣﺎ رواه ﺟﻤﻊ ﺗﺤﯿﻞ اﻟﻌﺎ دة ﺗﻮاطﺌﮭﻢ ﻋﻠﻰ اﻟﻜﺬب ﻋﻦ ﻣﺜﻠﮭﻢ ﻣﻦ ھﺬا اﻟﺠﻤﻊ ﻓﻲ اي طﺒﻔﺔ ﻣﻦ ّأول‬
‫اﻟﺴﻨﺪ اﻟﻰ ﻣﻨﺘﮭﺎه ﻋﻠﻰ أن ﯾﺤﺘﻞ طﺒﻔﺎت اﻟﺴﻨﺪ‬

“Hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang menurut adat mereka mustahil
berdusta, dari sekolompok orang yang sama (yang mustahil berdusta) dari awal sanad
sampai akhir sanadnya, dengan gambaran bahwa setiap tingkatan sanadnya jumlah
perawi tersebut selalu banyak”.
b. Definisi yang dikemukakan oleh Mahmud al-Thuhan dalam kitabnya Taisir
Musthalah al-Hadits (t.t.: 19)
‫ﻣﺎ رواه ﻋﺪاد ﻛﺜﯿﺮ ﺗﺤﯿﻞ اﻟﻌﺎ دة ﺗﻮاطﺆھﻢ ﻋﻠﻰ اﻟﻜﺬب‬

“ Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang berjumlah banyak yang menurut adat
mustahil mereka berdusta”.
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang disebut dengan hadits
mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang banyak dalam setiap
thabaqahnya yang menurut akal rawi-rawi tersebut mustahil bersepakat untuk melakukan
kebohongan.
2. Syarat-syarat Hadits Mutawatir
a. Diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang banyak dalam setiap thabaqahnya. Para ulama
berbeda pendapat tentang jumlah minimal rawi hadits mutawatir, pendapat yang paling
banyak dipegang oleh para ulama tentang batas minimal rawi hadits mutawatir dalam
setiap thabaqahnya adalah pendapat al-ushtukhri yaitu 10 orang (Tadrib al-Rawi, t.t., II:
177).
b. Jumlah rawi yang banyak tersebut didapati dalam setiap thabaqah.
c. Rawi tersebut menurut akal mustahil berdusta karena berasaldari berbagai negeri, jenis
kelamin, madzhab, dan yang lainnya.
d. Berita yang mereka riwayatkan dihasilkan dari indera yang mereka miliki seperti
menggunakan kata-kata " " ‫ ( رأﯾﺖ‬Aku melihat) , " "‫( ﺳﻤﻌﺖ‬Aku mendengar) dsb(Mahmud
alThuhan, t.t.: 20).
3. Kedudukan Hadits Mutawarir
Hadits mutawatir termasuk hadits yang Qath’i alTsubut sehingga harus dipercayai
dan diyakini kebenarannya tanpa harus meneliti keadaan para rawinya bhkan menurut
‘Ajaj al-Khuthabi (t.t.: 301) orang yang mengingkari hadits mutawatir dikategorikan
orang kafir. Dengan ketatnya persyaratan mutawatir di atas maka menurut para ulama
jumlah hadits mutawatir sangat sedikit bahkan sulit dijumpai.
4. Pembagian Hadits Mutawatir
Pembagian hadits mutawatir terbagi atas dua bagian, yaitu:
a. Mutawatir Lafdzi yaitu hadits yang lapadz dan maknanya mutawatir artinya lapadz
dan makna hadits tersebut asli dari rasul yang diriwayatkan oleh rawi yang banyak
disetiap thabaqahnya.
Contoh hadits mutawatir lapdzi adalah hadits berikut:
‫ﻣﻘﻌﺪه ﻣﻦ اﻟﻨﺎر ّ ﻣﺘﻌﻤﺪا ﻓﻠﯿﺘﺒﻮّب ﻋﻠ ّﻲﻣﻦ ﻛﺬ‬
“Barang siapa yang berbuat dusta kepadaku disengaja maka bersiap-siaplah tempat
duduknya adalah api neraka”. Hadits tersebut diriwayatkan oleh tujuh puluh tujuh orang
shahabat.
b. Mutawatir Maknawi yaitu yang maknanya saja yang mutawatir sementara lapadznya
tidak seperti hadits tentang Rasul mengangkat tangan ketika berdo’a. Setidaknya ada
seratus hadits-hadits yang menyatakan bahwa ketika berdo’a Rasul mengangkat
tangannya tetapi hadits tersebut berbeda-beda (al-Suyuthi, t.t., II: 180).
5. Contoh Hadits Mutawatir
Diantara hadits yang termasuk hadits mutawatir adalah hadits tentang Haudl
(telaga yang dimiliki rasul), hadits tentang mengusap sepatu, hadits tentang mengangkat
tangan ketika berdo’a, dll ( Mahmud al-Thuhan, t.t.: 20).
6. Kitab-kitab yang Mengumpulkan Hadits Mutawatir Para ulama telah
mengumpulkanhadits-hadits mutawatir secara khusus dalam satu kitab bertujuan agar
mudah merujuknya. Diantara kitab-kitab tersebut adalah:
a. Kitab al-Azhar al-Mutanatsirah Fi al-Akbar al-Mutawatirah karya al-Suyuthi. Kitab ini
disusun berdasarkan bab-bab ilmu.
b. Qathfu’ al-Azhar karya al-Suyuthi yang merupakan ikhtisar dari hadits di atas.
c. Nadm al-Mutanatsirah Min al-Hadits al-Mutawatir karya Muhammad ibn Ja’far al-
Kitani (Mahmud al-Thuhan, t.t.: 21)

E. Pembagian Hadits Dilihat Dari Segi Kualitas Perawi

Khabar ahad seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya baik
yang masyhur, aziz, ataupun yang gharib, dilihat dari segi diterima atau tidaknya/kuat
atau lemahnya terbagi atas dua bagian, yaitu:

1. Hadits Maqbul

2. Hadits Mardud
DAFTAR PUSTAKA
Khon, A. M. (2012). Ulumul hadis. Amzah.
VIOLA,R. Ulummul Hadis dan Sejarah Perkembangannya.
Arifin, T. (2014). Ulumul Hadits.

Anda mungkin juga menyukai